Desain Pelatihan
Pelaksanaan suatu pelatihan tidak terlepas dari desain pelatihan. Sebelum pelatihan dilaksanakan,
perlu mendesain program pelatihan terlebih dahulu. Dalam membuat suatu desain pelatihan perlu
diperhatikan hal berikut.
1) Waktu pelatihan
2) Prioritas pelatihan
3) Peserta pelatihan
4) Lokasi pelatihan
5) Dana pelatihan
Secara ideal, pelatihan yang efektif dan sempurna mungkin dilaksanakan untuk memenuhi
kebutuhan pelatihan yang telah teridentifikasi. Namun secara riil (nyata), pelatihan yang
sempurna mustahil untuk dilaksanakan dikarenakan adanya faktor batasan organisasi dalam
suatu desain pelatihan. Terdapat dua jenis utama batasan organisasi, yaitu:
1) Batasan Lingkungan Organisasi. Batasan lingkungan organisasi dapat meliputi dana dan
fasilitas yang dimiliki oleh organisasi serta prioritas dari organisasi.
2) Populasi Trainee. Desain pelatihan terkadang terkendala oleh banyaknya jumlah trainee
yang memiliki tingkat KSAs yang berbeda-beda. Oleh karena itu, trainer perlu mendesain
pelatihan yang dapat mengatasi perbedaan individu dari para trainee.
Ketika menulis tujuan pelatihan, diawali dengan menulis desired outcome terlebih dahulu,
kemudian menambahkan kondisi di mana perilaku tersebut seharusnya terjadi. Terakhir,
memperjelas tujuan pelatihan dengan menambahkan standart yang harus dipenuhi.
b) Spiral Sequencing di mana trainee mempelajari dasar pada tugas pertama terlebih
dahulu (modul 1), berlanjut pada tugas kedua, dan seterusnya.
Perbandingan antara Topical dan Spiral Sequencing dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Kelebihan Kekurangan
Topical Lebih konsentrasi terhadap topik Satu kali belajar, ketika berpindah
yang dipelajari, tidak ada pada topik berikutnya mungkin saja
gangguan dari topik lain topik sebelumnya terlupakan
Spiral Terdapat perpaduan dan review Terdapat gangguan proses berpikir
mengenai topik-topik yang ketika berpindah pada topik
dipelajari, hubungan antar topik berikutnya.
lebih terlihat dan mudah
dipahami.
2) Teori mikro (Gagne-Briggs). Berisi serangkaian prosedur yang harus diikuti oleh trainee
untuk meningkatkan pembelajaran. Tahap pertama adalah pemusatan perhatian (atensi) yang
kemudian dilanjutkan dengan pemrosesan informasi. Pada tahap terakhir informasi yang
telah diproses akan distimulasi ke dalam aktivitas memori. Cocok digunakan untuk
pembelajaran kognitif, behavior dan sikap. Berikut sembilan instruksi aktivitas menurut
Gagne-Briggs.
Keterkaitan
Instruksi
Dampak terhadap Trainee dengan Teori
Aktivitas
Belajar Sosial
Memperoleh
Agar trainee fokus pada trainer Atensi
perhatian
Menyampaikan
Agar trainee berfokus pada tujuan Atensi
tujuan pelatihan
Mengulas kembali
Agar para trainee dapat belajar dan
pengetahuan Retensi
berpikir lebih dalam melalui memori kerja
sebelumnya
Menyampaikan Agar secara selektif pelatihan dirasa
Retensi
materi penting
Menyediakan Agar trainee dapat mempertibangkan Retensi
pedoman bagaimana materi dapat sesuai dengan
pembelajaran skema dan mengklasifikasikan bagaimana
agar mudah dalam mengambil keputusan
Mendatangkan Agar trainee melakukan pelatihan sesuai
Retensi
hasil tema yang ditentukan
Memberikan Agar kinerja dapat efektif dengan
Reproduksi
timbal balik memperkuat respon trainee yang benar
Perilaku
(feedback) dan membantu ketika salah
Agar trainee dapat mencoba sejumlah
Menilai kinerja masalah yang sama untuk menentukan Penguatan
pelatihan apakah trainee memiliki konsep terkait (reinforcement)
pelatihan tersebut
Meningkatkan
kemampuan Agar trainee dapat melakukan berbagai
Penguatan
mengingat dan percontohan secara kompleks dan menilai
(reinforcement)
penyampaian keberhasilan.
informasi
Studi Kasus
Perusahaan Kudamono menemukan adanya penurunan produktivitas dalam perusahaan.
Oleh karena itu, tim HRD melaksanakan TNA untuk mengetahui penyebab penurunan
produktivitas tersebut. Berdasarkan hasil TNA yang dilakukan di perusahaan
Kudamono, diketahui bahwa:
a. Karyawan menunjukkan kurangnya pemahaman dan keterampilan sehingga
karyawan kurang yakin dan takut dalam menyampaikan pendapat. Mereka
cenderung mengikuti apa yang dikatakan oleh pimpinan.
b. Kurangnya sikap asertif dari karyawan dalam penyampaian pendapat karena
karyawan beranggapan bahwa mereka sudah memiliki pemimpin yang akan
memberikan pendapat yang dapat langsung diterima oleh orang banyak sehingga
mereka cenderung tidak berinisiatif untuk memberikan pendapat dalam
pengambilan keputusan perusahaan.