Anda di halaman 1dari 4

Pendahuluan

Dalam proses pengolahan makanan ,ada berbagai metode yang dapat digunakan, seperti
baking, frying, roasting, poaching, dan lain sebagainya. Namun, dalam laporan praktikum kali
ini, kami akan membahas sedikit mengenai frying. Frying atau menggoreng adalah proses
pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas.
Terdapat 3 macam metode dalam frying, yaitu shallow frying, deep fat frying, dan vacuum
frying. Dari ketiga macam metode tersebut, yang membedakan ketiganya dalam prosesnya
adalah penggunaan minyak yang dipakai dan seberapa banyak minyak yang terserap ke dalam
bahan pangan setelah mendapat perlakuan frying. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam proses frying ini agar hasil masakan yang dibuat sesuai dengan yang diinginkan, baik dari
tinjauan bahan maupun dalam proses pemasakannya. Prinsip dasar frying yaitu apabila bahan
pangan dimasukkan ke dalam minyak yang panas, maka suhu permukaan akan meningkat
dengan cepat dan air yang ada di permukaan akan menguap sehingga suhu permukaan sama
dengan suhu minyak panas dan terbentuklah crust pada permukaan bahan pangan tersebut.
Waktu yang dibutuhkan untuk memasak dengan metode frying dipengaruhi oleh beberapa hal,
yaitu jenis produk (bahan pangan), suhu minyak, metode penggorengan, ketebalan makanan, dan
kualitas produk yang diinginkan. Dalam kesempatan praktikum kali ini, metode penggorengan
yang kami gunakan adalah metode deep frying. Bagaimana proses pembuatan produk melaui
proses deep frying dan seperti apa hasil pengamatan organoleptiknya akan dibahas didalam
laporan praktikum ini.

Teori

1.Frying
Frying atau penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan
menggunakan medium minyak goreng. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang
mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dan daya awet
produk akhir. Menurut Moriera (2004) penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating
quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal pada
mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life makanan goreng
hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan.
Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan masa,
dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Panas yang diterima bahan
dipergunakan untuk berbagi proses dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi
pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus
dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu pengendaliannya
adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan. Proses penggorengan suatu produk pada
umumnya terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Tahap pemanasan awal (initial heating)


Selama tahap ini bahan terendam dalam minyak panas hingga suhunya sama
dengan titik didih minyak. Perpindahan panas yang terjadi antara minyak dengan bahan
selama penggorengan ini merupakan perpindahan panas konveksi dan tidak terjadi
penguapan air dalam bahan.
2. Tahap pendidihan permukaan (surface boilling)
Tahap ini dimulai dengan proses penguapan air permukaan. Perpindahan panas
konveksi alami berubah menjadi konveksi paksa karena adanya turbulensiminyak di
sekitar bahan. Selama proses ini mulai terbentuk lapisan crust di permukaan.
3. Tahap laju menurun (falling rate)
Tahap laju menurun ditandai dengan adanya penguapan lebih lanjut dan kenaikan
suhu pusat sehingga mendekati titik didih minyak. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika
kimia seperti gelatinisasi pati dan pemasakan. Lapisan crust yangterbentuk menjadi lebih
tebal dan penguapan air permukaan semakin menurun.
4. Titik akhir gelembung (bubble end point)
Apabila bahan digoreng dalam waktu yang relatif lama, maka laju pengurangan
kadar air akan semakin menurun dan tidak ada lagi gelembung udara di permukaan
bahan.

Selama penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi


baik pada bahan pangan yang digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu
penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal (168-196˚C) maka akan menyebabkan degradasi
minyak goreng berlangsung dengan cepat (antara lain titik asap menurun). Titik asap minyak
goreng tergantung pada kadar gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang
tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Penggorengan dengan
suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang memicu terjadinya reaksi browning
(pencoklatan) dan akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Selain
itu penggorengan juga mengakibatkan penurunan kandungan zat-zat gizi karena rusak.
Kesalahan teknik menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap
untuk menggoreng, kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih banyak.
Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akan rusak selama penggorengan, makanan
yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasa makanan
gorengan inisering lebih enak dibandingkan dengan makanan rebusan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggorengan antara lain:
1. Jenis bahan atau makanan yang digunakan, beberapa jenis makanan yang mudah rusak
dengan panas maka harus dilakukan penggorengan dalam waktu yang singkat, seperti
misalnya krupuk atau telur dengan konduktivitas tinggi maka waktu penggorengan perlu
dikurangi.
2. Kondisi minyak, minyak yang digunakan sudah dipanaskan terlebih dahulu atau belum.
3. Suhu dan waktu penggorengan, bila terlalu tinggi suhu penggorengan dapat mendukung
terjadinya oksidasi danhidrolisis. Makin tinggi suhu penggorengan maka makin cepat
penggorengan bahan pangan.
4. Metode penggorengan, untuk deep fat frying yang lebih cepat merata panasnya maka
akan butuh waktu yang lebih singkat daripada shallow contact frying
5. Ukuran, kelembapan dan karakteristik permukaan bahan, semakin besar ukuran bahan
(tebal) yang digoreng maka semakin lama waktu penggorengannya dan sebaliknya.
6. Perlakuan sebelum penggorengan, perlakuan sebelum penggorengan misalnya direndam
di larutan air garam atau air kapur terlebih dahulu. (Fellows,1990)

2. Deep Frying
Sistem menggoreng deep frying adalah yaitu bahan terendam seluruhnya dalam minyak
sehingga penetrasi panas dari minyak dapat masuk secara bersamaan pada seluruh permukaan
bahan yang digoreng sehingga kematangan bahan yang digoreng dapat merata. Deep frying
merupakan metode penggorengan yang penting karena prosesnya cepat, tepat dan menghasilkan
makanan dengan tekstur dan flavor yang disukai.
Menurut Muchtadi (2010), Pada penggorengan deep frying saat bahan makanan
dimasukkan ke dalam minyak suhu permukaan bahan akan segera meningkat dan air menguap,
permukaan bahan pangan akan mengering, terjadi penguapan lebih lanjut dan berbentuk kerak
(crust). Suhu permukaan bahan akan meningkat hingga suhu minyak panas, sedangkansuhu
bagian dalam bahan pangan akan meningkat secara perlahan hinggasuhu 100˚C. Suhu proses
penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu titik didih minyak sekitar 180˚C-200˚C.
Pada saat bahan pangan digoreng, akan terjadi pindah panas dari sumber panas menggoreng ke
bahan pangan, melalui media pindah panasminyak goreng. Akibat proses pemanasan tersebut,
bahan pangan akan melepaskan uap air yang dikandungnya. Permukaan bahan pangan memiliki
struktur yang porous, yang memiliki kapiler-kapiler dengan berbagai ukuran.Selama
penggorengan, air dan uap air akan dikeluarkan melalui kapiler-kapiler yang lebih besar dahulu,
dan digantikan oleh minyak panas. Uap air yang keluar dari bahan pangan pada saat
penggorengan akan dilepaskan keudara bebas. Penguapan air menyebabkan kadar air pada
permukaan bahan panganyang digoreng menjadi rendah, yang menyebabkan tekstur yang
renyah. Minyak juga akan melepaskan hasil degradasi minyak yang bersifat volatil ke udara.
Menurut Fellows (2000), metode penggorengan ini cocok untuk semua bentuk makanan,
tetapi bahan makanan dengan bentuk yang tidak teratur cenderung mengangkat minyak dalam
volume besar ketika diangkat dari alat penggoreng. Makanan gorengan hendaknya memiliki
warna coklat yang baik dan absorbsi minyak yang minimal.

Daftar Pustaka
Moriera, R. 2004. Deep fat frying, fundamental and aplications. Aspen publisher inc,
Gaithersburg.
Muchtadi,Tien R dan Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.
Alfa Beta, Bandung
Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta
Winarno, F. G, Fardiaz, S, & Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT
Gramedia
Sefran. 2012. “Penggorengan dan Pemanggangan”.
Sugiyono. 2012. “Penggorengan”.

Anda mungkin juga menyukai