Anda di halaman 1dari 62

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA

RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”


KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

SKRIPSI

PIPIN SOPIAH

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

PIPIN SOPIAH. D34102027. Analisis Harga Pokok Produksi Pada Rumah


Potong Ayam Tradisional ”X” Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Skripsi.
Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Zulfikar Moesa, MS


Pembimbing Anggota : Alla Asmara, S.Pt. Msi

Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat Indonesia serta


meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan protein, akan cenderung
meningkatkan permintaan produk peternakan. Berkembangnya usaha peternakan
ayam broiler membuka peluang bagi masyarakat yang ingin bergerak dalam usaha
pemotongan ayam broiler, baik pemotongan ayam yang dilengkapi dengan peralatan
modern, maupun usaha pemotongan ayam yang bersifat tradisional.
Harga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan
dalam pesaingan. Pembentukan harga dipengaruhi oleh struktur biaya produksi atau
harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi digunakan sebagai dasar
bagi penentuan harga jual, serta sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk
tujuan efisiensi biaya. Ketepatan perusahaan menghitung atau memperkirakan harga
pokok produksi akan memudahkan perusahaan untuk mengambil kebijaksanaan
dalam menentukan harga jual, serta dapat menilai efisien atau tidak proses produksi
yang selama ini digunakan.
Penelitian dilaksanakan di Rumah Potong Ayam (RPA) Tradisional ”X”
Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal
24 Maret sampai 25 April 2006.
Metode penelitian adalah studi kasus. Desain yang digunakan adalah
deskriptif-analitis. Bentuk deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum
Usaha Pemotongan Ayam. Analisa kuantitatif digunakan dalam perhitungan harga
pokok produksi metode perusahaan (variable costing) dan metode Activity Based
Costing (ABC). Analisa kualitatif digunakan dalam pengkajian terhadap hasil kedua
metode perhitungan harga pokok produksi selama tahun 2005.
Berdasarkan hasil analisis, perhitungan harga pokok produksi dengan metode
ABC menghasilkan harga pokok yang lebih besar dibandingkan dengan metode
perusahaan (variable costing) setiap bulannya. Harga pokok rata-rata metode ABC
sebesar Rp 11.663,63 sedangkan harga pokok rata-rata metode variable costing
sebesar Rp 11.646,15. Rata-rata selisih sebesar Rp 17,48 per bulan. Harga pokok
yang lebih tinggi pada metode ABC disebabkan karena penggunaan sumberdaya
yang lebih banyak dibandingkan bila menggunakan metode variable costing.
Meskipun metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, tetapi
perhitungan metode ABC mencerminkan pemakaian sumberdaya yang digunakan
dalam proses produksi. Metode ABC dapat digunakan sebagai alternatif dalam
perhitungan harga pokok perusahaan.

Kata-kata kunci : harga pokok produksi, metode variable costing, metode Activity
Based Costing
ABSTRACT

The Analyze of Cost of Good Manufactured in Traditional Slaughtering


Chicken House “X” at Kebon Pedes Sub-District Bogor City

Sopiah, P., Z. Moesa, and A. Asmara

The aims of this research were : 1) to know production activity of the


Traditional Slaughtering Chicken House “X” in Kebon Pedes Sub-District, 2) to
analyze the comparison between good manufactured cost methods calculation,
applied in the company (variable costing method) and Activity Based Costing (ABC)
method. This research was designed as descriptive analytical research. Quantitative
analysis was used in calculating variable costing method and ABC method,
meanwhile qualitative analysis was used in analyzing on the results both of variable
costing method and ABC method calculation. The obatained data was detailed in the
form of monthly data during year 2005. Based on analysis result, good manufactured
cost calculation using ABC method resulted the cost price that is higher than variable
costing method. The overcosted cost price of ABC method is caused by the number
of resources utilization needed in production process higher than the ones in varible
costing method. The difference mean is about Rp 17,48 per month. Although ABC
method resulted higher cost of good manufactured, but ABC method describe the
real consumption resource needed in production process. Therefore, ABC meethod
can be used as alternative for the company in calculating cost of good manufactured
because the method calculate the real production cost.

Keywords : good manufactured cost, variable costing method, Activity Based


Costing method
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA
RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”
KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

PIPIN SOPIAH
D34102027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI PADA
RUMAH POTONG AYAM TRADISIONAL “X”
KELURAHAN KEBON PEDES KOTA BOGOR

Oleh
PIPIN SOPIAH
D34102027

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 September 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Zulfikar Moesa, MS. Alla Asmara, S.Pt. MSi


NIP. 130 516 995 NIP. 132 159 707

Dekan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc.


NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 15 November 1983. Penulis


merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Undang Saepudin
dan Ibu Siti Halimah.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1990 dengan memasuki
jenjang sekolah dasar di SDN Bojongmalang I, dan lulus pada tahun 1996. Pada
tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 1 Cimaragas dan
pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN I Banjar.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada jurusan Sosial Ekonomi Industri
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertania Bogor, penulis aktif di
berbagai organisasi kemahasiswaan dan orgnisasi internal kampus. Pada tahun 2003-
2004, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman sebagai
Bendahara Umum. Pada tahun yang sama penulis juga aktif sebagai Badan Pengawas
di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP). Selama
tahun 2005 penulis diberi amanah sebagai Ketua Asrama Putri Darmaga.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai tugas akhir Program Sarjana. Skripsi ini merupakan hasil studi
mengenai analisis harga pokok produksi pada usaha pemotongan ayam yang bersifat
tradisional. Studi mengenai analisis harga pokok produksi dengan mengetahui
perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan dan memperkenalkan
perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing (ABC).
Setelah dilakukan analisis perbandingan kedua metode dapat diambil keputusan
pemakaian metode harga pokok produksi yang tepat.
Penelitian dilaksanakan pada salah satu perusahaan pemotongan ayam
terbesar di Kelurahan Kebon Pedes. Data dianalisis dengan menggunakan analisa
kuantitatif yaitu perhitungan harga pokok produksi metode perusahaan dan metode
ABC, serta analisa kualitatif yaitu dengan membandingkan hasil dari kedua metode
perhitungan.
Penulis menyadari bahwa tidak ada karya manusia yang sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran ataupun kritik yang membangun agar skripsi
ini menjadi lebih baik.

Bogor, September 2006

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ............................................................................................. i
ABSTRACT.................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Perumusan Masalah ........................................................................ 2
Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
Manfaat penelitian .......................................................................... 3
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
Rumah Potong Ayam ...................................................................... 7
Karkas Ayam Broiler ...................................................................... 7
Biaya dan Klasifikasinya ................................................................ 8
Sistem Activity Based Costing (ABC) ............................................ 9
Pengertian dan Definisi Sistem ABC .................................. 9
Manfaat Metode ABC ......................................................... 9
Hierarki Biaya Dalam Metode ABC ................................... 10
Perbedaan Antara Sistem ABC dengan Sistem Konvensional ....... 11
Harga Pokok dan Fungsinya ........................................................... 12
Pengertian Harga Pokok ..................................................... 12
Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi ........................ 13
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi ......................... 14
Harga Jual ....................................................................................... 17
METODE PENELITIAN ......................................................................... 18
Lokasi dan Waktu ........................................................................... 18
Desain Penelitian ............................................................................ 18
Data dan Istrumentasi ..................................................................... 18
Pengumpulan Data .......................................................................... 18
Analisis Data ................................................................................... 19
Definisi Istilah ................................................................................. 20
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .......................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 23
Proses Pemotongan Ayam .............................................................. 23
Biaya Produksi Karkas .................................................................... 25
Biaya Bahan Baku .............................................................. 25
Biaya Tenaga Kerja ............................................................ 27
Biaya Overhead Pabrik ....................................................... 28
Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode Variable
Costing ............................................................................................ 28
Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode ABC ............. 29
Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Karkas Antara
Metode Variable Costing dengan Metode ABC ............................. 32
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 35
Kesimpulan ..................................................................................... 35
Saran ............................................................................................... 35
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 38
LAMPIRAN ............................................................................................... 39
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran..................................................................... 6
2. Keyakinan Dasar yang Melandasi ABC System ..................................... 9
3. Proses Pemotongan Ayam ....................................................................... 23
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Perbandingan Harga Pokok Karkas RPA Asia Afrika
Antara Metode ABC dengan Metode Konvensional Bulan
Juni 2003-Januari 2004 ..................................................................... 12
2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk JKPT Perusahaan
Kecap Dengan Metode Konvensional Periode Januari-Juni 2002.... 13
3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT.
Japfa-Osi Food Industries dengan Metode Volume Based Costing
Periode Januari-Juni 2002 ................................................................. 15
4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT.
Japfa-Osi Food Industries dengan Metode ABC Periode
Januari 2002 ...................................................................................... 16
5. Perkembangan Nilai MIR CV. GAI Tahun 2002-2003 .................... 17
6. Biaya Pembelian Ayam Hidup Selama Tahun 2005 ........................ 25
7. Jumlah Produksi Karkas Selama Tahun 2005 .................................. 26
8. Karakteristik Tenaga Kerja RPA Tradisional ”X” ........................... 27
9. Biaya Tenaga Kerja Selama Tahun 2005 ......................................... 28
10. Biaya Overhead Selama Tahun 2005................................................ 28
11. Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode Perusahaan Selama
Tahun 2005 ....................................................................................... 30
12. Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode ABC untuk
Bulan Januari Tahun 2005 ................................................................ 31
13. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Metode ABC dengan
Metode Perusahaan Selama Tahun 2005 .......................................... 32
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Februari Tahun 2005 ........................................................ 40
2. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Maret Tahun 2005 ............................................................ 41
3. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan April Tahun 2005 ............................................................. 42
4. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Mei Tahun 2005 ............................................................... 43
5. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Juni Tahun 2005 ............................................................... 44
6. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Juli Tahun 2005 ................................................................ 45
7. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Agustus Tahun 2005 ........................................................ 46
8. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan September Tahun 2005 .................................................... 47
9. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Oktober Tahun 2005 ........................................................ 48
10. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan November Tahun 2005 ..................................................... 49
11. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
untuk Bulan Desember Tahun 2005 ..................................................... 50
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 221,33 juta jiwa dan perkiraan
tingkat pendapatan penduduk pertahun pada tahun 2005 sebesar 2500 US Dollar,
merupakan negara dengan pangsa pasar terbesar ke-4 di dunia. Hal tersebut berarti
peluang sekaligus masalah bagi kelangsungan iklim usaha di Indonesia, karena
dengan pangsa pasar sebesar itu Indonesai merupakan sasaran empuk bagi berbagai
produk negara lain apalagi pada era globalisasi saat ini.
Ditengah laju pertumbuhan ekonomi yang masih rendah karena krisis
ekonomi yang belum pulih, subsektor peternakan mempunyai potensi dan peluang
yang besar sebagai sumber pertumbuhan baru dalam perekonomian Indonesia.
Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat Indonesia serta
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan protein, akan cenderung
meningkatkan permintaan produk peternakan. Khusus di bidang usaha peternakan
ayam broiler, kebutuhan pasar daging unggas nasional saat ini mencapai + 1,2–1,5
juta ton/th dengan perputaran uang mencapai Rp 1,5 trilyun per tahun.
Berkembangnya usaha peternakan ayam broiler membuka peluang bagi masyarakat
yang ingin bergerak dalam usaha pemotongan ayam broiler, baik pemotongan ayam
yang dilengkapi dengan peralatan modern, maupun usaha pemotongan ayam yang
bersifat tradisional.
Sentra usaha pemotongan ayam broiler di Kota Bogor berada di Kelurahan
Kebon Pedes. Usaha tersebut mulai dirintis sejak tahun 1970 oleh seorang pendatang
dari Wonogiri, Jawa Tengah. Beberapa tahun kemudian mulai berdatangan urban
dari propinsi yang sama dan ikut merintis usaha pemotongan ayam. Umumnya
kegiatan pemotongan ayam dilakukan secara tradisional. Saat ini sentra usaha
pemotongan ayam broiler di Kelurahan Kebon Pedes telah berkembang yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah unit usaha menjadi 41 unit, dan merupakan
pemasok utama untuk memenuhi kebutuhan daging ayam di pasar-pasar tradisional
khususnya di wilayah Kotamadya Bogor.
Harga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan
dalam persaingan disamping kualitas, distribusi, promosi serta mekanisme pasar.
Pembentukan harga dipengaruhi oleh struktur biaya produksi atau harga pokok
produksi. Perhitungan harga pokok produksi digunakan sebagai dasar penentuan
harga jual, serta sebagai sarana pengendalian biaya produksi untuk tujuan efisiensi
biaya. Rumah Potong Ayam Tradisional “X” merupakan salah satu perusahaan
pemotongan ayam terbesar di Kelurahan Kebon Pedes. Didirikan pada tahun 1970,
hingga saat ini RPA tersebut memiliki karyawan sebanyak 16 orang, dengan jumlah
produksi rata-rata per hari tahun 2004 mencapai 3500 kilogram karkas. Dengan
sumberdaya sebanyak itu, RPA Tradisional “X” dapat dikategorikan sebagai rumah
potong ayam kategori I kelas C menurut Prayitno (2003). Oleh karena itu, sudah
seharusnya perusahaan memperhatikan perhitungan harga pokok produksi sebagai
dasar bagi penentuan harga jual produknya, agar harga jual dari produk yang
dihasilkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran.

Perumusan Masalah

Suatu mata rantai dari usaha penanganan dan pengolahan produk hasil
peternakan khususnya daging unggas adalah usaha pemotongan ayam, yang
merupakan usaha untuk mengolah lebih lanjut ayam hidup menjadi produk karkas
siap olah yang selanjutnya siap dipasarkan kepada konsumen. Skala usaha dalam
usaha pemotongan ayam ditentukan oleh banyaknya ayam broiler yang merupakan
input utama dalam usaha pemotongan ayam.
Kontinuitas penjualan pada Rumah Potong Ayam Tradisional “X” di
Kelurahan Kebon Pedes, selain ditentukan oleh permintaan pasar, juga dapat dijaga
dengan cara memproduksi daging ayam bermutu dengan harga yang memadai.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, RPA Tradisional “X” di Kelurahan Kebon
Pedes belum memperhatikan perhitungan harga pokok sebagai dasar bagi penetapan
harga jualnya. Penetapan harga jual yang ditetapkan belum mencerminkan berapa
besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produknya. Oleh karena itu, maka
perhitungan harga pokok produksi dalam menentukan harga jual produk yang
dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan.
Menurut Horngren (1994), terdapat dua metode penentuan harga pokok
produksi yaitu metode berdasarkan volume dan metode berdasarkan aktivitas
(Activity-based Costing). Metode yang berbasis pada volume relatif mudah
diterapkan, tetapi kurang mencerminkan biaya aktivitas penanganan produk yang
sesungguhnya. Akibatnya dapat terjadi kekeliruan dalam pembebanan biaya
produksi. Total biaya produksi yang besar menyebabkan harga jual tinggi sehingga
perusahaan akan kalah dalam persaingan. Sebaliknya, bila perhitungan total biaya
produksi kecil maka harga jualnya rendah, tetapi perusahaan akan mengalami
kerugian karena pendapatan yang diperoleh tidak mampu menutupi semua biaya
yang dikeluarkan.
Terdapat kegunaan lain dengan dilakukannya perhitungan terhadap harga
pokok produksi ini, yaitu perusahaan dapat mengetahui berapa besarnya keuntungan
yang diraih atau kerugian yang diderita. Ketepatan perusahaan menghitung atau
memperkirakan harga pokok produksi akan memudahkan perusahaan untuk
mengambil kebijaksanaan dalam menentukan harga jual, serta dapat menilai efisien
atau tidak proses produksi yang selama ini dilakukan.
Metode yang berdasarkan aktivitas mempunyai informasi yang akurat pada
penentuan konsumsi aktivitas yang berhubungan dengan penggunaan sumberdaya
dalam penanganan produk. Oleh karena itu, perusahaan lebih mampu mengendalikan
proses produksi dan pembebanan biaya produksi yang lebih akurat.
Dari pemaparan diatas, maka pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana aktivitas produksi Rumah Potong Ayam Tradisional “X” di
Kelurahan Kebon Pedes?
2. Bagaimana analisis perbandingan metode perhitungan harga pokok produksi
yang digunakan perusahaan dan metode ABC?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :


1. Mengetahui aktivitas produksi RPA Tradisional “X” di Kelurahan Kebon
Pedes.
2. Mengetahui analisis perbandingan metode perhitungan harga pokok produksi
yang digunakan perusahaan dan metode ABC.
Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk :


1. Pihak perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan penentuan harga pokok produksi.
2. Informasi dan Ilmu Pengetahuan bagi pembaca guna melakukan studi lain
tentang agribisnis peternakan khususnya harga pokok produksi.
3. Sebagai sarana bagi peneliti untuk mempunyai pengalaman dan pengetahuan
dalam penentuan harga pokok produksi.
KERANGKA PEMIKIRAN

Rumah Potong Ayam (RPA) ”X” di Kelurahan Kebon Pedes bergerak di


sektor pangan berbasis peternakan (agrifood), memasarkan ayam siap olah dan
daging ayam berkualitas. Bisnis utamanya adalah pemotongan ayam serta produk-
produk ayam bernilai tambah lainnya.
Harga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan dalam
persaingan, disamping kualitas, distribusi, promosi serta mekanisme pasar.
Pembentukan harga juga dipengaruhi oleh struktur biaya produksi atau harga pokok
produksi. Harga pokok merupakan suatu pertimbangan dalam menetukan harga jual
dari produk-produk yang dihasilkan. Selain sebagai dasar penentuan harga jual,
perhitungn harga pokok juga penting sebagai sarana pengendalian biaya produksi
untuk tujuan efisiensi biaya.
Salah satu cara untuk memungkinkan manajemen perusahaan mengelola
konsumsi sumberdaya dalam pembuatan produk adalah dengan dilakukannya
perancangan kembali sistem akuntansi biaya yang dapat merefleksikan konsumsi
sumberdaya dalam kegiatan pembuatan produk. Sistem ini dikenal dengan nama
Activity Based Costing (ABC). Penetapan harga pokok dengan metode ABC
dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui proses produksi dari Rumah Potong
Ayam Tradisional “X” di Kelurahan Kebon Pedes. Dalam penelitian ini, perhitungan
harga pokok produksi dengan metode ABC, konsumsi sumberdaya hanya
dikhususkan pada kegiatan dalam proses produksinya. Dengan metode ABC, harga
pokok produksi dibentuk dari kegiatan pada proses produksi yang benar-benar
efisien atau kegiatan produksi yang menambah nilai, sehingga harga pokok produksi
per unit dapat diturunkan. Penurunan harga pokok per unit tersebut memungkinkan
harga jual produk yang lebih rendah. Skema dari kerangka pemikiran dapat dilihat
pada Gambar 1.
Rumah Potong Ayam
Tradisional ”X”

Identifikasi Proses
Produksi karkas

Identifikasi Biaya
Produksi

Perhitungan Harga
Pokok Produksi Karkas

Perhitungan Harga Pokok Perhitungan Harga Pokok


Produksi Metode Perusahaan Produksi Metode ABC

Analisis Perbandingan Metode


Perusahaan dengan Metode ABC

Pengambilan Keputusan
Pemakaian Metode Harga Pokok
Produksi yang Tepat

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran


TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Potong Ayam

Definisi rumah potong ayam menurut Departemen Pertanian (1995) adalah


komplek bangunan yang didesain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan
teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong ayam atau
unggas bagi masyarakat umum. Menurut Prayitno (2003), terdapat pembagian kelas
usaha pemotongan ayam berdasarkan luasan peredaran daging yang dihasilkan; (1)
Kelas A, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan
ekspor; (2) Kelas B, yaitu usaha pemotongan ayam untuk penyediaan daging ayam
kebutuhan antar propinsi daerah tingkat I; (3) Kelas C, yaitu usaha pemotongan ayam
untuk penyediaan daging ayam kebutuhan antar kabupaten/kotamadya daerah tingkat
II dalam satu propinsi daerah tingkat I, dan (4) Kelas D, yaitu usaha pemotongan
ayam untuk penyediaan daging ayam kebutuhan daerah tingkat II. Masih menurut
Prayitno (2003), pembagian kelas usaha menurut jenis kegiatan usaha pemotongan
ayam terdiri dari; (1) Usaha pemotongan ayam kategori I, yaitu kegiatan pemotongan
ayam milik sendiri di rumah potong milik sendiri; (2) Usaha pemotongan ayam
kategori II, yaitu kegiatan menjual jasa pemotongan ayam atau melaksanakan
pemotongan ayam milik orang lain, dan (3) Usaha pemotongan ayam kategori III,
yaitu kegiatan pemotongan ayam pada rumah potong ayam milik pihak lain.

Karkas Ayam Broiler

Istilah ayam broiler ditujukan pada ayam tipe pedaging yang berumur di
bawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tubuh tertentu, serta mempunyai
timbunan daging dan lemak yang banyak (Amrullah, 2003). Lebih lanjut Amrullah
(2003) menyatakan bahwa instink ayam broiler hanya untuk makan dan tumbuh
menimbun daging dan lemak.
Menurut Prayitno (2003), karkas adalah ayam yang telah disembelih dan
dikurangi bagian-bagian tertentu. Karkas ayam dibedakan menjadi : a) Karkas
Kosong atau lazim dikenal whole chicken, yaitu ayam yang telah disembelih dan
dikurangi darah, bulu, alat-alat tubuh bagian dalam (jeroan), kepala dan kaki; dan b)
Karkas Isi, yaitu karkas kosong segar tetapi diisi dengan hati, jantung, dan ampela
yang sudah dibersihkan.
Biaya dan Klasifikasinya

Mulyadi (2000), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur


dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk
tujuan tertentu. Lebih lanjut Mulyadi (2000) menggolongkan biaya berdasarkan
tujuan yang hendak dicapai pada penggolongan tersebut. Dalam hal ini biaya
digolongkan menurut : (1) Objek Pengeluaran, dalam cara penggolongan ini, nama
objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya; (2) Fungsi Pokok dalam
Perusahaan, dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok yaitu fungsi
produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu
dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yaitu : a) biaya produksi, b) biaya pemasaran dan c) biaya administrasi dan umum.
Murharjadi (2005), dalam penelitiannya mengenai penentuan harga jual nata de coco
pada PD. “Central Nata De Coco” (CNDC), diketahui bahwa biaya-biaya yang
dikeluarkan PD. CNDC dalam memproduksi nata de coco dapat dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu biaya produksi, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan
umum. Dari hasil penelitiannya, biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan selama
tahun 2003 total mencapai Rp 9.322.093.900,00 yang meliputi biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung untuk 68 orang dan biaya overhead pabrik. Biaya
pemasaran yang dikeluarkan perusahaan mencapai Rp 61.700.000,00 sedangkan
untuk biaya administrasi dan umum selama tahun 2003 mencapai Rp 27.600.000,00 .
(3) Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai, dalam hal ini biaya
dikelompokkan menjadi dua golongan : a) biaya langsung (direct cost) terdiri dari
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, dan b) biaya tidak langsung
(indirect cost) yang dikenal dengan biaya overhead pabrik (factory overhead cost).
Berdasarkan penelitian Hasibuan (2005) tentang penetapan harga pokok produksi
unit usaha pakan ternak, biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi konsentrat
meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
Diketahui bahwa biaya bahan baku untuk menghasilkan konsentrat selama periode
2003 total sebesar Rp 1.481.989.659,05 dari tiga jenis konsentrat yang dihasilkan.
Biaya tenaga kerja langsung pada tahun 2003 sebesar Rp 66.059.729,82 untuk 8
orang bagian produksi, dan biaya overhead pabrik mencapai Rp 116.470.7446,25
yang diperoleh dengan menjumlahkan biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya
pemeliharaan bangunan, biaya pengawasan mutu pakan, biaya operasi mesin, biaya
angkutan dan bongkar muat, serta biaya listrik mesin; (4) Perilaku Biaya dalam
Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan, dalam hal ini, biaya
digolongkan menjadi : biaya variabel, biaya semivariabel, biaya tetap, biaya
semifixed; dan (5) Jangka Waktu Manfaatnya, dalam hal ini biaya dapat
digolongkan menjadi dua yakni biaya modal dan pengeluaran pendapatan.

Sistem Activity Based Costing (ABC)

Pengertian dan Definisi Sistem ABC

Mulyadi (2003), Activity-based cost system (ABC) adalah system informasi


biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan
pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Lebih lanjut
Mulyadi (2003) menjelaskan keyakinan dasar yang melandasi ABC system pada
Gambar 1.

Sumberdaya Aktivitas Produk

Gambar 1. Keyakinan Dasar yang melandasai ABC System


Sumber : Mulyadi (2003)

Menurut Garrison dan Nooreen (2003), Activity Based Costing adalah metode
penentuan harga pokok yang didesain untuk melengkapi para manajer dengan
informasi harga untuk strategi perusahaan dan keputusan lain yang kemungkinan
besar akan mempengaruhi kapasitas sehingga timbul biaya tetap. ABC awalnya
digunakan sebagai tambahan daripada sebagai pengganti pada sistem penentuan
harga yang biasa digunakan oleh perusahaan. Ditambahkan oleh Hannon (2000),
bahwa Inti dari Activity Based Costing adalah untuk menghubungkan aktivitas-
aktivitas dari cost driver ke produk yang akan memikul beban atau biaya dari
masing-masing aktivitas tersebut.

Manfaat Metode ABC

Mulyadi (2003), mengemukakan beberapa manfaat yang diharapkan dari


penerapan ABC system sebagai berikut : (1) menyediakan informasi berlimpah
tentang aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan
jasa bagi pelanggan (customer); (2) menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan
cepat anggaran berbasis aktivitas (activity-based budget); (3) menyediakan informasi
biaya untuk memantau implementasi rencana pengurangan biaya; dan (4)
menyediakan secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang dihasilkan
oleh perusahaan.
Ivana (2004), dalam penelitiannya mengenai penentuan harga pokok produksi
karkas pada Rumah Potong Ayam (RPA) Asia dengan menggunakan metode full
costing, variable costing, dan activity based costing, diketahui bahwa harga pokok
karkas dengan menggunakan metode full costing sebesar Rp 14.632,38 per kilogram
merupakan harga pokok rata-rata tertinggi. Harga pokok rata-rata terendah sebesar
Rp 8.361,25 per kilogram diperoleh dengan menggunakan metode variable costing.
Menggunakan metode activity based costing (ABC) harga pokok rata-rata yang
diperoleh sebesar Rp 12.580,25 per kilogram berada di antara metode full costing
dan variable costing. Harga pokok yang diperoleh dengan menggunakan metode
ABC akan overcosted untuk produk yang diproduksi dalam jumlah sedikit (Ivana,
2004). Selanjutnya Ivana (2004) menambahkan bahwa perusahaan sebaiknya
mempertimbangkan penggunaan metode ABC sebagai alternatif dalam menghitung
harga pokok produksi karena perhitungannya benar-benar mencerminkan konsumsi
sumberdaya.

Hierarki Biaya dalam Metode ABC

Menurut Hansen dan Maryanne (1999), komponen biaya dalam metode ABC
dibagi kedalam empat kelompok biaya aktivitas, yakni (1) Biaya pada tingkat unit
(unit level activity cost). Biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah unit
produk yang dihasilkan, terdiri dari biaya tenaga kerja langsung, biaya energi dan
biaya bahan baku; (2) Biaya pada tingkat batch (batch level Activity cost). Biaya
ini berhubungan dengan batch produk yang dihasilkan, tidak dipengaruhi oleh
jumlah unit yang diproduksi, terdiri dari biaya set-up mesin, biaya supervisi dan
biaya inspeksi; (3) Biaya pada tingkat produk (product sustaining level activity
cost). Biaya ini berhubungan dengan penelitian dan pengembangan produk, terdiri
dari biaya pengujian mutu produk, dan pemeliharaan mesin-mesin dan (4) Biaya
pada tingkat fasilitas (facility sustainig level activity cost). Biaya ini berhubungan
dengan kegiatan untuk mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan, terdiri
dari biaya depresiasi bangunan, depresiasi mesin dan biaya overhead lain-lain.
Berdasarkan penelitian Hasibuan (2005) tentang penetapan harga pokok
produksi unit usaha pakan ternak, diketahui bahwa penggunaan ABC diawali denagn
tahap mengidentifikasi jenis aktivitas yang terjadi dalam proses produksi konsentrat.
Jenis aktivitas yang dapat diidentifikasi dalam proses produksi konsentrat Unit Usaha
Pakan Ternak KPS-Bogor terdiri dari : inspeksi, supervisi, operasi mesin mixer,
operasi mesin jahit otomatis, penyusutan peralatan timbang, listrik mesin mixer,
listrik mesin jahit, pemeliharaan bangunan, dan pengawasan mutu pakan ternak.

Perbedaan Antara Sistem ABC dengan Sistem Konvensional

Menurut Garrison dan Nooreen (2003), dalam perhitungan biaya


konvnsional, hanya biaya manufaktur yang dibebankan pada produk. Biaya
pemasaran, biaya administrasi dan umum dianggap sebagai biaya periodik dan tidak
dibebankan pada produk. Akan tetapi, banyak dari biaya nonmanufaktur yang
merupakan bagian dari biaya produksi, seperti pemasaran, distribusi, dan pelayanan
produk. Contoh lainnya, gaji salesman, biaya pengapalan dan biaya garansi dapat
dengan mudah dibebankan pada setiap produk. Dalam metode ABC, produk dibebani
oleh biaya overhead. Intinya, kita akan menentukan biaya lengkap suatu produk
daripada hanya biaya manufakturnya saja. Ditambahakan Hilton et al., (2003) bahwa
Sistem penentuan harga pokok yang digunakan oleh banyak perusahaan tidak
menunjukkan biaya-biaya tidak langsung seperti gaji supervisor dan biaya utilitas
yang berhubungan langsung dengan produk. Selain itu, dalam penggunaan metode
konvensional, perusahaan membebankan biaya-biaya tidak langsung pada produk
menggunakan alokasi tambahan seperti jam tenaga kerja langsug atau jam mesin.
ABC adalah metode penentuan harga pokok yang pertama-tama menunjukkan biaya
pada aktivitas-aktivitas, kemudian pada barang dan jasa berdasarkan seberapa
banyak barang dan jasa tersebut menggunakan aktivitas-aktivitas.
Ivana (2004), dalam penelitiannya mengenai penentuan harga pokok produksi
karkas pada Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Afrika, memperlihatkan perbedaan
yang jelas antara hasil perhitungan harga pokok metode konvensional dengan metode
ABC pada Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Perbandingan Harga Pokok Produksi Karkas RPA Asia Afrika
antara Metode ABC dengan Metode Konvensional Bulan Juni
2003 – Januari 2004

Bulan Harga Pokok Produksi Karkas (Rp/kg)


Metode Konvensional Metode ABC

Juni ’03 6.040,00 19.831,00


Juli 7.296,00 14.977,00
Agustus 5.022,00 10.855,00
September 7.018,00 11.316,00
Oktober 8.266,00 10.859,00
November - 14.215,00
Desember 7.844,00 9.657,00
Januari ’04 7.938,00 8.931,00

Sumber : Ivana, 2004


Metode perhitungan harga pokok yang digunakan perusahaan sangat
sederhana, bahkan tidak sesuai dengan kaidah perhitungan harga pokok menurut
standar akuntansi Indonesia, karena harga pokok tidak menggambarkan penggunaan
biaya yang seharusnya menjadi komponen harga pokok. Bila hal ini terus terjadi
akan menyebabkan pengambilan keputusan yang dapat merugikan perusahaan.
Dalam metode ABC, harga pokok produksi yang dihasilkan benar-benar
mencerminkan konsumsi sumberdaya aktivitas yang dikeluarkan untuk menghasilkan
produk (Ivana, 2004).

Harga Pokok dan Fungsinya

Pengertian Harga Pokok

Mulyadi (2000), mengemukakan bahwa istilah harga pokok dugunakan untuk


menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan aktiva (berupa
persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (berupa persediaan produk jadi).
Swashta dan Ibnu (1998) mengemukakan bahwa salah satu prinsip bagi manajemen
dalam penentuan harga adalah menitikberatkan pada kemauan pembeli untuk harga
yang ditentukan dengan jumlah yang cukup untuk menutup ongkos-ongkos dan
menghasilkan laba.
Murharjadi (2005) dalam penelitiannya mengenai penentuan harga pokok
produksi nata de coco pada PD. Central Nata De Coco mengemukakan bahwa dalam
prakteknya, harga jual yang terbentuk merupakan hasil negosiasi antara pihak
perusahaan dengan distributor, meskipun dalam hal ini pihak perusahaan sebelumnya
telah menetapkan harga jual berdasarkan pada harga pokok produknya. Harga jual
yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar Rp 458,33 sedangkan harga jual distributor
atau agen adalah sebesar Rp 500,00 per unit bila dibeli di tempat distributor atau
agen tersebut, dan bila diantar langsung ke pengecer maka harga jualnya adalah
sebesar Rp 1.500,00 – Rp 2.000,00 per unit.

Tujuan Perhitungan Harga Pokok Produksi

Menurut Mulyadi (2000), informasi harga pokok produksi yang dihitung


untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk : a) menentukan
harga jual produk; b) memantau realisasi biaya produksi; c) menghitung laba atau
rugi periodik dan d) menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk
dalam proses yang disajikan neraca.
Rahany (2003) dalam penelitiannya mengenai penetapan harga pokok prduksi
kecap, menemukan bahwa nilai harga pokok produksi berbeda-beda tiap bulannya.
Perbedaan tersebut akan mempengaruhi keuntungan perusahaan dan harga jual
kecap, karena penetuan harga jual tersebut mempertimbangkan biaya pemasaran dan
biaya administrasi dan umum selain harga pokok produksi (Tabel 2.)

Tabel 2. Perhitungan Harga Pokok Produksi JKPT Perusahaan Kecap dengan


Metode Konvensional Periode Januari – Juni 2002

Bulan Produksi B. Bhn Baku BTKL BOP HPP/krat


(krat) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp/krat)

Januari 4174 30.398.314,44 4.369.430,00 9.802.728,52 10.678,12


Februari 4034 29.387.725,56 4.574.230,00 10.961.310,92 11.133,93
Maret 4751 34.600.477,22 4.731.995,00 12.394.244,85 10.887,54
April 4532 33.005.548,89 4.759.740,00 11.463.225,22 10.862,43
Mei 4782 34.862.243,33 4.451.280,00 11.742.677,48 10.688,35
Juni 4504 32.801.631,11 4.451.280,00 11.545.163,61 10.834,39
Sumber : Rohany,2003
Keterangan : BTKL : Biaya Tenaga Kerja Langsung
BOP : Biaya Overhead Pabrik
HPP : Harga Pokok Produksi
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan


unsure-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi (Mulyadi, 2000). Lebih lanjut
Mulyadi (2000), menjelaskan bahwa dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke
dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan : (1) Full Costing, merupakan
metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya
produksi ke dalam harga pokok produksi, dan (2) Variable Costing, merupakan
metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya
produksi yang berperilaku variable ke dalam harga pokok produksi, terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
Horngren (1994), metode perhitungan harga pokok produksi terdiri dari dua
metode yaitu : (1) Metode Volume Based Costing adalah suatu system dimana pola
konsumsi input, jumlah overhead serta overhead per unit produk dialokasikan pada
masing-masing produk berdsasarkan volume atau unit. Alokasi ini kurang
mencerminkan biaya aktivitas penanganan produk yang sesungguhnya walaupun
mudah untuk diterapkan, dan (2) Metode Activity Based Costing adalah suatu
metode yang menelusuri biaya atas dasar aktivitas dan penanganan produk
sesungguhnya. Konsep ini mendorong identifikasi aktivitas yang bernilai tambah dan
aktivitas yang tidak bernilai tambah. Dalam hal ini dibutuhkan data yang lebih
akurat.
Siswanto (2003) dalam penelitiannya tentang harga pokok produksi pada PT.
Japfa-Osi Food Industries, diketahui bahwa perusahaan menggunakan metode
berdasarkan volume produksi (volume based costing) dalam penentuan harga pokok
produksinya. Biaya yang dikalkulasikan sebagai komponen pembentuk harga pokok
produksi meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung (BTKL), biaya
utilitas, biaya depresiasi dan biaya overhead pabrik. Tabel 3. menjelaskan
perhitungan harga pokok produksi produk chicken nugget periode Januari – Juni
tahun 2003.
Tabel 3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT.
Japfa-Osi Food Industries dengan Metode Volume Based Costing
Periode Januari – Juni 2002

Bulan Produksi B.Bhn Baku BTKL BU BO BD HPP/kg


(kg) (Rp) (Rp) (RP) (Rp) (Rp) (Rp)

Januari 19392 222.805.448 6.115.232 15.076.882 41.837.897 16.763.984 15.637,17


Februari 12666 143.809.106 9.054.648 18.775.409 81.809.475 25.261.683 22.004,60
Maret 14781 104.677.422 7.762.539 13.150.379 31.448.292 17.987.432 16.124,61
April 17480 200.819.720 4.675.392 12.840.140 41.890.940 17.612.866 15.894,00
Mei 19686 236.788.892 5.761.359 15.084.810 45.583.434 16.395.485 16.235,60
Juni 11340 133.683.120 12.032.836 14.627.893 27.229.026 12.241.069 17.620,28
Sumber : Siswanto, 2003
Keterangan : BTKL : Biaya Tenaga kerja Lnagsung
BU : Biaya Utilitas
BO : Biaya Operasi
BD : Biaya Depresiasi
HPP : Harga Pokok Produksi

Penentuan harga pokok produksi dengan cara diatas, jelas tidak


mencerminkan konsumsi sumberdaya (faktor-faktor produksi) secara sesungguhnya.
Walaupun mudah diaplikasikan, tetapi dapat berakibat salah dalam pembebanan pada
biaya utility, biaya overhead pabrik dan biaya penyusutan. Produk dalam jumlah
besar akan menerima pembebanan ketiga biaya tersebut lebih besar dan untuk produk
yang diproduksi dalam jumlah kecil akan mendapat pembebanan yang lebih kecil,
meskipun biaya produksinya tinggi (Siswanto, 2003).
Selanjutnya Siswanto (2003) mencoba menerapkan sistem activity based
costing (ABC) pada PT. Japfa-Osi Food Industries. Tahap pertama yang dilakukan
adalah identifikasi aktivitas, kemudian membuat ringkasan konsumsi aktivitas proses
produksi chicken nugget tersebut. Biaya overhead akan dibebankan kepada produk
berdasarkan konsumsi aktivitasnya secara nyata. Aktivitas-aktivitas yang dapat
diidentifikasi sebagai activity drivers adalah aktivitas blending, forming, coating,
frying, baking, freezing, dan packaging. Aktivitas overhead yang dihitung adalah
tenaga kerja langsung, set-up, supervisi, inspeksi, listrik mesin-mesin (grinding,
blender, formax, milkwash, sprayer, breeder sprayer, fryer, steam oven, freezer,
packing), pemeliharaan mesin, dan depresiasi bangunan dan mesin.
Secara umum hasil perhitungan harga pokok produksi dengan metode activity
based costing untuk produk chicken nugget menghasilkan harga yang overcosted,
tetapi perhitungan ini telah mencatat biaya produksi yang benar-benar terjadi pada
setiap proses produksi. Informasi ini sangat diperlukan oleh manajemen perusahaan
dalam usaha melakukan efisiensi produksi (Siswanto, 2003). Tabel 4. menjelaskan
perhitungan harga pokok produksi produk Chicken Nugget dengan metode ABC
periode Januari 2002.

Tabel 4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Produk Chicken Nugget PT


Japfa-Osi Food Industries dengan Metode ABC Periode Januari
2002

Keterangan Chicken Nugget


(1) (2)

1. Produksi (kg) 19.392,00


2. Biaya Tingkat Unit Aktivitas (Rp)
a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 6.115.223,00
b. Biaya listrik mesin Grinding 5.321.028,00
c. Biaya listrik mesin Blender 1.121.341,43
d. Biaya listrik mesin Formax 440.666,02
e. Biaya listrik mesin Milkwash Sprayer 472.114,11
f. Biaya listrik mesin Breader Sprayer 174.548,67
g. Biaya listrik mesin Feryer 1.290.518,99
h. Biaya listrik mesin Steam Oven 3.808.604,81
i. Biaya listrik mesin Freezer 5.854.549,54
j. Biaya listrik mesin Packaging 78.314,86
JUMLAH 24.252.009,02
3. Biaya Tingkat Batch Aktivitas
a. Biaya Bahan Baku 222.605.448,00
b. Biaya Set-Up 4.250.000,00
c. Biaya Supervisi 627.718,75
JUMLAH 227.528.166,75
4. Biaya Tingkat Produk Aktivitas
a. Biaya Inspeksi 1.242.000,00
b. Biaya Pemeliharaan 9.993,86
c. Biaya Depresiasi Mesin 10.004.979,72
JUMLAH 11.256.973,72

5. Biaya Tingkat Fasilitas Aktivitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 423.250,57
b. Biaya Overhead lain-lain 37.900.568,94
JUMLAH 38.323.819,51
HPP TOTAL (Rp) 301.360.969,00
HPP per kg (Rp) 15.540,48
Sumber : Siswanto, 2003
Harga Jual

Menurut Swashta dan Ibnu (1998), harga jual adalah sejumlah uang
(ditambah beberapa barang kalau mungkin), yang dibutuhkan untuk mendapatkan
sejumlah kombinasi dari barang beserta layanannya. Selanjutnya Swashta dan Ibnu
(1998) mengemukakan bahwa ada tiga metode pendekatan harga jual yaitu : (1)
Pendekatan Harga Plus (Cost Plus Pricing Method), dalam metode ini harga jual per
unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit ditambah jumlah
tertentu untuk menutup laba yang dikehendaki pada unit tersebut (margin); (2)
Penetapan Harga Jual Mark-up (Mark-Up Pricing Method), pada intinya metode ini
sama dengan pendekatan harga plus, hanya saja pedagang atau perusahaan lebih
banyak menggunakan penetapan harga mark-up dan (3) Penetapan Harga Break
Even (Break Even Pricing), dalam metode ini penetapan harga berdasarkan harga
pasar dan masih mempertimbangkan biaya. Perusahaan dikatakan dalam keadaan
break even bilamana penghasilan yang diterima sama dengan biaya yang
dikeluarkan, dengan anggapan bahwa harga jual sudah tertentu.
Sugiarto (2004) dalam penelitiannya mengenai penetapan harga jual nata de
coco, diketahui bahwa perusahaan menggunakan metode pendekatan harga plus
dalam penentuan harga jual produknya, yakni dengan menggunakan persentase
Marginal Income Ratio (MIR) sebagai bagian dari hasil penjualan produk yang
tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba yang ditetapkan per tahun.
Tabel 5. Perkembangan Nilai MIR CV. GAI Tahun 2002 – 2003
Tahun Jenis Produk Harga Jual Biaya Variabel/unit MIR
(Rp/gelas) (Rp/gelas) (%)

2002 TC 479 323 33


DC 490 324 34
2003 TC 510 344 33
DC 510 345 32

Sumber : Sugiarto, 2004


Keterangan : TC : Tricoco
DC : Coco de Coco

Penurunan MIR pada tahun 2003 diakibatkan oleh kenaikan biaya variable 10
%, tetapi kenaikan harga jual hanya 6 %. Adanya penurunan nilai MIR berarti dari
hasil penjualan yang tersedia uantuk menutupi biaya tetap dan laba akan berkurang
dibandingkan tahun-tahun sebelmnya (Sugiarto, 2004).
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini merupakan studi kasus pada Rumah Potong Ayam (RPA)
Tradisional “X” yang berlokasi di Kelurahan Kebon Pedes Kotamadya Bogor.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
RPA Tradisional “X” di Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu perusahaan
pemotongan ayam terbesar di Kelurahan Kebon Pedes. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Maret sampai April 2006.

Desain

Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif–analitis. Bentuk


deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum Usaha Pemotongan Ayam.
Informasi data yang didapat serta hasil analisisnya disajikan dalam bentuk tabulasi
dan gambar, sesuai dengan hasil yang diperoleh di lapang. Penjelasan secara analisis
digunakan untuk mengetahui harga pokok produksi yang digunakan di perusahaan
dan harga pokok produksi berdasarkan metode Activity Based Costing (ABC).

Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan observasi/pengamatan
langsung dan wawancara. Pengamatan langsung dilakukan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang terjadi selama proses produksi, sedangkan
wawancara dilakukan untuk mengetahui kebijakan manajemen pengelola UPA
selama tahun 2005. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur lain yang dapat
dijadikan sebagai bahan rujukan.

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari : Data gambaran
umum perusahaan dan proses pengolahan produk karkas ayam broiler, Data laporan
produksi per bulan, data biaya produksi per bulan, rekening pembayaran listrik per
bulan, data penggunaan mesin dan data produk yang dihasilkan selama setahun.
Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan dalam
bentuk tabulasi, agar mempermudah dalam melakukan analisis data. Data yang
diperoleh dibuat secara rinci setiap bulan dan diolah secara manual dengan
menggunakan software excel.
Analisa data dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif dan analisis
kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terutama pada perhitungan harga pokok
produksi dengan cara yang biasa dilakukan oleh perusahaan (metode variable
costing) dan dengan metode ABC, sedangkan analisis kualitatif diperlukan dalam
melakukan pengkajian terhadap hasil kedua jenis perhitungan harga pokok produksi
pada tahun 2005.
Analisa Harga Pokok Produksi dengan Metode Perusahaan
Perhitungan harga pokok produksi karkas per kilogram diperoleh dari
penjumlahan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik per bulan dibagi jumlah produksi karkas per bulan.
Analisa Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC diawali dengan
pengidentifikasian proses pemotongan ayam yang akan menghasilkan karkas sebagai
produk akhir (finished good) yang dihasilkan perusahaan. Aktivitas yang
diidentifikasi dalam pemotongan antara lain : tahap penerimaan ayam, tahap
penyembelihan, tahap pencelupan ke air panas, tahap pencabutan bulu, tahap
pengeluaran isi perut, tahap pencucian dan tahap pengemasan. Biaya overhead yang
dikeluarkan akibat dilakukannya aktivitas tersebut antara lain : biaya tenaga kerja
langsung, biaya listrik, pemeliharaan mesin, serta depresiasi bangunan, mesin dan
kendaraan
Perhitungan harga pokok produksi selanjutnya diperoleh dari penjumlahan
komponen-komponen biaya dalam metode ABC. Komponen biaya dalam metode
ABC terdiri dari empat kelompok biaya aktivitas (Hansen dan Maryanne,1999) yaitu
1. Biaya Aktivitas Tingkat Unit (unit level activity cost), diperoleh dengan
menjumlahkan biaya tenaga kerja langsung, biaya listrik (energi), dan biaya bahan
baku.
2. Biaya Aktivitas Tingkat Batch (batch level activity cost), diperoleh dari
penjumlahan biaya supervisi dan biaya inspeksi.
3. Biaya Aktivitas Tingkat Produk (product sustaining level activity cost),
diperoleh dari penjumlahan biaya pemeliharaan mesin dan bangunan.
4. Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (facility sustaining level activity cost),
diperoleh dari penjumlahan biaya depresiasi bangunan yang dihitung menurut luas
lahan yang digunakan untuk proses produksi, depresiasi mesin, depresiasi
kendaraan dan biaya overhead.

Perhitungan Biaya-biaya :
jumlah jam pemakaian me sin ( jam)
Biaya Depresiasi Me sin = X biaya depresiasi ( Rp )
kapasitas pemakaian me sin per bulan ( jam)

lama inspeksi
Biaya Inspeksi = X jumlah tenaga inspeksi X gaji tenaga inspeksi
160 jam

lama Supervisi
Biaya Supervisi = X jumlah tenaga Supervisor X gaji tenaga Supervisor
160 jam

Secara matematis perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC


dirumuskan sebagai berikut :
BTu + BTb + BTp + BTf
HPP per kg =
volume produksi (kg )
Keterangan :
HPP per kg : Harga pokok produksi
BTu : Biaya aktivitas tingkat unit (Rp)
BTb : Biaya aktivitas tingkat batch (Rp)
BTp : Biaya aktivitas tingkat produk (Rp)
BTf : Biaya aktivitas tingkat fasilitas (Rp)

Definisi Istilah

1. Activity Based Costing (ABC) adalah sistem akuntansi yang terfokus pada
aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa.
2. Biaya adalah pengorbanan yang secara ekonomi tidak dapat dihindarkan dalam
proses produksi karena sangat diperlukan
3. Biaya Tenaga Kerja Langsung adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk mengupah tenaga kerja langsung dimana jasa yang diberikan dapat
dihitung langsung dalam pembuatan produk.
4. Biaya Overhead metode Variable Costing adalah biaya produksi selain biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan proses
produksi. Diantaranya biaya listrik, biaya minyak tanah, biaya solar dan biaya oli
per bulan.
5. Biaya Overhead metode ABC adalah biaya tidak langsung, yaitu biaya yang
terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai oleh perusahaan.
Misalnya biaya solar, biaya oli dan biaya plastik pembungkus.
6. Biaya Produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi yang siap dijual, meliputi biaya bahan baku, biaya penolong,
biaya penyusutan dan lain-lain.
7. Cost Driver adalah biaya pemicu yang dikeluarkan akibat melakukan suatu
aktivitas produksi seperti jam tenaga kerja langsung.
8. Harga Pokok Produksi adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
memproduksi 1 kilogram produk karkas ayam broiler.
9. Karkas Ayam Broiler adalah hasil pengolahan ayam broiler, yang meliputi
tahap pemotongan, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pemotongan kepala dan
kaki, sehingga diperoleh bagian tubuh tanpa bulu, darah, kaki, kepala, leher dan
organ dalam.
10. Usaha Pemotongan Ayam adalah usaha untuk mengolah lebih lanjut ayam
hidup menjadi produk karkas siap olah dan siap dipasarkan.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Umum Kelurahan Kebon Pedes

Kelurahan Kebon Pedes merupakan salah satu dari 31 kelurahan yang ada di
Kotamadya Bogor, yang berlokasi di Kecamatan Tanah Sareal, Kotamadya Bogor
dengan luas wilayah 104 Ha. Suhu udara rata-rata setiap bulan 260C dengan
kelembaban udara + 70 %. Curah hujan rata-rata per tahun 3500 – 4000 mm dengan
curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.
Kelurahan Kebon Pedes terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 74 Rukun
Tetangga (RT). Jumlah penduduk Kelurahan Kebon Pedes pada tahun 2005 sebanyak
20.482 jiwa yang terdiri dari 4540 Kepala Keluarga. Tingkat pertumbuhan penduduk
sebesar 0,44 % per tahun. Sebesar 22,12 % mata pencaharian pokok penduduk
adalah sebagai pegawai baik Pegawai Negeri Sipil maupun swasta, dan yang lainnya
bekerja sebagai pedagang, pengusaha, pengemudi dan pekerjaan pertukangan. Letak
wilayah Kelurahan Kebon Pedes yang strategis yakni hanya sekitar 8 – 10 km
dengan pusat pemerintahan serta pusat perdagangan, memudahkan pengusaha
pemotongan ayam untuk memasarkan hasil usahanya.
Sebagai sentra usaha pemotongan ayam broiler di Kotamadya Bogor, saat ini
di Kelurahan kebon Pedes terdapat 41 unit usaha pemotongan ayam yang
membentuk suatu organisasi untuk menggalang kebersamaan diantara warga
pemotong ayam yang dikenal dengan Ikatan Warga Pemotong Ayam (IWPA).
Kegiatan IWPA diantaranya adalah mengatasi permasalahan lingkungan, serta
membantu pembangunan sarana dan prasarana setempat seperti posyandu, kantor
kelurahan, kantor polsek, taman serta jalan dan jembatan. Sumber dana diperoleh
dari iuran warga pemotong ayam dalam kas organisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pemotongan Ayam

Kegiatan pemotongan dilakukan dalam ruangan yang sama mulai dari


penyembelihan sampai pengemasan karkas dan produk siap untuk dipasarkan.
Pemotongan ayam dilakukan dengan cara menyembelih ayam satu per satu
menggunakan pisau, teknologi yang digunakan adalah mesin pencabut bulu. Proses
pemotongan ayam dilakukan melalui tahapan seperti pada Gambar 4.

Penerimaan Ayam

Penyembelihan

Pencelupan ke Air Panas

Pencabutan Bulu

Pengeluaran Isi Perut

Pencucian

Pengemasan

Gambar 4. Proses Pemotongan Ayam

Penerimaan Ayam. Perusahaan mengambil ayam hidup dari perusahaan peternakan


dan poultry shop yang berlokasi di daerah Bogor, Sukabumi dan Cianjur dengan
menggunakan kendaraan, keranjang, dan tenaga kerja sendiri. Oleh karena itu resiko
penyusutan akibat kematian menjadi tanggungjawab perusahaan. Beberapa poultry
shop yang menjadi pemasok perusahaan adalah Poultry shop Januputro, Poultry shop
Hartono dan Perusahaan Peternakan Primatama Karya Persada.
Penyembelihan. Penyembelihan pada pemotongan tradisional dilakukan satu per
satu oleh pekerja bagian pemotongan. Ayam langsung diambil dari keranjang plastik
dan dilakukan pemotongan sebagaimana lazimnya memotong secara halal yang
didahului dengan membaca “basmalah” setelah itu ayam langsung ditampung di bak
agar darah keluar sebelum dimasukkan ke dalam air panas.

Pencelupan ke Air Panas. Ayam yang telah disembelih kemudian dimasukkan ke


drum berisi air panas dengan suhu kurang lebih 550C sambil diaduk. Tujuan
pencelupan ke dalam air panas adalah agar mempermudah dalam proses pencabutan
bulu. Jumlah ayam yang dimasukkan sebanyak 7 – 10 ekor selama 90 detik per ekor
karena jika terlalu lama akan menyebabkan kulit ayam menjadi kering.

Pencabutan Bulu. Proses pencabutan bulu dilakukan dengan memasukkan ayam ( 7


– 10 ekor) ke dalam mesin pencabut bulu sesudah ayam diangkat dari drum air
panas. Waktu yang diperlukan untuk mencabut bulu adalah 1 – 2 menit per ekor.
Ayam yang telah terlihat bersih dari bulu diangkat dari mesin dan bulu-bulu halus
yang masih tersisa dicabut oleh tangan. Proses pencabutan bulu menghasilkan sisa
berupa bulu ayam yang selama ini dilakukan penanganan dengan dikumpulkan
dalam karung kemudian dibuang ke tempat penampungan sampah.

Pengeluaran Isi Perut. Setelah pencabutan bulu selesai, ayam diambil dari dalam
mesin lalu ditumpuk di lantai untuk selanjutnya dilakukan pengeluaran isi perut.
Pengeluaran isi perut dialakukan dengan penyobekan pada daging antara kloaka
dengan tulang dada menggunakan pisau, kemudian tangan kanan masuk ke rongga
perut untuk mengeluarkan isi perut (jeroan). Masing-masing bagian dari isi perut
kemudian dikelompokkan sesuai jenisnya, yaitu bagian hati dan ampela, usus serta
jantung. Setelah dikeluarkan bagian jeroannya, selanjutnya karkas ayam dimasukkan
ke dalam tong plastik berisi air bersih.

Pencucian. Proses pencucian karkas hanya dengan direndam sebentar di dalam air
bersih kemudian air dari kran dialirkan ke dalam lubang penyobekan tempat
pengeluaran jeroan untuk membersihkan sisa-sisa darah. Untuk penanganan jeroan
yaitu hati dan ampela dilakukan pengeluaran isi dari ampela kemudian dicuci dengan
air. Penanganan usus yaitu dengan penngeluaran kotoran yang terdapat di dalamnya
kemudian dicuci dengan air.
Pengemasan. Proses pengemasan terhadap karkas ayam dan jeroan dilakukan secara
sederhana yaitu dengan memasukkan ke dalam karung atau kantong plastik untuk
selanjutnya siap dibawa ke pasar. Karkas yang telah selesai dikemas diangkut dengan
menggunakan kendaraan bak terbuka (pick-up) untuk kemudian dibawa ke kios-kios
milik perusahaan yang berada di Pasar Anyar Raya, Pasar Gunung Gede dan Pasar
Jambu Dua. Saluran pemasaran yang digunakan perusahan yakni menjual langsung
produk ke konsumen di pasar, selain itu perusahaan juga menerima pemesanan
karkas dari restoran-restoran yang berada di Kotamadya Bogor. Pemesanan biasanya
dilakukan melalui telepon. Untuk pemesanan seperti ini pemotongan ayam dilakukan
pada sore hari.

Biaya Produksi Karkas

Biaya Bahan Baku. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan karkas adalah
ayam broiler. Perusahaan memperoleh ayam hidup dari perusahaan peternakan ayam
yang tersebar di wilayah Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Sistem pembelian yang
selama ini dilakukan yaitu perusahaan memesan ayam (per kilogram) ke perusahaan
peternakan kemudian uang ditransfer ke rekening peternak setelah ayam diambil.
Jangka waktu pembayaran sekitar 1 – 5 hari. Rincian besarnya biaya bahan baku
selama tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya Pembelian Ayam Hidup Selama Tahun 2005


Bulan Jumlah Ayam Variasi Harga Total Biaya
(kg) (Rp) (Rp)

Januari 210.000 7450,00 – 7550,00 1.575.000.000,00


Februari 200.000 7450,00 – 7550,00 1.500.000.000,00
Maret 220.000 7300,00 – 7500,00 1.628.000.000.00
April 192.000 7600,00 – 7700,00 1.468.800.000,00
Mei 282.000 7400,00 – 7500,00 2.093.850.000,00
Juni 210.000 7350,00 – 7450,00 1.554.000.000,00
Juli 300.000 7350,00 – 7450,00 2.220.000.000,00
Agustus 200.000 6700,00 – 6800,00 1.350.000.000,00
September 192.000 7000,00 – 7200,00 1.363.200.000,00
Oktober 196.000 6700,00 – 6800,00 1.332.800.000,00
November 300.000 7350,00 – 7450,00 2.220.000.000,00
Desember 200.000 7350,00 – 7450,00 1.480.000.000,00

Sumber : Data Perusahaan (diolah)


Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan baku berubah-ubah setiap
bulannya, sesuai dengan ketersediaan ayam di peternak dan daya beli pasar. Jumlah
pembelian terkecil terjadi pada bulan April dan September 2005. Pada bulan April
terjadi kelangkaan ayam broiler hidup di pasaran, sehingga menyebabkan harga
broiler hidup mengalami kenaikan. Seperti terlihat pada Tabel 6. bahwa harga ayam
hidup tertinggi terjadi pada bulan April yaitu mencapai Rp 7600,00 per kilogram.
Pembelian terkecil juga terjadi pada bulan September, yaitu sebanyak 192.000
kilogram. Hal itu dikarenakan adanya wabah flu burung yang terjadi di beberapa
daerah sehingga masyarakat cenderung mengurangi konsumsi daging ayam. Jumlah
pembelian ayam hidup terbanyak yaitu pada bulan Juli dan November 2005,
mencapai 300.000 kilogram. Hal ini disebabkan bulan Juli merupakan masa libur
sekolah sehingga terjadi kenaikan permintaan daging untuk konsumsi rumah tangga,
sedangkan pada bulan November 2005 permintaan daging ayam meningkat
dikarenakan tingginya permintaan daging ayam di pasaran seiring menjelang tibanya
Hari Raya Idul Fitri.
Perlu diketahui bahwa dalam proses produksi untuk menghasilkan karkas
terjadi penyusutan bobot badan. Hal ini disebabkan dalam proses tersebut terjadi
penghilangan bulu, darah, bagian dalam ayam (jeroan), kepala dan ceker. Rumah
potong ayam tradisional “X” mengasumsikan bahwa penyusutan bobot badan
bervariasi antara 35 – 40 % per kilogram bobot badan. Tabel 7. menunjukkan jumlah
produksi karkas yang dihasilkan perusahaan selama tahun 2005.

Tabel 7. Jumlah Produksi Karkas Selama Tahun 2005


Bulan Jumlah Ayam Karkas

(ekor) (kg)

Januari 210.000 117.978 136.400


Februari 200.000 114.943 130.200
Maret 220.000 123.596 143.200
April 192.000 110.345 124.800
Mei 282.000 176.250 169.200
Juni 210.000 119.319 136.200
Juli 300.000 179.640 180.300
Agustus 200.000 113.637 130.100
September 192.000 109.091 124.800
Oktober 196.000 111.364 127.400
November 300.000 187.500 180.800
Desember 200.000 108.696 130.400
Biaya Tenaga Kerja. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk
membayar tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Jumlah
tenaga kerja pemotong dari bulan Januari – Maret 2005 berjumlah 10 (sepuluh)
orang dan sejak bulan April – Desember 2005 bertambah menjadi 11 (sebelas) orang.
Tenaga kerja untuk pengangkutan termasuk supir sebanyak 3 (tiga) orang. Waktu
kerja yang berlaku mulai pukul 03.00 sampai 06.00 WIB untuk pemotongan pagi
hari dan dipasarkan mulai pukul 06.30, kemudian dilakukan pemotongan lagi pada
pukul 08.00-12.00 WIB untuk dipasarkan siang hari. Khusus bagian pengangkutan,
jam kerja mulai pukul 06.30 sampai 10.30, kemudian pukul 13.00 sampai 16.00
WIB. Rata-rata jumlah jam kerja untuk satu orang karyawan pemotong adalah 217,5
jam per bulan. Upah tenaga kerja bagian pemotongan adalah sebesar Rp 700.000,00
per bulan per orang, sedangkan untuk supir sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan.

Tabel 8. Karakteristik Tenaga Kerja pada RPA Tradisional “X”

Jenis Tenaga Kerja Jumlah Upah/org/bln


Januari-Maret April-Desember (Rp)
Supir 3 3 1.000.000,00
Pengangkutan 2 2 700.000,00
Pemotong 5 6 700.000,00

Biaya makan serta biaya transport seluruh karyawan disediakan oleh perusahaan
diluar upah yang diberikan, besarnya mencapai Rp 4.095.000,00 per bulan, kecuali
untuk bulan Oktober dan November, saat bulan puasa dan libur Idul Fitri biaya
makan menjadi berkurang. Selain biaya makan dan transport, perusahaan
memberikan uang rokok sebesar Rp 100.000,00 per bulan untuk seluruh karyawan.
Pada bulan-bulan tertentu dimana jumlah ayam yang dipotong lebih banyak (bulan
ramai), uang rokok yang diberikan perusahaan meningkat menjadi Rp 200.000,00
untuk seluruh karyawan. Rincian total biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya Tenaga kerja Selama Tahun 2005
Bulan B. Upah B. Makan B.Rokok THR Total
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Januari 10.000.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.195.000,00


Februari 10.000.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.195.000,00
Maret 10.000.000,00 4.095.000,00 200.000,00 0 14.295.000,00
April 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00
Mei 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00
Juni 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00
Juli 10.700.000,00 4.095.000,00 200.000,00 0 14.995.000,00
Agustus 10.700.000,00 4.095.000,00 100.000,00 0 14.895.000,00
Oktober 10.700.000,00 3.130.000,00 100.000,00 0 13.930.000,00
November 10.700.000,00 3.003.000,00 200.000,00 10.700.000,00 24.603.000,00
Desember 10.700.000,00 4.095.000,00 200.000,00 0 14.995.000,00

Sumber : Data Perusahaan (diolah)

Biaya Overhead Pabrik. Biaya overhead pabrik adalah komponen biaya lain selain
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang berkaitan dengan proses produksi.
Jenis biaya overhead pabrik yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok
produksi adalah biaya listrik, biaya minyak tanah, biaya plastik pembungkus, biaya
bahan bakar solar dan biaya oli per bulan. Komponen biaya overhead pabrik dapat
dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Biaya Overhead Selama Tahun 2005


Bulan B. Listrik B. Minyak Tnh B. Plastik B. Solar B. Oli Total
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Januari 756.000,00 2.100.000,00 2.000.000,00 2.100.000,00 500.000,00 7.456.000,00


Februari 754.800,00 2.200.000,00 1.500.000,00 2.200.000,00 400.000,00 7.054.800,00
Maret 756.900,00 1.900.000,00 2.000.000,00 1.900.000,00 350.000,00 6.906.900,00
April 702.000,00 1.900.000,00 1.900.000,00 2.200.000,00 200.000,00 6.902.000,00
Mei 789.700,00 3.000.000,00 2.000.000,00 2.200.000,00 400.000,00 8.389.700,00
Juni 756.000,00 3.500.000,00 2.100.000,00 1.300.000,00 500.000,00 8.156.000,00
Juli 811.400,00 4.100.000,00 2.100.000,00 2.900.000,00 400.000,00 10.311.400,00
Agustus 754.800,00 4.100.000,00 2.200.000,00 3.000.000,00 300.000,00 10.354.800,00
September 702.000,00 4.300.000,00 2.200.000,00 3.000.000,00 200.000,00 10.402.000,00
Oktober 752.000,00 4.000.000,00 2.100.000,00 2.800.000,00 300.000,00 9.952.000,00
November 811.400,00 3.800.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 300.000,00 9.911.400,00
Desember 754.800,00 3.900.000,00 2.400.000,00 2.900.000,00 350.000,00 10.304.800,00

Sumber : Data Perusahaan (diolah)

Dari Tabel 10. dapat dilihat bahwa pemakaian biaya overhead pada bulan
April merupakan biaya overhead paling rendah selama tahun 2005 sebesar Rp
6.902.000,00. Hal itu disebabkan karena pada bulan April terjadi pemotongan ayam
dalam jumlah kecil dibandingkan bulan-bulan lain yakni hanya 192.000 kilogram,
sehingga pemakaian biaya bahan bakar (biaya minyak tanah), biaya listrik dan biaya
plastik pembungkus mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan-bulan lain.
Biaya overhead tertinggi terjadi pada bulan September 2005, mencapai Rp
10.402.000,00. Tingginya biaya overhead tersebut terutama dipengaruhi oleh
komponen biaya minyak tanah yang secara signifikan menunjukkan jumlah tertinggi
selama tahun 2005 dibandingkan bulan-bulan lain dalam periode analisis.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas Metode Variable Costing

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode perhitungan harga


pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan adalah berdasarkan metode
variable costing yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
dan biaya overhead pabrik. Harga pokok karkas per kilogram diperoleh dengan
membagi total harga produksi dengan jumlah produksi (kg) pada bulan tersebut.
Sebagai contoh pada bulan Januari 2005 total harga pokok produksi sebesar Rp
1.596.651.000,00. Harga pokok karkas per kilogram sebesar Rp 11.705,65 diperoleh
dengan membagi total harga pokok produksi dengan jumlah produksi pada bulan
Januari yaitu sebanyak 136.400 kilogram karkas. Tabel 11. menunjukkan besarnya
harga pokok produksi yang ditetapkan perusahaan selama tahun 2005. Dari Tabel 11.
terlihat bahwa harga pokok yang ditentukan perusahaan berubah-ubah sesuai dengan
jumlah produksi karkas yang dihasilkan setiap bulan.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode ABC

Hierarki Biaya
Metode ABC mencoba mengatasi masalah pembebanan biaya overhead
pabrik. Dalam metode ini, biaya overhead akan dibebankan kepada produk
berdasarkan konsumsi aktivitasnya secara nyata. Aktivitas-aktivitas yang dapat
diidentifikasi dalam proses produksi atau pemotongan ayam yaitu penerimaan ayam,
pengistirahatan, pengecekan kesehatan dan kematian ayam, pemotongan, perebusan,
pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pencucian dan pengemasan. Biaya overhead
yang dikeluarkan akibat dilakukannya aktivitas tersebut antara lain : biaya tenaga
kerja langsung, biaya supervisi, biaya inspeksi, biaya listrik mesin-mesin (pencabut
bulu dan pompa air), pemeliharaan mesin, depresiasi bangunan, mesin dan
kendaraan.
Setelah tahapan identifikasi aktivitas, selanjutnya dibuat ringkasan perkiraan
perhitungan harga pokok karkas dengan menggunakan metode Activity Based
Costing (ABC). Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode
ABC merupakan penjumlahan dari setiap jenis aktivitas untuk memproduksi karkas.
Harga pokok karkas per kilogram diperoleh dari jumlah biaya seluruh aktivitas
dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu perhitungan harga pokok
produksi karkas dengan metode ABC untuk bulan Januari tahun 2005 dapat dilihat
pada Tabel 12.

Tabel 12. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC untuk
Bulan Januari Tahun 2005
Uraian Keterangan Persentase
(1) (2) (3)

Produksi (kg) 136.400,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.195.000,00 0,89
b. Biaya Listrik 756.000,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 2.100.000,00 0,13
d. Biaya bahan Baku 1.575.000.000,00 98,49
JUMLAH 1.592.051.000,00 99,56

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 65.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,008
JUMLAH 196.875,00 0,012

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


a. Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan 500.000,00 0,03

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,055
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,055
d. Biaya Overhead 4.600.000,00 0,29
JUMLAH 6.376.250,00 0,402

HPP Total (Rp) 1.599.124.125,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.723,78

Berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity


Based Costing pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa secara umum biaya aktivitas
tingkat unit merupakan komponen biaya terbesar dalam perhitungan harga pokok
produksi, yaitu sebesar 99,56 %. Tingginya persentase biaya pada tingkat ini
dikarenakan adanya komponen biaya bahan baku yang mencapai 98,49 % dari total
harga pokok produksi. Hierarki biaya terbesar selanjutnya adalah biaya aktivitas
tingkat fasilitas (0,40 %), biaya aktivitas tingkat produk (0,03 %), dan terakhir biaya
aktivitas tingkat batch produksi (0,01 %).

Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Variable Costing


dengan Metode ABC

Perhitungan harga pokok prduksi yang selama ini digunakan perusahaan


adalah menggunakan metode variable costing, yaitu menjumlahkan biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Dalam metode Activity Based
Costing (ABC), harga pokok produksi diperoleh dari penjumlahan konsumsi
aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses produksi untuk menghasilkan satu
kilogram karkas. Ringkasan hasil perhitungan harga pokok produksi antara metode
ABC dengan metode perusahaan selama Tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Metode ABC


dengan Metode Perusahaan Selama Tahun 2005

Bulan Komponen Metode ABC HPP HPP


BTU BTB BTP BTF Metode ABC Perusahaan Selisih*
(Rp) (Rp) (Rp/kg)

-----------------(%)----------------
Januari 99,56 0,01 0,03 0,40 11.723,78 11.705,65 18,13
Februari 99,56 0,01 0,04 0,39 11.702,94 11.683,95 18,99
Maret 99,60 0,01 0,03 0,36 11.534,04 11.943,89 19,18
Mei 99,67 0,01 0,02 0,30 12.527,23 12.512,62 14,61
Juni 99,59 0,01 0,03 0,37 11.597,09 11.578,94 18,15
Juli 99,65 0,01 0,02 0,32 12.466,89 12.453,17 13,72
Agustus 99,42 0,02 0,04 0,52 10.589,72 10.570,71 19,01
September 99,44 0,01 0,04 0,51 10.668,41 10.648,99 19,42
November 99,66 0,01 0,02 0,31 12.483,34 12.469,66 13,68
Desember 99,47 0,01 0,03 0,49 11.562,29 11.543,71 18,58
Rata-rata 99,55 0,012 0,031 0,41 11.663,63 11.646,15 17,48
Keterangan : HPP : Harga Pokok Produksi
BTU : Biaya Tingkat Unit
BTB : Biaya Tingkat Batch
BTP : Biaya Tingkat Produk
BTF : Biaya Tingkat Fasilitas
* : HPP Metode ABC – HPP Perusahaan
Berdasarkan informasi dari Tabel 13, dapat diketahui bahwa harga pokok
produksi yang diperoleh dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi
yang overcosted (lebih besar) untuk setiap satu kilogram karkas dibandingkan
dengan metode perusahaan (variable costing). Komponen biaya terbesar dalam
metode ABC terdapat pada biaya tingkat unit, rata-rata mencapai 99,55 % dari total
harga produksi. Tingginya persentase tersebut dikarenakan adanya komponen biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, rata-rata mencapai 98,52 % dan 0,94 %
dari total harga pokok produksi. Komponen biaya terbesar kedua adalah biaya
tingkat fasilitas, rata-rata mencapai 0,41 %, sebagian besar dipengaruhi oleh biaya
overhead pabrik (0,28 %), sisanya terdiri dari biaya-biaya depresiasi bangunan,
mesin dan kendaraan. Komponen biaya tingkat produk yang terdiri dari biaya
pemeliharaan mesin dan bangunan, rata-rata sebesar 0,03 % dari total harga pokok
produksi. Komponen biaya terkecil dalam metode ABC adalah biaya pada tingkat
batch, rata-rata sebesar 0,01 % dari total harga pokok produksi, terdiri dari biaya
inspeksi dan supervisi.
Harga pokok yang overcosted pada metode ABC disebabkan oleh banyaknya
penggunaan sumberdaya yang dilakukan dalam proses produksi, dibandingkan bila
menggunakan metode perusahaan (variable costing) yang hanya menjumlahkan
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Dalam metode
Activity Based Costing (ABC), terdapat konsumsi sumberdaya untuk pemeriksaan
kualitas karkas (biaya inspeksi), pengawasan produksi (biaya supervisi), biaya
pemeliharaan mesin dan kendaraan, serta memasukkan biaya depresiasi mesin,
bangunan dan kendaraan dalam perhitungan harga pokok produksinya, karena dalam
metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dimasukkan
dalam perhitungan harga pokok produksi. Harga pokok yang overcosted juga
disebabkan oleh masih banyaknya sumberdaya yang belum digunakan secara optimal
dalam proses produksi, contohnya kapasitas kerja mesin pencabut bulu dimana
penggunaannya lebih kecil dari kapasitasnya. Selain itu adanya konsumsi aktivitas
inspeksi dan supervisi yang dilakukan dengan menggunakan tambahan tenaga kerja
diluar tenaga kerja pemotong ayam, dapat ditiadakan dengan menggunakan tenaga
kerja pemotonganan ayam saja. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa hasil
perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC memiliki keunggulan
dibandingkan metode konvensional (variable costing). Meskipun metode
konvensional mudah diaplikasikan karena hanya menjumlahkan biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja dan biaya ovehead pabrik, tetapi perhitungan tersebut kurang
tepat untuk menghitung harga pokok produksi karena tidak mencerminkan konsumsi
sumberdaya secara lengkap dan akurat dalam proses produksinya. Dalam metode
ABC, perhitungan harga pokok produksi mencatat biaya produksi yang benar-benar
mencerminkan pemakaian sumberdaya pada setiap proses produksinya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Mulyadi (2003), bahwa manfaat yang diharapkan dari
penerapan ABC system diantaranya adalah menyediakan informasi berlimpah
tentang aktivitas yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa,
serta menyediakan secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan. Informasi ini akan sangat diperlukan oleh manajemen
perusahaan dalam usaha melakukan efisiensi produksi. Melihat keunggulan diatas
maka diharapkan metode ABC ini dapat diterapkan di perusahaan, sehingga menjadi
suatu kontrol bagi manajemen dalam menetapkan harga pokok produksinya.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan


bahwa :
1. Proses produksi untuk menghasilkan karkas ayam broiler meliputi tahap-tahap :
penerimaan ayam, penyembelihan, pencelupan ke air panas, pencabutan bulu,
pengeluaran isi perut, pencucian dan pengemasan karkas.
2. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga
pokok yang lebih besar (overcosted) dibandingkan dengan metode perusahaan
(variable costing).
3. Perhitungan harga pokok dengan metode variable costing tidak memasukkan
biaya inspeksi, biaya supervisi, biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan, serta
biaya depresiasi mesin, bangunan dan kendaraan.
4. Meskipun metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang lebih tinggi,
tetapi perhitungan metode ABC benar-benar mencerminkan konsumsi
sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi.

Saran

Bahan masukan terhadap hasil penelitian ini :


1. Metode ABC sebaiknya digunakan sebagai alternatif perusahaan dalam
menghitung harga pokok produksi karena perhitungannya benar-benar
mencerminkan biaya produksi.
2. Perusahaan dapat melakukan beberapa cara untuk mengurangi biaya dengan
mengelola aktivitas seperti meningkatkan kapasitas mesin pencabut bulu, serta
penggunaan tenaga kerja pemotong ayam untuk melakukan aktivitas inspeksi dan
supervisi.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkat
limpahan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya
ilmiah ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada suri
tauladan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan umatnya sampai akhir
zaman.
Terima kasih untuk Apa dan Mamah yang tidak pernah lelah memberikan
do’a, dorongan dan kasih sayang tidak berujung sehingga penulis bisa seperti
sekarang. Terima kasih untuk adik-adikku Ade Pipih Maesaroh dan Firman Fauzi
atas kasih sayang dan do’anya. Terima kasih untuk De Neneng atas bantuannya
selama penulis menyelesaikan studi. Terima kasih untuk keluarga besar Bapak Kodir
dan Bapak Didi atas semua bantuan yang telah diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ir. Zulfikar Moesa, MS.
dan Alla Asmara, SPt. MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran
dan nasehat selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Ujang Sehabudin
selaku dosen penguji seminar, Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr dan Ir. Dwi Margi Suci,
MS selaku dosen penguji sidang atas saran, koreksi dan masukannya. Tidak lupa
penulis ucapkan terima kasih kepada Ir. Sony Listen dan Pak Sarimin beserta
karyawan Rumah Potong Ayam H. Darno atas segala bantuan, masukan dan
dukungan kepada penulis selama pengambilan data di lapangan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga besar Yayasan Goodwill
International (Mr. dan Mrs. Hara, Mr. Charles Pollard, Mr. Steve Askew, Bu Cri,
Mba Rosa dan Mas Broto) atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama
tahun terakhir masa studi penulis. Terima kasih kepada keluarga besar Asrama Putri
Darmaga, teman seperjuangan Angkatan Lemot, Ngeyel, Pelor dan Lambret, serta
semua pihak di Asrama tercinta yang telah membantu penulis dalam penyusunan
skripsi ini. Terima kasih kepada keluarga besar Sosial Ekonomi Industri Peternakan
Angkatan ’39 atas kebersamaan, dukungan dan bantuan selama menempuh masa
studi di almamater tercinta Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2006

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor.

Garrison, R. H. and Noreen, E. W. 2003. Managerial Accounting. Tenth Edition. Mc.


Graw-Hill Companies, Inc. New York.

Hannon, N. J. 2000. Managerial Accounting Activities. South Western College


Publishing. Ohio.

Hansen, D.R. dan Maryanne, M.M. 1999. Management Accounting. Alih Bahasa :
Ancella A. Hermawan. PT. Erlangga. Jakarta.

Hasibuan, G. H. 2005. Kajian penetapan harga pokok produksi dengan metode


Activity Based Costing. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hilton, R. W; Maher and Frank H. Selto. 2003. Cost Management; Strategies for
Business Decisions. 2nd edition. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. New York.

Horngren, C.T. 1994. Akuntansi Biaya dengan Pendekatan Manajerial. Edisi


Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.

http : //www.deptan.go.id/bsp/buletin/bab1.pdf [21 Juli 2006]

Ivana, E. 2004. Analisis penentuan harga pokok produksi karkas dengan


menggunakan metode Full Costing, Variable Costing dan Activity Based
Costing. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya. Aditya Media. Yogyakarta.


_______.2003. Activity-Based Cost System. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Murharjadi, A. 2005. Kajian penetapan harga pokok produksi untuk menentukan


harga jual nata de coco pada PD. Central Nata De Coco (CNDC). Skripsi.
Departemen ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Prayitno, M. A. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Rohany, L. A. 2003. Penetapan harga pokok produksi kecap dengan pendekatan


Activity Based Costing. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Siswanto, H. 2003. Penerapan harga pokok produksi dengan metode Activity Based
Costing pada perusahaan pengolahan daging ayam. Skripsi. Jurusan Sosial
Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sugiarto, D. 2004. Analisis biaya dan perhitungan harga pokok sebagai dasar
penetapan harga jual produksi nata de coco. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Swashta, B. dan Ibnu W. Sukotjo. 1998. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar


Perusahaan Modern). Edisi Ketiga. Penerbit Liberty. Yogyakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Februari Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 130.200,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.195.000,00 0,93
b. Biaya Listrik 754.000,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 2.200.000,00 0,14
d. Biaya Bahan Baku 1.500.000.000,00 98,44
JUMLAH 1.517.149.000,00 99,56

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,009
JUMLAH 198.875,00 0,013

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,04

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06
d. Biaya Overhead 4.200.000,00 0,27
JUMLAH 5.876.250,00 0,392

HPP Total (Rp) 1.523.722.925,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.702,94


Lampiran 2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Maret Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 143.200,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.295.000,00 0,87
b. Biaya Listrik 756.900,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 1.900.000,00 0,12
d. Biaya Bahan Baku 1.628.000.000,00 98,56
JUMLAH 1.644.951.900,00 99,60

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,008
JUMLAH 198.875,00 0,012

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,03

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,05
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,05
d. Biaya Overhead 4.250.000,00 0,26
JUMLAH 6.026.250,00 0,362

HPP Total (Rp) 1.651.675.025,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.534,04


Lampiran 3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan April Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 124.800,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.895.000,00 1,00
b. Biaya Listrik 702.000,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 1.900.000,00 0,13
d. Biaya Bahan Baku 1.468.800.000,00 98,37
JUMLAH 1.468.297.000,00 99,55

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,009
JUMLAH 198.875,00 0,013

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,03

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06
d. Biaya Overhead 4.300.000,00 0,29
JUMLAH 6.076.250,00 0,412

HPP Total (Rp) 1.493.070.125,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.963,70


Lampiran 4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Mei Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 169.200,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.895.000,00 0,70
b. Biaya Listrik 789.700,00 0,04
c. Biaya Minyak Tanah 3.000.000,00 0,14
d. Biaya Bahan Baku 2.093.850.000,00 98,79
JUMLAH 2.112.534.700,00 99,67

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,003
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,006
JUMLAH 198.875,00 0,009

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,02

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,04
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,001
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,04
d. Biaya Overhead 4.600.000,00 0,22
JUMLAH 6.376.250,00 0,301

HPP Total (Rp) 2.119.607.825,00 100,00

HPP per kg (Rp) 12.527,23


Lampiran 5. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Juni Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 136.200,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.895.000,00 0,94
b. Biaya Listrik 756.000,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 3.500.000,00 0,22
d. Biaya Bahan Baku 1.554.000.000,00 98,38
JUMLAH 1.573.151.000,00 99,59

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,008
JUMLAH 198.875,00 0,012

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,03

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06
d. Biaya Overhead 3.900.000,00 0,25
JUMLAH 5.676.250,00 0,372

HPP Total (Rp) 1.579.524.125,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.597,09


Lampiran 6. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Juli Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 180.300,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.995.000,00 0,67
b. Biaya Listrik 811.400,00 0,04
c. Biaya Minyak Tanah 4.100.000,00 0,18
d. Biaya Bahan Baku 2.220.000.000,00 98,76
JUMLAH 2.239.906.400,00 99,65

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,009
JUMLAH 198.875,00 0,013

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,02

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,04
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,001
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,04
d. Biaya Overhead 5.400.000,00 0,24
JUMLAH 7.176.250,00 0,321

HPP Total (Rp) 2.247.779.525,00 100,00

HPP per kg (Rp) 12.466,89


Lampiran 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Agustus Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 130.100,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.895.000,00 1,08
b. Biaya Listrik 754.800,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 4.100.000,00 0,30
d. Biaya Bahan Baku 1.350.000.000,00 97,99
JUMLAH 1.369.749.800,00 99,42

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,009
JUMLAH 198.875,00 0,013

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,04

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06
d. Biaya Overhead 5.500.000,00 0,40
JUMLAH 7.276.250,00 0,522

HPP Total (Rp) 1.377.722.925,00 100,00

HPP per kg (Rp) 10.589,72


Lampiran 8. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan September Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 124.800,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.895.000,00 1,07
b. Biaya Listrik 702.000,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 4.300.000,00 0,31
d. Biaya Bahan Baku 1.363.200.000,00 98,01
JUMLAH 1.383.097.000,00 99,44

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,005
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,009
JUMLAH 198.875,00 0,014

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,04

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06
d. Biaya Overhead 5.400.000,00 0,39
JUMLAH 7.176.250,00 0,512

HPP Total (Rp) 1.390.870.125,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.144,79


Lampiran 9. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Oktober Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 127.400,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 13.930.000,00 1,02
b. Biaya Listrik 752.000,00 0,06
c. Biaya Minyak Tanah 4.000.000,00 0,29
d. Biaya Bahan Baku 1.332.800.000,00 98,44
JUMLAH 1.351.482.000,00 99,44

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,005
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,01
JUMLAH 198.875,00 0,015

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,04

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06
d. Biaya Overhead 5.200.000,00 0,38
JUMLAH 6.976.250,00 0,502

HPP Total (Rp) 1.359.155.125,00 100,00

HPP per kg (Rp) 10.668,41


Lampiran10. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan November Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 180.800,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 24.603.000,00 1,09
b. Biaya Listrik 811.400,00 0,04
c. Biaya Minyak Tanah 3.800.000,00 0,17
d. Biaya Bahan Baku 2.220.000.000,00 98,36
JUMLAH 2.249.214.400,00 99,66

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,005
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,006
JUMLAH 198.875,00 0,014

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,02

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,04
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,001
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,04
d. Biaya Overhead 5.300.000,00 0,23
JUMLAH 7.076.250,00 0,311

HPP Total (Rp) 2.256.987.525,00 100,00

HPP per kg (Rp) 12.483,34


Lampiran 11. Perhitungan Harga Pokok Produksi Karkas dengan Metode
Activity Based Costing untuk Bulan Desember Tahun 2005

Uraian Keterangan Persentase

Produksi (kg) 130.400,00

Biaya Aktivitas Tingkat Unit (Rp)


a. Biaya Tenaga Kerja Langsung 14.995.000,00 1,00
b. Biaya Listrik 754.800,00 0,05
c. Biaya Minyak Tanah 3.900.000,00 0,26
d. Biaya Bahan Baku 1.480.000.000,00 98,16
JUMLAH 1.499.64 9.800,00 99,47

Biaya Aktivitas Tingkat Batch (Rp)


a. Biaya Inspeksi 62.625,00 0,004
b. Biaya Supervisi 131.250,00 0,009
JUMLAH 198.875,00 0,013

Biaya Aktivitas Tingkat Produk (Rp)


Biaya Pemeliharaan 500.000,00 0,03

Biaya Aktivitas Tingkat Fasilitas (Rp)


a. Biaya Depresiasi Bangunan 875.000,00 0,06
b. Biaya Depresiasi Mesin 26.250,00 0,002
c. Biaya Depresiasi Kendaraan 875.000,00 0,06
d. Biaya Overhead 5.650.000,00 0,37
JUMLAH 7.416.250,00 0,492

HPP Total (Rp) 1.507.722.925,00 100,00

HPP per kg (Rp) 11.562,29

Anda mungkin juga menyukai