Anda di halaman 1dari 50

1

BAHAN AJAR

TEKNOLOGI
KULTUR JARINGAN TANAMAN

Oleh
Abd. Rohim, S.P., M.P.
NIP. 19750902 200801 1 011
Widyaiswara Ahli Muda

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
DI BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG
2019

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perbanyakan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu
yang singkat dan tempat terbatas sangat dibutuhkan dalam
upaya peningkatan kualitas pertanian. Kultur jaringan merupakan
salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Dengan
metode kultur jaringan dapat dihasilkan tanaman baru secara in
vitrodengan jumlah yang tidak terbatas. Yang menjadi dasar dari
teknik kultur jaringan ini adalah kemampuan sel suatu tanaman
yang dapat tumbuh menjadi tanaman sempurna apabila ditempatkan
di lingkungan yang tepat. Kemampuan sel tanaman yang seperti ini
disebut dengan totipotensi sel.Bagian dari tanaman yang dapat
dikulturkan (diperbanyak) adalah daun muda, mata tunas, ujung
akar, keping biji dan bagian lainnya yang bersifat meristematik,
yaitu mudah tumbuh dan berkembang. Bagian-bagian tubuh
tanaman tersebut dikulturkan dan ditumbuhkan kembali dalam
kondisi aseptik (steril) yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi
tanaman lengkap.

1.2 Deskripsi Singkat


Mata pelatihan ini membahas Pengertian Kultur Jaringan, Teori
Dasar Kultur Jaringan, Kelebihan dan Kekurangan Kultur Jaringan,
Laboratorium Kultur Jaringan, Tahapan Kultur Jaringan, Kendala dan
Masalah dalam Kultur Jaringan, Media Kultur Jaringan, Larutan Stok
Media Dasar Kultur Jaringan, dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
3

1.3 Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta


Bahan ajar ini diharapkan menjadi panduan bagi peserta untuk dapat
menjelaskan tentang Teknologi Kultur Jaringan Tanaman.

1.4 Tujuan Pembelajaran


1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta dapat
menjelaskan Teknologi Kultur Jaringan Tanaman dengan baik
dan benar.
2. Indikator Keberhasilan
1) Menjelaskan Pengertian Kultur Jaringan
2) Menjelaskan Teori Dasar Kultur Jaringan
3) Menjelaskan Kelebihan dan Kekurangan Kultur Jaringan
4) Menjelaskan Laboratorium Kultur Jaringan
5) Menjelaskan Tahapan Kultur Jaringan
6) Menjelaskan Kendala dan Masalah dalam Kultur Jaringan
7) Menjelaskan Media Kultur Jaringan
8) Menjelaskan Larutan Stok Media Dasar Kultur Jaringan
9) Menjelaskan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).

1.5 Materi
1) Pengertian Kultur Jaringan
2) Teori Dasar Kultur Jaringan
3) Kelebihan dan Kekurangan Kultur Jaringan
4) Laboratorium Kultur Jaringan
5) Tahapan Kultur Jaringan
6) Kendala dan Masalah dalam Kultur Jaringan
7) Media Kultur Jaringan
8) Larutan Stok Media Dasar Kultur Jaringan
9) Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
4

1.6 Petunjuk Belajar


Agar proses pembelajaran berlangsung dengan lancar dan tujuan
pembelajaran tercapai dengan baik, dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Bacalah secara cermat dan pahami tujuan pembelajaran.
2. Pelajari setiap bab secara berurutan.
3. Kerjakan latihan secara lengkap.
4. Pelajari materi dari sumber lain untuk memperkaya pengetahuan
dan wawasan.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
5

BAB II
PENGERTIAN KULTUR JARINGAN

Salah satu dampak dalam peningkatan ekspor komoditi pertanian


adalah kebutuhan bibit yang semakin meningkat. Bibit dari suatu varietas
unggul yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit
tanaman yang dibutuhkan jumlahnya sangat banyak. Penyediaan bibit
yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Salah
satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan telah terbukti
memberikan keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan.
Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu
sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari
varietas unggul yang jumlahnya sangat sedikit dapat segera
dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman perbanyakan
melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan karena
sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang
singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.
Kultur jaringan merupakan salah satu teknologi perbanyakan
tanaman dengan cara mengisolasi bagian tertentu dari tanaman (organ,
jaringan, sel, anther dan lainnya) yang ditumbuhkan dalam media tumbuh
steril yang mengandung nutrisi makro dan mikro, yang berdiferensiasi
menjadi individu yang sempurna kembali.
Teori yang melandasi kultur jaringan ini adalah teori totipotensi sel
(Schwann dan Schleiden) yang menyatakan bahwa sel memiliki sifat
totipotensi, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini
mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembangbiak
karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.
Tanaman bisa melakukan kultur jaringan jika memiliki sifat totipotensi,

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
6

yaitu kemampuan sel untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap


kembali.
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam Bahasa Jerman disebut
Gewebe Kultur, dalam Bahasa Inggris disebut Tissue Culture, dalam
Bahasa Belanda disebut weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur
jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang
serba steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptic,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Usaha memperoleh suatu individu baru dari satu sel atau jaringan
dikenal sebagai kultur sel atau kultur jaringan.
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing
disebut tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah
sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi,
kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang memiliki sifat seperti induknya. Metode kultur jaringan
dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.
Kultur jaringan termasuk jenis perkembangbiakan vegetatif yang prinsip
dasarnya sama dengan menyetek. Bagian tanaman yang akan dikultur
(eksplan) dapat diambil dari akar, pucuk, bunga, meristem, serbuk sari.
Menurut Thorpe (1981), ada 3 prinsip utama dalam kultur jaringan:
 Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh (organ, akar, daun dll)
 Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan
kondisi kultur yang tepat  Pemeliharaan dalam kondisi aseptik.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
7

BAB III
TEORI DASAR KULTUR JARINGAN

Teori dasar Kultur Jaringan terdiri dari:


a. Sel dari suatu organisme multiseluler dimanapun letaknya sebenarnya
sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (omne cellula
ex cellula).
b. Teori Totipotensi Sel. Teori sel oleh Schwann dan Schleiden (1898)
yang menyatakan bahwa sel memiliki sifat totipotensi, yaitu bahwa setiap
sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan
perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini mempercayai bahwa setiap
bagian tanaman dapat berkembangbiak karena seluruh bagian tanaman
terdiri atas jaringan-jaringan hidup.
Teori totipotensi yang menyatakan bahwa setiap sel tanaman dapat
berkembang menjadi individu baru, digunakan sebagai dasar dalam
pelaksanaan kultur jaringan. Dalam kultur jaringan bagian tanaman yang
terdiri atas sel-sel dan jaringan dibuat sedemikian mungkin untuk ditanam
di sebuah media yang steril dan lingkungan yang terkendali. Seperti teori
totipotensi tersebut, bagian tanaman yang ditanam di media tersebut
ternyata dapat bertumbuh dan berkembang menjadi individu baru bila
kondisinya sesuai.
Kultur jaringan memiliki beberapa tipe kultur, diantaranya adalah:
a) Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan
biji atau seedling.
b) Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan
tanamnya menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar,
tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku
batang, akar dll.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
8

c) Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan


jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai
bahan eksplannya.
d) Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang
menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus menerus
menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai
bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus
atau jaringan meristem.
e) Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah
dilepas bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim.
Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri
dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya
untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2
protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).
f) Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif
tanaman, yakni: kepalasari/ anther (kultur anther/kultur mikrospora),
tepungsari/ pollen (kutur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat
dihasilkan tanaman haploid.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
9

BAB IV
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KULTUR JARINGAN

Kultur jaringan memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan,


diantara kelebihannya adalah: 1) sifat identik dengan induknya; 2)
perbanyakan dalam waktu singkat; 3) tidak perlu areal pembibitan yang
luas; 4) tidak dipengaruhi oleh musim; 5) tanaman bebas jamur dan
bakteri. Sedangkan kekurangannya adalah: 1) bibit hasil kultur jaringan
sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar; 2) bagi orang
tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit; 3) membutuhkan
modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus),
peralatan dan perlengkapan; 4) diperlukan persiapan SDM yang handal
untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh
hasil yg memuaskan; 5) produk kultur jaringan pada akarnya kurang
kokoh.
Perbanyakan tanaman secara alami dan kultur jaringan memiliki
beberapa perbedaan. Pada perbanyakan secara alami, nutrisi diperoleh
secara alami dari dalam tanah, tanaman dapat membuat makanannya
sendiri (autotrof), sumber tanaman harus cukup umur, fotosintesis dengan
bantuan matahari, musim hujan dan kemarau yang tidak terkendali.
Sedangkan, pada kultur jaringan, media terbuat dari nutrisi kimia, tanaman
tidak membuat makanannya sendiri, sumber tanaman sedikit
Fotosintesis dengan cahaya lampu, dan tidak dipengaruhi musim.
Kultur jaringan merupakan teknologi yang membutuhkan banyak
sekali peralatan. Alat-alat yang dipakai dalam penanaman dalam kultur
jaringan harus dalam keadaan steril. Alat-alat logam dan gelas dapat
disterilkan dalam autoklaf. Alat tanam seperti: pinset dan gunting dapat
juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan dalam
bacticinerator khusus untuk scapel, gagangnya dapat disterilkan dengan

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
10

pemanasan namun pisaunya dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam


temperatur tinggi. Oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara
sterilisasi dengan pencelupan dalam alkohol atau larutan kaporit. Alat-alat
kultur jaringan yang perlu disterilisasi sebelum penanaman adalah; Pinset,
Gunting, Gagang scapel, Kertas saring, Petridish, Botol-botol kosong,
Jarum, Pipet Peralatan kultur jaringan: Laminar Air Flow Cabinet (LAFC),
alat ini letaknya di ruang penabur, yaitu ruang yang selalu harus dalam
keadaan steril. alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman.
Entkas, merupakan bentuk lama dari alat penabur (LAFC), maka
fungsinya pun sama seperti (LAFC). Shaker (penggojok), merupakan alat
penggojok yang putarannya dapat diatur menurut kemauan kita.
Penggojok ini dapat digunakan untuk keperluan menumbuhkan kalus
pada eksplan anggrek atau untuk membentuk protokormusatau sering
disebut plb (protocorm like bodies) dari kalus bermacam jaringan
tanaman. Autoklaf, merupakan alat sterilisasi untuk alat dan medium kultur
jarinang tanaman. Timbangan Analitik, jenis alat ini bermacam-macam,
tetapi yang penting adalah timbanagn yaang dapat dipergunakan untuk
menimbang sampai satuan yang sangat keil. Alat ini berfungsi sebagai
alat untuk menimbang bahan-bahan kimia yang digunakan untuk kultur
jaringan. Stirer, alat ini berfungsi untuk menggojok dengan pemanas.
Dengan menggunakan listrik, alat ini berfungsi sebagai kompor disamping
sebagai penggojok. Erlenmeyer, alat ini digunakan dalama kultur jaringan
tanaman sebagai sarana mmenuangkan air suling maupun untuk tempat
media dan penanaman eksplan. Gelas Ukur, digunakan untuk menakar air
suling dan bahan kimia yang akan digunakan. Gelas Piala, digunakan
untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan air suling dalam
pembuatan medium. Petridish, merupakan semacam jenis gelas piala
yang mutlak dibutuhkan dalam kultur jaringan. Pinset dan Scalpel, pinset
digunakan untuk memegang atau mengambil irisan eksplan atau untuk
menanam eksplan. Lampu Spiritus, digunakan untuk sterilisasi dissecting
kit (skalpel dan pinset) di dalam laminar air flow cabinet atau di dalam
enkas pada kita mengerjakan penanaman atau sub-culture. Tabung

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
11

Reaksi, digunakan pada saat mengerjakan isolasi protoplas dan isiolasi


khloroplas.

BAB V
LABORATORIUM KULTUR JARINGAN

Fasilitas laboratorium kultur jaringan dibagi dalam beberapa bagian


yang fungsinya satu sama lainnya berbeda-beda dan persyaratannya pun
berbeda-beda pula. Laboratorium kultur jaringan harus dirancang secara
khusus. Karena ada bagian-bagian atau ruangan-ruangan yang harus
dalam suasana steril atau bebas mikroba. Ruang-ruang dalam kultur
jaringan dikelompokkan menurut macam kegiatan yang ada di dalamnya,
yaitu sebagai berikut:
A. Ruang Tidak Steril
1) Ruang Tamu
Dalam laboratorium kultur jaringan sebaiknya dilengkapi dengan ruang
tamu, karena biasanya laboratorium kultur jaringan selalu didatangi tamu,
baik tamu yang ingin melihat sarana dan suasana laboratorium maupun
tamu ingin membeli hasil biakan kultur jaringan.
2) Ruang Administrasi
Segala surat-menyurat tentang pembelian alat-alatlboratorium, pembelian
media kultur jringan, penjualan bibit-bibit hasil biakan kultur jaringan, dan
transaksi-transaksi ataupun perjanjian-perjanjian kerja sama tentang
penelitian dilaksanakan di dalam ruangan administrasi.
3) Ruang Staf
Laboratorium kultur jaringan membutuhkan staf peneliti dalam jumlah
banyak, tujuannya adalah agar dapat diadakan pembagian kerja sesuai
dengan spesialisasinya masing-masing. Di dalam ruang staf ini dapat pula
dilakasanakan diskusi antar staf pada waktu berkumpul bersama.
4) Kamar Mandi dan WC

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
12

Ruang kultur jaringan harus dalam suasana bersih untuk menghindari


kontaminasi oleh mikroba. Bila pekerja akan memasuki ruangan penabur
atau ruang inkubator, tubuh dan pakaiannya harus bersih, tidak
berkeringat dan tidak berdebu.

5) Ruang Ganti Pakaian


Untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh mikroba, maka para
karyawan di dalam laboratorium kultur jaringan perlu memakai pakaian
yang bersih, dalam arti baru di cuci. Oleh karena itu dalam ruangan kultur
jaringan perlu diadakan ruang ganti pakaian.
6) Ruang Tempat Penyimpanan Bahan Kimia dan Alat-alat dari Gelas
Komponen bahan kimia penyusun media kultur jaringan sangat banyak
macamnya. Oleh karena itu, penyimpanannya memerlukan pengaturn
yang khusus supaya mudah mecarinya. Penyimpanan yang tidak teratur
akan mempelambat dalam pekerjaan, misalnya dalam mencari salah sau
komponen media saja membutuhkan waktu yang lama. Bahan kimia yang
mahal harganya seperti hormon tumbuh dan enzim untuk isolasi protoplas
harus disimpan dala ruangan yang sejuk. Alat-alat dari gelas seperti
erlenmeyer, gelas ukur dan alat gelas lainnya perlu disimpan dalam almari
tersendiri.
7) Ruang Preparasi
Di dalam ruangan ini disediakan peralatan dan tempat untuk mencuci alat-
alat laboratorium yang akan digunakan. Peralatan yang ada antara lain
keranjang-keranjang plastik untuk tempat peralatan yang baru dicuci.
8) Ruang Penimbangan dan Sterilisasi
Bermacam-macam media kultur jaringan dijual dalam bentuk kemasan
dengan harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, staf labolatorium lebih
senang meramu sendiri medum tanam yang dibutuhkannya.dengan
demikian dibutuhkan lat untuk menimbang semua komponen bahan kimia
tersebut. Misalnya menimbang bahan kimia makro dan mikro.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
13

9) Rumah Kaca (Green House)


Rumah kaca adalah suatu bangunan yang atap dan sekeliling dinding
bagian atasnya terbuat dari kaca. Tujuan penyediaan rumah kaca adalah
untuk tempat meletakkan pot-pot bibit tanaman.

B. Ruang Steril
1) Ruang Planlet
Ruangan ini menggunakan alat pendingi (AC), maka temperatur ruangan
dapat mencapai sekitar 25°C sehingga ideal bagi pertumbuhan planlet.
Botol-botol yang berisi planlet jumlahnya dapat mencapai ratusan. Oleh
sebab itu, dalam ruangan ini perlu disediakan rak-rak alumuniaum yang
dasrnya berlobang-lobang untuk meletakkan botol-botol tersebut secara
teratur dan rapi.
2) Ruang Inkubator
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur jringan perlu dipantau
pertumbuhannya setiap hari. Untuk pemantauan ini perlu ruangan khusus
yang keadaannya lebih steril dari ruang planlet, yaitu ruang inkubator.
Ruang inkubator harus memiliki suhu kurang lebih 25OC dan harus
dilengkapi dengan lampu-lampu neon, karena eksplan yang ditumbuhkan
dalam ruangan inkubasi membutuhkan temperatru dan cahaya yang dapat
diatur dan disesuaikan dengan jenis eksplannya.
3) Ruang Shaker dan Enkas.
Eksplan yang baru ditanam dan diinkubasikan dalam ruang inkubator
akan menghasilkan kalus. Bila kalus ini cukup umur, maka dapat
diperlukan suspensi sel, yaitu menumbuhkan suatu eksplan atau kalus
dengan menggunakan media cair (media yang tidak menggunakan zat
pemadat atau agar), kemudian digojok di atas shaker. Hasil pertumbuhan
kalus ini adalah berupa protokormus atau dalam istilah asing disebut plb
(protocorm like bodies). Bentuk protocormus adalah bulat-bulat padat dan
berwarna hijau. Bila keadaan protocormus sudah keadaan demikian maka
sudah siap dipindahkan kedalam media padat untuk di tumbuhkan
menjadi planlet. Enkas juga sering di letakkan dalam satu ruang dengan

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
14

shaker, kegunaan enkas ini sama dengan Laminar Air Flow Cabinet, yaitu
untuk menabur eksplan.
4) Ruang Penabur
Ruang penabur biasanya di buat dengan ukuran yang tidak terlalu besar,
yaitu 2×3 m2. tujuannya adalah agar pelaksanaan sterilisasi ruangannya
tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak mengalami kesulitan.
Dinding ruang penabur dilengkapi dengan porselin, sehingga sterilisasi
mudah dilakukan. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan cara
menyemprotkan alkohol 96% dengan hand-sprayer. Sedangkan sterilisasi
lantai dengan menggunakan kain pel yang dibasahi alkohol 96%.
Sterilisasi ini mutlak harus dilakukan menjelang ruang penabur akan
digunakan.
Bila saat calon penabur akan memasuki ruangan, lampu ultra violet harus
dimatikan terlebih dahulu kemudian menyalakan lampu neon biasa dan
calon penabur diperbolehkan memasuki ruangan tersebut. Sebaiknya,
pada saat akan keluar lampu neon dimatikan dan setelah keluar menutup
daun pintu kembali lampu ultra violet dinyalakan. Dengan demikian steril
ruangan dapat dijamin.
Metode Kultur Jaringan bisa dilihat dari sisi jenis media dan juga
asal atau sumber eksplan. Dari sisi jenis media, kultur jaringan dibedakan
kedalam 2 metode:
a. Metode Padat (Solid Method)
Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian
dengan medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan
tunas sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah
media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh
tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat.
Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk,
atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan
untuk media padat untuk kultur jaringan. Media yang terlalu padat akan
mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke
dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
15

kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya


eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh
menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang
luka) tertutup oleh medium. Metode padat dapat digunakan untuk metode
kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah diisolasikan, untuk
menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari suspensi
sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan
(digabungkan).
b. Metode Cair (Liquid Method)
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode
padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat
sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman
tertentu yang dapat berhasil. Oleh karena itu, penggunaan media cair
lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan PLB
(Protocorm Like Bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh
menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita
tidak p erlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga
tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan
nutrein.
Sedangkan metode kultur jaringan bila dilihat dari macam bahan yang
digunakan, maka metode kultur jaringan yang telah dikenal sekarang
antara lain adalah:
1) Kultur meristem.
2) Kultur antera
3) Kultur endosperm
4) Kultur suspensi sel
5) Kultur protoplas
6) Kultur embrio
7) Kultur spora
8) Dan lain-lain

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
16

BAB VI
TAHAPAN KULTUR JARINGAN

Pelaksanaan teknik Kultur Jaringan memerlukan berbagai prasyarat


pendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial
adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi
jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan
jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan
jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan
media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya
berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media
cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang
atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap
tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan
dasar pengetahuan tersendiri. Tahapan tersebut, yaitu:
a. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan
kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan
baru (Wetherell, 1976). Ini mengusahakan kultur yang aseptik atau
aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik
berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini
juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi
pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan
bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
17

Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini
disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang
timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman
induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
b. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pembebasan dari mikroorganisme. Tujuan
sterilisasi yaitu untuk menciptakan kondisi kultur yang steril. Tahapan
Sterilisasi:
1. Sterilisasi peralatan gelas dan stainless dalam suhu 121°C di dalam
autoklaf
2. Sterilisasi bahan tanaman (eksplan)
Sterilisasi merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui
sebelum eksplan ditanam dalam media tanam. Proses sterilisasi
menjadi prosedur wajib sebagai bentuk antisipasi terhadap
kontaminasi.
Dalam kultur jaringan, inisiasi kultur yang bebas dari kontaminan
merupakan langkah yang sangat penting, karena tanaman yang dari
lapang mengandung debu, kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan
hidup pada permukaannya. Kontaminan hidup dapat berupa cendawan,
bakteri, serangga dan telurnya, tungau serta spora-spora. Bila sumber
kontaminan ini tidak dihilangkan, maka pada media yang mengandung
gula, vitamin dan mineral akan ditumbuhi oleh jamur dan bakteri.
Apabila eksplan terkontaminasi, maka akan mati oleh persenyawaan
beracun yang diproduksi dan dikeluarkan oleh bakteri atau jamur.
Pada beberapa tanaman, ditemukan juga kontaminan yang
berasal dari dalam jaringan tanaman, terutama bakteri. Kontaminan
internal ini sangat sulit diatasi, karena sterilisasi permukaan tidak
menyelesaikan masalah. Pada bahan tanaman yang mengandung
kontaminan internal, harus diberi perlakuan antibiotik atau bakterisida
yang sistemik.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
18

Tiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi permukaan


yang berbeda-beda, tergantung dari:
a. Jenis tanaman
b. Bagian tanaman yang dipergunakan
c. Morfologi permukaan (misalnya, berbulu atau tidak)
d. Lingkungan tumbuhnya (green house atau lapangan)
e. Musim waktu mengambil (musim hujan atau kemarau)
f. Umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa)
g. Kondisi tanaman (sehat atau sakit)
Keadaan ini menyukarkan penentuan suatu prosedur sterilisasi
standar yang berlaku untuk semua tanaman. Juga sukar untuk
menentukan prosedur standar yang dapat digunakan untuk suatu jenis
tanaman yang berasal dari tempat yang berbeda. Prosedur sterilisasi
setiap tanaman harus ditentukan melalui percobaan pendahuluan.
Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang harus
mendapat perhatian adalah; bahwa sel tanaman dan kontaminan
adalah sama-sama benda hidup. Kontaminan harus dihilangkan tanpa
mematikan sel tanaman.
Beberapa jenis bahan disenfektan yang dapat digunakan untuk
sterilisasi bahan tanaman:

Bahan Konsentrasi Lama Perendaman

Kalsium hipoklorit 1 – 10 % 5 – 30 menit

Natrium hipoklorit 1–2% 7 – 15 menit

Hidrogen peroksida 3 – 10 % 5 – 15 menit

Perak nitrat 1% 5 – 30 menit

Merkuri klorit (HgCl2) 0.1 – 0.2 % 10 – 20 menit

Bethadine 2.5 – 10 % 5 – 10 menit

Fungisida 2 g/l 20 – 30 menit

Antibiotik 50 – 100 mg/l ½ - 1 jam

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
19

Alkohol 70 % 1 – 10 menit

Bayclin/sunclin 5 – 30 % 5 – 25 menit

Bahan-bahan sterilisasi ini pada umumnya bersifat toxic/racun


terhadap jaringan tanaman. Pembilasan yang berkali-kali sesudah
perendaman eksplan didalam larutan bahan streilisasi, sangat
diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa bahan aktif yang masih
menempel di permukaan bahan tanaman.
Dalam sterilisasi, kadang-kadang digunakan dua atau lebih bahan
sterilisasi. Misalnya; perendaman dalam alkohol dulu, kemudian dalam
bayclin, setelah itu bilas dengan air steril. Dapat juga perendaman
dimulai dengan larutan fungisida atau antibiotik, kemudian baru HgCl 2
dan dibilas dengan air steril. Prosedur mana yang efektif, harus
ditentukan melalui percobaan pendahuluan.

c. Pembuatan media kultur


Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis
tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri
dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan
tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon)
yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya,
tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoclave.
Tahapan pembuatan media kultur:
- Persiapan bahan
- Formulasi
- Pengukuran pH (5,7-5,8)
- Pemberian agar-agar dan pemanasan media
- Penuangan dan penutupan media -> sterilisasi

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
20

d. Penanaman eksplan
Melalui sub kultur atau transfer, tanaman ditanam pada media tanam di
laminar air flow menggunakan alat-alat yang steril.
Syarat eksplan yang baik:
- Berasal dari induk yang sehat dan subur
- Berasal dari induk yang diketahui jenisnya
- Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik
- Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya
- Tunas langsung diproses sesegera mungkin
Tahapan sub kultur:
- Induksi tunas
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta
harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan
sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara
khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan
dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber
kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
- Multiplikasi tunas
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Ini dilakukan untuk menghindari adanya
kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.
Tabung yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan
ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
- Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya
pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan dengan baik. Untuk pengakaran digunakan
media MS + NAA. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya
kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Proses perakaran pada
umumnya berlangsung selama 1 bulan. Eksplan yang terkontaminasi

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
21

akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan


jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
- Inkubasi
Pada tahap inkubasi, eksplan ditempatkan di ruang/lingkungan yang
terkendali (untuk duji keberhasilannya). Suhu yang sesuai untuk
pertumbuhan kultur adalah antara 24–28°C. Untuk mengkondisikan
ruang inkubasi pada suhu yang diinginkan, maka di dalam ruangan
tersebut dipasang Air Conditioner (AC).
- Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan proses adaptasi/pemindahan tanaman dari
lingkungan dalam ke lingkungan luar (dari lingkungan yang terkendali
ke lingkungan yang tidak terkendali). Pemindahan dilakukan secara
hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap
serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu
beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap
sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Pada saat aklimatisasi
ini umumnya 2 minggu dengan sungkup dan 4 minggu tanpa sungkup.
Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20 – 25 cm.
Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag. Setelah itu tanaman
perlu ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50 – 60 cm
kemudian dipindahkan ke lapangan
Faktor yang Mempengaruhi Proses Regenerasi
1) Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro: pucuk aksilar, pucuk
adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2) Eksplan
Merupakan bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal
untuk perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah
genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang, dan seks
(jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
22

eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon,


hipokotil, endosperm, ovari muda, anther, embrio, dll.
3) Media Tumbuh.
Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat
pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi
media dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS),
Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dll. Media
yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4) Zat Pengatur Tumbuh Tanaman
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah
konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam
kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin
seperti Indole Aceti Acid(IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D,
CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan Sitokinin seperti Kinetin,
Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan
Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti
Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5) Lingkungan Tumbuh
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengaruhi regenerasi tanaman
meliputi temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran,
kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
23

BAB VII
KENDALA DAN MASALAH DALAM KULTUR JARINGAN

Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa


dilaksanakan oleh para petani, baru beberapa kalangan pengusaha
swasta dan lembaga pemerintahan yang memang konsen di bidang
penelitian dan pengembangan teknologi pertanian serta beberapa
perguruan tinggi saja yang sudah mencoba melaksanakannya, karena
pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan keterampilan
khusus dan harus dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar
tentang fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan
pertanian. Dengan demikian jelas akan amat sulit untuk diterima oleh
kalangan petani biasa. Di samping itu, pelaksanaan teknik kultur jaringan
mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun dapat di usahakan
secara sederhana (dalam ruang yang terbatas), namun tetap memerlukan
peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan
bekerja secara aseptik.
Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan
tanam (eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan
usaha pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana
harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap tahapan pekerjaan
tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hati-hati
dan cermat serta memerlukan kesabaran yang tinggi. Biaya untuk

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
24

mewujudkan perbanyakan tanaman secara in vitro ini juga sangat mahal,


kecuali kita meramu medium sendiri. Bila kita terpaksa harus membeli
medium yang sudah jadi (dalam kemasan) jelas akan sangat mahal,
sebab medium yang sudah jadi masih harus di impor dari luar negeri.
Apalagi kita harus membeli saran untuk perlakuan isolasi dan fusi
protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar. Enzim-enzim yang
digunakan dalam kultur jaringan juga masih dibeli dari luar negeri seperti
Jepang.
Lepas semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus mengakui
bahwa teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu
pengetahuan, terutama untuk pengembangan bioteknologi.
Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang
muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Gangguan kultur
secara umum dapat muncul dari bahan yang ditanam, dari lingkungan
kultur, maupun dari manusianya. Permasalahan dalam kultur ada yang
dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula yang sulit diprediksi
kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara mengatasinya tidak
dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu muncul.
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
1) Kontaminasi
Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam
kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara
mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai
konsekuensi penggunaan yang diperkaya. Fenomena kontaminasi
sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).
Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:
 Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam
kultur jaringan.
 Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
25

 Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman


dan cari waktu yang longgar.
2) Pencoklatan/browning
Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam
yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
eksplan. Peristiwa pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa
alamiah yang biasa yang sering terjadi. Pencoklatan umumnya
merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan tidak
jarang berakhir pada kematian eksplan.

3) Vitrifikasi
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai
dengan:
Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal. Tanaman
yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil. Pertrumbuhan batang
cenderung ke arah penambahan diameter. Tanaman utuhnya menjadi
sangat turgescent. Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.
4) Variabilitas Genetik
Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang
seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya
pemuliaan tanaman maka variasi genetik adalah kendala. Variasi
genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena: Laju multiflikasi yang
tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang yang tidak
terkontrol dan penggunaan teknik yang tidak sesuai. Variasi genetik
yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel, hal
tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin
akibat teknis kultur, media atau hormon. Cara mengatasi masalah
variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan aspek
yang dikulturkan.
5) Pertumbuhan dan Perkembangan
Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila
eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
26

kurun waktu tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh. Untuk menghindari
hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam
yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan
eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau
dari sel-sel tua yang muda kembali. Media juag dapat menjadi sebab
terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu
sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan
pembesaran dirinya.
Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis,
tahapan pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong
induksi embriosomatik dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik
dapat secara endogen atau eksogen.
6) Praperlakuan
Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan
saja, pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga
sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada
kasus ini masalah akan muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak
dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan
tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan hambatan.
Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan
berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan
senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif
pengelolaannya.
7) Lingkungan Mikro
Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga
sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan
optimasi pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.
Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda,
namunddemikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya
ruangan inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa
dibuat variasi antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
27

lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama


antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.

BAB VIII
MEDIA KULTUR JARINGAN

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur


jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman
dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis
media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah
ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh
untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media
tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir
sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan
Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya ( Pierik et al.,1974;
Pierik dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et
al; Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch
dan modifikasinya (Geir, 1986, 1987, 1988).

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
28

Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri


dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya
terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro,
unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam
media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan
pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air
destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari
nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang,
menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh
(ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan
mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ.
Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap
pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam
kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan
giberelin.
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk
merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan,
1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat
(2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol
Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus
pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut
Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam pengaturan
pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam
kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan
giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama
pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan
GA1.
Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis
pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
29

yang diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif


terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu
media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-
vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang
ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di
lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media
kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral.
Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan
masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).
Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor
(P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe).
Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut
Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut:
1) Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4.
Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa
organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas),
pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik
dan pertumbuhan vegetatif.
2) Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4
Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel,
pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum,
pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi,
protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur
dan asam nukleat.
3) Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh
tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion
kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan
mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
30

4) Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O


Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau
perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan
membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen,
mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
5) Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa
jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga
berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar.
6) Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.
Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan
protein.
7) Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O
Berfungsi sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting
untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk
menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk
pernapasan dan pembentukan hijau daun.
Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang
penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Gunawan,
1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :
1. Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.
2. Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.
3. Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.
4. Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.
5. Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.
6. Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.
7. Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.

Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan


tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine
(vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
31

jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat,
kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau
mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu
komponen media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat
pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan
(Yusnita, 2004).
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber
nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam
media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah
tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah
glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan
konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan
organik (Yusnita, 2004).
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena
umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof
dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman
kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber
energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah
sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa,
maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat
tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi
syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena
dengan medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan
adalah agar-agar. Agar-agar adalah campuran polisakarida yang
diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh
data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na
(Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian
agar-agar adalah :

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
32

1. Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100°
sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam
keadaan beku yang stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun
media.

Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak


disukai adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum,
suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea,
terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa.
Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan sebagai berikut:
1) Gelnya lebih jernih.
2) Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar,
sekitar 1,5 -3 g/l.
3) Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.
4) Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah
dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari
gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl,
KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan
kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel
(Gunawan, 1992; 57 ).
Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan
kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan
terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk produksi planlet
secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal
(Yusnita, 2003).
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh
pemakaian air yang kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh
sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur.
Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
33

banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air


yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas
tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media.
Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat
disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk
menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah
dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air
destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah
laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air
(water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion
(deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata
adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian
mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang
tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau
kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan
dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif
sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH
dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran
sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain memperhatikan
kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan
faktor-faktor:
1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam
lain.
3) Efisiensi pembekuan agar-agar.
Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-
sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–
5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan
NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua
komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
34

MACAM-MACAM MEDIA KULTUR JARINGAN


           Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman
dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis
media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah
ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh
untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media
tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir
sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan.
Media yang digunakan biasanya berupa garam mineral, vitamin,
dan hormon. Selain itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar,
gula, arang aktif, bahan organik dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Medium yang
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Medium
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf agar tidak terjadi kontaminasi dari bakteri maupun
cendawan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat
berbeda jenis dan konsentrasinya. Perbedaan komposisi media dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan
yang ditumbuhkan secara invitro.
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan
komposisi larutan yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi
unsur-unsur makronya. Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-
garam anorganik. Koposisis media dan perkembangan formulasinya
didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta
pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap
konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur
tertentu untuk pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
35

media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan kambium.


Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White 1934,
pertama White menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast
ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan dengan 3
macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan nicotinic acid.
1. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur
kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-
garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan
suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA
(Dodds and Roberts
2.  Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan
tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan
kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur
tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga
matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang
dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan
Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari
pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.

3. Media Knudson dan media Vacin and Went


Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman
yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan
yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922,
menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat
baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan
untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch, menggunakan
NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
36

jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida


sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan
jaringan tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus),
menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam media White
yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik.
Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama
dengan yang dikembangkan oleh Miller.
4. Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan
garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur
jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3
dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi
dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media
tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium
juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro
lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro
dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS
ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media
MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-
tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-
media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :

a. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi


unsur makro MS, dan     memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang
seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5
Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba,
kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis
kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967
dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan
1988) dalam penelitian kultur anther.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
37

b. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam
Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara
mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi
Ca2+ nya.
c. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan
konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur
pucuk Bougainvillea glabra.
            Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan
persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari
persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian
dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa
paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si,
Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari
Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan
unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur
tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh
pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe,
Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi
sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.
5.    Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan
konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS.
Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan
suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi
seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk
kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini
menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang
lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang
diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara
0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).

6.      Media Schenk & Hildebrant (media SH)

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
38

 Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus


tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi
media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan
perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi.
Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis
tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies
yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang,
14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat
tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media
SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
7.  Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981,
merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media
MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan
oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada
media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan
tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
8.  Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻  yang jauh
perbandinganya. Amonium  yang diberikan dalam bentuk (NH₄)SO₄ hanya
sebanyak 363 mg/l, sedangkan KNO₃ 2830 mg/l.
 Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media
dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi
zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi
dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media
dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama
penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur
khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya.
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:
1.  Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk
hampir semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
2.  Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
39

3.  Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman
tomat.
4.  Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur
jaringan anggrek.
5.  Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur
tepung sari (pollen) dan kultur sel.
6. Media dasar schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok
untuk kultur jaringan tanaman-tanaman monokotil.
7.  Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
8.  Media N6 untuk serealia terutama padi.

BAB IX
LARUTAN STOK MEDIA DASAR KULTUR JARINGAN

A. Pengertian Larutan Stok


Larutan Stok adalah larutan yang konsentrasinya dipekatkan atau
ditinggikan dari konsentrasi media. Biasanya dinyatakan dalam kelipatan
konsentrasi media, misalnya 10x, 20x, 100x bahkan 1000x konsentrasi
media.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
40

Tujuan pembuatan larutan stok adalah untuk menghindari


penimbangan yang berulang-ulang setiap kali membuat media.
Disamping itu kadang-kadang timbangan untuk menimbang bahan-bahan
dalam jumlah yang sangat kecil tidak tersedia di laboratorium.
Larutan stok sebaiknya disimpan di tempat yang bersuhu rendah dan gela
Komponen larutan stok dapat dikelompokkan ke dalam :
1) Unsur makro, terdiri dari unsure-unsur nitrogen (N), fosfor (P), Kalium
(K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S)
2) Unsur mikro, terdiri dari boron (B), cobalt (Co), tembaga (Cu), Iodium
(I), besi (Fe), mangan (Mn), molybdenum (Mo) dan seng (Zn)
3) Vitamin (vitamin B1) dan myo-inositol, pada beberapa formula media
ditambahkan niasin dan piridoksin (B6).

Tabel 1. Konsentrasi Bahan-bahan Kimia pada Media MS (1962) dan


Unsur Nutrisi yang terkandung di dalamnya.
Konsentrasi Unsur yang
No Bahan Kimia
(mg/l) terkandung
Unsur Makro
1 KNO3 1900 K, N
2 NH4NO3 1650 N
3 CaCl2.2H2O 440 Ca
4 MgSO4.7H2O 370 Mg, S
5 KH2PO4 170 K, P
Unsur Mikro
6 MnSO4.4H2O 16,9 Mn, S
7 ZnSO4.7H2O 8,6 Zn, S
8 H3BO3 6,2 B
9 KI 0,83 K, I
10 Na2MoO4.7H2O 0,250 Mo
11 CoCl2.6H2O 0,025 Co
12 CuSO4.5H2O 0,025 Cu, S
Unsur Mikro Besi (Fe)
13 FeSO4.7H2O 27,8 Fe
14 Na2EDTA 37,3

Pembuatan larutan stok didasarkan pada pengelompokan-


pengelompokan yaitu : stok makro, stok mikro, stok Fe (besi), stok
vitamin, stok hormone terutama bila larutan stok tidak disimpan terlalu

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
41

lama (segera habis digunakan). Stok hormone dapat disimpan 2 – 4


minggu, sedangkan hara dapat disimpan 4 – 8 minggu. Dengan adanya
larutan stok pembuatan media selanjutnya tinggal mengencerkan larutan
stok saja.

Tabel 2. Kebutuhan bahan larutan stok media MS


Kode Nama Stok Bahan yang Volume Stok yang
stok ditimbang wadah stok diambil
(mg) (ml) untuk 1
liter media
(ml)
Stok Makro 10 x
A KNO3 19000 100 10
B NH4NO3 16500 100 10
C CaCl2.2H2O 4400 100 10
D MgSO4.7H2O 3700 100 10
E KH2PO4 1700 100 10
Stok Mikro 1 100 x
F H3BO3 62 100 1
Na2MoO4.7H2O 2,5
CoCl2.6H2O 0,25
KI 8,3
MnSO4 169
ZnSO4.7H2O 86
CuSO4.5H2O 0,25
Stok Mikro 2 10 x
G FeSO4.7H2O 278 100 10
Na2EDTA 373
Stok Vitamin 10 x
H Glisin 20 100 10
Asam nikotin 5
Piridoksin HCl 5
Thiamin HCl 1
Stok Hormon (sesuai Kebutuhan)
I BAP 100 100 1
NAA 100 100 1

B. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembuatan dan


Penyimpanan Larutan Stok
Pada pembuatan larutan stok harus memperhatikan daya simpan
larutan. Larutan yang sudah mengalami pengendapan tidak dapat
digunakan lagi. Pengendapan larutan stok umumnya terjadi bila

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
42

kepekatan larutan terlalu tinggi. Oleh karena itu pengendapan larutan


dapat dihindari dengan membuat larutan yang tidak terlalu pekat atau
tidak menggunakan larutan campuran yaitu dengan membuat satu larutan
stok hanya untuk satu jenis bahan (terutama untuk unsure hara makro).
Kondisi simpan juga perlu diperhatikan, karena ada beberapa bahan yang
tidak tahan dalam suhu tinggi atau cahaya. Larutan stok kadang-kadang
juga ditumbuhi oleh mikroorganisme, larutan stok yang terkontaminasi ini
tidak dapat digunakan lagi.

C. Perhitungan Kebutuhan Bahan


1) Menyatakan Konsentrasi
Konsentrasi bahan dalam media atau larutan stok dapat dinyatakan
dalam
1. ppm (part per million) atau seperjuta
2. mg/l
3. M (molaritas) = mol/l = bobot molekul (g/l)
Dimana : 1 ppm = 1 mg/l
1 M = 103 mM = 106 µM
1 M = bobot molekul x 1000 mg/l
Konsentrasi suatu larutan dapat diperbesar atau disebut juga
dipekatkan dan diperkecil atau disebut diencerkan. Pemekatan larutan
dapat dilakukan dengan cara memperbesar zat terlarut per satuan volume
yang sama atau melarutkan zat yang sama pada volume larutan yang
lebih kecil. Pada kasus pemekatan konsentrasi media untuk larutan stok
dan pengenceran untuk media dari bahan stok dapat menggunakan
persamaan:

Vstok x Cstok = Vmedia x Cmedia

Dimana : Vstok = Volume larutan stok (ml


Cstok = Konsentrasi larutan stok (… x Cm)
Vmedia = Volume larutan media (ml, liter)

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
43

Cmedia = Konsentrasi media (mg/l, ppm, M)

2) Contoh Perhitungan

Soal 1
Terdapat larutan stok NH4NO3 dengan konsentrasi 10 x konsentrasi
media. Jika kita membuat 2 liter media, berapa volume larutan stok
NH4NO3 yang diambil?
Jawaban
Vs x Cs = Vm x Cm
Vs x 10 Cm = 2000 ml x 1 Cm
Vs = 2000ml x 1 Cm / 10 Cm = 200 ml

Soal 2
Berapakah banyaknya bahan kimia ZPT Benzil Adenin (BA) yang harus
ditimbang untuk membuat 200 ml larutan stok BA yang berkonsentrasi 1
mM (BM BA = 225)
Jawaban
1 M BA = BM BA g/l = 225 g/l
1 mM BA = 225 mg/l = 225 mg/1000 ml
BA = 200 ml x 225 mg/1000 ml = 45 mg

Soal 3
Jika kita akan membuat 2 liter media MS dengan konsentrasi BA 5 µM,
berapa ml larutan stok BA di atas yang harus ditambahkan ke dalam
media?
Jawaban

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
44

Larutan stok BA yang harus ditambahkan ke dalam media adalah


Vs x Cs = Vm x Cm
Vs x 1000µM = 2000 ml x 5 µM
Vs = 2000 ml x 5 µM / 1000µM = 10 ml

BAB X
ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT)

Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis


dalam satu bagian tumbuhan dan diangkut ke bagian lain, yang dalam
konsentrasi yang sangat rendah dapat mengakibatkan respon fisiologi.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
45

Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah


penyampai pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh
daur hidup tumbuhan, diantaranya perkecambahan, perakaran,
pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan. Sebagai tambahan, hormon
tumbuhan dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai faktor lingkungan
kelebihan nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya, suhu dan stress baik secara
kimia maupun fisik. Oleh karena itu ketersediaan hormon sangat
dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang
disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, ada
dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin
dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan
perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media
dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah
perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen,
mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Level zat pengatur
tumbuh endogen ini kemudian merupakan trigerring factor untuk proses-
proses yang tumbuh dan morfogenesis. Selain auksin dan sitokinin,
gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam
kasus-kasus tertentu.
Pada umumnya dikenal lima kelompok hormon tumbuhan: auxins,
cytokinins, gibberellins, abscisic acid and ethylene. Namun demikian
menurut perkembangan riset terbaru ditemukan molekul aktif yang
termasuk zat pengatur tumbuh dari golongan polyamines seperti
putrescine or spermidine.
1) Auksin
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk
merangsang kalus, suspensi sel dan organ.
Pemilihan jenis auksin dan konsentrasi, tergantung dari:
1. Tipe pertumbuhan yang dikehendaki.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
46

2. Level auksin endogen.


3. Kemampuan jaringan mensintesa auksin.
4. Golongan zat tumbuh lain yang ditambahkan.
Auksin alamiah adalah Indola Acetic Acid (IAA), Level auksin dalam
eksplan, tergantung dari bagian tanaman yang diambil dan jenis
tanamannya. Selain itu juga dipengaruhi oleh musim dan umur
tanamannya. Dalam kultur in vitro ada sel-sel yang dapat tumbuh dan
berkembang tanpa auksin seperti sel-sel tumor. Sel-Sel ini disebut sel-sel
yang habituated.
Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui
dua cara:
1. Menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel.
Pengasaman dinding sel menyebabkan K + diambil dan pengambilan ini
mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel
dan sel membesar.
2. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme
protein, mungkin melalui transkripsi molekul RNA. Auksin sintetik yang
sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman tercantum di dalam
tabel di bawah.
3. Memacu terjadinya dominansi apikal.
4. Dalam jumlah sedikit memacu pertumbuhan akar.

2) Sitokinin
Golongan sitokinin adalah turunan dari adenine. Golongan ini sangat
penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Seperti
juga auksin, sitokinin ada yang alamiah dan sintetis. Sitokinin yang
pertama ditemukan, adalah kinetin yang diisolasi oleh. Skoog dalam
laboratorium Botany di University of Wisconsin. Kinetin diperoleh dari DNA
ikan Herring yang diautoklaf dalam larutan yang asam. Persenyawaan dari
DNA tersebut sewaktu ditambahkan ke dalam media untuk tembakau,
ternyata merangsang pembelahan sel dan differensiasi sel.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
47

Persenyawaan tersebut kemudian dinamakan kinetin. Fungsi sitokinin


terhadap tanaman antara lain adalah:
1. Memacu terbentuknya organogenesis dan morfogenesis.
2. Memacu terjadinya pembelahan sel.
3. Kombinasi antara auxin dan sitokinin akan memacu pertumbuhan
kalus.

3) Giberelin
Penggunaan giberilin dalam kultur jaringan tanaman, kadang-kadang
membantu morfogenesis. Tetapi dalam kultur kalus dimana pertumbuhan
sudah cepat hanya dengan auksin dan sitokinin, maka penambahan
giberelin sering menghambat. Pada umumnya giberelin terutama GA 3
menghambat perakaran.
Pengaruh positif giberelin ditemukan dalam kultur bit gula, dimana
GA3 merangsang pembentukan pucuk dari potongan inflorescence
(Coumans et al., (1982 dalam Gunawan 1988). Pertumbuhan kultur pucuk
kentang juga baik bila 0.10-0.10 mg/l GA 3 dikombinasikan dengan 0.5-5.0
mg/l kinetin (Goodwin et al., (1980 dalam Gunawan 1988). Berat molekul
GA3 346.38.
Secara umum fungsi geberelin antara lain adalah:
a. Mematahkan dormansi
b. Memacu perkecambahan.
c. Memacu terjadinya proses imbibisi.

4) Abscisic acid
Asam Abscisat (ABA) adalah penghambat pertumbuhan merupakan
lawan dari gibberellins: hormon ini memaksa dormansi, mencegah biji dari
perkecambahan dan menyebabkan rontoknya daun, bunga dan buah.
Secara alami tingginya konsentrasi asam abscisat ini dipicu oleh adanya
stress oleh lingkungan misalnya kekeringan.

5) Ethylene

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
48

Ethylene adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan


dengan Auxin, Gibberellin, dan Cytokinin. Dalam keadaan normal ethylene
akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di
alam ethilene akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis
pada suatu tanaman. hormon ini akan berperan pada proses pematangan
buah dalam fase climacteric.
Penelitian terhadap ethylene, pertama kali dilakukan oleh Neljubow
(1901) dan Kriedermann (1975), hasilnya menunjukan gas ethylene dapat
membuat perubahan pada akar tanaman. Hasil penelitian Zimmerman et
al (1931) menunjukan bahwa ethylene dapat mendukung terjadinya
abscission pada daun, namun menurut Rodriquez (1932), zat tersebut
dapat mendukung proses pembungaan pada tanaman nanas.
Penelitian lain telah membuktikan tentang adanya kerja sama antara auxin
dan ethylene dalam pembengkakan (swelling) dan perakaran dengan cara
mengaplikasikan auxin pada jaringan setelah ethylene berperan. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kehadiran auxin dapat menstimulasi
produksi ethylene.

6) Polyamines
Polyamines mempunyai peranan besar dalam proses genetis yang
paling mendasar seperti sintesis DNA dan ekspresi genetika.
Spermine dan spermidine berikatan dengan rantai phosphate dari asam
nukleat. Interaksi ini kebanyakkan didasarkan pada interaksi ion
elektrostatik antara muatan positif kelompok ammonium dari polyamine
dan muatan negatif dari phosphat.
Polyamine adalah kunci dari migrasi sel, perkembangbiakan dan
diferensiasi pada tanaman dan hewan. Level metabolis dari polyamine
dan prekursor asam amino adalah sangat penting untuk dijaga, oleh
karena itu biosynthesis dan degradasinya harus diatur secara ketat.
Polyamine mewakili kelompok hormon pertumbuhan tanaman, namun
merekan juga memberikan efek pada kulit, pertumbuhan rambut,
kesuburan, depot lemak, integritas pankreatis dan pertumbuhan

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
49

regenerasi dalam mamalia. Sebagai tambahan, spermine merupakan


senyawa penting yang banyak digunakan untuk mengendapkan DNA
dalam biologi molekuler. Spermidine menstimulasi aktivitas dari T4
polynucleotida kinase and T7 RNA polymerase dan ini kemudian
digunakan sebagai protokol dalam pemanfaatan enzim.
Secara ringkas jenis dan peranan ZPT pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

ZPT Fungsi Tempat

Mempengaruhi pertambahan panjang batang, Meristem apikal tu-


pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan nas ujung, daun
Auksin
akar; perkembangan buah; dominansi apikal; muda, embrio
fototropisme dan geotropisme. dalam biji.

Mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi Pada akar, embrio


akar; mendorong pembelahan sel dan dan buah,
Sitokinin
pertumbuhan secara umum, mendorong berpindah dari
perkecambahan; dan menunda penuaan. akar ke organ lain.

Mendorong perkembangan biji, perkembangan


Meristem apikal tu-
kuncup, pemanjangan batang dan
nas ujung dan
Giberilin pertumbuhan daun; mendorong pembungaan
akar; daun muda;
dan perkembangan buah; mempengaruhi
embrio.
pertumbuhan dan diferensiasi akar.

Menghambat pertumbuhan; merangsang Daun; batang,


Inhibitor penutupan stomata pada waktu kekurangan akar, buah
air, memper-tahankan dormansi. berwarna hijau

Mendorong pematangan; memberikan


Buah yang
pengaruh yang berlawanan dengan beberapa
matang, buku pada
Etilen pengaruh auksin; mendorong atau
batang, daun yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan
sudah menua.
akar, daun, batang dan bunga.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur


Tumbuh. Angkasa. Bandung.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020
50

Gunawan, I.W. 1995. Teknik In vitro Dalam Hortikultura. Penerbit


Swadaya. Jakarta.

Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan :


Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara
Vegetatif-Modern. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Indrianto,A.2003.KulturJaringanTumbuhan.FakultasBiologiUniversitasGadj
ahmada,Yogyakarta.

Rahardja, PE. 1988. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman


Secara Modern. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sandra, Edhi. 2004. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga.


Jakarta: Agromedia Pustaka.

Santoso U, Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang :


Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius.


Yogyakarta.

Wardiyati, T. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Fakultas


Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh pada Tanaman.


Laboratorium Kultur Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.

Yuliarti, Nurheti. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah


Tangga. Yogyakarta: Lily Publisher.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman : Solusi Perbanyakan


Tanaman Budi Daya. Jakarta : Bumi Aksara.

Bahan Ajar “Kultur Jaringan”, Pelatihan Kultur Jaringan Model E-Learning BBPP Lembang 2020

Anda mungkin juga menyukai