Laporan Praktikum Tetes Telinga Kel 7
Laporan Praktikum Tetes Telinga Kel 7
Disusun oleh:
Farmasi 3B
Kelompok 7
Ana Miryanti
Fitri Nurafia
Ihsan Nurihsan
Rian Adrianto
Tasikmalaya
2014
I. DASAR TEORI
Kemajuan ilmu pengaetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan yang
semakin pesat, menuntut farmasis untuk selalu mengembangkan pembuatan obat dan
formulasi sediaan obat. Peningkatan kualitas obat dan efisiensi dalam pembuatan
merupakan hasil yang ingin dicapai dari pengembangan cara pembuatan dan cara
formulasi suatu sediaan obat sehingga dapat lebih diterima dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Dalam pengembangan obat tersebut dibuatlah sediaan yang ditunjukkan untuk
telinga berdasarkan adanya gangguan pada telinga yakni berupa penyumbatan akibat
kotoran telinga, infeksi dan lain-lain. Sediaan telinga kadang-kadang dikenal sebagai
sediaan otic atau aural. Sediaan-sediaan yang digunakan pada permukaan luar telinga,
hidung, rongga mulut termasuk macam-macam dari sediaan farmasi dalam bentuk
larutan, suspensi dan salep yang semuanya dibuat dalam keadaan steril sehingga
disebut dengan sediaan steril. Tujuannya untuk memperlihatkan lebih dekat tipe-tipe
bentuk sediaan yang digunakan dengan tempat pemakaiannya dan untuk menentukan
dari komponen dalam formulasi (Ansel, 2005).
Guttae atau obat tetes merupakan salah satu dari bagian sediaan farmasi yang
termasuk ke dalam sediaan steril. Guttae adalah sediaan cair berupa larutan emulsi
atau suspensi yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar digunakan dengan
cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan
tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia.
Definisi tetes telinga menurut berbagai sumber yaitu:
1. FI III : 10
Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk
telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes
telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan pembawa yang
digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada
dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol. Dapat juga
digunakan etanol 90%, heksilenglikol dan minyak nabati. Zat pensuspensi dapat
digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan
kecuali dinyatakan lain pH 5,0–6,0 penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam
wadah tertutup rapat.
2. Ansel : 567
Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada
telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran
telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi,
peradangan atau rasa sakit.
3. DOM King : 153
Tetes telinga adalah bahan obat yang dimasukkan ke dalam saluran telinga,
yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan-bahan obat tersebut dapat berupa
anestetik lokal, peroksida, bahan-bahan antibakteri dan fungisida, yang berbentuk
larutan, digunakan untuk membersihkan, menghangatkan, atau mengeringkan telinga
bagian luar.
4. Farmakope Indonesia Edisi IV
Larutan tetes telinga atau larutan otic adalah larutan yang mengandung air atau
gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan pada telinga luar
misalnya larutan otic benzokain dan antipirin, larutan otic neomisin dan polimiskin
sulfat dan larutan otic hidrokortison.
Guttae atau obat tetes terdiri dari guttae atau obat tetes yang digunakan untuk
obat luar dilakukan dengan cara meneteskan obat ke dalam makanan atau minuman.
Kemudian guttae oris atau tetes mulut, guttae auriculars atau tetes telinga, guttae
opthalmicae atau tetes mata dan guttae nasals yaitu tetes hidung.
Dari semua obat tetes hanyalah obat tetes telinga yang tidak menggunakan air
sebagai zat pembawanya. Karena obat tetes telinga harus memperhatikan kekentalan.
Agar dapat menempel dengan baik kepada dinding telinga. Guttae auriculars ini
sendiri merupakan obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan
obat ke dalam telinga. Zat pembawanya biasanya menggunakan gliserol dan
propilenglikol. Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai
untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak
sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan dikatakan bersifat bakteriostatik.
Jika terkena cahaya matahari atau cahaya yang lainnya akan merusak sediaan
tetes telinga tersebut. Karena guttae auriculars ini merupakan salah satu sediaan obat
dalam bidang farmasi, maka seorang farmasis wajib mengetahui bagaimana cara
pembuatannya dan bagaimana pula cara pemakaiannya.
Cara penggunaan dari tetes telinga, yaitu :
1. Cuci tangan
2. Berdiri atau duduk depan cermin
3. Buka tutup botol
4. Periksa ujung penetes dan pastikan tidak pecah atau patah
5. Jangan menyentuh ujung penetes dengan apapun usahakan tetap bersih
6. Posisikan kepala miring dan pegang daun telinga agar memudahkan memasukkan
sediaan tetes telinga
7. Pegang obat tetes telinga dengan ujung penetes di bawah sedekat mungkin dengan
lubang telinga tetapi tidak menyentuhnya
8. Perlahan-lahan tekan botol tetes telinga sehingga jumlah tetesan yang diinginkan
dapat menetes dengan benar pada lubang telinga
9. Diamkan selama 2-3 menit
10. Bersihkan kelebihan cairan dengan tisu
11. Tutup kembali obat tetes telinga, jangan mengusap atau mencuci ujung penutupnya.
Komposisi pada sediaan steril tetes telinga yakni sebagai berikut (Syamsuni,
2006):
1. Zat aktif, misalnya neomisin, klorampenikol, gentamycin sulfat dan lain-lain.
2. Zat tambahn bukan air
3. Pelarut : gliserin, propileglikol, etanol, minyak nabati, dan heksilenglikol
4. Antioksidan : alfa tokoferol, asam ascorbat, Na-Disulfida, Na-Bisulfit
5. Pengawet : Klorbutanol (10,5 %) dan kombinasi paraben
6. Pensuspensi : Span dan Tween
Zat aktif yang digunakan untuk sediaan tetes telinga biasanya adalah sebagai
berikut (Ansel, 1989):
1. Untuk melunakkan kotoran telinga, misalnya : minyak mineral encer, minyak nabati,
asam peroksida
2. Sebagai antiinfeksi, misalnya : kloramfenikol, neomisin, kolistin fosfat, polimiksin B
sulfat, gentamicyn
3. Sebagai aniseptik dan anestesi, misalnya : fenol, AgNO3, lidokain HCl, dan
benzokain
4. Sebagai antiradang, misalnya : hidrokortison dan deksametazone, natrium fosfat
5. Untuk membersihkan telinga, misalnya : spiritus
Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan steril tetes telinga adalah :
1. Uji organoleptis : bau, warna dan rasa
2. Uji kejernihan
3. Uji pH : pH standar untuk tetes telinga adalah 5,5-6,5
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat
maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950
diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400) dan rasanya
sangat pahit. Rumus molekul kloramfenikol ialah kloramfenikol R= -NO2.
a. Farmakodinamik
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini
terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase
sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol
kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti
bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes, S.viridans, Neisseria, Haemophillus,
Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida, C.diphteria, Chlamidya,
Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.
b. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak
dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam
bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester
ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Untuk
pemberian secara parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis
dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.
Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi
berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam
darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai
jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh
memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian di reduksi
menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-90%
kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh
kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif. Sisanya terdapat
dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif
kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya
dengan sekresi tubulus.
Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak
berubah sehingga tidak perlu pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi bila terdapat
gangguan fungsi hepar.
c. Penggunaan klinik
Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol,
tetapi sebaiknya obat ini digunakan untuk mengobati demam tifoid dan meningitis
oleh H.Infuenzae juga pada pneumonia; abses otak; mastoiditis; riketsia; relapsing
fever; gangrene; granuloma inguinale; listeriosis; plak (plague); psitikosis; tularemia;
whipple disease; septicemia; meningitis.
Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada
antimikroba lain yang masih aman dan efektif. Kloramfenikol dikontraindikasikan
pada pasien neonatus, pasien dengan gangguan faal hati, dan pasien yang hipersensitif
terhadapnya. Bila terpaksa diberikan pada neonatus, dosis jangan melebihi 25
mg/kgBB sehari.
d. Efek samping
1) REAKSI SALURAN CERNA
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan enterokolitis.
2) REAKSI ALERGI
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan
anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada
pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.
3) REAKSI NEUROLOGIK
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.
Sediaan.
Kloramfenikol terbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai
untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.Untuk infeksi berat dosis
dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis, salep
mata 1 %, obat tetes mata 0,5 %, salep kulit 2 % dan obat tetes telinga 1-5 %.
Keempat sediaan tersebut dipakai beberapa kali sehari.
II. Formulasi
1. Preformulasi Zat Aktif
Kloramfenikol
Stabilitas
Panas Tidak tahan terhadap panas dan mudah
terdekomposisi.
Hidrolisis/oksidasi Terdegradasi melalui hidrolisis amida pada pH di
bawah 7.
Hidrolisis amida tidak bergantung pada pH pada
daerah pH 2-6.
4,5-7,5
Kesimpulan:
2 Propilenglikol Ad 15 mL Pelarut
4. Preformulasi Eksipient
Propilenglikol (Hand Book of Pharmaceutical Exipients 5 th ed., 2006,hal 592-593).
CH3CH(OH0CH2OH); BM 76,09
b. Bahan
No Nama Bahan Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)
1 Kloramfenikol 5% -
2 Propilenglikol ad 15 mL -
c. Penimbangan Bahan
Jumlah sediaan yang dibuat: 70 mL
1 Kloramfenikol
2 Propilenglikol
d. Prosedur Pembuatan
V. Pembahasan
Pada praktikum ini, kami melakukan percobaan yaitu membuat guttae
auriculares atau obat tetes telinga. Sebagaimana telah diketahui definisi guttae
auriculares adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan
obat ke dalam telinga. Obat tetes telinga ini dibuat menggunakan cairan pembawa
bukan air tetapi menggunakan propilenglikol. Dalam praktikum ini pembawa yang
digunakan adalah propilenglikol, karena pemeriannya yang kental lebih
memungkinkan kontak yang lama antara obat dengan jaringan telinga. Dan juga
sebagai zat tambahan karena sifat higroskopiknya memungkinkan menarik
kelembaban dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan membuang
lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada. Bahan
pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja saat
wadah dibuka pada waktu penggunaan atau dikatakan bersifat bakteriostatik. Dalam
hal ini kloramfenikol yang menjadi zat aktif yang berfungsi sebagai antibiotik
spektrum luas.
Sebelum melakukan praktikum terlebih dahulu dilakukan sterilisasi pada
semua alat dan bahan yang akan digunakan, tujuannya agar alat dan bahan yang kita
gunakan dalam keadaan steril dan bebas dari mikroba yang bersifat patogen. Alat
yang digunakan adalah batang pengaduk, gelas kimia, dan botol (wadah) untuk
sediaan. Alat-alat tersebut disterilkan dengan cara sterilisasi A yakni dengan
menggunakan uap air bertekanan dengan suhu dan waktu yang telah ditentukan.
Sterilisasi cara A ini dilakukan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC
atau pada suhu 115oC selama 30 menit. Sedangkan bahan yang disterilkan adalah
kloramfenikol dengan teknik sterilisasi cara D yakni sterilisasi panas kering atau
menggunakan oven dan kloramfenikol ini disterilkan pada suhu 115 oC selama 1 jam.
Sebaiknya sebelum dilakukan sterilisasi kloramfenikol ini digerus lalu diayak agar
partikel-partikelnya menjadi lebih kecil dan pada saat dicampurkan dengan pembawa,
kloramfenikol ini bisa larut dengan sempurna sehingga bebas dari bahan yang tidak
larut serta bebas partikel kasar yang dapat menyebabkan infeksi pada telinga pada saat
pemakaian tetes telinga.
Kemudian ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu, barulah dilakukan
sterilisasi. Setelah dilakukan sterilisasi, bahan ditimbang sebanyak ....... gram lalu
dimasukkan ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkam dengan propilenglikol
sambil diaduk hingga klomfenikol larut. Setelah itu dimasukkan dalam wadah botol
yang berwarna gelap agar terlindung dari cahaya.
Sebelum wadah botol tetes telinga diberi etiket, brosur dan dikemas, terlebih
dahulu kita lakukan uji pemeriksaan hasil sediaan atau evaluasi. Pertama yang kita
lakukan yaitu uji pH, dimana pH tetes telinga harus sesuai dengan Farmakope Edisi
IV yaitu 4-8 dengan menggunakan pH meter. Kedua yaitu uji kejernihan, uji ini
bertujuan agar obat tetes telinga yang kita buat dapat jernih dan bebas dari bahan yang
tidak larut serta bebas partikel kasar yang dapat menyebabkan infeksi pada telinga
pada saat pemakaian tetes telinga. Ketiga yaitu uji partikulat, uji ini bertujuan untuk
mengetahui apakah sediaan tersebut mengandung partikel asing atau tidak. Evaluasi
yang terakhir yaitu uji volume terpindahkan, dimana uji ini bertujuan untuk
mengetahui apakah volume sediaan tersebut sama dengan volume waktu pertama
pembuatan atau tidak.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dan evaluasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa sediaan yang telah dibuat sebanyak 6 botol dengan volume @10,7 mL adalah
sesuai dengan syarat yang ditentukan atau sesuai dengan literatur yang seharusnya.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Martindale The Complete Drug Reference 35th edition 2.e-MIMS Australia, 2003
3.AHFS 2007, p.2680-82 4. BNF 54th ed (elect.version).