SKRIPSI
Disusun Oleh :
i
ii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Disusun Oleh :
Mengetahui
Penguji I
Penguji II
Penguji III
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Riwayat Organisasi
1. Koordinator Bidang IPS Kelompok Ilmiah Remaja Jakarta Pusat Tahun 2009
2. Wakil Ketua Kelompok Ilmiah Remaja Jakarta Pusat Tahun 2010
3. School Representatives Kegiatan Ekstrakurikuler Sekolah Menengah Atas
dan Kejuruan Tingkat Provinsi Tahun 2009
4. Sekretaris OSIS SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya Tahun 2010
5. Penasihat Kelompok Ilmiah Remaja SMK Perawat Kesehatan Kesdam Jaya,
Jakarta Pusat Tahun 2012
6. Relawan Rumah Zakat Cabang Jakarta Barat Tahun 2012-2014
7. Ketua Preventor Keluarga Kadarzitensi ICD Binaan Rumah Zakat Cabang
Jakarta Barat Tahun 2013
8. Staff Human Resources Department Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2014
9. General Manager Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3)
UIN Jakarta Tahun 2014-2015
10. Ketua Divisi Penelitian Panitia Seminar Pengembangan Profesi K3 UIN
Jakarta Tahun 2014
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan Inayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul ―Korelasi
Budaya Keselamatan Pasien dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis oleh
Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Tahun 2015‖ ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir mahasiswa semester 8 Prodi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Kedua orangtua penulis, La Hadimu dan Mulyani atas limpahan ilmu,
perhatian, cinta dan kasih sayang yang tidak akan pernah terbalas. I love you
mom, dad!
2. Dr. H. Arif Sumantri SKM., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fase Badriah dan Ibu Riastuti Kusumawardani selaku dosen pembimbing
atas ilmu dan pencerahannya setiap saat kepada penulis.
4. Ibu Catur Rosidati selaku dosen penasihat akademik atas perhatian dan
nasihatnya sejak penulis masuk di keluarga besar Kesmas UIN Jakarta.
5. Ibu Iting Shofwati, seluruh dosen peminatan K3 dan tak lupa seluruh dosen
Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih
banyak atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan.
6. Ms. Jenni Scolese selaku AHRQ Surveys on Patient Safety Culture Technical
Assistance, Ms. Limaya Atembina dan Ms. Randie Siegel selaku Patient
Safety Culture Surveys Support Group di Westat on behalf of AHRQ yang
telah memberikan arahan dalam menggunakan instrumen HSOPSC serta
memberikan instrumen analisis data oleh AHRQ.
7. Ibu Yuri selaku pembimbing lapangan di Rumah Sakit Y. Staf komite mutu
serta Bapak Budi, Mas Panji, Ka Dede, Ka Wiyar serta Bu Neti yang telah
membantu penulis selama penelitian di RS Y.
x
8. dr. Fitri, dr. Resnita, Ibu Nurhayana, Ibu Nina, Ka Shylvy dan Pak Timo di
Rumah Sakit X dan juga seluruh staf Rumah Sakit X yang telah membantu.
9. My beloved siblings both Syarfan Maulana Rahman and my youngest brother
Nasron Zubaidih. Terimakasih semangatnya dear. My big family especially
for Kakung, Nenek, Tete, om Mustar, om Nyong, om Mat, Papa-tua, mama-
tua, dan juga seluruh sepupu penulis (Ka Dian, Ka Wawan, Ka Sam, Ka
Akmal, Ka Ani, Ka Edi, Adi, Hafidz, Febri).
10. Temanku yang terkasih Annisa Septiani, Sri Wahyu Fitria, Yourike Alia
Stevani, Salsabila Triana Dwiputri, Betti Ronayan Adiwijayanti, Asril Yusuf
Putra Fau, Teman-teman Raklac UIN Jakarta 2011, K3 2011, Kesmas UIN
Jakarta 2011, FSK3 UIN Jakarta dan tak lupa IKAHIMA K3 Indonesia. Big
thanks for all of you!
11. Adik-adikku angkatan 30 SMK Kesdam Jaya Maya Febrihapsari, Dyah Ayu
Hapsari dan Fauziah Putridhini. Seacom my dearest Fitka Prili Miki, Rezky
Kira, Fransisca Christina, Dwi Nuraini dan Gita Mayang Asri. Anita Nuryani,
Isma Novianti dan staf SHE PT Krama Yudha Ratu Motor atas semangatnya
yang tidak putus. Dicky Saputra, Ittha ‗Jun‘, Dina ‗Min‘ serta teman-teman
dari seluruh forum dan institusi yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas
do‘a, motivasi dan semangatnya. Terutama untuk pertanyaan ‗kapan lulus?‘
atau ‗kapan sidang?‘ yang amat sangat memicu semangat penulis.
Harapan penulis agar tulisan yang penulis buat ini dapat memenuhi
tujuannya dan semoga tulisan ini dapat dicatat sebagai salah satu amal oleh Allah
SWT yang bermanfaat baik bagi Penulis maupun bagi pembaca. Tulisan ini
adalah karya manusia. Apa yang hari ini Penulis yakini benar dapat berubah suatu
saat nanti. Sesungguhnya kesempurnaan adalah milik Allah SWT sedangkan
kekurangan yang ada adalah bagian dari diri Penulis.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR BAGAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
Patient Safety
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
maupun sosial yang nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas
pelayanan kesehatan yang diberikan serta lingkungan rumah sakit yang kompleks
of Medicine pada tahun 1999 terkait kesalahan medis dan jumlah kasus kejadian
tidak diharapkan (Classen dkk., 2011; Hercules, 2010). Occupational Safey and
sistem seperti aspek keselamatan pada bidang industri lainnya seperti manufaktur
1
2
merupakan sebagian kecil dari jumlah sebenarnya (Suharjo dan Cahyono, 2008).
Hingga saat ini, tingkat pelaporan kesalahan medis oleh tenaga kesehatan masih
Rumah Sakit (2011) menyatakan bahwa sepanjang tahun 2010 telah didapatkan
103 laporan insiden keselamatan pasien dari rumah sakit di seluruh Indonesia.
bahwa pada tahun 2010 terdapat 1523 rumah sakit di Indonesia dengan 653
dibandingkan dengan jumlah rumah sakit yang telah terakreditasi pada saat itu
pelaporan kesalahan medis dibutuhkan sebagai salah satu upaya dalam proses
pembelajaran dan evaluasi berkelanjutan (Lamo, 2011). Reason dalam Wolf dan
Hughes pada tahun 2005 menyatakan bahwa terjadinya kesalahan medis maupun
2
3
dalam jumlah besar pada sistem keselamatan di rumah sakit tersebut. Namun
masalah yang terjadi dalam sistem keselamatan dapat diatasi dengan penerapan
budaya keselamatan pasien. Hal ini dapat terjadi karena budaya keselamatan
kepemimpinan tingkat atas dan berfokus pada sistem (AORN Journal, 2006).
Dengan adanya budaya keselamatan pasien akan tercipta sistem keselamatan yang
efektif baik untuk melindungi pasien maupun seluruh tenaga kesehatan yang
berada dalam ruang lingkup rumah sakit. Terutama untuk melindungi tenaga
kesehatan dari tuntutan pasien ketika terjadi kesalahan medis (Lamo, 2011).
kesalahan medis yang terjadi (El-Jardali dkk., 2011). Hal sama juga diungkapkan
Beginta (2012) bahwa persepsi pelaporan kesalahan medis dipengaruhi oleh gaya
Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y adalah rumah sakit dengan perbedaan
sakit umum kelas B dan Rumah Sakit Y merupakan rumah sakit khusus kelas A.
4
persepsi yang berbeda pada tenaga kesehatan. Pada penelitian ini akan dilihat
interview dengan informan pada 2 rumah sakit kelas A, 3 rumah sakit kelas B dan
kesalahan medis yang terjadi masih rendah. Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y
memberikan ijin untuk melakukan penelitian lebih lanjut sedangkan 5 rumah sakit
Indonesia juga masih sedikit. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan
B. Rumusan Masalah
Setiap rumah sakit memiliki sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang
berbeda sesuai dengan potensi bahaya dan karakteristik pelayanan di dalam rumah
sakit tersebut. Dengan berlakunya sistem keselamatan pasien yang berbeda maka
akan terbentuk budaya berbeda yang dibentuk oleh setiap orang yang berada
bagian dari budaya rumah sakit yang berperan penting untuk meningkatkan
5
kesalahan medis yang rendah di rumah sakit dipengaruhi oleh persepsi tenaga
kesehatan yang tidak tepat terhadap pelaporan kesalahan medis. Berdasarkan hal
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi budaya
tenaga kesehatan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y Jakarta pada tahun
2015.
2. Tujuan Khusus
E. Manfaat
1. Bagi Peneliti
pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y tahun 2015.
pasien dan persepsi pelaporan kesalahan medis di Rumah Sakit X dan Rumah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan objek penelitian adalah perawat, dokter dan
digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Romi Beginta pada tahun
8
2012. Analisis data yang akan digunakan hanya berupa analisis univariat dan
bivariat dengan uji korelasi. Uji korelasi merupakan uji hipotesis untuk variabel
independen dan dependen yang bersifat numerik dilakukan pada tiap dimensi
yang ada dalam budaya keselamatan dengan persepsi pelaporan kesalahan medis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Laporan adalah suatu pernyataan baik secara lisan atau tulisan yang
menjelaskan tentang suatu kejadian atau tindakan yang telah (Siswandi, 2011).
dalam memperbaiki sistem pelayanan dan pelaporan sebagai hal yang sangat
mencegah pengulangan kesalahan yang sama (Wolf dan Hughes, 2005; Gulley,
pelaporan kesalahan medis adalah strategi yang pertama ditekankan oleh IOM.
Indonesia.
atau penggunaan rencana yang tidak tepat untuk mencapai tujuan tertentu.
Kesalahan medis dapat berupa output dari tindakan yang dilakukan atau
tindakan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan (Agency for Healthcare
9
10
medis dapat berujung pada timbulnya kejadian tidak diharapkan atau jenis
medis adalah kegagalan tenaga kesehatan dalam suatu proses yang berpotensi
tepat (Wolf dan Hughes, 2005). Dan untuk mencapai pelaksanaan pelaporan
luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam
12
otak. Didalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam
2010)
tubuh individu yang diantaranya adalah panca indra. Selanjutnya sensasi dari
kepada stimulus yang diterima yang didapat sebagai interpretasi hingga kemudian
diantaranya wujud dan latar (figure and ground atau emergence), pola
Konsep keselamatan yang berlaku pada rumah sakit tidak berbeda dengan
yang berlaku pada dunia industri lainnya dimana keselamatan dipandang dengan
pola pendekatan sistem dan bukan individu. Karena pada dasarnya keselamatan
Lingkungan yang aman bagi pasien juga akan menjadi lingkungan yang lebih
aman bagi pekerja dan sebaliknya karena keduanya terikat dalam banyak aspek
kebudayaan yang sama serta isu sistemik yang terjadi didalam lingkungan rumah
sakit. Salah satu contohnya adalah bahaya yang ada dalam ruang lingkup rumah
ataupun kesalahan teknis dapat menimbulkan cidera atau penyakit bukan hanya
13
berbahaya terhadap pasien tetapi juga kepada pekerja di rumah sakit tersebut.
tidak akan bisa memberikan pelayanan kesehatan yang benar-benar bebas dari
diartikan sebagai reduksi dan mitigasi perilaku tidak aman didalam ruang
yang terbukti menghasilkan outcome pasien yang optimal (Davies dkk., 2003).
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
optimal.
pengukuran yang efektif terhadap cidera yang dialami pasien dan indikator
2003).
diantaranya adalah :
a. Hak pasien
pasien.
keselamatan pasien
masyarakat.
tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini (Suharjo dan Cahyono, 2008).
18
Berdasarkan bagan 2.1. dapat kita ketahui bahwa terdapat dua jenis
outcome dari asuhan medis yang diberikan yakni hasil positif dan hasil
dari kondisi sebelumnya sedangkan hasil negatif berarti pasien tidak sembuh
atau bahkan mengalami masalah kesehatan yang baru (Suharjo dan Cahyono,
2008). Hasil negatif yang diakibatkan kesalahan medis berupa cidera atau
manajemen medis yang diterima pasien dan bukan dari penyakit dasar
budaya yang dianut dalam organisasi. Budaya keselamatan adalah produk dari
nilai individu dan kelompok, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang
Installations, 1993).
20
tingkat atas dan berfokus pada sistem (AORN Journal, 2006). Konsep budaya
perilaku, yang dihubungkan dengan keselamatan pasien dan dianut bersama oleh
tenaga kesehatan yang berada didalam ruang lingkup rumah sakit (Beginta, 2012).
pasien dan dianut oleh seluruh anggota organisasi kesehatan yang membentuk
melibatkan kepemimpinan tingkat atas dan berfokus pada sistem. Budaya dalam
individu kemudian dijadikan agregat pada tingkat yang lebih tinggi. Derajat
budaya keselamatan pasien yang paling umum diukur di rumah sakit adalah
ini adalah karakteristik dari tiap-tiap alat ukur yang dapat digunakan untuk
mengukur budaya keselamatan pasien pada seluruh unit secara umum dan
tidak terfokus pada salah satu profesi tenaga kesehatan (Robb dan Seddon,
Dari matriks diatas dapat kita lihat masing-masing kelebihan dan kekurangan
dari seluruh alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur budaya keselamatan
pasien di rumah sakit secara umum. Instrumen pertama adalah SLOAPS yang
to Patient Safety dan merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh The Institute
budaya keselamatan pasien pada tiap bagian di rumah sakit namun kelemahan dari
alat ukur ini adalah alat ukur ini tidak dapat mengukur budaya keselamatan secara
individual pada tiap tenaga kesehatan melainkan harus diisi oleh manajer tenaga
kesehatan yang telah senior (World Health Organization, 2009). Selain itu nilai
23
merupakan instrumen yang dikembangkan oleh Singer dkk. pada tahun 2003.
Secara umum matriks ini dapat mengukur seluruh dimensi yang umum terdapat
instrumen ini memang tidak memiliki outcome spesifik sehingga hanya dapat
Questionnaire adalah instrumen yang dikembangkan oleh Burr dkk. pada tahun
2000 yang menjadi cikal bakal dari HSOPS. Jumlah pertanyaan instrumen ini
Cronbach’s Alpha yang masih lebih rendah bila dibandingkan dengan HSOPS.
dari VHA-PSCQ dan mencakup seluruh dimensi yang akan diukur dalam
penelitian ini. Nilai Cronbach’s Alpha dalam instrumen ini juga tergolong lebih
tinggi. HSOPS juga memiliki dimensi outcome berupa pelaporan dan didukung
oleh database AHRQ yang dapat diakses. Alat analisa data HSOPS juga mudah
didapatkan yakni berupa aplikasi Hospital Survey on Patient Safety Culture Data
Entry and Analysis Tools (Agency for Healthcare Research and Quality, 2014).
HSOPS juga memiliki kriteria psikometrik spesifik yang lebih baik dibandingkan
24
instrumen lain karena telah dilakukan pengujian yang lebih sistematik pada
oleh Weingart dkk. pada tahun 2004 untuk mengukur budaya keselamatan.
Instrumen ini cocok untuk digunakan di tiap unit di rumah sakit dan memiliki
jumlah item yang relatif lebih sedikit dibanding instrumen lain namun tidak
mencakup seluruh dimensi yang diinginkan dalam penelitian ini. Selain itu nilai
Cronbach’s Alpha dari instrumen ini tidak diketahui dan hanya diberikan
statement bahwa nilai Cronbach’s Alpha CSS berada pada kategori ‗buruk‘.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa HSOPS lebih adekuat untuk
(Stone dkk., 2006; Sorra dan Nieva, 2004) yakni dimensi budaya keselamatan
pasien pada tingkat unit, tingkat rumah sakit dan dimensi outcome keselamatan
Tingkat Unit
• Tindakan promotif keselamatan
oleh manajer/supervisor
• Perbaikan berkelanjutan
• Kerjasama dalam rumah sakit
• Keterbukaan komunikasi Outcome Keselamatan
• Umpan balik dan komunikasi • Persepsi keselamatan
terkait kesalahan yang terjadi secara keseluruhan
• Respon yang tidak menyalahkan • Frekuensi kejadian yang
• Penyusunan staf dilaporkan
• Tingkat Keselamatan
pasien pada unit
Tingkat Rumah Sakit • Jumlah kejadian yang
• Dukungan manajemen rumah sakit dilaporkan
terhadap budaya keselamatan
pasien
• Kerjasama antar unit di rumah
sakit
• Serah terima dan transisi pasien
dari unit ke unit lain
Pada tingkat unit terdapat 7 aspek budaya keselamatan pasien yang dapat
tersebut.
(WHO, 2009).
dalam tim.
d. Keterbukaan komunikasi
keselamatan pasien pada saat serah terima maupun pada saat briefing.
keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien
Irlandia, 2008).
g. Penyusunan staf
atau dengan kata lain pemilihan penempatan tenaga kerja sesuai dengan
sesuaai dengan kebutuhan dan beban kerja di tiap unit rumah sakit.
Pada tingkat rumah sakit terdapat 3 aspek budaya keselamatan pasien yang
dari berbagai unit yang ada dalam lingkup rumah sakit tersebut.
kerjasama tim lintas unit atau bagian dalam melayani pasien (Rosyada,
2014). Kerjasama antar unit yang positif dapat dilihat ketika suatu unit
lain. Dalam ruang lingkup keselamatan pasien rumah sakit, transisi dapat
berdasarkan AHRQ terdiri dari 4 aspek yang dapat dinilai diantaranya adalah :
berupa kesalahan medis baik yang sudah terjadi ataupun tidak terjadi
bulan terakhir.
33
E. Rumah Sakit
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
jenis pelayanan yang diberikan menjadi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang
dan jenis penyakit dan rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada
satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas
belas) subspesialis.
34
subspesialis dasar.
spesialis dasar.
Uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi. Uji
hipotesis jenis ini merupakan jenis uji hipotesis yang diperuntukkan untuk data
variabel dependen dan independen yang berjenis numerik. Seluruh data yang akan
dihasilkan dari penelitian ini bersifat numerik dan oleh karena itu peneliti
menggunakan uji korelasi untuk melihat ada atau tidaknya korelasi dan keeratan
G. Kerangka Teori
dkk. (2013); 7Waters dkk. (2012); Sinicki dkk. (2013); Williams dkk. (2013); El-
A. Kerangka Konsep
kerangka konsep yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
37
38
sakit serta serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain.
dapat diteliti melalui salah satu dimensi dalam variabel budaya keselamatan
manajemen.
dan sikap proaktif keselamatan pasien sudah dapat diteliti melalui salah satu
penelitian ini adalah pada dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang
karena sudah dapat diteliti melalui salah satu dimensi dalam variabel budaya
keselamatan pasien.
diteliti melalui salah satu dimensi budaya keselamatan pasien yakni dimensi
Derajat keparahan cidera tidak diteliti dalam penelitian ini karena dapat
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
40
41
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
berkelanjutan dijadikan bahan evaluasi dan pembelajaran dalam mengisi univariat dan total
rangka perbaikan berkelanjutan di unit dalam kuesioner skor untuk bivariat
rumah sakit masing-masing.
4 Dimensi 3. Kerjasama dalam Persepsi tenaga kesehatan tentang sikap dan Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
unit rumah sakit kerjasama antar individu di unit dalam rumah sakit diminta positif untuk
masing-masing. mengisi univariat dan total
kuesioner skor untuk bivariat
5 Dimensi 4. Keterbukaan Persepsi tenaga kesehatan tentang kebebasan Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
komunikasi menyampaikan pendapat terkait keselamatan diminta positif untuk
pasien di dalam unit pada rumah sakit masing- mengisi univariat dan total
masing. kuesioner skor untuk bivariat
6 Dimensi 5. Umpan balik dan Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
komunikasi tentang pemberian informasi tentang kesalahan medis yang diminta positif untuk
kesalahan medis yang terjadi terjadi, pemberian umpan balik perubahan yang mengisi univariat dan total
dilakukan dan adanya diskusi pencegahan kuesioner skor untuk bivariat
kesalahan medis di dalam unit pada rumah sakit
masing-masing.
7 Dimensi 6. respon yang Persepsi tenaga kesehatan bahwa kesalahan medis Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
tidak menyalahkan yang mereka lakukan dan atau laporan yang diminta positif untuk
mereka berikan tidak dijadikan bahan untuk mengisi univariat dan total
menyalahkan diri mereka dalam unit pada rumah kuesioner skor untuk bivariat
sakit masing-masing.
42
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
8 Dimensi 7. Penyusunan staf Persepsi tenaga kesehatan tentang kesesuaian Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
jumlah tenaga kesehatan dengan beban kerja yang diminta positif untuk
ada dan kesesuaian jam kerja yang ditentukan mengisi univariat dan total
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang kuesioner skor untuk bivariat
optimal untuk pasien di dalam unit pada rumah
sakit masing-masing.
9 Dimensi 8. Dukungan Persepsi tenaga kesehatan tentang dukungan yang Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
manajemen terhadap upaya diberikan oleh manajemen rumah sakit masing- diminta positif untuk
keselamatan pasien. masing kepada mereka dalam meningkatkan mengisi univariat dan total
keselamatan pasien. kuesioner skor untuk bivariat
10 Dimensi 9. Kerjasama antar Persepsi tenaga kesehatan tentang adanya Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
unit di rumah sakit kerjasama dan kordinasi yang baik antar unit diminta positif untuk
rumah sakit dalam memberikan pelayanan mengisi univariat dan total
kesehatan yang adekuat di rumah sakit masing- kuesioner skor untuk bivariat
masing.
11 Dimensi 10. Serah terima Persepsi tenaga kesehatan tentang alur informasi Responden Persentase respon Kuesioner Rasio
dan transisi pasien dari unit pasien yang penting pada saat kegiatan serah diminta positif untuk
ke unit lain terima dan trnasfer pasien di rumah sakit masing- mengisi univariat dan total
masing. kuesioner skor untuk bivariat
C. Hipotesis Penelitian
c. Ada korelasi antara dimensi kerjasama dalam unit rumah sakit dengan
43
44
j. Ada korelasi antara dimensi serah terima dan transisi pasien dari unit
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
studi cross sectional yaitu pengumpulan data dan informasi serta pengukuran
antara variabel independen dan dependen dilakukan satu persatu dalam satu
waktu.
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Juni
dan Rumah Sakit Y. Tenaga kesehatan sendiri adalah setiap orang yang
dokter dan tenaga kesehatan lainnya Tenaga kesehatan lain disini adalah
sanitarian, ahli gizi dan bidan. Berdasarkan data sumber daya manusia di
45
46
Rumah Sakit X diketahui bahwa terdapat 81 dokter, 308 perawat dan 153
adalah systematic random sampling dan besar sampel dalam penelitian ini
ditentukan dengan rumus besar sampel uji korelasi. Rumus besar sampel
( )
( )
sebesar 0,5. Nilai Z =1,96 ( = 0,05); nilai Z = 1,289. Berikut adalah besar
sampel untuk uji hipotesis pada masing-masing rumah sakit yang akan diteliti
( ) ( )
rumah sakit adalah sebesar 53 orang. AHRQ menegaskan setiap peneliti untuk
diinginkan (Sorra dan Nieva, 2004). maka dari itu untuk mencapai jumlah
perawat dan dokter di masing-masing rumah sakit maka pada Rumah Sakit X
ditentukan dengan membagi total populasi (N) dengan besar sampel (n) atau
dan 2 hari kemudian peneliti mengambil kembali kuesioner yang telah diisi
usia, jenis tenaga kesehatan, unit kerja serta nama rumah sakit. Bagian kedua
diterbitkan oleh AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality, 2009).
Agency for Healthcare Research and Quality (2014) menyatakan bahwa hal
ini bertujuan agar data yang didapatkan dapat diolah dengan menggunakan
ini terdiri dari 42 item pertanyaan dengan 12 dimensi atau aspek yang diukur.
Berikut adalah daftar dimensi yang diukur dalam penelitian ini, poin
Kuesioner HSOPSC ini juga telah dilakukan uji realibilitas dan uji
validitas ulang dengan 30 sampel tenaga kesehatan. Hal ini dilakukan karena
49
Kuesioner ini memiliki rentang skala likert 1-7 dan terdiri dari 10 pertanyaan.
1. Pengolahan data
alat ukur dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan
jumlah skor total yang merupakan jumlah total skor butir. sedangkan uji
menggunakan Hospital Survey Excel Tool 1.6 milik AHRQ yang dikirimkan
oleh pada Januari 2015 kepada penulis. Melalui aplikasi ini, jawaban
kuesioner dibagi menjadi 2 jenis yakni jawaban dengan respon positif dan
negatif. Jawaban dengan respon positif apabila bernilai 4 dan 5 (setuju dan
sangat setuju) pada pertanyaan yang bersifat positif atau bernilai 1 dan 2
(sangat tidak setuju dan tidak setuju) pada pertanyaan yang bersifat negatif.
Jawaban dengan respon negatif apabila bernilai 1 dan 2 (sangat tidak setuju
51
dan tidak setuju) pada pertanyaan yang bersifat positif atau bernilai 4 dan 5
Nilai komposit per dimensi ini yang menjadi hasil analisis univariat budaya
keselamatan pasien.
menggunakan analisis total skor. Skor tiap pertanyaan dengan skala likert 1-7
dalam penelitian ini. Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi karena
(∑ ) (∑ ∑ )
√[ ∑ (∑ ) ][ ∑ (∑ ) ]
∑
( )
variabel secara kualitatif dapat dibagi kedalam empat area sebagai berikut :
1. r = 0,00-0,25, berarti tidak ada korelasi atau ada korelasi dengan kekuatan
lemah
BAB V
HASIL PENELITIAN
dari gambaran umum Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y, gambaran budaya
kesalahan medis oleh tenaga kesehatan di masing-masing rumah sakit dan korelasi
tenaga kesehatan.
upaya keselamatan pasien, dimensi kerjasama antar unit di rumah sakit serta
dimensi serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain. Kesepuluh dimensi
disajikan dalam bentuk persentase persepsi positif. Dalam penelitian ini variabel
lemah, sedang dan kuat berdasarkan pengkategorian yang dilakukan oleh Beginta
(2012). Persepsi pelaporan kesalahan medis dikatakan lemah apabila persepsi total
antara 14-42,7%; dikatakan sedang apabila persepsi total antara 42,8-71,4%; dan
kesalahan medis digambarkan melalui uji korelasi dengan melihat nilai r hitung
dibandingkan dengan nilai r tabel serta dengan melihat nilai koefisien korelasi
sedangkan Rumah Sakit Y adalah rumah sakit khusus kelas A. Kedua rumah
K3 dan Kesling bekerja sama dengan Komite Mutu serta tim keselamatan
pasien yang merupakan kelompok kerja terpadu dan dibentuk khusus untuk
B. Analisis Univariat
masing variabel yang diteliti. Response rate yang diperoleh di Rumah Sakit Y
adalah sebesar 86% dengan jumlah kuesioner yang diisi lengkap dan dapat
di Rumah Sakit X adalah sebesar 95,38% dengan total kuesioner yang terisi
lengkap dan dapat digunakan sebanyak 101 kuesioner. Hasil analisis univariat
pada tenaga kesehatan tahun 2015 didapatkan hasil sebagai berikut ini.
57
C. Analisis Bivariat
kesehatan tahun 2015 dilakukan dengan uji korelasi Spearman karena data
analisis korelasi tiap variabel yang lebih spesifik adalah sebagai berikut.
adalah sebesar 0,388 yang berarti ada korelasi dengan tingkat kekuatan
sedang. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,000 pada tingkat
0,217 yang berarti ada korelasi dengan tingkat kekuatan lemah. Nilai p
value yang didapatkan adalah sebesar 0,039 pada tingkat kemaknaan 95%
tenaga kesehatan
tabel 5.4. sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.6. diatas diketahui hasil uji
Sakit X adalah sebesar 0,496 yang berarti ada korelasi dengan tingkat
kekuatan sedang. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,000 pada
0,073 yang berarti ada korelasi dengan tingkat kekuatan lemah dan nyaris
tabel 5.4. sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.4., diketahui hasil uji statistik
adalah sebesar 0,327 yang berarti ada korelasi dengan tingkat kekuatan
sedang. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,001 pada tingkat
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar 0,184 yang berarti
Rumah Sakit Y.
variabel adalah sebesar 0,582 yang berarti ada korelasi dengan tingkat
kekuatan kuat. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,000 pada
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar 0,264 yang berarti
tabel 5.4. sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.4. diatas, diketahui hasil uji
63
variabel adalah sebesar 0,197 yang berarti ada korelasi dengan tingkat
kekuatan lemah. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,048 pada
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar 0,286 yang berarti
signifikan.
medis yang terjadi dan variabel persepsi pelaporan kesalahan medis sama-
Sakit Y.
tabel 5.4. sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.4, diketahui hasil uji statistik di
adalah sebesar 0,419 yang berarti ada korelasi dengan tingkat kekuatan
sedang. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,000 pada tingkat
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar 0,201 yang berarti
Sakit Y.
tabel 5.4 sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.4 diatas, diketahui hasil uji
variabel adalah sebesar 0,039 yang berarti ada korelasi dengan tingkat
kekuatan lemah dan hampir tidak ada. Nilai p value yang didapatkan
Sakit X.
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar -0,165 yang berarti
tenaga kesehatan
tabel 5.4 sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.4 diatas, diketahui hasil uji
variabel adalah sebesar 0,112 yang berarti ada korelasi dengan tingkat
kekuatan lemah. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,266 pada
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar 0,157 yang berarti
66
Rumah Sakit Y.
tabel 5.4 sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.4, diketahui hasil uji statistik di
adalah sebesar 1,176 yang berarti ada korelasi dengan tingkat kekuatan
lemah. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,078 pada tingkat
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar 0,203 yang berarti
Rumah Sakit Y.
67
10. Korelasi antara dimensi serah terima dan transisi pasien dari unit ke
kesehatan
tabel 5.4 sebelumnya. Berdasarkan tabel 5.4, diketahui hasil uji statistik di
adalah sebesar 0,016 yang berarti ada korelasi dengan tingkat kekuatan
yang sangat lemah. Nilai p value yang didapatkan adalah sebesar 0,870
bahwa koefisien korelasi kedua variabel adalah sebesar 0,098 yang berarti
ada korelasi dengan tingkat kekuatan lemah dan nyaris tidak ada. Nilai p
value yang didapatkan adalah sebesar 0,357 pada tingkat kemaknaan 95%
Variabel serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain sama-
BAB VI
PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Keterbatasan Penelitian
Selain itu penelitian ini juga tidak membandingkan dua rumah sakit
sakit.
kesalahan medis yang sama (Wolf dan Hughes, 2005; Gulley, 2007).
namun kesalahan medis dengan tingkat risiko yang tinggi dapat berujung
lainnya (Ghazal dkk., 2014). Ada atau tidaknya efek negatif dari kesalahan
medis yang terjadi tidak mengalihkan fokus utama bahwa hal tersebut adalah
69
kesalahan medis. Karena pada dasarnya setiap pelaporan yang dibuat baik itu
menimbulkan bahaya atau baru berupa near miss menjadi upaya fundamental
2005).
Rumah Sakit Y berada pada kategori sedang (Beginta, 2012). Pelaporan dan
diskusi saat terjadi kesalahan medis. Tenaga kesehatan terutama dokter akan
rumah sakit atau pengacara mereka (Eaves-Leanos dan Dunn, 2012). Namun
rumah sakit (Waters dkk., 2012). Lebih jauh lagi, apabila sistem pelaporan
terjadinya kesalahan medis maka dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan re-
desain atau penyusunan ulang sistem dan proses keselamatan dan kesehatan
sistem pelaporan di kedua rumah sakit sudah berjalan namun belum optimal
70
karena masih banyak kesalahan medis yang tidak terlaporkan. Hal ini terjadi
karena persepsi yang umumnya masih dianut oleh tenaga kesehatan bahwa
adanya laporan kesalahan medis akan membawa citra buruk kepada pelaku,
kolega dan juga unit tempatnya bekerja. Hal ini sejalan dengan hasil
medis yang terjadi baik yang ia lakukan maupun yang dilakukan teman
terjadi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Waters dkk. (2012) di salah satu
proses pengadilan sehingga baik perawat maupun bidan memilih untuk tidak
menciderai pasien. Hal ini selaras dengan hasil penelitian kualitatif yang
dilakukan Espin dkk. (2010) pada perawat ICU dari 3 rumah sakit di Kanada
juga masih jarang yang melaporkan kesalahan medis apabila itu bukan
sakit. Pelaporan kesalahan medis yang bersifat sukarela berlaku saat tenaga
kesehatan mengetahui bahwa telah terjadi kesalahan medis yang belum atau
berlaku ketika terjadi kejadian serius seperti kejadian sentinel atau kejadian
tidak diharapkan yang sampai mengakibatkan kematian atau cidera berat pada
membiasakan seluruh tenaga kesehatan untuk sadar lapor saat terjadi kejadian
tidak diharapkan.
72
adalah produk dari nilai individu dan kelompok, sikap, persepsi, kompetensi
dan pola perilaku yang menentukan komitmen untuk, dan gaya serta
erat kaitannya dengan sifat, sikap dan perilaku individu serta organisasi
keselamatan berarti juga upaya perbaikan sikap dan perilaku selamat. AHRQ
pasien menjadi 10 dimensi berbeda pada tingkat unit dan rumah sakit untuk
masalah keselamatan pasien (Robb dan Seddon, 2010). Dalam dimensi ini
yang dimaksud sebagai manajer adalah atasan langsung dari tenaga kesehatan
sedangkan di Rumah Sakit Y adalah sebesar 65%. Dimensi ini terdiri dari 4
pertanyaan yang diwakili pada item B1, B2, B3 dan B4 dalam kuesioner
penelitian ini. Respon positif dimensi ini di Rumah Sakit X cenderung lebih
tinggi daripada di Rumah Sakit Y. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya sistem
adalah karena memiliki safety officer pada tiap unit yang merupakan
integrasi yang baik antara unit yang menangani keselamatan rumah sakit
dengan seluruh unit di rumah sakit. Sedangkan di Rumah Sakit Y, unit yang
Seperti yang dinyatakan oleh Katz-Navon (2005) dalam WHO (2009) bahwa
penurunan jumlah kesalahan medis yang terjadi di unit rumah sakit tersebut.
Sherriff dan Rose (2011) lebih lanjut manyatakan bahwa apa yang dilakukan
ini selaras dengan hasil penelitian pada tenaga kesehatan yang dilakukan oleh
Erler dkk. (2013) di Midwestern Amerika Serikat dan El-Jardali dkk. (2011)
kesalahan medis.
Hal tersebut juga selaras dengan hasil penelitian Winsvold Prang dan
karena atasan yang tidak suportif terhadap keselamatan pasien. Atasan yang
berhati-hati dan selektif dalam melaporkan tiap kesalahan medis yang terjadi.
75
manajer dengan persepsi pelaporan kesalahan medis pada perawat unit ICU
pada studi cross sectional yang dilakukan di 10 ICU dalam 6 rumah sakit di
keselamatan yang kuat pada industry beresiko tinggi (Astuti, 2010). Heni
baik cara pikir, sikap dan perilaku mereka dalam membangun budaya
budaya organisasi yang tepat. Jika atasan melihat suatu pekerjaan dilakukan
tidak benar, maka manajemen harus segera turun mengoreksi kondisi tersebut
untuk melihatkan komitmen yang tinggi dan meyakinkan pada pekerja bahwa
dipenuhi sepenuhnya dan tidak boleh kurang agar suatu kecelakaan bisa
dihindari.
rumah sakit sangat tergantung dari komitmen pihak top management dalam
masing.
sebesar 67% sedangkan di Rumah Sakit Y adalah sebesar 89%. Dimensi ini
terdiri dari 3 pertanyaan yang diwakili pada item A6, A9 dan A13 dalam
kuesioner penelitian ini. Respon positif dimensi ini yang didapat di Rumah
Sakit X cenderung lebih rendah dari Rumah Sakit Y. Hal ini bisa disebabkan
tahun terakhir sehingga setiap tahun tiap dimensi budaya keselamatan pasien
bahwa itulah kesempatan mereka untuk mengetahui apa yang salah sehingga
yang cukup baik. Tenaga kesehatan sudah mulai terbiasa untuk melakukan
ataupun dengan personil lintas unit seperti unit K3 ataupun Komite Mutu di
tenaga kesehatan. Hali ini selaras dengan hasil penelitian Waters dkk. (2012)
belajar bagi perawat yang terlibat atau anggota staf lainnya. Adanya
kesempatan untuk belajar memberikan motivasi bagi perawat dan bidan untuk
2001). Menurut Cyet dan March dalam Schulz (2001) organisasi akan belajar
saat terjadi ‗masalah‘. Pada saat mengalami masalah, organisasi akan mencari
yang didapatkan dari tiap pelatihan yang dihadiri haruslah terlebih dahulu
pembelajaran mandiri dan aktif dari petugas yang bertugas di unit terkait. Dan
satu ciri pengembangan budaya keselamatan tingkat akhir. Pada tahap ini
yang diberikan staf satu sama lain. Dimensi ini juga menunjukkan adanya
sikap saling menghargai antar staf dan staf yang dapat saling bekerjasama
dalam unit di Rumah Sakit X adalah sebesar 71% sedangkan di Rumah Sakit
Y adalah sebesar 81%. Dimensi ini terdiri dari 3 pertanyaan yang diwakili
pada item A1, A3, A4 dan A11 dalam kuesioner penelitian ini. Respon positif
dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y cenderung
tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh karena setiap petugas di dalam unit
tersebut saling mendukung satu sama lain, bekerja sebagai tim apabila banyak
82
hal yang harus diselesaikan dan menghargai satu sama lain. Selain itu atasan
korelasi signifikan antara kerjasama dalam unit rumah sakit dengan persepsi
penelitian Erler dkk. (2013) yang menemukan bahwa kerjasama dalam tim
medis. Hal yang sama juga ditemukan oleh El-Jardali dkk. (2011) pada
penelitiannya di Libanon.
Sakit Y. Kerjasama yang ada di dalam unit tidak dapat dijadikan faktor
kesalahan medis yang ada. Kondisi ini dapat disebabkan perbedaan persepsi
tenaga kesehatan tentang kerjasama dalam unit di Rumah Sakit X dan Rumah
disini contohnya adalah pada tiap-tiap unit perawatan selalu ada petugas
sehingga dalam satu unit perawatan tidak hanya terdapat perawat dan petugas
dilakukan oleh perawat dan tidak ada petugas farmasi yang ditugaskan di unit
perawatan.
(2013) juga menyatakan bahwa mayoritas dokter dan perawat setuju bahwa
kerjasama yang baik dalam tim akan memberikan pengaruh yang baik
tiap rumah sakit karena banyak pekerjaan yang melibatkan banyak orang
Perbedaan disiplin ilmu dari setiap anggota tim dapat berpengaruh terhadap
persepsi kerjasama yang berlaku di dalam tim tersebut (Erler dkk., 2013).
Kerjasama tim dalam rumah sakit merupakan aspek krusial yang harus
Anggota tim yang bekerja dalam tiap fungsi di rumah sakit mungkin
tidak terlatih secara khusus untuk bekerja dalam sebuah tim (Beuzekom dkk.,
2010). Maka dari itu diperlukan satu sesi khusus bagi tiap rumah sakit untuk
bahwa ketika ada rasa tidak dihargai dalam suatu tim maka mereka memiliki
hak untuk bertindak sesuai yang diperlukan. Tidak ada tim yang sempurna
namun ketika ada hal yang tidak berjalan sesuai keinginan maka anggota tim
4. Keterbukaan komunikasi
staf untuk berbicara tentang hal yang berpotensial menciderai pasien dan
Rumah Sakit Y adalah sebesar 82%. Dimensi ini terdiri dari 3 pertanyaan
yang diwakili pada item C2, C4 dan C6 dalam kuesioner penelitian ini.
kesehatan sudah cukup baik dan tiap tenaga kesehatan dapat menyuarakan
kesehatan juga tidak merasa takut untuk bertanya jika ada suatu hal yang
85
tidak benar sedang terjadi dan hal tersebut berkaitan dengan keselamatan
pasien.
untuk membentuk budaya tersebut serta seluruh program yang dibentuk guna
Y.
Rumah Sakit Y. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Erler dkk.
kesalahan medis. El-Jardali dkk. (2011) juga menyatakan hal yang sama
positif, maka komunikasi antar tenaga kesehatan haruslah lebih suportif dan
86
mengenai hal-hal yang terjadi dan terkait keselamatan pasien pada saat serah
terima maupun pada saat briefing (Hamdani, 2007). Menurut The Joint
faktor utama dan terpenting dari terjadinya kesalahan medis di rumah sakit
Komunikasi antar petugas akan lebih baik dan terbuka jika terdapat
terbiasa menyampaikan apa yang harus disampaikan dan tidak ada informasi
2013; Waters dkk., 2012). White (2013) juga menyatakan bahwa kegagalan
kegagalan sistem yang laten dalam sistem keselamatan dan kesehatan kerja di
rumah sakit.
keluarganya bila ada risiko atau kejadian yang tidak diharapkan. Pasien
dan tidak instan. The Accreditation Council for Graduate Medical Education
komunikasi dan interpersonal. Hal ini dilakukan karena tidak semua resident
terjadi dalam rumah sakit, diberikan umpan balik terkait perubahan yang
balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi di Rumah Sakit X
Dimensi ini terdiri dari 3 pertanyaan yang diwakili pada item C1, C3 dan C5
dalam kuesioner penelitian ini. Respon positif dimensi ini yang didapat di
Rumah Sakit X cenderung lebih rendah dari Rumah Sakit Y. Hal ini bisa
struktural maupun fungsional lebih tinggi dari unit lain sehingga komunikasi
‗trickle down‘ akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Selain itu Unit
terdapat petugas-petugas yang paling senior dan seluruh petugas yang bekerja
di Rumah Sakit Y mengetahui bahwa unit inilah yang bertugas dalam proses
umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi memiliki
Hal ini selaras dengan temuan El-Jardali dkk. (2011) bahwa dimensi umpan
89
Libanon. Selain itu hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Winsvold Prang
hal itu sama sekali tidak ada gunanya ketika tidak ada umpan balik apapun
dan hal itu tidak didiskusikan lebih lanjut. Sulit untuk menentukan apakah
ada peningkatan keselamatan saat tidak ada umpan balik yang adekuat bagi
perawat.
perawat dan dokter seringkali tidak melaporkan kesalahan medis yang terjadi
akibat ketiadaan umpan balik yang mereka dapatkan dari kegiatan pelaporan
positif.
rumah sakit juga diketahui bahwa mereka lebih merasa termotivasi untuk
melakukan pelaporan ketika ada feedback yang cukup dan dikhususkan pada
terkait semua laporan yang mereka lakukan, hanya saja mereka menyatakan
bahwa akan lebih baik jika feedback yang sebelumnya hanya bersifat general
kepada setiap unit baik yang melapor atau tidak maka ditambah. Unit mereka
bahwa umpan balik merupakan aspek terpenting dan kritis dalam komunikasi
baik ketika menerima ataupun memberikan umpan balik. Umpan balik yang
dasar dalam komunikasi tersebut yakni mereka perlu paham bahwa mereka
dimengerti dan apa yang mereka katakan adalah sesuatu yang bernilai.
penghargaan dan motivasi bagi orang tersebut. Umpan balik juga merupakan
2014).
Rumah Sakit Y adalah sebesar 52%. Dimensi ini terdiri dari 3 pertanyaan
yang diwakili pada item A8, A12 dan A16 dalam kuesioner penelitian ini.
Respon positif yang didapat di Rumah Sakit X cenderung lebih tinggi dari
Rumah Sakit Y. Hal ini bisa disebabkan oleh berlakunya budaya yang tidak
penyalahan diri tenaga medis di Rumah Sakit X. Dalam nilai keislaman yang
dianut oleh seluruh tenaga kesehatan di Rumah Sakit X, setiap orang yang
melapor tidak dapat disalahkan karena laporan yang mereka lakukan karena
laporan itu dibuat sesuai denga kondisi yang berlaku. Mereka dapat dengan
lebih baik berbicara mengenai kesalahan yang terjadi. Aspek kejujuran dan
yang tidak menyalahkan berkorelasi signifikan pada kedua rumah sakit baik
Rumah Sakit X maupun Rumah Sakit Y. Hal ini selaras dengan hasil
(2012) pada perawat ruang inap RSUD Bekasi. Respon yang tidak
budaya pelaporan kesalahan medis yang efektif. Karena hingga saaat ini
sakit.
kesalahan adalah hal yang paling penting. Pada saat terjadi kesalahan
kepercayaan yang baik antara tenaga kesehatan dan tiap tenaga kesehatan
pada kesalahan medis tersebut dan tidak berfokus pada siapa yang
dan tenaga kesehatan lainnya dari kesalahan medis yang terjadi (Ross, 2011).
7. Penyusunan staf
staf bahwa tenaga kerja di rumah sakit cukup untuk menangani semua beban
kerja yang ada dan jam kerja yang ditentukan manajemen sudah cukup untuk
adalah sebesar 52%. Dimensi ini terdiri dari 4 pertanyaan yang diwakili pada
item A2, A5, A7 dan A14 dalam kuesioner penelitian ini. Respon positif
dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X cenderung lebih rendah dari
Rumah Sakit Y.
oleh adanya kompleksitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan beragam
kanker nasional. Hal-hal tersebut dapat menjadikan respon negatif dimensi ini
rumah sakit (Beuzekom dkk., 2010). Hal ini ditegaskan oleh Aiken dkk.
kesehatan dengan beban kerja atau kebutuhan di tiap unit akan berpengaruh
2013).
Hal ini bisa disebabkan oleh karena adanya variabel lain yang
beban kerja yang tinggi maka masih dapat tercipta persepsi positif terhadap
melapor dan meyakinkan tenaga kesehatan bahwa hal itu sangat bermanfaat
bagi rumah sakit dan tidak akan merugikan dirinya sendiri selaku pelapor.
71% sedangkan di Rumah Sakit Y adalah sebesar 83%. Dimensi ini terdiri
dari 3 pertanyaan yang diwakili pada item F1, F8 dan F9 dalam kuesioner
penelitian ini. Respon positif dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X
dilaksanakan setiap tahun sekali. Sejak tahun 2007 Rumah Sakit Y telah
rumah sakit. Tim khusus budaya keselamatan pasien juga dibentuk untuk
Sakit Y termasuk seluruh pekerja baik pekerja tetap, pekerja tidak tetap
terdahulu (El-Jardali dkk., 2011; Agnew dkk., 2013). Hal ini dapat terjadi
dengan ada atau tidaknya sistem keselamatan pasien di dalam rumah sakit
manajemen juga dapat dilihat dari kebijakan manajemen rumah sakit yang
Dimensi kerjasama antar unit di rumah sakit adalah salah satu dimensi
kordinasi yang baik antar unit-unit di dalam rumah sakit dalam memberikan
antar unit di Rumah Sakit X adalah sebesar 61% sedangkan di Rumah Sakit
Y adalah sebesar 76%. Dimensi ini terdiri dari 4 pertanyaan yang diwakili
pada item F2, F4, F6 dan F10 dalam kuesioner penelitian ini. Respon positif
dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X cenderung lebih rendah dari
Rumah Sakit Y.
Rumah Sakit Y telah memiliki sistem budaya keselamatan pasien yang telah
maupun komunikasi yang baik pada tenaga kesehatan yang bekerja pada unit
Rumah Sakit Y. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang telah
dilakukan sebelumnya (El-Jardali dkk., 2011; Agnew dkk., 2013). Hal ini
dapat disebabkan karena kerjasama antar unit tidak terlalu berkorelasi dengan
persepsi pelaporan kesalahan medis pada kedua rumah sakit. Perlu dilakukan
10. Serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain
Dimensi serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain adalah
Rumah Sakit Y adalah sebesar 68%. Dimensi ini terdiri dari 4 pertanyaan
yang diwakili pada item F3, F5, F7 dan F11 dalam kuesioner penelitian ini.
Respon positif dimensi ini yang didapat di Rumah Sakit X cenderung lebih
rendah dari Rumah Sakit Y. Hal ini dapat terjadi karena respon positif yang
didapatkan baik pada dimensi kerjasama dalam unit ataupun antar unit pada
Rumah Sakit X cenderung lebih rendah dari respon positif yang didapatkan di
Rumah Sakit Y.
tindakan dan sebagainya) kepada keadaan yang lain (Setiawan, 2014). Respon
99
positif yang tidak terlalu tinggi di kedua rumah sakit menunjukkan adanya
proses serah terima maupun transisi pasien yang kurang optimal. Dalam
oleh unit lainnya. Kegiatan serah terima dan transisi pasien merupakan dua
adanya informasi yang terlewat dan tidak tersampaikan pada rekan sejawat
kegiatan ini juga rentan terjadi kesalahan medis seperti terjatuhnya pasien
untuk meneruskan informasi lintas unit dan lintas shift terutama informasi
yang terkait keselamatan maka diperlukan satu media atau kegiatan khusus.
Pada bidang industri lainnya, terdapat satu sesi khusus di awal kerja yang
keselamatan yang terjadi hari itu dan menanyakan kembali kepada pekerja
akan ada informasi yang terlewat atau tidak tersampaikan. Hal ini juga dapat
keselamatan dalam rumah sakit baik yang terjadi dalam unit mereka ataupun
dimensi serah terima dan transisi pasien dari unit ke unit lain tidak berkorelasi
Rumah Sakit X maupun Rumah Sakit Y. Hal ini bertentangan dengan dengan
dilakukan observasi mendalam lebih lanjut agar diketahui variabel lain yang
sakit. Pengelompokkan jam kerja ini membuat perlunya ada kegiatan transisi
tim berikutnya. Transisi dan serah terima yang dialami pasien bergantung
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
penyusunan staf dan kerjasama antar unit di Rumah Sakit X dan dimensi
dan umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan medis yang terjadi di
Rumah Sakit Y.
B. Saran
program wajib lapor kondisi dan perilaku tidak aman pada pekerja
103
di Rumah Sakit X.
terkait keselamatan.
program wajib lapor kondisi dan perilaku tidak aman pada pekerja
Rumah Sakit Y.
105
yang diteliti.
106
DAFTAR PUSTAKA
Behara, Ravi, Robert L. Wears, dkk. 2005. A Conceptual Framework for Studying
the Safety of Transitions in Emergency Care. Advances in Patient Safety,
2.
Beuzekom, M. Van, F. Boer, dkk. 2010. Patient Safety : Latent Risk Factors.
British Journal of Anaesthesia, 105.
Bognár, Agnes, Paul Barach, dkk. 2008. Errors and the Burden of Errors:
Attitudes, Perceptions, and the Culture of Safety in Pediatric Cardiac
Surgical Teams. The Annals of Thoracic Surgery, 85.
Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran : Sebuah Pengantar,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Calado Monteiro, J. A. dan M. M. Santos Natário. 2014. Safety Culture in the
Surgical Services: Case Study. Tékhne.
Canadian Council on Health Services Accreditation 2003. Cchsa and Patient
Safety 2003.
Canadian Institute for Health Information. 2003. Frequently Asked Questions —
Adverse Events Project. Dapat diakses dari:
http://secure.cihi.ca/cihiweb/dispPage.jsp?cw_page=adevents_faq_e#adve
rse [Pada 12 Desember 2014].
Carayon, Pascale, Tosha B. Wetterneck, dkk. 2014. Human Factors Systems
Approach to Healthcare Quality and Patient Safety. Applied Ergonomics,
45.
Chakravarty, Abhijit. 2013. A Survey of Attitude of Frontline Clinicians and
Nurses Towards Adverse Events. Medical Journal Armed Forces India,
69, 335-340.
Classen, Dc, R Resar, dkk. 2011. ‗Global Trigger Tool‘ Shows That Adverse
Events in Hospitals May Be Ten Times Greater Than Previously
Measured. Health Aff (Millwood), 30.
Colla, J B, A C Bracken, dkk. 2005. Measuring Patient Safety Climate: A Review
of Surveys. Qual Saf Health Care, 14, 364-366.
Davies, Jan M., Philip Hébert, dkk. 2003. The Canadian Patient Safety Dictionary.
Canada: The Royal College of Physicians and Surgeons of Canada.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Jakarta.
Ditullio, Barbara. 2010. On Building Teams That Support a Patient Safety
Culture. AORN Journal, 92, S107-S108.
108
Kalra, Jawahar, Natasha Kalra, dkk. 2013. Medical Error, Disclosure and Patient
Safety: A Global View of Quality Care. Clinical Biochemistry, 46, 1161-
1169.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/Viii/2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. In: MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA (ed.) Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor. Jakarta.
Kohn, Linda T. dan Janet M. Corrigan 1999. To Err Is Human. In:
DONALDSON, M. S. (ed.) Building a Safer Health System. Washington
D.C.: National Academy Press.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit 2011. Laporan Insiden Keselamatan
Pasien Periode Januari-April 2011. http://www.inapatsafety-
persi.or.id/data/triwulan12011/laporan_ikp12011.pdf: PERSI.
Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. 2007. Organizational Behavior, New York,
McGraw-Hill Int.
Lamo, Nancy. 2011. Disclosure of Medical Errors : The Right Thing to Do, but
What Is the Cost?, Kansas City, Lockton Companies LLC.
Lederman, Reeva, Suelette Dreyfus, dkk. 2013. Electronic Error-Reporting
Systems: A Case Study into the Impact on Nurse Reporting of Medical
Errors. Nursing Outlook, 61, 417-426.e5.
Mcfadden, Kathleen L., Stephanie C. Henagan, dkk. 2009. The Patient Safety
Chain: Transformational Leadership's Effect on Patient Safety Culture,
Initiatives, and Outcomes. Journal of Operations Management, 27, 390-
404.
Meginniss, Anne, Frances Damian, dkk. 2012. Time out for Patient Safety.
Journal of Emergency Nursing, 38, 51-53.
Nurcahyo, Heru. 2008. Ilmu Kesehatan Jilid 1 Dan 2 Untuk Smk, Jakarta,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen
Pendidikan Nasional.
Occupational Safey and Health Administration. 2014. Organizational Safety
Culture - Linking Patient and Worker Safety [Online]. Dapat diakses dari:
https://www.osha.gov/SLTC/healthcarefacilities/safetyculture_full.html
[Pada 12 Januari 2014].
Pratiwi, Nurandini. 2014. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di Rsud
Lasinrang Pinrang Tahun 2014. S1 Undergraduate Thesis, Universitas
Hasanuddin.
110
Sorra, Joann S. dan Veronica F. Nieva 2004. Hospital Survey on Patient Safety
Culture. In: WESTAT (ed.) AHRQ Publication No. 04-0041 ed.
Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality.
Stone, Patricia W., Michael I. Harrison, dkk. 2006. Organizational Climate of
Staff Working Condition an Safety - an Integrative Model Advances in
Patient Safety, 2, 467-468.
Suharjo, J. B. dan B. Cahyono. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien
Dalam Praktik Kedokteran, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Wang, Xue, Ke Liu, dkk. 2014. The Relationship between Patient Safety Culture
and Adverse Events: A Questionnaire Survey. International Journal of
Nursing Studies, 51, 1114-1122.
Waters, Norna F., Wendy A. Hall, dkk. 2012. Perceptions of Canadian Labour
and Delivery Nurses About Incident Reporting: A Qualitative Descriptive
Focus Group Study. International Journal of Nursing Studies, 49, 811-
821.
White, Andrew A. dan Thomas H. Gallagher. 2013. Chapter 8 - Medical Error and
Disclosure. In: JAMES, L. B. dan H. R. BERESFORD (eds.) Handbook of
Clinical Neurology. Elsevier.
Who 2009. Better Knowledge for Safer Care : Human Factors in Patient Safety,
Review of Topics and Tools.
Williams, Steven D., Denham L. Phipps, dkk. 2013. Understanding the Attitudes
of Hospital Pharmacists to Reporting Medication Incidents: A Qualitative
Study. Research in Social and Administrative Pharmacy, 9, 80-89.
Winsvold Prang, Ida dan Lars-Petter Jelsness-Jørgensen. 2014. Should I Report?
A Qualitative Study of Barriers to Incident Reporting among Nurses
Working in Nursing Homes. Geriatric Nursing, 35, 441-447.
Wolf, Zane Robinson dan Ronda G. Hughes. 2005. Chapter 35. Error Reporting
and Disclosure. In: HUGHES, R. G. (ed.) Patient Safety and Quality: An
Evidence-Based Handbook for Nurses. Rockville, MD: Agency for
Healthcare Research and Quality.
World Health Organization 2009. Better Knowledge for Safer Care : Human
Factors in Patient Safety, Review of Topics and Tools.
World Health Organization. 2014. 10 Facts of Patient Safety. Dapat diakses dari:
http://www.who.int/features/factfiles/patient_safety/patient_safety_facts/e
n/ [Pada 28 November 2014].
Youngson, George G. 2014. Medical Error and Disclosure – a View from the
U.K. The Surgeon, 12, 68-72.
LAMPIRAN
112
113
KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i Dokter dan Perawat
di Rumah Sakit X dan Y Jakarta
Assalamualaikum wr.wb.
Salam Hormat.
Saya, Lany Aprili Sulistiani mahasiswi program studi Kesehatan Masyarakat peminatan
keselamatan dan kesehatan kerja akan mengadakan penelitian yang berjudul ―Korelasi
Budaya Keselamatan Pasien Dengan Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis Oleh Tenaga
Kesehatan Sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit X
Dan Rumah Sakit Y Jakarta Tahun 2015‖. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran hubungan budaya keselamatan pasien dengan persepsi pelaporan kesalahan medis
oleh tenaga kesehatan di masing-masing rumah sakit.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal merugikan bagi bapak/ibu/saudara/i sebagai
responden. Informasi yang didapatkan akan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan
digunakan dalam kepentingan penelitian ini. Oleh karena itu saya mohon agar
bapak/ibu/saudara/i untuk menjawab pertanyaan ini dengan objektif dan sejujur-jujurnya
sesuai dengan kondisi bapak/ibu/saudara/i.
Pernyataan dalam kuesioner ini merupakan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan
kondisi umum pekerjaan bapak/ibu/saudara/i selama bekerja di rumah sakit sekarang ini. Atas
kesediaan bapak/ibu/saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur saya
mengucapkan banyak terimakasih.
C. Identitas Responden
DEFINISI ISTILAH
Keselamatan pasien adalah suatu hal yang berbentuk pencegahan terhadap tindakan yang
dapat menciderai pasien selama proses perawatan.
E. Pertanyaan
Bagian 1 : Budaya Keselamatan Pasien
Kuesioner bagian ini bertujuan untuk mengetahui budaya keselamatan pasien yang ada dan
berlaku di rumah sakit tempat anda bekerja.
Sangat
Tidak Sangat
NO. Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju
Setuju
Setiap petugas di unit saya saling mendukung satu
A1
sama lain dalam bekerja
Saya merasa unit ini memiliki cukup petugas untuk
A2
mengerjakan semua tugas yang ada di unit ini
Ketika banyak pekerjaan yang harus diselesaikan
A3 dengan cepat, kami bekerjasama sebagai sebuah tim
untuk mengerjakannya
115
Sangat
Tidak Sangat
NO. Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju
Setuju
Di unit saya, setiap petugas memperlakukan rekan
A4
kerja yang lain dengan baik
Setiap petugas di unit saya bekerja lebih lama dari
A5 waktu yang seharusnya (lebih dari 8 jam sehari; atau
lebih dari 40 jam seminggu) demi keselamatan pasien
Kami secara aktif melakukan kegiatan – kegiatan yang
A6
dapat meningkatkan kualitas keselamatan pasien
Saya merasa unit ini lebih banyak menggunakan
A7
tenaga honorer untuk kegiatan pelayanan disini
Saya merasa kesalahan yang kami lakukan di unit ini
A8
digunakan untuk menyalahkan kami
Di unit saya, kesalahan – kesalahan yang dilaporkan
A9 berperan penting untuk membawa perubahan yang
positif
Jarang sekali tidak ada kesalahan yang serius terjadi
A10
disini
Ketika salah satu petugas di unit saya sibuk dengan
A11
pekerjaannya, petugas yang lain akan membantu
Ketika kesalahan yang berdampak negatif pada pasien
A12 dilaporkan, saya merasa pelakunya yang utama
dibicarakan bukan masalahnya
Kami mengevaluasi efektivitas setiap program
A13
peningkatan keselamatan pasien yang telah dijalankan
Kami bekerja dalam ―mode krisis‖, yaitu berusaha
A14 melakukan pekerjaan yang begitu kompleks dalam
waktu yang sangat singkat
Keselamatan pasien tidak pernah dikorbankan hanya
A15
agar lebih banyak pekerjaan yang diselesaikan
Saya khawatir kesalahan yang saya perbuat akan
A16
dicatat dalam penilaian kinerja saya
Saya merasa ada masalah keselamatan pasien di unit
A17
ini
Prosedur dan sistem di unit ini sudah baik dalam
A18
mencegah kesalahan terjadi
Atasan saya akan memberikan pujian ketika pekerjaan
B1 yang saya lakukan sesuai dengan prosedur
keselamatan pasien
Atasan saya selalu mempertimbangkan saran dari
B2
stafnya untuk meningkatkan keselamatan pasien
Ketika banyak tuntutan pekerjaan yang harus
B3 diselesaikan, atasan saya menginginkan kami bekerja
lebih cepat, meskipun kami harus mengambil jalan
116
Sangat
Tidak Sangat
NO. Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju
Setuju
pintas untuk menyelesaikannya
Atasan saya mengabaikan masalah keselamatan pasien
B4
yang terus terjadi secara berulang
Kami selalu diberi umpan balik tentang perubahan
C1
yang dilakukan setelah terjadi suatu insiden
Saya bebas untuk berpendapat jika melihat sesuatu
C2 yang dapat memberikan dampak negatif terhadap
keselamatan pasien
Kami selalu diberitahu mengenai setiap kesalahan –
C3
kesalahan apapun yang terjadi di unit kami
Saya memiliki kewenangan yang bebas untuk
C4 mempertanyakan keputusan atau tindakan yang
diambil oleh atasan saya
Pada unit kami, kami selalu mendiskusikan langkah-
C5 langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu
kesalahan terjadi lagi di unit kami
Petugas takut untuk bertanya jika terdapat suatu hal
C6 yang tidak benar sedang terjadi berkaitan dengan
kselamatan pasien
Pihak manajemen rumah sakit selalu menciptakan
F1 suasana kerja yang berorientasi pada keselamatan
pasien
Unit – unit di rumah sakit kurang berkoordinasi
F2
dengan baik antara satu dengan yang lain
Kesalahan yang terjadi di unit ini, seringkali menjadi
F3 penyebab terjadinya kesalahan di unit lain yang
berdampak negatif pada keselamatan pasien
Ada kerjasama yang baik antar unit di rumah sakit
F4 dalam menyelesaikan pekerjaan yang harus dilakukan
secara bersama-sama
Informasi penting yang berkaitan dengan keselamatan
F5 pasien seringkali tidak tersampaikan kepada petugas
berikutnya saat pergantian shift kerja
Saya merasa kurang nyaman bekerjasama dengan
F6
petugas dari unit lain di rumah sakit ini
Kadang muncul masalah saat melakukan pertukaran
F7
informasi antar unit di rumah sakit
Tindakan – tindakan yang dilakukan pihak manajemen
F8 di rumah sakit menunjukkan bahwa keselamatan
pasien merupakan prioritas yang diutamakan
F9 Manajemen rumah sakit memperhatikan keselamatan
117
Sangat
Tidak Sangat
NO. Pernyataan Tidak Setuju
Setuju Setuju
Setuju
pasien hanya saat terjadi kejadian tidak diharapkan
yang menciderai pasien
Unit – unit dalam rumah sakit bekerjasama dengan
F10 baik dalam memberikan pelayanan yang bereorientasi
pada keselamatan pasien
Pergantian shift menimbulkan masalah bagi pasien di
F11
rumah sakit ini
1 2 3 4 5 6 7
(Tidak Pernah) (Selalu)
NO. Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7
1 Saya memberikan laporan ketika menemukan kesalahan,
walaupun kesalahan tersebut tidak akan membahayakan
atau mencelakakan pasien
2 Saya memberikan laporan ketika menemukan kesalahan
yang dapat mencelakakan pasien walaupun tidak sampai
terjadi, karena sempat diketahui dan diperbaiki terlebih
dahulu
3 Saya memberikan laporan ketika menemukan kesalahan
yang dapat mencelakakan pasien walaupun tidak berakibat
buruk atau fatal
4 Saya memberikan laporan tentang kondisi kerja yang
berpotensi menyebabkan kesalahan (misalnya pencatatan
tidak teratur, lantai licin dll)
5 Saya memberikan laporan tentang kebiasaan kerja yang
saya tahu merupakan suatu yang salah
6 Saya memberikan laporan tentang penyimpangan prosedur
yang dilakukan untuk kebaikan (misal menunda
memberikan konseling/pemberian obat/visit karena pasien
sedang tidur)
118
NO. Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7
7 Saya memberikan laporan tentang penyimpangan prosedur
yang dilakukan untuk efisiensi kerja (misalnya menunda
memberikan konseling/obat/visit agar dapat dilakukan
bersama pasien lain)
8 Saya memberikan laporan kesalahan yang
disebabkan/terjadi pada rekan kerja saya
9 Saya memberikan laporan kesalahan yang
disebabkan/terjadi pada atasan saya
10 Saya memberikan laporan kesalahan pencatatan yang
terjadi
Hospital Survey On Patient Safety Culture Data Entry and Analysis Tools
119
120
OUTPUT PERHITUNGAN
tot_persepsi d1_supervisor
**
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .388
Sig. (2-tailed) . .000
N 101 101
**
d1_supervisor Correlation Coefficient .388 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
tot_persepsi D2_orglearn
**
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .496
Sig. (2-tailed) . .000
N 101 101
**
D2_orglearn Correlation Coefficient .496 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
d3_TW_in_unit tot_persepsi
**
Spearman's rho d3_TW_in_unit Correlation Coefficient 1.000 .327
Sig. (2-tailed) . .001
N 101 101
**
tot_persepsi Correlation Coefficient .327 1.000
Sig. (2-tailed) .001 .
N 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
tot_persepsi d5_feedback
*
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .197
Sig. (2-tailed) . .048
N 101 101
*
d5_feedback Correlation Coefficient .197 1.000
Sig. (2-tailed) .048 .
N 101 101
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
tot_persepsi d6_nonpun_resp
**
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .419
Sig. (2-tailed) . .000
N 101 101
**
d6_nonpun_resp Correlation Coefficient .419 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
tot_persepsi d7_staffing
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .039
Sig. (2-tailed) . .701
N 101 101
d7_staffing Correlation Coefficient .039 1.000
Sig. (2-tailed) .701 .
N 101 101
tot_persepsi d8_mana_supp
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .112
Sig. (2-tailed) . .266
N 101 101
d8_mana_supp Correlation Coefficient .112 1.000
Sig. (2-tailed) .266 .
N 101 101
123
tot_persepsi d9_team_across
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .176
Sig. (2-tailed) . .078
N 101 101
d9_team_across Correlation Coefficient .176 1.000
Sig. (2-tailed) .078 .
N 101 101
tot_persepsi d10_handsoff
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .016
Sig. (2-tailed) . .870
N 101 101
d10_handsoff Correlation Coefficient .016 1.000
Sig. (2-tailed) .870 .
N 101 101
tot_persepsi d1_supervisor
*
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .217
Sig. (2-tailed) . .039
N 91 91
*
d1_supervisor Correlation Coefficient .217 1.000
Sig. (2-tailed) .039 .
N 91 91
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
tot_persepsi d2_orglearn
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .073
Sig. (2-tailed) . .493
N 91 91
d2_orglearn Correlation Coefficient .073 1.000
Sig. (2-tailed) .493 .
N 91 91
124
tot_persepsi d3_TW_in_unit
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .184
Sig. (2-tailed) . .081
N 91 91
d3_TW_in_unit Correlation Coefficient .184 1.000
Sig. (2-tailed) .081 .
N 91 91
tot_persepsi d4_comm_open
*
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .264
Sig. (2-tailed) . .012
N 91 91
*
d4_comm_open Correlation Coefficient .264 1.000
Sig. (2-tailed) .012 .
N 91 91
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
tot_persepsi d5_feedback
**
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .286
Sig. (2-tailed) . .006
N 91 91
**
d5_feedback Correlation Coefficient .286 1.000
Sig. (2-tailed) .006 .
N 91 91
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
tot_persepsi d7_staffing
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 -.165
Sig. (2-tailed) . .118
N 91 91
d7_staffing Correlation Coefficient -.165 1.000
Sig. (2-tailed) .118 .
N 91 91
Correlations
d8_management
tot_persepsi _support
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .157
Sig. (2-tailed) . .137
N 91 91
d8_management_support Correlation Coefficient .157 1.000
Sig. (2-tailed) .137 .
N 91 91
tot_persepsi d9_TW_ac_unit
Spearman's rho tot_persepsi Correlation Coefficient 1.000 .203
Sig. (2-tailed) . .054
N 91 91
d9_TW_ac_unit Correlation Coefficient .203 1.000
Sig. (2-tailed) .054 .
N 91 91