Anda di halaman 1dari 13

PERENCANAAN CAMPURAN ASPAL BETON HOT ROLLED SHEET – WEARING

COURSE (HRS – WC) DENGAN FILLER BATU LATERIT KALIMANTAN

Reno Pratiwi(1), Rahmat(2)


(1), (2)
Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Balikpapan
E-mail : reno_pratiwi@yahoo.com

ABSTRAK

Tahun 1980 Bina Marga mengembangkan campuran aspal yang dikenal dengan Lapisan Tipis Aspal Beton
(Lataston) atau Hot Rolled Sheet (HRS). Untuk meningkatkan campuran aspal beton dapat dilakukan dengan
modifikasi campuran aspal beton terutama dengan mengganti bahan pengisi (filler). Batu laterit Kalimantan
memiliki beberapa mineral seperti : zat besi, timah, zirkon, kwarsa, alumunium, nikel oksida titanium dan juga
memiliki tekstur yang padat dan juga kokoh. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap batu laterit Kalimantan
sebagai bahan pengganti filler. Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai karakteristik Marshall jika menggunakan
variasi filler batu laterit Kalimantan, kombinasi dan semen serta untuk mengetahui apakah penggunaan batu laterit
sebagai filler dapat meningkatkan nilai karakteristik Marshall HRS. Hasil penelitian didapatkan kadar aspal
optimum 6,80 % dengan filler 100 % semen nilai stabilitas 1140 kg > 800 kg, flow 3,49 mm > 3 mm, MQ 328
kg/mm > 250 kg/mm, VIM 6,0% > 5,7% > 4,0% , VMA 20,0% > 18%, dan VFB 71,5% > 68%. Dengan filler
kombinasi (50 % batu laterit dan 50 % semen) nilai stabilitas 1054 kg > 800 kg, flow 3,77 mm > 3 mm, MQ 281
kg/mm > 250 kg/mm, VIM 6,4 > 6,0 (pada campuran ini nilai VIM tidak memenuhi spesifikasi), VMA 20,5% >
18%, dan VFB 68,8% > 68%. Dengan filler 100 % batu laterit nilai stabilitas 1232 kg > 800 kg, flow 3,86 mm > 3
mm, MQ 319 kg/mm > 250 kg/mm, VIM 6,0% > 5,7% > 4,0% , VMA 19,7% > 18%, dan VFB 71,7% > 68%.

Kata Kunci : HRS, Batu Laterit Kalimantan, Karakteristik Marhsall

1. PENDAHULUAN dengan memodifikasi campuran aspal


Pesatnya pertumbuhan lalu lintas di beton tersebut terutama dengan mengganti
Indonesia mengakibatkan kerusakan bahan pengisi (filler) dengan material lain.
diberbagai ruas jalan. Seperti pada ruas Karakteristik filler pada campuran
jalan yang tingkat lalu lintasnya tinggi, perkerasan adalah sebagai bahan pengisi
dengan tingginya tingkat lalu lintas rongga, meningkatkan daya ikat aspal,
cenderung memperpendek umur layanan meningkatkan stabilitas campuran dan
dari prasarana transportasi. Dengan memperkecil kelelehan atau penurunan.
permasalahan tersebut pada pembuatan Filler yang digunakan terdiri dari
jalan baru maupun pemerliharaan jalan bermacam–macam material, seperti debu
dituntut agar meningkatkan kualitas jalan, batu kapur, semen, atau mineral yang
terutama pada peningkatan mutu bahan berasal dari asbuton. Karena melihat sisi
yang akan digunakan, dengan peningkatan ekonomis campuran, perlu adanya
kualitas jalan maka dana yang dibutuhkan modifikasi terhadap filler dikarenakan
akan semakin meningkat. Sementara di harga semen yang semakin hari semakin
lain pihak dana pembangunan prasarana mahal. Oleh karena itu perlu adanya
jalan sangat terbatas. Pada tahun 1980-an penelitian terhadap batu laterit
Bina Marga mengembangkan campuran Kalimantan, karena batu laterit
aspal yang dikenal dengan Lapis Tipis Kalimantan mudah didapatkan di
Aspal Beton (Lataston) atau Hot Rolled Kalimantan mulai dari dari tepi pantai
Sheet (HRS) yang diyakini menghasilkan sampai dengan pegunungan dengan iklim
jalan dengan kelenturan dan keawetan kering hingga basah. Batu laterit
yang cukup baik pada beban lalu lintas Kalimantan memiliki beberapa mineral
ringan. Untuk meningkatkan kinerja yang terkandung di dalamnya, seperti : zat
campuran aspal beton dapat dilakukan besi, timah, zirkon, kwarsa, alumunium,
128
Perencanaan Campuran Aspal Beton Hot Rolled Sheet – Wearing Course (Hrs – Wc) Dengan
Filler Batu Laterit Kalimantan
nikel, oksida titanium dan lain-lain. Batu c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban
laterit Kalimantan ini juga mempunyai adalah timbulnya rutting (lendutan
tekstur yang padat dan juga kokoh. pada jalur roda).
Karena sifat yang padat dan juga kokoh d. Pengaruhnya terhadap penurunan
tanah ini sangat cocok untuk menerima tanah dasar yaitu, jalan
beban berat di atasnya. Berdasarkan latar bergelombang (mengikuti tanah
belakang diatas peneliti ingin meneliti dasar).
apakah dengan penggunaan batu laterit e. Adapun konstruksi perkerasan lentur
Kalimantan sebagai filler dapat dapat dilihat pada Gambar I.1.
meningkatkan karakteristik marshall.

Rumusan masalah pada penelitian ini


adalah:
1. Berapa nilai karakteristik Marshall jika
menggunakan variasi filler batu laterit
Kalimantan, kombinasi dan semen ?
2. Apakah penggunaan batu laterit
Kalimantan sebagai filler dapat
meningkatkan nilai karakteristik Gambar I.1. Komponen Perkerasan Lentur
Marshall pada campuran Hot Rolled Sumber : Dinas Bina Marga
Sheet – Wearing Course (HRS – WC) ?
2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid
Tujuan penelitian ini adalah : Pavement) adalah perkerasan
1. Untuk mengetahui berapa nilai tegar/kaku/rigid dengan bahan
karakteristik Marshall jika perkerasan yang terdiri atas bahan ikat
menggunakan variasi filler batu laterit (semen portland, tanah liat) dengan
Kalimantan, kombinasi dan semen. batuan. Bahan ikat semen portland
2. Untuk mengetahui apakah penggunaan digunakan untuk lapis permukaan yang
bgatu laterit Kalimantan sebagai filler terdiri atas campuran batu dan semen
dapat meningkatkan nilai karakteristik (beton) yang disebut slab beton.
Marshall pada campuran Hot Rolled (Hendra Suryadharma, Benidiktus
Sheet – Wearing Course (HRS – WC). Susanto, 1999).
a. Memakai bahan pengikat semen
2. TINJAUAN PUSTAKA portland (PC).
Berdasarkan bahan pengikatnya b. Sifat lapisan utama (plat beton)
konstruksi perkerasan jalan dibedakan yaitu memikul sebagian besar beban
atas: lalu lintas.
1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexsible c. Pengaruhnya terhadap repitisi beban
Pavement) adalah perkerasan fleksibel adalah timbulnya retak-retak pada
dengan bahan terdiri atas bahan ikat permukaan jalan.
(berupa aspal, tanah liat) dan batu d. Pengaruhnya terhadap penurunan
(Hendra Suryadharma, dkk, 1999). tanah dasar yaitu, bersifat sebagai
Beberapa hal yang sangat berhubungan balok atas permukaan.
dengan perkerasan lentur adalah:
a. Memakai bahan pengikat aspal. Adapun konstruksi rigid pavement
b. Sifat dari perkerasan ini adalah dapat dilihat pada Gambar I.2.
memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas ke tanah dasar.

129
Jurnal TRANSUKMA Volume 02 Nomor 02 Juni 2017 ISSN cetak 2502-1028
pemilihan SS - A dan SS - B
tergantung pada tebal nominal
minimum. Latasir biasanya
memerlukan penambahan filler agar
memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang
disyaratkan.
2. Lapis Tipis Aspal Beton (Hot Rolled
Gambar I.2. Komponen Perkerasan Kaku Sheet, HRS)
Sumber : Dinas Bina Marga Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston)
yang selanjutnya disebut HRS, terdiri
3. Konstruksi perkerasan komposit dari dua jenis campuran, HRS pondasi
(Composite Pavement) adalah jenis (HRS – Base) dan HRS Lapis Aus
perkerasan kombinasi antara rigid (HRS – Wearing Course, HRS – WC)
pavement dan flexible pavement. dan ukuran maksimum agregat masing-
(Hendra Suryadharma, Benidiktus masing campuran adalah 19 mm. HRS
Susanto, 1999). – Base mempunyai proporsi fraksi
a. Kombinasi antara perkerasan kaku agregat kasar lebih besar daripada HRS
dan perkerasan lentur. – WC.
b. Perkerasan lentur diatas perkerasan 3. Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete,
kaku atau sebaliknya. AC)
Lapis Aspal Beton (Laston) yang
selanjutnya disebut AC, terdiri dari tiga
jenis campuran, AC Lapis Aus (AC -
WC), AC Lapis Antara (AC - Binder
Course, AC - BC) dan AC Lapis
Pondasi (AC - Base) dan ukuran
maksimum agregat masing-masing
campuran adalah 19 mm, 25,4 mm,
Gambar I.3. Komponen Perkerasan 37,5 mm. setiap jenis campuran AC
Komposit
yang menggunakan bahan aspal
Sumber : Dinas Bina Marga
polimer atau aspal dimodifikasi dengan
aspal alam disebut masing-masing
Tabel I.1 Perbedaan Perkerasan Lentur dan
Perkerasan Kaku sebagai AC - WC Modified, AC - BC
Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Modified, dan AC - Base Modified.
Bahan Aspal Semen
Pengikat
Repetisi Timbul rutting Timbul retak-retak pada Menentukan Kadar Aspal Campuran
Beban (lendutan pada jalur permukaan
roda) Jika dari perhitungan dihasilkan kadar
Penurunan
Tanah
Jalan bergelombang
(mengikuti tanah
Bersifat sebagai
diatas perletakan
balok aspal adalah 6,3%, maka nilai kadar aspal
Dasar dasar) rencana/tengah/ideal = 6,5%. Setelah
Perubahan Modulus kelakuan Modulus kelakuan tidak.
Temperatur berubah. Timbul Berubah timbul tegangan diketahui nilai aspal rencana/tengah/ideal
tegangan dalam yang dalam yang besar
kecil
maka nilai ideal di tambahkan sampai 3
Sumber : Silvia Sukirman kali dengah interval 0,5% dan di kurangi 2
kali dengan interval 0,5% (-1%, -0,5%,
Campuran Beraspal Panas PB, +0,5%, +1%, +1,5%).
Jenis Campuran Beraspal
1. Lapis Tipis Aspal Pasir (Sand Sheet, Rumus yang digunakan adalah :
SS) Kelas A dan B ( ) ( )
( )
Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) yang
selanjutnya disebut SS, terdiri dari dua
jenis campuran, SS - A dan SS - B.
130
Perencanaan Campuran Aspal Beton Hot Rolled Sheet – Wearing Course (Hrs – Wc)
Dengan Filler Batu Laterit Kalimantan
Keterangan: P1  P2  ...  Pn
Pb = Nilai kadar aspal rencana Gsb =
P1 P2 P
CA = Agregat kasar, % agregat   ...  n
G1 G 2 Gn
tertahan saringan No.8
FA = Agregat halus, % agregat lolos Keterangan :
saringan No.8, tertahan saringan Gsb = Berat jenis bulk agregat
No.200 total
Filler = % agregat minimal 75% lolos P1+P2+Pn = Presentase masing-masing
No.200 fraksi agregat
K = Nilai konstanta G1+G2+Gn = Berat jenis bulk masing-
= 0,5 – 1,0 untuk laston masing fraksi agregat
= 2,0 – 3,0 untuk lataston
b. Berat Jenis Semu Agregat Total
Perhitungan Volumetrik Campuran P1  P2  ...  Pn
Gsa =
1. Volumetrik Benda Uji Campuran P1 P P
 2  ...  n
yang dipadatkan H1 H 2 Hn
Keterangan :
Udara Gsa = Berat jenis semu agregat
total
Aspal
P1+P2+Pn = Presentase masing-masing
fraksi agregat
Agregat H1+H2+Hn = Berat jenis semu masing-
masing fraksi agregat

Gambar I.4 Komponen Campuran Beraspal c. Berat Jenis Efektif Agregat Total
secara Volumetrik Gsb  Gsa
Sumber : Dinas Bina Marga Gse =
2
Keterangan:
Keterangan :
Gse = Berat jenis efektif agregat total
Vma = Volume rongga diantara mineral
Gsb = Berat jenis bulk agregat total
agregat
Gsa = Berat jenis semu agregat total
Vmb = Volume bulk campuran padat
Vmm = Volume campuran padat tanpa
d. Berat Jenis Maksimum Campuran
rongga
Pmm
Vfa = Volume rongga terisi aspal Gmm =
Pmm  Pb Pb
Va = Volume rongga dalam 
campuran Gse Sb
Vb = Volume aspal Keterangan :
Vba = Volume aspal yang diserap Gmm = Berat jenis maksimum
agregat campuran, rongga udara nol
Vsb = Volume agregat (berdasarkan Pmm = Persen berat total campuran
berat jenis bulk) Pb = kadar aspal, persen terhadap
Vse = Volume agregat (berdasarkan berat total campuran
berat jenis efektif) Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal
Rumus Berat Jenis dan Perhitungan
Volumetrik 2. Perhitungan Penyerapan Aspal dan
1. Perhitungan Berat Jenis Kadar Aspal Efektif
a. Berat Jenis Bulk Agregat Total a. Penyerapan Aspal

131
Jurnal TRANSUKMA Volume 02 Nomor 02 Juni 2017 ISSN cetak 2502-1028
Gse  Gsb
Pba = 100   Gb MULAI
Gse  Gsb
Keterangan: Studi Literatur
Pba = Penyerapan aspal, persen total
agregat Pemilihan Material

Gsb = Berat jenis bulk agregat


Pengujian Material
Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal
Agregat Bahan Pengisi (filler)
Batu Laterit Kalimantan
b. Kadar Aspal Efektif 1. Agregat Kasar

Pba  100  Pb 
1. Berat Jenis
a. Keausan/Abrasi

Pbe = Pb 
b. Berat Jenis dan
Penyerapan

100 2. Agregat Halus

Keterangan: a. Berat Jenis dan


Penyerapan
Pbe = Kadar aspal efektif
Pb = Kadar aspal, persen total
campuran Memenuhi

Pba = Penyerapan aspal, persen total Spesifikasi

agregat
Menentukan Kadar Aspal Rencana/Tengah/Ideal (PB)
Dengan Variasi Kadar Aspal (-1%, -0,5%, PB, +0,5%, +1%, +1.5%)
c. Rongga Antar Agregat (VMA)
VMA = 100 
100  Pb   Gmb Menentukan Proporsi Masing – masing Agregat & Filler, Sesuai
Spesifikasi Campuran Lataston HRS – WC Bina Marga 2010 Revisi
Gse 3 Divisi 6

Keterangan : Membuat Benda Uji Marshall (2 x 75 Tumbukan)


VMA = Rongga diantara agregat Berdasarkan Kadar Aspal Rencana

Gse = Berat jenis efektif agregat


Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
(berat isi) Memenuhi Persyaratan Stabilitas,
Flow, VIM, VMA, VFA

Pb = KadarAspal, persen total Spesifikasi Bina Marga 2010


Revisi 3 Divisi 6

campuran

d. Rongga dalam Campuran (VIM) Menghitung Kadar Aspal Optimum (KAO)

100  Gmb
VIM = 100  Membuat Benda Uji Marshall (2 x 75
Gmm Tumbukan)
Berdasarkan Nilai KAO yang di Dapat
Keterangan :
VIM = Rongga dalam campuran Menggunakan
100% Filler Batu
Menggunakan Kombinasi
Filler 50% Filler Batu
Menggunakan
100% Filler Semen
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat Laterit Kalimantan Laterit Kalimantan dan
50% Semen

(berat isi)
Gmm = Berat jenis maksimum campuran, Pengujian
Uji Marshall (Marshall Test)

rongga udara nol


Analisa Data dan Pembahasan
Analisa Data
e. Rongga Terisi Aspal (VFA)
100VMA  VIM 
VFA = Kesimpulan

VMA
Keterangan : SELESAI

VFA = Rongga terisi aspal


VMA = Rongga diantara agregat
VIM = Rongga dalam campuran Gambar I.5 Diagram Alir Metodologi
Penelitian

3. METODE PENELITIAN
132
Perencanaan Campuran Aspal Beton Hot Rolled Sheet – Wearing Course (Hrs – Wc)
Dengan Filler Batu Laterit Kalimantan
4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
ANALISA DATA Aspal yang digunakan adalah Penetrasi
Penelitian yang dilakukan di 60/70. Berikut dibawah ini hasil pengujian
Laboratorium Teknik Sipil Fakultas aspal pada Tabel I.3.
Teknik Universitas Balikpapan terdiri dari
pengujian agregat untuk menentukan Tabel I.3 Pengujian Mutu Aspal Penetrasi 60/70
pembagian ukuran butir (gradasi) agregat Hasil Spesifikasi
Metode Sat
halus dan agregat kasar dengan No Jenis Pengujian
Pengujian Pengu
Min Maks
uan
jian
menggunakan saringan dan mengetahui 1
Penetrasi pada 25°C, SNI 06-
62 60 70
0,1
100 gram, 5 detik 2456-1991 mm
sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat 2 Titik lembek
SNI
53,5 ≥ 48 °C
2434:2011
kasar, agregat halus dan bahan pengisi 3
Daktilitas pada 25°C, SNI
128 ≥ 100 cm³
5cm/menit 2432:2011
(filler) yang digunakan dalam campuran. Kelarutan dalam AASHTO
4 99,5 ≥ 99 %
Bahan agregat yang digunakan pada studi C2HCL3 T44-03
SNI
5 Titik nyala (COC) 331 ≥ 232 °C
ini, yang terdiri dari agregat halus dan 2433:2011
SNI gr/
6 Berat jenis 1,029 ≥ 1,0
agregat kasar adalah jenis batu pecah 2441:2011
SNI 06-
ml
%
7 Penetrasi setelah TFOT 52,3 ≥ 54
(crushed rock) yang berasal dari Palu, 2456-1991 asli
SNI
8 Daktilitas setelah TFOT 83,0 ≥ 100 cm
Sulawesi Tengah sedangkan bahan 2432:2011
Titik lembek setelah SNI
pengisi (filler) yang digunakan adalah 9
TFOT 2434:2011
53,5 - - °C
Perkiraan suhu AASHTO-
Semen Portland dan hasil penumbukan 10
pencampuran 27-1990
150 - - °C
Perkiraan suhu AASHTO-
dari Batu Laterit Kalimantan. 11
pemadatan 27-1990
145 - - °C
SK-SNI M-
12 Kadar parafin 0,440 - - %
09-1993-03
Rekapitulasi Hasil Pengujian Agregat Sumber : Hasil Pengujian
dan Filler
Hasil pengujian keseluruhan agregat Gradasi Agregat Gabungan
disajikan dalam Tabel I.2. Gradasi adalah distribusi dari variasi
ukuran butir berdasarkan nilai titik tengah
Tabel I.2 Rekapitulasi hasil pengujian agregat dari spesifikasi yang digunakan dalam
dan filler nilai persen. Berdasarkan hal tersebut
Filler
Pengujian
Agregat
Kasar
Agregat
Halus
Batu
Laterit
Metoda
Spesifika
si proporsi campuran Lataston HRS – WC
Abrasi 14,28 %
SNI 2417
 40 %
Gradasi Semi Senjang dengan gradasi
:2008
ideal diperoleh presentase agregat kasar
SNI 1969
Berat
2,79 2,62
:2008 > 2,5 44,0%, agregat halus 48,0% dan filler
jenis Bulk SNI 1970 gr/cc
:2008 (Batu Laterit Kalimantan) 8%, dimana
SNI 1969
Berat
2,81 2,65
:2008
-
campuran menggunakan gradasi ini
jenis SSD SNI 1970
2,60 :2008 diharapkan nantinya akan menghasilkan
Berat
SNI 1969
:2008
rongga yang diisyaratkan.
jenis 2,85 2,72 -
SNI 1970
Semu
:2008
SNI 1969
Penyerap :2008
0,72 % 1,42 % ≤3%
an SNI 1970
:2008

Sumber : Hasil pengujian laboratorium

Analisa dari keseluruhan hasil-hasil


pengujian baik itu pengujian agregat
kasar, halus dan filler telah memenuhi
persyaratan, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan campuran lataston HRS –
WC Gradasi Semi Senjang berdasarkan
spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3
Divisi 6.

133
Jurnal TRANSUKMA Volume 02 Nomor 02 Juni 2017 ISSN cetak 2502-1028
Tabel I.4 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Menentukan Kadar Aspal Rencana
Campuran Aspal Panas Berdasarkan gradasi agregat gabungan
Spesifikasi Komp
Sieve No.
Sieve
HRS-WC
Ideal
osisi
Keterangan
dapat ditarik hasil untuk menentukan
Gra. Semi
( mm )
Senjang
(%) (%) kadar aspal rencana/tengah/ideal dengan
3/4 19 100 100 100 0 CA menggunakan perhitungan sebagai berikut
1/2 12,5 87 100 93,5 6,5 CA :
3/8 9,5 55 88 71,5 22 CA Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%MA) + 0,18
4 4,75 0 0 0 0 CA (%filler) + K
8 2,36 50 62 56 15,5 CA = 0,035 (44,0) + 0,045 (48,0) + 0,18
16 1,18 0 0 0 0 MA (8,0) + 2,5
30 0,600 20 45 32,5 23,5 MA = 7,64% dibulatkan ke angka 0,5%
50 0,300 15 35 25 7,5 MA terdekat menjadi
100 0,150 0 0 0 0 MA
= 7,5%
200 0,075 6 10 8 17 FA

BB BA Setelah diketahui nilai kadar aspal


Agregat
44
rencana/tengah/ideal maka nilai ideal
Kasar
Agregat
48
ditambahkan sampai 3 kali dengah
Halus
Filler
100 -
8
interval 0,5% dan dikurangi 2 kali dengan
92 =
Total 100
interval 0,5% sehingga didapat hasil kadar
aspal campuran 6,5%, 7,0%, 7,5%, 8,0%,
Sumber : Gradasi Agregat Gabungan Untuk 8,5%, 9,0%.
Campuran Aspal (Spesifikasi Bina
Marga 2010 Revisi 3 Divisi 6)
Keterangan : Komposisi Campuran Berdasarkan
CA : Agregat Kasar
MA : Agregat Sedang
Kadar Aspal Rencana (Pb)
FA : Agregat Halus Hasil komposisi campuran untuk
BB : Batas Bawah perhitungan campuran lataston HRS - WC
BA : Batas Atas
diperoleh sebagai berikut :
Detail dari pengujian-pengujian tersebut Untuk kadar aspal 7,5%, berat total
diperlihatkan dalam Tabel I.4 yang sample 1200 gram terdiri dari aspal +
dituangkan pada Gambar I.6 gradasi agregat kasar + agregat halus + filler.
agregat berikut ini: Berat agregat total 100% - 8% = 92%.

Dari hasil perhitungan komposisi


Grafik Gradasi Gabungan (Ideal) % campuran aspal Lataston HRS – WC
HRS-WC Gradasi Semi Senjang
100 untuk kadar aspal 7,5%, maka komposisi
90
80
campuran pada kadar aspal 6,5%, 7,0%,
70
60
7,5%, 8,0%, 8,5% dan 9,0% dapat dilihat
% Lolos

50
40
pada Tabel I.5.
30
20
10 Hasil Pengujian Marshall Berdasarkan
0
0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 Nilai Kadar Aspal Rencana
Ukuran ayakan (mm)
Pengujian Campuran dengan alat
Gambar I.6 Grafik Gradasi Gabungan HRS Marshall, sesuai dengan SNI 06-2489-
– WC Gradasi Semi Senjang 1990/SK SNI M-58-1990-03 sebagai acuan
Sumber : Hasil analisis data pengujian yang digunakan untuk menentukan kadar
laboratorium aspal optimum berdasarkan pengujian
Keterangan : tiap-tiap variasi campuran. Dalam
: Batas Atas penelitian ini dibuat 18 benda uji, dimana
: Batas Bawah masing-masing 3 buah untuk setiap variasi
: Nilai Rata – rata Gradasi kombinasi campuran, dengan kadar aspal

134
Perencanaan Campuran Aspal Beton Hot Rolled Sheet – Wearing Course (Hrs – Wc)
Dengan Filler Batu Laterit Kalimantan
yang diberikan mulai dari 6,5%, 7,0%, Sumber : Hasil analisis
7,5%, 8,0%, 8,5% dan 9,0% dengan
interval 0,5%. Benda uji dipadatkan Grafik hubungan antara stabilitas dan
sebanyak 75  2 tumbukan per bidang, kadar aspal berbanding terbalik. Dimana
kemudian benda uji ditimbang di udara kadar aspal rendah maka nilai
kemudian direndam pada temperatur stabilitasnya tinggi begitu sebaliknya.
ruangan selama 24 jam, setelah direndam Spesifikasi untuk nilai stabilitas berada
ditimbang di dalam air dan ditimbang pada range 800 kg. Dimana jika dibawah
pada kondisi jenuh, direndam di dalam batas maka tidak memenuhi spesifikasi.
bak perendaman pada temperatur 60o C
selama 30 menit dan segera dilakukan
Flow
Marshall Test. 11.0
10.0 10.05
Tabel I.5 Hasil Proporsi campuran aspal 9.0
8.45
Lataston HRS – WC Gradasi Semi 8.0
7.0 6.26
6.0 6.74
Senjang 5.0
Propo
Kadar Aspal 4.0 3.89
rsi 3.0
Ukuran
Camp 2.0 3.08
Material 1.0
uran 6,5% 7,0% 7,5% 8,0% 8,5% 9,0%
(%)
0.0
Agregat 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5
kasar 19 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
mm KADAR ASPAL
Agregat
kasar 6,5 72,9 72,5 72,2 71,8 71,4 71,0
12,5 mm Gambar I.8 Grafik Hubungan Antara Nilai
Agregat
kasar 9,5 22 246,8 245,5 244,2 242,9 241,6 240,2
Flow dan Kadar Aspal
mm
Agregat
Sumber : Hasil analisis
kasar 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
4,75 mm
Agregat
kasar 15,5 173,9 173,0 172,1 171,1 170,2 169,3
Grafik hubungan antara flow dan kadar
2,36 mm aspal berbanding lurus. Dimana kadar
Agregat
halus 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 aspal tinggi maka nilai flow semakin
1,18 mm
Agregat tinggi. Spesifikasi untuk nilai flow berada
halus 23,5 263,7 262,3 260,9 259,4 258,0 256,6
0,600 mm pada range 3,0 mm. Dimana jika dibawah
Agregat
halus 7,5 84,2 83,7 83,3 82,8 82,4 81,9 batas maka tidak memenuhi spesifikasi.
0,300 mm
Agregat
halus 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,150 mm Marshall Quotient
Agregat
halus 17 190,7 189,7 188,7 187,7 186,7 185,6 500
0,075 mm
Filler 8 89,8 89,3 88,8 88,3 87,8 87,4 400 392
Aspal 60/70 78,0 84,0 90,0 96,0 102 108
300
Berat total campuran
1200 1200 1200 1200 1200 1200 274
(gram)
200
163
Sumber : Hasil analisis 100 163 110
74
0
Berikut dibawah ini adalah grafik hasil 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5
dari Uji Marshall : KADAR ASPAL

Stabilitas Gambar I.9 Grafik Hubungan Antara Nilai


1600
MQ dan Kadar Aspal
1400
Sumber : Hasil analisis
1202
1200
1000
1078 Grafik hubungan antara Marshall
1047 1008 926
800
Quotient dan kadar aspal berbanding
739
600
terbalik. Dimana kadar aspal tinggi maka
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 nilai Marshall Quotient nya rendah.
KADAR ASPAL
Spesifikasi nilai Marshall Quotient berada
Gambar I.7 Grafik Hubungan Antara Nilai pada range 250 kg/mm. Dimana jika
Stabilitas dan Kadar Aspal

135
Jurnal TRANSUKMA Volume 02 Nomor 02 Juni 2017 ISSN cetak 2502-1028
dibawah batas maka tidak memenuhi VFA
spesifikasi. 105.0
95.0
VIM 85.0 78.1 81.0
75.0 82.1
8.0 80.0
75.0 75.6
6.0 5.0 65.0
4.8 4.2 55.0
4.0 4.8 4.5 4.1 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5
KADAR ASPAL
2.0

0.0 Gambar I.12 Grafik Hubungan Antara Nilai


6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5
VFA dan Kadar Aspal
KADAR ASPAL
Sumber : Hasil analisis
Keterangan :
Gambar I.10 Grafik Hubungan Antara Nilai : Alur Grafik
VIM dan Kadar Aspal : Batas Spesifikasi
Sumber : Hasil analisis : Hasil Analisa

Grafik hubungan antara nilai VIM dan Grafik hubungan antara nilai VFA dan
kadar aspal berbanding terbalik. Dimana kadar aspal berbanding lurus. Dimana
kadar aspal tinggi maka nilai VIM nya kadar aspal tinggi maka nilai VFA
rendah. Spesifikasi nilai Marshall semakin tinggi. Spesifikasi untuk nilai
Quotient berada pada range 4,0% sampai flow berada pada range 68,0%. Dimana
6,0%. Dimana jika dibawah batas dan jika dibawah batas maka tidak memenuhi
diatas batas maka tidak memenuhi spesifikasi.
spesifikasi.
Menentukan Kadar Aspal Optimum
VMA (KAO)
25.0
Perencanaan perkerasan jalan diisyaratkan
22.5
21.7 23.1 agar perkerasan yang dihasilkan memiliki
19.9 22.2
20.0 19.6 stabilitas yang cukup baik tanpa
mengabaikan fleksibilitas, durabilitas, dan
15.0
kemudahan pelaksanaan. Adapun
10.0 karakterisrik campuran aspal panas
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 Lataston HRS – WC Gradasi Semi
KADAR ASPAL
Senjang, meliputi stabilitas, kelelehan
Gambar I.11 Grafik Hubungan Antara Nilai (flow), rongga udara diantara butir
VMA dan Kadar Aspal agregat (VMA), rongga udara dalam
Sumber : Hasil analisis campuran (VIM), dan rongga terisi aspal
(VFA).
Grafik hubungan antara nilai VMA dan
kadar aspal berbanding lurus. Dimana Kadar aspal optimum ditentukan
kadar aspal tinggi maka nilai VMA dengan menggunakan Metode Barthart.
semakin tinggi. Spesifikasi untuk nilai Nilai kadar aspal optimum ditentukan
flow berada pada range 18,0 %. Dimana sebagai nilai tengah dari rentan kadar
jika dibawah batas maka tidak memenuhi aspal maksimum dan minimum yang
spesifikasi. memenuhi semua persyaratan nilai
stabilitas, flow, VMA, VIM, dan VFA
seperti pada Gambar I.13.

136
Perencanaan Campuran Aspal Beton Hot Rolled Sheet – Wearing Course (Hrs – Wc)
Dengan Filler Batu Laterit Kalimantan
Kadar Aspal Optimum =
6,80%
perkerasan dapat menerima beban
diatasnya.

KAO 6,80 %

Kadar Aspal Optimum 1,400


Stabilitas
1,200
Flow

Stabilitas (kg)
1,000 1,232
Marshall 1,140
800 1,054
Quotient 600
VIM 400
VMA 200
0
VFA 100% Batu Laterit 50% Batu Laterit 50% 100% Semen
Semen
6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5
Variasi Filler

KADAR ASPAL %

Gambar I.13 Grafik penentuan kadar aspal Gambar I.14 Diagram Hubungan Variasi Filler
optimum (KAO) dengan Nilai Stabilitas
Sumber : Hasil pengujian laboratorium Sumber : Hasil data pengujian laboratorium

Keterangan : Hubungan variasi filler dengan nilai


: Garis Kadar Aspal Optimum
(KAO)
flow
: Garis Nilai Hasil Pengujian Dari hasil data pengujian laboratorium ini
dapat ditarik hasil bahwa nilai flow
Dari hasil pengujian marshall test untuk dengan menggunakan filler Batu Laterit
menentukan Kadar Aspal Optimum Kalimantan lebih tinggi dari hasil nilai
(KAO) seperti pada Gambar I.13, flow dengan menggunakan filler semen,
diperoleh nilai KAO sebesar 6,80%. sehingga Batu Laterit Kalimantan dapat
Dimana nilai KAO ini akan digunakan digunakan sebagai bahan pengganti filler
untuk membuat benda uji berdasarkan semen, karena semakin tinggi nilai flow
nilai KAO. maka semakin baik pula fleksibilitasnya.

Benda uji berdasarkan nilai KAO ini KAO 6,80 %

dibagai menjadi tiga sesuai dengan filler 4.5

yang akan digunakan, yaitu : 3.5


3.86 3.77
Flow (mm)

3.49
2.5
1. 100% filler Batu Laterit Kalimantan. 1.5
2. 50% filler Batu Laterit Kalimantan dan 0.5

50% filler Semen Portland. -0.5 100% Batu Laterit 50% Batu Laterit 50% 100% Semen
Semen
3. 100% filler Semen Portland. Variasi Filler

Dimana dari ketiga benda uji tersebut


terdiri dari nilai komposisi agregat dan Gambar I.15 Diagram Hubungan Variasi Filler
kadar aspal yang sama dengan Nilai Flow
Sumber : Hasil data pengujian laboratorium
Perbandingan Hubungan Variasi Filler Hubungan variasi filler dengan nilai
Dengan Nilai Stabilitas Marshall Quotient
Dari hasil data pengujian laboratorium ini Dari hasil data pengujian laboratorium ini
dapat ditarik hasil bahwa nilai stabilitas dapat ditarik hasil bahwa nilai MQ dengan
dengan menggunakan filler Batu Laterit menggunakan filler Batu Laterit
Kalimantan lebih tinggi dari hasil nilai Kalimantan lebih rendah dari hasil nilai
stabilitas dengan menggunakan filler MQ dengan menggunakan filler semen,
semen, sehingga Batu Laterit Kalimantan sehingga Batu Laterit Kalimantan dapat
dapat digunakan sebagai bahan pengganti digunakan sebagai bahan pengganti filler
filler semen, karena semakin tinggi nilai semen, karena nilai MQ yang rendah
stabilitas maka semakin baik pula lapis

137
Jurnal TRANSUKMA Volume 02 Nomor 02 Juni 2017 ISSN cetak 2502-1028
menunjukkan bahwa lapisan perkerasan Kalimantan lebih rendah dari hasil nilai
yang tidak terlalu kaku. VMA dengan menggunakan filler semen,
sehingga Batu Laterit Kalimantan dapat
KAO 6,80 % digunakan sebagai bahan pengganti filler
350
semen, karena nilai VMA yang rendah
300
250 319 328 menunjukkan bahwa rongga diantara
281
MQ (kg/mm)

200
150
agregat dalam campuran lebih sedikit
100
50
sehingga kemungkinan campuran untuk
0
100% Batu Laterit 50% Batu Laterit 50% 100% Semen
terjadinya geser menjadi lebih sedikit.
Semen
Variasi Filler

KAO 6,80 %

25.0

Gambar I.16 Diagram Hubungan Variasi Filler 20.0


19.7 20.5 20.0

VMA (%)
15.0
dengan Nilai Marshall 10.0
Quotient 5.0

Sumber : Hasil data pengujian laboratorium 0.0


100% Batu Laterit 50% Batu Laterit 50% 100% Semen
Semen
Variasi Filler
Hubungan variasi filler dengan nilai
VIM Gambar I.18 Diagram Hubungan Variasi Filler
Dari hasil data pengujian laboratorium ini dengan Nilai VMA
dapat ditarik hasil bahwa nilai VIM Sumber : Hasil data pengujian laboratorium
dengan menggunakan filler Batu Laterit
Kalimantan lebih rendah dari hasil nilai Hubungan variasi filler dengan nilai
VIM dengan menggunakan filler semen, VFA
sehingga Batu Laterit Kalimantan dapat Dari hasil data pengujian laboratorium ini
digunakan sebagai bahan pengganti filler dapat ditarik hasil bahwa nilai VFA
semen, karena nilai VIM yang rendah dengan menggunakan filler Batu Laterit
menunjukkan bahwa rongga yang ada di Kalimantan lebih tinggi dari hasil nilai
dalam campuran lebih sedikit, sehingga VFA dengan menggunakan filler semen,
akan meningkatkan durabilitas karena air sehingga Batu Laterit Kalimantan dapat
dari luar yang masuk ke dalam campuran digunakan sebagai bahan pengganti filler
lebih sedikit. semen, karena nilai VFA yang rendah
menunjukkan bahwa rongga yang ada
KAO 6,80 % pada campuran terisi aspal dengan baik.
7.0 KAO 6,80 %
6.0
5.0 6.4
5.7 80.0
5.6
VIM (%)

4.0 70.0
3.0 60.0 71.7 71.5
68.8
50.0
VFA (%)

2.0
40.0
1.0 30.0
0.0 20.0
100% Batu Laterit 50% Batu Laterit 50% 100% Semen 10.0
Semen 0.0
100% Batu Laterit 50% Batu Laterit 50% 100% Semen
Variasi Filler
Semen
Variasi Filler

Gambar I.17 Diagram Hubungan Variasi Filler


dengan Nilai VIM Gambar I.19 Diagram Hubungan Variasi Filler
Sumber : Hasil data pengujian laboratorium dengan Nilai VFA
Sumber : Hasil data pengujian laboratorium
Hubungan variasi filler dengan nilai
VMA KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil data pengujian laboratorium ini Kesimpulan
dapat ditarik hasil bahwa nilai VMA Hasil penelitian laboratorium mengenai
dengan menggunakan filler Batu Laterit pemanfaatan Batu Laterit Kalimantan
138
Perencanaan Campuran Aspal Beton Hot Rolled Sheet – Wearing Course (Hrs – Wc)
Dengan Filler Batu Laterit Kalimantan
sebagai filler pada campuran Lataston kg/mm > 250 kg/mm, VIM 6,0% >
HRS – WC Gradasi Semi Senjang dapat 5,7% > 4,0% , VMA 19,7% > 18%,
disimpulkan bahwa: dan VFB 71,7% > 68%.
1. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil 2. Berdasarkan nilai karakteristik
pengujian karakteristik marshall Marshall pada pengujian Batu Laterit
dengan menggunakan filler Batu Kalimantan sebagai filler, hasil yang
Laterit Kalimantan pada campuran didapatkan memenuhi persyaratan uji
Lataston HRS – WC Gradasi Semi Marshall sesuai dengan Bina Marga
Senjang Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Divisi 6. Sehingga dapat
2010 Revisi 3 Divisi 6, maka diperoleh digunakan untuk job mix formula
kadar aspal optimum sebesar 6,80%. sebagai bahan pengganti filler semen.
a. Hasil pengujian di laboratorium
berdasarkan variasi filler 100% Saran
Semen menunjukan nilai stabilitas Berdasarkan pengamatan dari hasil dan
1140 kg > 800 kg, flow 3,49 mm > 3 evaluasi yang dilakukan, maka untuk
mm, MQ 328 kg/mm > 250 kg/mm, penelitian selanjutnya dapat disarankan
VIM 6,0% > 5,7% > 4,0% , VMA hal-hal sebagai berikut:
20,0% > 18%, dan VFB 71,5% > 1. Pada penelitian selanjutnya agar dapat
68%. dikembangkan dengan menggunakan
b. Hasil pengujian di laboratorium proporsi campuran filler Batu Laterit
berdasarkan variasi filler 50% Batu Kalimantan yang berbeda, misalkan
Laterit Kalimantan + 50% Semen dengan proporsi 25 : 75 dan 75 : 25.
menunjukan nilai stabilitas 1054 kg Apakah dengan perbandingan tersebut
> 800 kg, flow 3,77 mm > 3 mm, hasil dari karakteristik Marshall masih
MQ 281 kg/mm > 250 kg/mm, VIM dapat digunakan sebagai filler
6,4 > 6,0 (pada campuran ini nilai pengganti semen?
VIM tidak memenuhi spesifikasi), 2. Diharapkan untuk penelitian
VMA 20,5% > 18%, dan VFB selanjutnya jumlah penumbukan yang
68,8% > 68%. digunakan 2  400 tumbukan, untuk
c. Hasil pengujian di laboratorium mengetahui bagaimana hasil
berdasarkan variasi filler 100% Batu pemadatannya. Apakah bisa digunakan
Laterit Kalimantan menunjukan untuk jenis cuaca dan beban yang
nilai stabilitas 1232 kg > 800 kg, extream?
flow 3,86 mm > 3 mm, MQ 319

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Bab VII Spesifikasi Umum Revisi
3, Divisi 6 Perkerasan Aspal, Jakarta, 2010.

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Spesifikasi Baru Beton Aspal Campuran Panas,
2001.

Dimas Reza Rahaditya, Studi Penggunaan Serbu Bata Merah Sebagai Filler Pada Perkerasan
Hot Rolled Sheet – Wearing Course (HRS – WC), Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Universitas Jember, Jember, 2012.

139
Jurnal TRANSUKMA Volume 02 Nomor 02 Juni 2017 ISSN cetak 2502-1028
Nurkhayati Darunifah, Pengaruh Bahan Tambahan Karet Padat Terhadap Karakteristik
Campuran Hot Rolled Sheet – Wearing Course (HRS – WC), Tesis, Program Pasca Sarjana
Universitas Dipenogoro, Semarang, 2007.

Brown SF dan Brunton, An Intoduction to the Analtytical Design of Bituminous Pavement, 2th
Edition, University of Nottingham, England, 1984.

Suprapto, T.M, Bahan dan Struktur Jalan Raya, Biro Penerbit Teknik Sipil Universtias Gajah
Mada, Yogyakarta, 2004.

Muhamad Nahrowi, Studi Kuat Lentur Balok Beton Dengan Material Laterit, Politeknik Negeri
Samarinda, Samarinda, 2014.

Santho Tandiarrang, Komposisi Kimia Batuan Ultramafik Dan Peta Persebaran Laterit,
Universitas Hassanudin, Makassar, 2011.

Sukirman Silvia, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung, 1992.

Sukirman Silvia, Beton Aspal Campuran Panas, Nova, Bandung, 2003.

140
Perencanaan Campuran Aspal Beton Hot Rolled Sheet – Wearing Course (Hrs – Wc) Dengan
Filler Batu Laterit Kalimantan

Anda mungkin juga menyukai