REFERAT
EMBOLISASI PSEUDOANEURISMA ARTERI UTERINA
Oleh:
dr. Elizabeth Angeline
Pembimbing:
dr. Alini Hafiz, Sp.OG
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Postpartum hemorrhage (PPH) merupakan salah satu dari penyebab mayor morbiditas
dan mortalitas maternal. PPH sekunder merupakan perdarahan yang sangat banyak yang dapat
terjadi kapan saja dari 24 jam hingga 12 minggu postpartum dan paling sering terjadi di antara
8-14 hari postpartum. Seringkali penyebabnya adalah produk konsepsi yang bertahan,
subinvolusi placental bed, dan endometritis. Penyebab yang jarang terjadi adalah
pseudoaneurisma Arteri uterina (UAP), malformasi arteriovenous, dan choriocarcinoma. PPH
sekunder jarang terjadi. Hingga sekarang, PPH sekunder mendapat perhatian yang sedikit,
mungkin karena insidens yang rendah dan lebih menyebabkan morbiditas dibandingkan
mortalitas. Bagaimanapun, PPH sekunder yang berat terkadang dapat menjadi fatal. UAP
jarang terjadi dan berpotensi life-threatening1.
Diagnosis aneurisma A. uterina dapat dibuat dengan ultrasonografi, tetapi jika kecil dan
ketika sudah terjadi ruptur, gambarannya akan sulit terlihat, dan CT scan dapat berguna dalam
mengidentifikasi abnormalitas arteri yang mendasari dan seringkali paling baik digunakan
angiografi. Embolisasi arteri harus dipertimbangkan sebagai terapi pilihan untuk pasien stabil1.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Anatomi uterus4
3
perubahan endometrium selama siklus menstruasi dan pertumbuhan uterus selama
kehamilan. Dalam perjalanannya, A. Uterina melewati aspek anterior ureter bagian
distal; dalam hal ini disebut sebagai “water under the bridge”5,6.
Terdapat dua buah Arteri uterina (kanan dan kiri). A. uterina merupakan cabang
dari A. iliaca interna yang juga disebut A. hipogastrika. A. uterina kanan merupakan
cabang dari A. iliaca interna bagian anterior kanan. A. uterina berjalan dari arah lateral
ke medial melalui bagian bawah dari ligamentum latum uteri atau disebut sebagai
ligamentum cardinal. Pada setinggi isthmus uterus, A. Uterina dibagi menjadi cabang
ascenden dan descenden5,6.
4
A. spiralis mensuplai darah ke endometrium uterus zona fungsional yang
meluruh saat menstruasi. Secara histologi, identifikasi A. spiralis membantu untuk
penegakan diagnosis fase luteal siklus menstruasi5,6.
Gambar 3. A. uterina dan cabang-cabangnya, A. vaginal dan cabang-cabangnya, cabang ke fundus, cabang ke
tuba, A. cervix, A. hipogastrika5.
5
Gambar 4. Ilustrasi suplai darah arteri pada organ reproduksi wanita6
2.3 Pseudoaneurisma
Lesi vaskular uterina merupakan hal yang jarang terjadi tetapi berpotensi
membahayakan jiwa. Penyakit vaskular abnormal yang mengenai arteri adalah true
aneurysm, pseudoaneurisma, dan malformasi arteriovenous,. True aneurysm A. uterina
biasanya kongenital dan dapat dikategorikan fusiform atau sakular. Aneurisma fusiform
memiliki ciri khas dilatasi lokal lumen pembuluh darah yang rata-rata 2x ukuran bagian
proksimal dan distalnya. Aneurisma sakular merupakan ekstrusi lokal dari pembuluh
darah yang memiliki seluruh 3 lapisan dinding pembuluh darah.
6
Pada kasus obstetrik, trauma pada A. uterina dari caesarean section merupakan
penyebab paling umum terjadinya pseudoaneurisma. Hal ini dapat terjadi karena
ekstensi lateral dari insisi uterus segmen bawah dan kegagalan untuk melindungi apeks
insisi saat perbaikan, atau jika operasi dilakukan pada dilatasi lanjut1. Pseudoaneurisma
juga dapat terjadi setelah persalinan normal pervaginam tanpa prosedur traumatik,
namun hal ini sangat jarang terjadi1. Lokasi pseudoaneurisma setelah persalinan
pervaginam cenderung bervariasi dan dapat mengenai A. vagina atau A. obturator,
dimana pseudoaneurisma setelah persalinan caesarean biasanya mengenai A. uterina 7.
2.3.2.1 Ultrasonografi
7
terlihat dalam pseudoaneurisma (Gambar 6). Akan tetapi, ultrasonografi gray-scale
tidak dapat mendiagnosis secara pasti karena temuan ini juga ditemukan pada berbagai
kondisi, yang paling sering adalah kista simple dan kompleks serta hematoma8.
Gambar 5. (a) Ultrasonografi duplex Doppler menggambarkan pseudoaneurisma (PsA) dengan aliran
bidirectional di dalam neck (N). Arteri donor yang mensuplai pseudoaneurisma juga dapat terlihat (A). (b)
Ultrasonografi color Doppler pseudoaneurisma menunjukkan pseudoaneurysmal neck (N) dan yinyang (merah-
biru) dari sakus pseudoaneurisma (PsA)8.
Gambar 6. (a) Ultrasonografi transvaginal gray-scale memperlihatkan pseudoaneurisma pada A. iliaca interna
kiri (kepala panah) dan lapisan konsentrik thrombosis mural (panah). (b) Ultrasonografi transvaginal color
Doppler pseudoaneurisma memperlihatkan aliran yinyang (merah-biru) di sakus (kepala panah). (c)
Ultrasonografi transvaginal color Doppler flow mennjukkan aliran to-and-fro (bidirectional)8.
8
saja dapat inakurat. Tanda diagnosis adalah adanya hubungan (leher) antara sakus
dengan feeding artery/arteri donor dengan gelombang “to-and-fro” pada ultrasonografi
duplex Doppler. Komponen “to” menunjukkan aliran darah masuk ke pseudoaneurisma
pada waktu sistol; komponen “fro”menunjukkan darah keluar dari pseudoaneurisma
selama diastol (Gambar 6c). Ultrasonografi merupakan alat diagnostik bernilai dalam
mendeteksi pseudoaneurisma. Modalitas ini dapat dibawa, tersedia, tidak mahal, dan
cepat, serta tidak ada radiasi ion atau materi kontras yang toksik untuk ginjal, dan
noninvasif. Ultrasonografi memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 97% dalam
mendeteksi pseudoaneurisma. Namun, kegunaan ultrasonografi dalam mengevaluasi
arteri yang visceral (dalam) terbatas, dengan sensitivitas rendah. Selain itu,
ultrasonografi merupakan operator dependent dan evaluasi pembuluh darah pada
pasien trauma dengan fraktur atau hematoma sulit dilakukan. Sebagai tambahan,
konteks klinis seperti riwayat penyebab pseudoaneurisma dapat membantu diagnosis
pseudoaneurisma versus true aneurysm sakular8.
Gambar 7. Gambar USG transvaginal pada pseudoaneurisma A. uterina kanan dengan thrombosis 9
9
usia perdarahan yang akut atau kronik. Dinding dari pseudoaneurisma biasanya halus
dan berbatas tegas kecuali pada pseudoaneurisma mikotik, yang dindingnya tebal,
irregular, atau berbatas tidak tegas. CT scan dengan kontras menunjukkan sakus berisi
kontras. Bagaimanapun, seluruh pseudoaneurisma dapat tidak terisi dengan kontras;
area dengan atenuasi rendah dapat tetap di dalam pseudoaneurisma dan merupakan
temuan yang mengindikasikan thrombosis partial. Arteri donor dekat dengan
pseudoaneurisma dan biasanya dapat terlihat berhubungan8.
10
Gambar 8. Gambaran CT scan (a) dan angiografi pelvis (b). a. CT scan memperlihatkan massa yang enhanced di
dalam uterus, sugestif pseudoaneurisma A. uterina (kepala panah hitam). B. Digital subtraction angiogram A.
iliaca interna kiri memperlihatkan pseudoaneurisma A. uterina (kepala panah putih) berasal dari A. uterina
kiri10.
11
Gambar 9. (A) Ultrasonografi Color Doppler menunjukkan pola aliran darah swirling dengan materi echogenic
di cavum uteri (panah). Lesi ini berhubungan dengan A. uterina kiri oleh leher yang sempit (panah
melengkung). (B) MRI pelvis T2-wighted sagittal. Area signal void (panah) berasal dari aliran turbulen di dalam
pseudoaneurisma. (C) Arteriogram uterina kiri. Arteriogram memperlihatkan leher sempit pseudoaneurisma
(panah). (D) USG Color Doppler transvaginal uterus follow-up. Resolusi komplit dari pseudoaneurisma11.
12
Kerugian angiografi sebagai modalitas diagnostik adalah prosedur yang invasif
dan peningkatan risiko komplikasi oleh karena prosedur. Risiko terjadinya
pseudoaneurisma pada tempat puncture hanya 1% pada prosedur diagnostik. Akan
tetapi, risiko ini meningkat hingga 3.2 – 7.7% pada prosedur terapi. Prevalensi
keseluruhan komplikasi vaskular mayor karena angiografi adalah 0.02 – 9%.
Komplikasinya adalah perkembangan terjadinya pseudoaneurisma, hematoma,
arteriovenous fistula, embolisasi distal, spasme arteri, iskemia, diseksi intima, dan
thrombosis pembuluh darah. Selain itu, angiografi memakai radiasi ion dan kontras
iodin, yang memiliki masing-masing memiliki risiko dan komplikasi8.
13
Gambar 10. Wanita usia 44 tahun dengan perdarahan genital masif 2 bulan setelah persalinan caesarean karena
plasenta akreta. a Ultrasonografi grayscale menunjukkan massa echogenic (kepala panah) dengan komponen
anechoic (panah), terutama pada segmen bawah dinding posterior uterus, protrusi ke cavum endometrium.
Ultrasonografi Doppler menunjukkan aliran vaskular prominen dengan komponen anechoic massa; peak systolic
velocity >80 cm/s. b MRI menunjukkan large flow void (panah) di dalam massa pada T2-weighted imaging. c
Gd+ dynamic MRI pada fase arteri menunjukkan strong enhancement di dalam massa (panah). d Angiografi
menunjukkan sakus aneurisma (panah) yang sesuai dengan massa, dimana ekstravasasi (panah kecil)
terobservasi. UAE dan reseksi histeroskopik dilakukan, mengkonfirmasi diagnosis retained products of
conception. Diagnosis klinis adalah retained products of conception bersamaan dengan pseudoaneurisma
sekunder karena plasenta akreta dan persalinan caesarean 7.
2.3.3 Terapi
Pseudoaneurisma simptomatik (perdarahan intermittent atau kontinu) harus
diterapi. Bagaimanapun, keputusan untuk terapi pseudoaneurisma asimptomatik
kontroversial karena berbagai riwayat perjalanan panyakit yang tidak jelas, terutama
ketika mengenai faktor lokasi anatomi dari berbagai pseudoaneurisma dan keadaan
komorbid pasien8.
14
berubah, atau menjadi simptomatik. Bagaimanapun, risiko ruptur spontan dari
pseudoaneusima visceral ekstraorgan sangat tinggi tanpa memperhatikan ukurannya
dan mortalitas ruptur pada pasien post operasi mencapai 100%. Oleh karena itu,
pentingnya terapi definitif untuk kasus tersebut8.
2.3.3.1 Operasi
Secara umum, terapi operasi pseudoaneurisma sangat bervariasi dan termasuk
reseksi dengan prosedur bypass, ligasi arteri, dan partial atau complete organ removal.
Terapi yang terakhir seperti pada pseudoaneurisma ginjal (nefrektomi partial atau
komplit), pseudoaneurisma hepatik (segmentektomi), dan pseudoaneurisma lienalis
(splenektomi). Terapi operasi pseudoaneurisma yang mengenai arteri vital adalah
reseksi pseudoaneurisma dengan patch repair arteri donor vital dan ligasi arteri dengan
prosedur bypass. Terapi operasi pseudoaneurisma yang mengenai expendable artery
adalah ligasi arteri saja8.
16
dapat diterapi dengan metode ini, terutama ketika arteri donor tidak dapat diakses secara
endoluminal. Arteri di atas ligamen inguinal dapat juga diterapi dengan metode ini,
yang mana kontraindikasi pada US-guided compression karena berpotensi untuk risiko
ruptur8.
17
Gambar 11. (a) Potongan longitudinal cervix diambil dengan USG transvaginal. Pseudoaneurisma teridentifikasi
sebagai massa anechoic dengan signal Doppler kuat dan yin-yang Doppler sign, menggambarkan aliran turbulen
di dalam pseudoaneurisma (panah putih). (b) Potongan longitudinal cervix diambil dengan USG transvaginal
dilakukan setelah terapi dengan thrombin, dimana yin-yang Doppler sign (pseudoaneurisma) tidak terlihat
(panah putih). (c) CT scan pelvis dengan kontras pada fase arteri. Tampak lesi hiperdens di uterus (panah putih)
yang isodens pada fase porta dan delayed (tidak diperlihatkan) sesuai dengan pseudoaneurisma uterina. (d) CT
scan pelvis dengan kontras pada fase arteri dilakukan setelah terapi dengan thrombin dimana pseudoaneurisma
tidak terlihat (panah putih), menunjukkan embolisasi yang benar12.
18
Pemilihan materi embolan tergantung dari angiografinya seperti ukuran
pembuluh darah dan preferensi dokter12. Contoh embolan yang dapat dipakai seperti
polyvinyl alcohol (PVA) ukuran 500-710 µm atau 710-1000 µm atau partikel gelatin
sponge (Gelfoam)13. Tidak seperti agen embolan sementara yang dapat diserap, materi
berbahan dasar cairan N-butyl cyanoacrylate (NBCA/glue) atau agen metalik Tornado
microcoil (Cook) juga dapat digunakan. Setelah menyelesaikan embolisasi A. uterina,
oleh karena dapat terjadi ruptur pseudoaneurisma setelah manipulasi mikrokateter dan
guidewire, maka dilakukan angiografi post-embolisasi untuk memastikan kembali
keadaan pembuluh darah dan blockage arteri. Kemudian kateter dikeluarkan dan tempat
puncture dikompres12.
Coil dapat digunakan untuk (a) embolisasi sakus aneurisma saja, (b) oklusi
arteri donor dengan oklusi inflow/outflow pembuluh darah, atau (c) keduanya. Namun,
oleh karena tortuosity A. uterina, deployment coil pada bagian sangat distal tidak selalu
dapat dikerjakan dan partikel materi embolan harus dipilih terlebih dahulu15.
Materi Embolan
Materi Embolan tergantung dari temuan angiografi, posisi kateter yang dapat
dicapai, dan preferensi operator. Partikel gelatin sponge merupakan materi embolan
primer paling sering dipakai untuk embolisasi PPH primer. Partikel gelatin primer
digabung dengan medium kontras dilusi untuk membentuk materi yang halus seperti
cairan, yang kemudian diinjeksi ke arteri hingga terjadi oklusi atau stasis aliran darah
selama angiografi. Gelatin sponge dapat mengoklusi sementara selama 3-6 minggu dan
rekanalisasi arteri target yang merupakan keuntungan untuk fertilitas di masa depan.
Namun, transcatheter arterial embolization (TAE) dengan gelatin sponge sebagai satu-
satunya materi embolan pada pasien dengan koagulopati dilaporkan menghambat
efektivitas dalam mencapai hemostasis yang baik. Selain itu, pasien dengan perdarahan
19
aktif seperti pseudoaneurisma, penggunaan gelatin sponge dapat inadekuat untuk
mendapatkan terapi yang efektif. Penggunaan N-butyl cyanoacrylate (NBCA/glue)
harus dipertimbangkan pada pasien dengan 1) perdarahan aktif seperti ekstravasasi atau
pseudoaneurisma, 2) kondisi hemodinamik tidak stabil, atau 3) kegagalan embolisasi
dengan partikel gelatin sponge (biasanya pada embolisasi yang berulang). Mekanisme
embolisasi NBCA meliputi polimerisasi cepat dengan membuat kontak dengan darah
dan memblok komplit lesi arteri atau mengisi pseudoaneurisma, sehingga terjadi
embolisasi yang efektif, tanpa memperhatikan koagulopati. Oleh karena itu, TAE
emergensi menggunakan NBCA dapat sebagai terapi pilihan pertama untuk PPH
dengan disseminated intravascular coagulation (DIC), ekstravasasi, atau
pseudoaneurisma. Pada pasien dengan DIC, penggunaan NBCA di distal A. uterina,
tetapi tidak sejauh distal dari miometrium dapat menjadi pilihan yang lebih baik untuk
mengurangi kemungkinan perdarahan oleh karena pembukaan suplai kolateral yang
tidak umum ke uterus. Penggunaan partikel PVA tidak direkomendasikan karena dapat
menyebabkan nekrosis uterus. Coil metalik dapat digunakan untuk mengoklusi
pseudoaneurisma yang ruptur sebagai materi embolan tunggal atau tambahan 14.
Gambar 12. Seorang wanita 34 tahun dengan syok hemorrhagic setelah operasi pelvis untuk endometriosis. (A)
CT scan dengan kontras menunjukkan pseudoaneurisma dekat aspek kiri uterus (panah: pembesaran A. uterina
kiri; bintang: circular stapling dari reseksi sigmoid). (B) Digital subtraction angiografi dari A. iliaca interna kiri
(proyeksi anterior oblik kiri, late phase) mengkonfirmasi diagnosis pseudoaneurisma ekstrauterin yang disuplai
A. uterina kiri. (C) X-ray pelvis setelah arteriografi superselektif manual: intraperitoneal diffusion media kontras
tanpa adanya pseudoaneurisma. (D) Digital subtraction angiografi arteri postembolisasi menunjukkan oklusi
persisten pseudoaneurisma15
20
Gambar 13. CT scan dan digital subtraction angiogram pada pseudoaneurisma A. uterina kiri 12
Gambar 14. USG Color Doppler dan angiogram pada pseudoaneurisma A. uterina kanan 12
Evaluasi Pasien
Sebelum memulai prosedur radiologi intervensi, seorang radiolog intervensi
harus mengumpulkan informasi pasien seperti penyebab dan jumlah perdarahan, tanda
21
vital, terapi sebelumnya (seperti histerektomi, ligase, tamponade balon intrauterin), dan
transfusi darah sudah diberikan sebelumnya. Berdasarkan informasi ini, radiolog
intervensi dapat mengevaluasi tingkat urgensi dan menentukan ukuran sheath
introducer, apakah perlu pendekatan unilateral atau bilateral – atau oklusi balon
sementara, dimana harus kateterisasi, pilihan materi embolan, dan tingkat embolisasi16.
22
Komplikasi
23
BAB III
KESIMPULAN
Jika suatu PPH terjadi tanpa atonia uteri, laserasi, endometritis atau sisa plasenta, dan
jika perdarahan tidak responsif terhadap agen uterotonik, dan/atau ketika tiba-tiba terjadi
perdarahan masif, harus dipikirkan kemungkinan adanya ruptur pseudoaneurisma.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
doi:10.1016/j.gmit.2017.02.004
16. Woodhams R. The Role of Interventional Radiology in Primary Postpartum
Hemorrhage. Hypertens Res Pregnancy. 2016;4:53-64. doi:10.14390/jsshp.HRP2015-
016
26