Anda di halaman 1dari 8

TUGAS SKI

NAMA=TUBAGUS AHMAD MALIKI


KELAS:88

1. Syihab Al-Din Yahya Ibn Habasy Ibn Amirak Abu Al-Futuh Suhrawardi
bukanlah nama asing di kalangan mistikus Islam. Pecinta ilmu-ilmu mistis
ini lebih dikenal sebagai Suhrawardi, tokoh filsuf paling penting dalam
sejarah perkembangan filsafat iluminasi. Kota kecil di Persia barat laut,
satu kampung dekat Zinjan, telah menjadi saksi lahirnya Syuhrawardi pada
tahun 549 H/ 1153 M.

Karena kecakapannya, Suhrawardi memiliki sejumlah gelar yang mewakili


deretan kisah hidupnya hingga ia terbunuh di tiang gantung,
berikut kuniyah yang disematkan kepada Suhrawardi; Syaikh al-Isyraq;
Master of Illuminasiont, Al-Hakim (Sang Bijak), Al-Syahid (Sang
Martir), dan al-Maqtul (Sang Terbunuh) (Diambil dari tesis Lukman
Junaidi, Ilmu Hudhuri Suhrawardi belajar di Maragha, kota yang juga
melahirkan Nasrhir al-Din al-Thusi, pembangun observatorium pertama
dalam sejarah Islam. Suhrawardi belajar filsafat, hukum, dan teologi
kepada Majd al-Din al-Jili, bersama Fakhr al-Din al-Razi.

Setelah itu, ia pergi ke Isfahan untuk memperdalam studinya kepada


Fakhr al-Din al-Mardani dan Zahir al-Din al-Qari, dengan mengkaji al-
Basya’ir al-Nasyiriyyah karya Umar bin Sahlan al-Sawi. Terakhir
Suhrawardi berguru kepada al-Syaifir Iftikhar al-Din, guru Suhrawardi
yang paling berpengaruh, seperti dikatalan Hossein Ziai.
Suhrawardi mengakhiri pertualanganya di Suriah. Dari Damaskus, ia
menuju Aleppo dan mengabdi kepada Pangeran al-Malik al-Zhahir Ghazi,
gubernur Aleppo—yang juga dikenal sebagai Malik Zhahir Syah—putra
Sultan Ayyubiyyah Shalah al-Din. Karena Suhrawardi bisa meluluhkan
perhatian hati sang raja di istana, para hakim dan fuqaha Aleppo tidak
senang terhadapnya.

Lantas muncul surat yang ditulis oleh hakim terkenal Qadhi al-Fadhil. Ia
menuntut Suhrawardi dieksekusi mati untuk mengakhiri nasib
pemikiranya yang mengancam terhadap ideologi masyarakat awam.
(Sayyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematik Filsafat Islam, Terj.
Bandung:Mizan, 2003. hlm. 546).

Meski perjalanan hidupnya tidak begitu lama, Suhrawardi meninggalkan


banyak karya tulis ilmiah. Menurut Husein Nasr, ia meninggalkan sekitar
50 judul karya tulis ilmiah yang ditulisnya dalam bentuk bahasa Arab dan
Persia, meliputi belbagai bidang dengan metode yang berbeda-beda.

Ada empat buku besar tentang doktrinasi yang ditulis dalam bahasa Arab
oleh Suhrawardi. Kumpulan buku tersebut membentuk kelompok yang
membahas filsafat peripatetik, yang terdiri atas; al-Talwîhât, al-
Muqâwimât, dan al-Muthârahât yang ketiganya berisi pembenaran
filsafat Aristoteles, sedang yang terakhir adalah Hikmah al-Isyraq (The
Theosophy of the Orient of Light) kitab yang sangat menggetarkan jagat
filsafat illuminasi. (Syihab ad-Din Yahya as-Suhrawardi. Hikmah al-
Isyraq, ter. Muhammad Al-Fayyadl, Sufi Books, Yogyakarta, 2003, dan
Seyyed Hossein Nasr, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam, terj. Ach.
Maimun Samsuddin, IRCiSoD, Yogyakarta, 2014).

Barakah itu semacam ladzunni

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di dunia pesantren, saya mulai


mengenal “barakah” atau ngalap barakah dari para kiai. Sejenak saya
berfikir bahwa barakah itu semacam ilmu ladzunni (knowledge by
presence); ilmu yang diperolah tanpa proses belajar, sebuah ilmu melalui
jalur alternatif yang diberikan langsung oleh Allah kepada diri manusia.

Sampai hari ini, ketika saya mengenal dunia akademik yang lebih
sistematis, terstruktur, dan rigid, ditopang dengan megahnya gedung-
gedung kampus yang menjulang, dan banyaknya bahan bacaan, saya
bertanya: mungkinkah ilmu semacam “barakah” dapat diperoleh?

Jika pengertian barakah itu sebagaimana dipahami masyarakat pesantren,


sungguh mustahil seorang mahasiswa menemukan barakah tanpa ada
proses pengabdian diri terhadap seorang guru/dosen. Mengabdi berbeda
dengan belajar.

Seorang mahasiswa/murid ketika mengabdi berarti menghamba, tidak


ada proses transfer ilmu pengetahuan sama sekali dari sang guru kepada
murid. Mungkinkah seorang murid mendapat ilmu lazdunni tanpa ada
proses belajar? Jika jawabannya seperti dikemukakan oleh Suhrawardi
mengenai ilmu hudhuri, maka selalu bisa.

Mempercayai keabsahan ilmu ladzunni (saya tak membedakan


antara lazdunni/hudhuri, namun saya menggunakan hudhuri) selalu
mengundang debat. Saya seperti tersesat pada rimbun definisi-definisi,
yang sulit diurai secara sistematis, runut, dan mudah dipahami.

Banyak mistikus muslim terjebak dalam pelbagai metafora ketika


menuangkan tulisan-tulisan mereka tentang ilmu hudhuri. Mereka
bergumul dengan bahasa yang sulit dimengerti, nyaris menghilangkan
esensinya, terlingkupi rasa emosional yang membuncah.

Ilmu hudhuri yang dikemukakan oleh Suhrawardi menjawab dahaga saya


dalam kurun waktu yang sangat lama ketika masih kewalahan bertanya-
tanya perihal ilmu ini. Melalui pengamatan-pengamatan yang ditulis oleh
Suhrawardi, saya sedikit tercerahkan. Selalu ada ruang terbuka untuk
menggapai ilmu hudhuri bagi siapa saja yang menginginkannya.

Melalui tiga variabel utama, Suhrawardi membagi secara gradasi, secara


tahap demi setahap untuk mencapai ilmu hudhuri. Pertama, model
penelitian observatif; menggunakan pengamatan inderawi. Kedua, model
penelitian demonstratif; menggunakan analisa-analisa logis hingga
terhubung pada epistemologi eluminatif. Ketiga, pendekatan yang
mengandalkan kekuatan hati saat berinteraksi langsung dengan objek
yang hadir dalam kesadaran tertentu.

Upaya itulah yang bisa menemukan secuil pengakuan Suhrawardi atas


fungsi-fungsi pancaindra secara lahiriah.

Prestasi=1.Memberi interpretasi dan memodifikasi kembali ajaran


peripatetik serta hikmah isyraqinya, dalam kelompok ini antara lain kitab
: At-Talwihat, Al-Muqawamat, Al-Mutharahat, Hikmahal- Ishraq.
2.Membahas tentang filsafat yang disusun secara singkat dengan bahasa
yang mudah dipahami baik yang berbahasa arab ataupun yang berbhasa
persi: Al-Lamhat, Hayakil 3.al-Nur, Risalah fi al-Ishraq.Karya yang
bermuatan sufistik dan menggunakan lambang-lambang yang sulit
dipahami, dalam hal ini menggunakan bahasa persi walaupun ada
sebagian yang berbahasa arab: al-Aql al-Ahmar, al-Gharb al-Gharbiyah,
yaumun ma’a jama’at as-sufiyyin dan lain-lain.

3.Karya yang merupakan ulasan dan terjemahan dari filsafat klasik:


Risalah al-Thair, dan risalah fi haqiqah al-ishq, ini semua karya Ibn sina
yang kemudaian di terjemahkan oleh Suhrawardi kedalam bahasa Persia.

4.Karya yang berupa serangkaian doa-doa, yang dikenal dengan kitab al-
Waridat wa al-Taqdisat.

2. Nama lengkapnya ialah kamaluddin abu al qasim umar ibn ahmad ibn
haibatullah ibn abi jaradah al aqil . ia berasal dari bani jaradah yg pindah fari kota
basrah ke aleppo karena wabah penyakit al azim sendirivlahir di aleppo ayahnya
menjadi qadi mazhab hanafi di kota itu. Sejak tahun 616 H /1219M ia mulai
mengajar di aleppo setelah mendalam bebagai pengetahuan di baitul maqdis
damaskus ,hijaz,iraq ,dan aleppo sendiri

Al azim pun kemudian menjadi qadi di aleppo pada masa kekhalifaan amir al aziz
dan al nasir dari dinasti ayyubiyah. Bukan hanya itu al azim juga pernah menjadi
duta besar di baghdad dan kairo karya al azim yg palin menonjol berjudul zubdah
al hallab min tarikh al halaba ,bugyah at talib fi tarikh halaba. Kitab ini terdiri dari
40 juz atau 10 jilid . Al azim melarikan diri ke kairo ketika tentara mongol
menguasai halaba/ aleppo ia wafat sisana tahun 658H/1160M
Prestasi=1. Tafsir Al Qur'an Al Adzim

2. Al Bidayat wan Nihayat

3. Jami' Al Masanid Al 'Asyrah

4. Al Ikhtishor as Siroh an Nabawiyyah

5. Al Ikhtishor fi Ulumi al Hadits

6. Al-Ijtihad fi Thalabi al-Jihad

7. Risalah fi al-Jihad

3. Qasidah Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra
Islam. Isinya, sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad SAW, pesan moral,
nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan, hingga kini masih sering dibacakan
di sebagian pesantren salaf dan pada peringatan Maulid Nabi. Buku ini telah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi,
Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman dan Italia.

Pengarang Kasidah Burdah ialah Al-Bushiri (610-695H/ 1213-1296 M). Nama


lengkapnya, Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Dia
keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko dan dibesarkan di Bushir, Mesir,
Dia seorang murid Sufi besar, Imam as-Syadzili dan penerusnya yang bernama
Abdul Abbas al-Mursi – anggota Tarekat Syadziliyah. Di bidang ilmu fiqih, Al
Bushiri menganut mazhab Syafi’i, yang merupakan mazhab fiqih mayoritas di
Mesir.

Di masa kecilnya, ia dididik oleh ayahnya sendiri dalam mempelajari Al Quran di


samping berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Kemudian ia belajar kepada ulama-
ulama di zamannya. Untuk memperdalam ilmu agama dan kesusateraan Arab ia
pindah ke Kairo. Di sana ia menjadi seorang sastrawan dan penyair yang ulung.
Kemahirannya di bidang sastra syair ini melebihi para penyair pada zamannya.
Karya-karya kaligrafinya juga terkenal indah.Sebagian ahli sejarah menyatakan,
bahwa ia mulanya bekerja sebagai penyalin naskah-naskah.

Louis Ma’luf juga menyatakan demikian di dalam Kamus Munjibnya.Sajak-sajak


pujian untuk Nabi dalam kesusasteraan Arab dimasukkan ke dalam genre al-
mada’ih an-nabawiyah, sedangkan dalam kesusasteraan-kesusasteraan Persia dan
Urdu dikenal sebagai kesusasteraan na’tiyah (kata jamak dari na’t, yang berarti
pujian). Sastrawan Mesir terkenal, Zaki Mubarok, telah menulis buku dengan
uraian yang panjang lebar mengenai al-mada’ih an-nabawiyah. Menurutnya, syair
semacam itu dikembangkan oleh para sufi sebagai cara untuk mengungkapkan
perasaan religius yang Islami. Kasidah Burdah terdiri atas 160 bait (sajak), ditulis
dengan gaya bahasa (usiub) yang menarik, lembut dan elegan, berisi panduan
ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian
hawa nafsu, doa, pujian terhadap Al Quran, Isra’ Mi’raj, jihad dan tawasul.

Dengan memaparkan kehidupan Nabi secara puitis, AI-Bushiri bukan saja


menanamkan kecintaan umat Islam kepada- Nabinya, tetapi juga mengajarkan
sastra, sejarah Islam, dan nilai-nilai moral kepada kaum Muslimin. Oleh
karenanya, tidak mengherankan jika kasidah Burdah senantiasa dibacakan di
pesantren-pesantren salaf, dan bahkan diajarkan pada tiap hari Kamis dan Jumat di
Universitas AI-Azhar, Kairo.Al-Bushiri hidup pada suatu masa transisi
perpindahan kekuasaan dinasti Ayyubiyah ke tangan dinasri Mamalik Bahriyah.
Pergolakan politik terus berlangsung, akhlak masyarakat merosot, para pejabat
pemerintahan mengejar kedudukan dan kemewahan. Maka munculnya kasidah
Burdah itu merupakan reaksi terhadap situasi politik, sosial, dan kultural pada
masa itu, agar mereka senantiasa mencontoh kehidupan Nabi yang bertungsi
sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), mengendalikan hawa nafsu,
kembali kepada ajaran agama yang murni, Al Quran dan Hadis.

Ada sebab-sebab khusus dikarangnya Kasidah Burdah itu, yaitu ketika al-Bushiri
menderita sakit lumpuh, sehingga ia tidak dapat bangun dari tempat tidurnya, maka
dibuatnya syair-syair yang berisi pujian kepada Nabi, dengan maksud memohon
syafa’afnya. Di dalam tidurnya, ia bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad
SAW. di mana Nabi mengusap wajah al-Bushiri, kemudian Nabi melepaskan
jubahnya dan mengenakannya ke tubuh al-Bushiri, dan saat ia bangun dari
mimpinya, seketika itu juga ia sembuh dari penyakitnya.

ajaran Imam al-Bushiri dalam Burdahnya yang terpenting adalah pujian kepada
Nabi Muhammad SAW. la menggambarkan betapa Nabi diutus ke dunia untuk
menjadi lampu yang menerangi dua alam : manusia dan Jin, pemimpin dua kaum :
Arab dan bukan Arab. Beliau bagaikan permata yang tak ternilai, pribadi yang
tertgosok oleh pengalaman kerohanian yang tinggi. Al-Bushiri melukiskan tentang
sosok Nabi Muhammad seperti dalam bait 34-59 :

Muhammadun sayyidui kaunain wa tsaqaulai


Ni wal fariqain min urbln wa min ajami
Muhammad SAW adalah raja dua alam manusia dan jin
Pemimpin dua kaum Arab dan bukan Arab.

Pujian al-Bushiri pada Nabi tidak terbatas pada sifat dan kualitas pribadi, tetapi
mengungkapkan kelebihan Nabi yang paling utama, yaitu mukjizat paling besar
dalam bentuk Al Quran, mukjizat yang abadi. Al Quran adalah kitab yang tidak
mengandung keraguan, pun tidak lapuk oleh perubahan zaman, apalagi ditafsirkan
dan dipahami secara arif dengan berbekal pengetahuan dan makrifat. Hikmah dan
kandungan Al Quran memiliki relevansi yang abadi sepanjang masa dan selalu
memiliki konteks yang luas dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat
temporal.

Kitab Al Quran selamanya hidup dalam ingatan dan jiwa umat Islam.Selain
Kasidah Burdah, al-Bushiri juga menulis beberapa kasidah lain di antaranya a!-
Qashidah al-Mudhariyah dan al-Qashldah al-Hamziyah. Sisi lain dari profil al-
Bushiri ditandai oleh kehidupannya yang sufistik, tercermin dari kezuhudannya,
tekun beribadah, tidak menyukai kemewahan dan kemegahan duniawi.Di kalangan
para sufi, ia termasuk dalam deretan sufi-sufi besar. Sayyid Mahmud Faidh al-
Manufi menulis di dalam bukunya, Jamharat al-Aulia. bahwa al-Bushiri tetap
konsisten dalam hidupnya sebagai seorang sufi sampai akhir hayatnya. Makamnya
yang terletak di Iskandaria, Mesir, sampai sekarang masih dijadikan tempat ziarah.
Makam itu berdampingan dengan makam gurunya, Abu Abbas al-Mursi.

Prestasi: Maha karyanya yang paling cemerlang adalah qasidah Burdah qasidah
Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam Khazanah sastra Islam isinya
berupa sajak sajak pujian kepada nabi Muhammad SAW pesan moral nilai-nilai
spiritual dan semangat perjuangan qasidah Burdah terdiri atas 160 bait ditulis
dengan gaya bahasa uslub yang menarik lembut dan elegan karya ini berisi
panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW cinta kasih
pengendalian hawa nafsu doa pujian terhadap al qur" an Isra Mi'raj jihad dan
Tawassul qasidah Burdah diajarkan pada tiap kamis dan jumat tidur di Universitas
Al Azhar Kairo

Anda mungkin juga menyukai