Anda di halaman 1dari 54

PENGEMBANGAN KOMIK FISIKA ISOMORFIS MATERI GETARAN

DAN GELOMBANG UNTUK PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP

PROPOSAL

VINSENSIA MELANIA WEA

2016 84 203 008

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUSAMUS
MERAUKE
2020

i
ALAMAN JUDUL

PENGEMBANGAN KOMIK GETARAN DAN GELOMBANG BERBASIS


ISOMORFIS UNTUK PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

VINSENSIA MELANIA WEA

2016 84 203 008

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUSAMUS
MERAUKE
2020

ii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL

Judul : Pengaruh Penggunaan Komik Fisika Pada Materi Getaran,

Gelombang Dan Bunyi Terhadap Kemampuan Pemahaman

Konsep Fisika Peserta Didik Kelas VIII SMP YPK

Merauke

Nama : Vinsensia Melania Wea

NPM : 201684203008

Jurusan : Pendidikan Fisika

Mengetahui,

Nama Tanda Tangan Tanggal

………………………… …………………………….
Mitra Rahayu, S.Pd.,
M.Pfis
(Pembimbing 1)

Desy Kumala Sari, ………………………… ……………………………


S.Pd., M.Pd
(Pembimbing II)

Merauke, Mei 2020


Mengesahkan, Menyetujui,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
Ilmu Pendidikan

Drs. Lay Riwu, M.Hum Mitra Rahayu, S.Pd., M.Pfis


NIP. 19650907 1999403 1007 NIDN 0028058903

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian yang berjudul “Pengembangan Komik Getaran Dan Gelombang

Berbasis Isomorfis Untuk Peserta Didik Kelas VIII SMP”.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan proposal ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Philipus Betaubun, M.T., Rektor Universitas Musamus Merauke

yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan

di Universitas Musamus Merauke.

2. Drs. Lay Riwu, M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Musamus Merauke yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menempuh kuliah di FKIP Unmus.

3. Mitra Rahayu, S.Pd.,M.Pfis., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Fisika dan

dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta

motivasi selama penulisan proposal ini.

4. Desy Kumala Sari, S.Pd.,M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi selama penulisan

proposal ini.

5. Para dosen dan teknisi laboratorium Jurusan Pendidikan Fisika yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan selama penulis menempuh perkuliahan

di Universitas Musamus Merauke.

iv
6. Kedua orang tuaku tercinta, Laurensius Pori dan Margaretha Mite yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan moril maupun materil, dan pengorbanan

serta doa yang selalu menyertai penulis.

7. Segenap keluarga yang selalu memberikan dukungan dan motivasi selama

penulis menempuh jenjang pendidikan.

8. Rekan mahapeserta didik angkatan 2016 Jurusan Pendidika Fisika yang telah

berjuang bersama dan berbagi semangat selama proses prkuliahan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan kepada penulis sehingga terselesaikannya proposal ini.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih banyak

kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar

dapat menyempurnakan proposal penelitian ini. Selain itu, penulis juga berharap

semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Merauke, 2020

Penulis

DAFTAR IS

v
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN PROPOSAL.....................................iii

KATA PENGANTAR................................................................................iv

DAFTAR ISI...............................................................................................vi

DAFTAR TABEL....................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN............................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................5

C. Tujuan Penelitian............................................................................5

D. Manfaat Penelitian...........................................................................5

E. Batasan Penelitian............................................................................6

F. Defenisi Operasional........................................................................7

BAB II LANDASAN TEORI......................................................................8

A. Kajian Teori.....................................................................................8

B. Penelitian yang Relevan.................................................................32

C. Kerangka Pikir...............................................................................33

D. Pertanyaan Penelitian.....................................................................35

BAB III METODE PENELITIAN............................................................36

vi
A. Desain Dan Model Pengembangan................................................36

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan........................................36

C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data.....................................39

D. Teknik Analisis Data......................................................................40

DAFTAR PUSTAKA................................................................................41

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Karakteristik, Tujuan dan Manfaat Masalah yang Isomorfis...........................21

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Balon kata..........................................................................................16

Gambar 2. 2 Contoh narasi....................................................................................16

Gambar 2. 3 Contoh efek suara..............................................................................17

Gambar 2. 4 Getaran pada ayunan.........................................................................22

Gambar 2. 5 Gelombang pada tali.........................................................................26

Gambar 2. 6 Gelombang pada slinki......................................................................26

Gambar 2. 7 Gelombang transversal pada tali.......................................................27

Gambar 2. 8 Gelombang longitudinal pada slinki.................................................27

Gambar 2. 9 Kerangka Pikir..................................................................................35

YGambar 3. 1 Prosedur Penelitian & Pengembangan............................................38

ix
DAFTAR LAMPIRAN

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia kerja saat ini menuntut Sumber Daya Manusia (SDM) yang

berkompeten. Oleh karena itu sekolah harus mumpuni dalam upaya menghasilkan

sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidangnya. Sejalan dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 yang mengatur

tentang Standar Nasional Pendidikan, kompetensi merupakan seperangkat sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh

peserta didik setelah mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu

program, atau menyelesaikan satuan pendidikan tertentu. Peserta didik diharapkan

mampu memiliki kompetensi mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan

sehingga mampu memenuhi tuntutan dunia kerja.

Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam

meningkatkan kualitas SDM antara lain program pembangunan kurikulum,

program pengadaan buku paket, BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Program

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dan Program

Peningkatan Mutu Guru. Namun upaya yang dilakukan masih belum cukup

karena pada kenyataannya kualitas pembelajaran di Indonesia masih tergolong

rendah dibandingkan dengan kualitas pembelajaran negara lain. Hal ini didukung

dengan hasil survei yang dilakukan oleh Tim Programme for International

Student Assessment (PISA) pada tahun 2018 (OECD.org). Hasil survei ini

menunjukkan penurunan skor kemampuan sains peserta didik di Indonesia dari

1
tahun 2015 yaitu dari skor 403 dengan urutan 62 menjadi urutan 71 dengan

perolehan skor 396. Keterampilan yang diujikan dalam survei PISA yakni

membaca, matematika, dan sains.

Sains sebagai salah satu ilmu dipandang penting dibuktikan dengan

ditetapkannya sains sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diterapkan di

sekolah. Nursalam (2016) mengungkapkan bahwa pembelajaran sains

memungkinkan peserta didik secara individual maupun kelompok aktif mencari,

menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara menyeluruh dan nyata.

Fisika sebagai salah satu cabang ilmu sains menanamkan konsep-konsep yang erat

kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut kemudian dapat

dikembangkan oleh peserta didik dalam memecahkan permasalahan fisika dalam

keseharian. Suatu pembelajaran dikatakan berhasil jika peserta didik telah mampu

memahami konsep yang dipelajari, mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari

serta mampu memecahkan berbagai masalah dalam kesehariannya (Unty: 2015).

Kelangsungan pembelajaran di sekolah dinilai belum maksimal.

Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada guru diperoleh informasi bahwa

metode pembelajaran yang paling sering digunakan yaitu ceramah. Sebagian kecil

guru menggunakan metode diskusi dan presentasi. Penggunaan metode ceramah

membuat peserta didik hanya mendengar, mencatat dan menghafal materi yang

diberikan. Keadaan ini menyebabkan pemahaman konsep peserta didik rendah.

Rendahnya pemahaman konsep peserta didik didukung oleh hasil angket yang

diberikan kepada peserta didik. Hasil yang diperoleh yakni sebagian besar peserta

didik kurang memahami konsep dari materi yang telah dipelajari khususnya

materi getaran dan gelombang. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilaksanakan

2
harusnya menarik minat peserta didik sehingga melalui pembelajaran di dalam

kelas dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep. Merujuk dari hasil

permasalahan yang diuraikan, maka perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas

pembelajaran khususnya pembelajaran sains.

Keadaan ini menuntut suatu perubahan dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan media pembelajaran yang baik. Media yang baik yaitu media yang

mudah dipahami peserta didik, baik dari segi tampilan maupun isi yang menarik,

serta sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Daryanto (2013)

mengungkapkan bahwa buku teks yang memuat gambar dan pencitraan yang tidak

menarik sangat tidak disukai oleh peserta didik. Secara empirik peserta didik

cenderung menyukai buku bergambar dengan perpaduan warna yang menarik, dan

disajikan dalam tampilan yang terlihat nyata seperti kartun (Retno: 2014). Media

yang cocok dengan kriteria yang dipaparkan adalah komik. Sejalan dengan

pendapat Faruq Haroky (2019) komik adalah salah satu media pembelajaran yang

unggul dibandingkan dengan media lain untuk menambah pengetahuan peserta

didik.

Komik dapat menarik minat sehingga mampu meningkatkan interaksi

peserta didik dalam proses pembelajaran. Interaksi yang baik dapat

memaksimalkan pencapaian tujuan pembelajaran. Namun, berdasarkan hasil

angket yang diberikan kepada guru, komik belum pernah digunakan dalam proses

pembelajaran. Media pembelajaran komik jarang digunakan karena belum

tersedianya komik yang cocok dengan materi fisika dan tidak adanya waktu untuk

menggunakan komik dalam kegiatan pembelajaran.

3
Penggunaan komik sebagai media dalam pembelajaran mempunyai

peranan yang sangat penting, yakni memiliki kemampuan dalam menarik minat

belajar para peserta didik serta mempermudah peserta didik dalam mengingat

materi pelajaran yang diterimanya (Mediawati,E:2011). Dari hasil angket, guru

terbiasa menggunakan media pembelajaran berupa LKPD dan video

pembelajaran. Oleh karenanya, peneliti berupaya mengembangkan komik sebagai

media pendamping dalam pembelajaran. Penyajian komik disesuaikan dengan

penataan gambar dan warna dengan alur cerita yang mudah dipahami oleh peserta

didik.

Menurut penelitian Waluyanto (2005), komik dikatakan sebagai salah satu

media pembelajaran yang dipandang efisien dalam meneruskan informasi

mengenai desain komunikasi visual. Komik juga dapat digunakan oleh berbagai

tingkatan disiplin ilmu karena memberikan informasi selain sebagai media

hiburan dan juga tampilannya yang menarik dan mudah diterima pembaca. Komik

yang akan peneliti kembangkan dalam penelitian ini yaitu cerita yang dirangkai

melalui gambar yang memuat materi fisika mengenai getaran dan gelombang

dengan menggunakan bahasa sehari-hari dan komunikatif bagi peserta didik.

Komik yang akan dikembangkan juga memuat permasalahan yang bersifat

isomorfis. Masalah dikatakan bersifat isomorfis apabila masalah tersebut memuat

bahasa yang berbeda akan tetapi memiliki solusi masalah yang sama (Sari, 2018).

Menurut penelitian oleh Zingari dan Paula (2014), masalah yang bersifat

isomorfis dapat digunakan untuk menguji pemahaman konsep serta mengamati

perkembangan peserta didik (Khasanah & Yulianti: 2016). Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa masalah yang bersifat isomorfis adalah masalah yang

4
memiliki bahasa yang berbeda namun memiliki solusi permasalahan yang sama

yang dapat menguji pemahaman konsep serta mengamati perkembangan peserta

didik. Komik yang akan dikembangkan memuat masalah yang bersifat isomorfis,

menggunakan bahasa yang berbeda namun memiliki solusi masalah yang sama.

Sesuai dengan pemaparan permasalahan yang telah peneliti uraikan

sebelumnya, penelitian ini difokuskan pada pengembangan komik fisika yang

bersifat isomorfis. Judul penelitian ini yakni “Pengembangan Komik Fisika

Isomorfis Materi Getaran Dan Gelombang Untuk Peserta Didik Kelas VIII SMP”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana kelayakan komik

fisika isomorfis pada materi getaran dan gelombang pada peserta didik kelas VIII

SMP ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui kelayakan komik fisika isomorfis pada materi getaran dan

gelombang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Media pembelajaran komik fisika isomorfis ini dapat menjelaskan konsep

fisika yaitu getaran dan gelombang yang dipelajari. Hasil penelitian dan

pengembangan media pembelajaran komik fisika isomorfis ini diharapkan dapat

5
menambah wawasan keilmuan dan menambah kreatifitas peneliti maupun

pembaca.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, memberikan pengetahuan tentang pengembangan media

pembelajaran komik fisika isomorfis materi getaran dan gelombang.

b. Bagi pendidik, sebagai salah satu masukan atau ide untuk melakukan

inovasi dalam membuat media pembelajaran yang inovatif.

c. Bagi peserta didik, sebagai media belajar mandiri yang digunakan

untuk belajar dengan/tanpa pendidik sesuai dengan keahlian dan

kecakapan belajar masing-masing.

d. Bagi sekolah, diharapkan dapat menjadi alternatif pilihan media

pembelajaran yang bisa dimanfaatkan di dalam proses pembelajaran,

Hasilrpenelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai masukan

mengenai media komik yang dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran sebagai bentuk peningkatanrmutu pendidikan di sekolah.

E. Batasan Penelitian

Masalah yang dikaji pada penelitian dan pengembangan ini hanya dibatasi

pada hal-hal sebagai berikut:

1. Materi fisika yang tercantum pada komik fisika isomorfis dibatasi pada

materi getaran dan gelombang kelas VIII.

2. Penelitian dan pengembangan ini hanya menguji kelayakan produk komik

fisika isomorfis yang dikembangkan.

3. Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4D

6
F. Defenisi Operasional

 Komik fisika dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai media

gambar yang tersusun dari panel-panel yang berurutan membentuk sebuah

narasi yang didalamnya memuat materi dan konsep fisika.

 Masalah yang isomorfis merupakan pasangan masalah yang berbeda dari

segi bahasa, tetapi memiliki latar belakang dan langkah penyelesaian

masalah yang sama.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pembelajaran Fisika

Belajar adalah sebuah proses alamiah yang dialami manusia dan

berlangsung seumur hidup (life-long education) (Werang, 2012:3). Hal ini sejalan

dengan pendapat Basri (2015:13) belajar merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari hidup manusia dan berlangsung sepanjang hayat yang terjadi di

dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat dalam segala situasi dan kondisi.

Manusia terus belajar tanpa mengenal batas usia dengan harapan dapat

memperdalam pengetahuannya dan meningkatkan derajat sosialnya.

Belajar juga diartikan sebagai proses perubahan sikap dan perilaku

seseorang yang diakibatkan karena perubahan pola pikir mengenai hal-hal nyata

yang dialaminya dan/atau yang terjadi di sekelilingnya (Werang, 2012:3). Gagne

dalam (Susanto, 2012:1), mengungkapkan bahwa belajar sebagai suatu proses

perubahan tingkah laku makhluk hidup karena pengalaman. Hal senada

diungkapkan oleh Oemar Hamalik dalam (Basri, 2015:13) belajar adalah

perubahan sikap dan perilaku oleh karena pelatihan dan pengalaman. Pendapat

yang hampir sama diungkapkan oleh Iskandarwassid dan Dadang (2008:5),

belajar berarti proses peralihan perilaku peserta didik melalui pengalaman serupa

yang terjadi karena hubungan antara individu dan lingkungannya.

Suyono dan Hariyanto mendefenisikan belajar sebagai suatu kegiatan atau

jalan untuk mendapatkan wawasan, meningkatkan keterampilan, merubah pola

8
pikir, serta menguatkan karakter (2011:9). Belajar juga diartikan sebagai suatu

kegiatan yang disengaja dan secara sadar dilakukan dalam upaya mendapatkan

konsep, pemahaman, maupun wawasan baru oleh seseorang agar dapat mengalami

perubahan tingkah laku yang tetap baik dalamrberpikir,berkehendak,

maupunrdalamrbertindak (Susanto,2012:4). Pandangan konstruktivisme

menyatakan belajarrsebagai proses mengonstruksi pengetahuan berupa arti baik

dari teks, dialog, objek-objek, serta kejadian-kejadian baru yang terjadi pada

peserta didik (Basri, 2015:47). Belajar juga diartikan sebagai proses mengaitkan

kejadian yang dialami dengan pengetahuan yang sudah didapatkan seseorang

sehingga mampu mengembangkan pengetahuannya.

Dari beberapa defenisi belajar yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses mengembangkan pengetahuan yang diperoleh

melalui pengalaman tanpa batasan usia yang dilakukan secara sadar dan

memungkinkan terciptanya perubahan sikap, perbaikan perilaku dan kepribadian

yang lebih baik.

Belajar dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang erat. Istilah

pembelajaran diterjemahkan dari kata ‘instruction’. Pembelajaran didefinisikan

sebagai suatu proses yang dilakukan pendidik secara sadar untuk mengarahkan,

menyediakan, dan menambah kualitas belajar peserta didik (Werang, 2012:85).

Proses belajar sendiri terlaksana karena adanya hubungan timbal balik antara guru

dan peserta didik. Sejalan dengan Depdiknas (2003), pembelajaran adalah proses

interaksi antara peserta didik, pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Interaksi yang dimaksud adalah interaksi antara subjek dengan

objek pembelajaran. Dengan demikian, interaksi yang terjadi antara guru dan

9
peserta didik merupakan salah satu kegiatan pembelajaran dimana guru bertindak

sebagai fasilitator dan menjamin terciptanya kualitas belajar yang baik guna

mencapai tujuan tertentu.

Pembelajaran adalah proses memahami dan mencari sendiri fakta, konsep,

informasi dan segala sesuatu yang kemudian nantinya menjadi dasar dalam

melakukan segala sesuatu. Salah satu pembelajaran yang menekankan pada

konsep dan prinsip yaitu fisika. Pelajaran fisika diartikan sebagai mata pelajaran

yang membutuhkan kemampuan memahami daripada kemampuan menghafal

yang diletakkan pada pengertian dan pemahaman konsep yang ditekankan pada

proses terciptanya pengetahuan dengan menemukan, menyajikan data secara

matematis sesuai ketentuan-ketentuan tertentu, yang kemudian dibutuhkan

ketentuan dalam mempelajarinya (Depdiknas, 2003:2). Secara etimologis, fisika

diadaptasi dari bahasa Yunani yang berartikan alam. Hakikat fisika sendiri selalu

dikaitkan dengan hakikat sains. Karena pada dasarnya sains juga membahas

kajian-kajian ilmu alam. Hakikat fisika dan hakikat sains sebenarnya adalah sama

jika dilihat dari perspektif yang digunakan oleh masing-masing individu

(Sutrisno:2006).

Sesuai hakikatnya, fisika sebagai salah satu cabang ilmu sains tidak hanya

sebagai kelompok ilmu pengetahuan saja. Collette dan Chiappetta (1994) dalam

(Sutrisno:2006) mengungkapkan bahwa “hakikat sains adalah sebagai

sekelompok pengetahuan (a body of knowledge), cara berpikir (a way of

thinking), dan cara untuk menyelidiki (a way of investigating)”. Sebutan lain yang

dapat menerangkan hakikat fisika yakni fisika sebagai produk untuk mewakili

pernyataan sains sebagai sekelompok pengetahuan (a body of knowledge), fisika

10
sebagai sikap untuk mewakili pernyataan sains sebagai cara berpikir (a way of

thinking), dan fisika sebagai proses untuk mewakili pernyataan sains sebagai cara

untuk menyelidiki (a way of investigating)”.

Perspektif hakikat fisika yang pertama adalah fisika sebagai produk.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan, manusia melakukan hubungan timbal balik

dengan lingkungannya. Hubungan yang dijalin menghasilkan pembelajaran

kemudian dapat menjadi pengalaman yang dapat meningkatkan wawasan serta

kecakapan sehingga merubah tingkah lakunya. Dalam seminar-seminar ilmiah,

hasil kajian-kajian yang dilakukan peneliti dari beragam riset-riset ilmiah

dikelompokkan dan dirumuskan secara runtut sebagai sekumpulan ilmu yang

nantinya disebut sebagai produk atau (a body of knowledge). Kumpulan ilmu tadi

dibedakan sesuai dengan bidang kajian masing-masing seperti biologi, fisika, dan

kimia. kelompok ilmu dalam fisika terdiri dari fakta, konsep, hukum, rumus, dan

teori, serta model.

Perspektif hakikat fisika kedua adalah fisika sebagai proses (a way of

investigating). Dalam hal ini, fisika mengedepankan langkah-langkah yang perlu

dilewati sebelum melakukan kajian ilmiah. Fisika sebagai proses juga

menerangkan cara peneliti dalam melakukan penelitian dan juga menerangkan

pendekatan yang digunakan dalam menghimpun pengetahuan. Hal ini

menandakan bahwa dalam proses untuk memahami kejadian-kejadian yang terjadi

di alam dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, memerlukan keharusan

untuk mengkaji lebih dalam mengenai objek-objek dan kejadian tersebut. Objek

dan kejadian tersebut perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut menggunakan

percobaan dan observasi kemudian menyimpulkan alasan dan argumen yang

11
diperoleh melalui proses pemikiran. Jadi fisika sebagai proses dapat dipahami

sebagai proses bagaimana cara merumuskan pengetahuan dalam fisika melalui

pengumpulan, pengujian, dan proses memvalidasi.

Perspektif hakikat fisika ketiga adalah fisika sebagai sikap (a way of

thinking). Berdasarkan uraian mengenai hakikat fisika sebagai produk dan hakikat

fisika sebagai proses, sangat jelas bahwa proses penghimpunan ilmu fisika

berawal dari proses mengamati, mengukur, dan menyelidiki atau mencoba dan

tentunya membutuhkan kekuatan mental yang besar dan tindakan yang diperoleh

melalui pemikiran yang matang. Dengan pemikiran yang matang, peneliti atau

orang dapat mengambil tindakan dan sikap. Akibatnya dapat dengan mudah

melakukan proses-proses itu. Pemikiran para ahli fisika tersebut mengungkapkan

rasa praya diri oleh karena keingintahuan yang besar diselingi dengan sikap jujur,

objektif serta menerima masukan dari orang lain. Hal inilah yang dimaknai

sebagai (a way of thinking).

2. Media Pembelajaran

Kata “Media” berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari

“medium”, secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Menurut

Mukminan dan Saliman (2008), media merupakan wadah dari pesan yang oleh

sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan

tersebut, dan materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran,

sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar.

Media pembelajaran adalah sebuah alat yang dapat membantu dalam

memberikan pesan atau informasi dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar

yang dilakukan di sekolah. Media pembelajaran yang digunakan sangat

12
berpengaruh dalam meningkatkan konsentrasi belajar dan rasa ingin tahu dalam

kegiatan belajar sehingga media yang digunakan lebih interaktif dan menarik

(Arsyad, 2014).

Media pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai sesuatu yang dapat

digunakan untuk memberikan atau menyampaikan pesan (message) dan

informasi, merangsang pikiran peserta didik, perasaan, perhatian, dan kemauan

belajar peserta didik agar dapat mendorong prestasi belajar yang lebih baik. Media

pembelajaran yang disarankan agar dapat meningkatkan pengalaman belajar

peserta didik agar menjadi nyata dan terarah (Asyhari & Silvia, 2016).

Media pembelajaran dipergunakan untuk mempermudahkan dalam

penyampaian materi kepada peserta didik (Jatmika, 2005). Adanya media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar sangatlah penting karena dalam

kegiatan belajar mengajar ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu

dengan menggunakan media sebagai perantaranya. Dalam kegiatan mengajar

media pembelajaran memiliki fungsi yaitu memberikan stimulus dan kemampuan

peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar (Ali, 2009).

Menurut Johana dan Widayanti (2007) terdapat beberapa kriteria dalam

pemilihan materi untuk mencapai hasil yang efektif. Kriteria tersebut antara lain

menarik dengan maksud media yang digunakan harus membuat peserta didik

tertarik, memotivasi peserta didik untuk membaca, dan relevan degan pengertian

bahwa media yang digunakan harus relevan atau sesuai dengan topik yang dibahas

serta sesuai dengan usia dan karakter peserta didik.

Secara praktis media pembelajaran memiliki beberapa fungsi penting

(Mukminan dan Saliman, 2008), antara lain media dapat berfungsi untuk

13
memvisualisasikan konsep-konsep yang bersifat abstrak, seperti menggunakan

gambar, skema, grafik, model, dsb. Media juga berfungsi untuk membangkitkan

motivasi, sehingga perhatian peserta didik dalam suatu kelompok belajar dapat

terfokuskan dan pembelajaran tidak membosankan. Selain itu media pembelajaran

dapat mengoptimalkan fungsi indera peserta didik, menyederhanakan konsep dan

teori yang sukar dimengerti melalui contoh yang lebih sederhana, memaksimalkan

pola intraksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya,

menyamaratakan persepsi seluruh peserta didik, serta berfungsi untuk menyajikan

materi yang dapat disimpan dan diulang sewaktu-waktu.

3. Komik Fisika

a. Pengertian Komik Fisika

Istilah komik diadaptasi dari bahasa Inggris “comics” yang berarti cerita

bergambar yang umumnya berciri gembira (Kamus Lengkap Inggris-

Indonesia,1992). Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) komik

merupakan suatu cerita yang dipadukan dengan ilustrasi yang jenaka sehingga

sangat mudah di pahami oleh berbagai kalangan usia. Sejalan dengan pendapat

Daryanto (2015:145), komik didefenisikan sebagai bentuk kartun yang

menggambarkan suatu karakter disertai suatu cerita dalam urutan yang erat

hubungannya dengan gambar dan dikhususkan untuk menghibur para pembaca.

Komik dikategorikan sebagai media yang unik, karena teks dan ilustrasi

tergabung dalam komik dengan bentuk yang imajinatif. Scott Mc Cloud dalam

bukunya “Understanding comics” (1993) menjelaskan bahwa komik adalah

media yang mampu menarik minat semua orang dari segala usia. Ilustrasi yang

sederhana disertai kata-kata dalam bahasa sehari-hari dalam komik membuat

14
komik mudah dipahami oleh semua orang. Sejalan dengan hal itu, Scott

menyatakan bahwa komik dapat menyampaikan pesan estetika, moral yang

disajikan melalui perpaduan gambar dengan urutan yang disengaja.

Komik merupakan media gambar dimana tersusun panel-panel yang

berurutan membentuk sebuah cerita narasi. Komik dapat diaplikasikan sebagai

alat bantu pendidikan karena dinilai mampu memberitakan kabar secara efisien.

Komik sebagai media pembelajaran merupakan alat yang berfungsi untuk

menyampaikan pesan dalam pembelajaran. Komik fisika dalam penelitian ini

dapat didefinisikan sebagai media gambar yang tersusun dari panel-panel yang

berurutan membentuk sebuah narasi yang didalamnya memuat materi dan konsep

fisika.

b. Komponen Komik

1) Panel

Kotak yang memberi batas antara ilustrasi yang satu dengan ilustrasi yang

lainnya dalam setiap adegan disebut dengan panel. Panel terbagi menjadi dua

jenis, yakni panel terbuka dan panel tertutup. Panel dipisahkan dengan blank

space berwarna putih yang bernama gutter. Panel yang biasa digunakan pada

komik strip dan komik buku.

2) Balon kata (Speech Bubbles)

Balon kata merupakan dialog dari karakter dalam bentuk visual. Fungsi

gambar dan balon kata pada komik adalah tempat meletakkan teks, menunjukkan

dialog antar tokoh, merepresentasikan pikiran dari tokoh dan memberikan

penjelasan naratif non dialog dari ilustrasi. Jenis-jenis balon kata disesuaikan

15
dengan fungsi dan kondisi karakter. Contohnya seperti pada saat karakter berpikir,

berbisik, berbicara seperti biasa, bicara dalam hati, atau berteriak.

(Sumber: Novisilta (2016))

Gambar 2. 1 Balon kata

3) Narasi

Narasi adalah kotak dialog yang menunjukkan waktu, tempat, dan

keadaan. Menurut Gorys Keraf (2000:136) (dalam Wikipedia) ciri narasi yakni

berisi suatu kisah, memusatkan pada alur kejadian serta memiliki masalah. Narasi

dalam komik membentuk suatu rangkaian cerita dengan menerangkan kronologis

dalam sebuah alur cerita.

(Sumber: Novisilta (2016))


Gambar 2. 2 Contoh narasi

16
4) Ikon

Ikon merupakan ilustrasi yang memfisualisasikan tokoh, area, objek,

ungkapan, atau gagasan dalam komik. Icon atau ikon, adalah bentuk pola paling

sederhana, yang merepretasikan kembali objek yang ditandainya seperti bentuk

fisik objek itu. Ikon tidak hanya menyederhanakan bentuk, tetapi

mempresentasikan bagian yang paling penting dari bentuk tersebut.

5) Efek suara

Komikus seharusnya menyiasati aksi komiknya dengan efek suara agar

ilustrasi dua dimensi dapat terlihat. Emosi/keadaan yang divisualisasikan dengan

cara tertentu menghasilkan suatu efek suara yang menggambarkan suatu keadaan,

misalnya “DHUARRR!!” pada suara bom, “HUHH” padarsuara kesal karakter,

dan “OUCH” pada suara yang menjelaskan rasa sakit.

(Sumber: Novisilta (2016))

Gambar 2. 3 Contoh efek suara

c. Model Komik

Pada umumnya komik memiliki dua model yakni komik dalam bentuk

buku dan strip. Disebut sebagai komik jenis strip karena komik ini tersusun dalam

beberapa lembar panel dan biasanya termuat di surat kabar dan ceritanya dibuat

17
bersambung atau memiliki episode. Komik yang dibuat dalam bentuk buku

disebut buku komik.

d. Jenis- Jenis Komik

Komik memiliki banyak jenis disesuaikan dengan tema dan maksud yang

ingin disampaikan oleh komikus itu sendiri, yakni komik wayang, komik silat,

komik humor, komik roman remaja, dan komik didaktis. Komik wayang

dipandang oleh orang asing sebagai komik yang berasal dari Indonesia. Komik ini

didesain untuk mengimbangi penyebaran komik asing di pasaran demi

meminimalisir pengaruh negatifnya kepada masyarakat. Komik wayang sendiri

memiliki karakter utama dan merupakan hasil tradisi lama. Komik ini kemudian

dikreasikan dengan unsur budaya lokal. Jenis komik yang kedua yaitu komik silat.

Komik ini berhubungan erat dengan teknik bela diri yang lazim di Indonesia.

Komik silat ini terinspirasi dari seni bela diri dan juga kisah-kisah zaman dahulu

yang melekat pada rakyat. Komik silat ini menceritakan kisah petualangan para

pendekar dalam memerangiikejahatan dan biasanya kejahatanlah yangaakan selalu

kalah. Komik yang brikut yaitu komik humor. Komik yang selalu menampilkan

cerita lucu dan mampu menggelitik selera humor pembacanya disebut komik

humor. Unsur-unsur dalam komik seperti karakter ditampilkan sebagai sosok

jenaka dan memuat tema yang lucu dan menghibur sehingga pembaca tertawa.

Karena dapat menyentuh kehidupan yang membuat seseorang mudah

memahaminya merupakan ciri khas dari komik humor. Jenis komik yang keempat

yaitu komik roman remaja. Berdasarkan KBBI, suatu kisah maupun kata cinta

identik dengan kata roman. Kata remaja membuat komik roman rmaja

dikhususkan untuk orang muda, sehingga tema yang ditampilkan harus romantik.

18
Tema yang diambil juga berkisar pada kehidupan orang muda dengan segala

permasalahannya. Jenis komik yang kelima yakni komik didaktis. Salah satu

komik yang menyajikan tema nilai pendidikan disebut sebagai komik diaktis.

Tema-tema yang dimuat dalam komik ini meliputi norma-norma agama, kisah

perjuangan para tokoh, serta materi-materi yang berhubungan dengan pendidikan.

Selain berfungsi sebagai hiburan, komik jugaidapat digunakan sebagai media

dalam proses pembelajaran.

4. Isomorfis

Isomorfis diartikan berada dalam hubungan yang sepadan, misalnya

hubungan antara episode cerita dan urutan paragraf dalam wacana tuturan (KBBI).

Dalam pengembangan komik fisika isomorfis, istilah isomorfis ditekankan pada

masalah yang bersifat isomorfis. Masalah yang bersifat isomorfis dapat diartikan

sebagai pasangan masalah yang berbeda tetapi memiliki kesamaan. Perbedaan

tersebut dapat dilihat dari segi bentuk permasalahan, prinsip, bahasa, maupun

tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah. Letak kesamaan permasalahan yang

bersifat isomorfis berada pada latar belakang masalah, struktur dan langkah

penyelesaian masalah. Masalah yang bersifat isomorfis saling memberi petunjuk

antara satu dengan yang lainnya, memiliki keterikatan antar masalah dan saling

melengkapi masalah. Dengan demikian, pengembangan suatu instrumen yang

bersifat isomorfis harus didasari oleh rencana permasalahan yang saling berkaitan.

Dapat disimpulkan bahwa masalah yang isomorfis merupakan pasangan masalah

yang berbeda dari segi bahasa, tetapi memiliki latar belakang dan langkah

penyelesaian masalah yang sama.

19
Masalah yang bersifat isomorfis dapat diaplikasikan dalam pembelajaran

di dalam kelas maupun di luar kelas. Hal ini diungkapkan oleh Singh (Sari, 2018)

bahwa masalah isomorfis dapat dimanfaatkan dengan tujuan tertentu dalam suatu

pembelajaran. Tujuan penggunaan masalah yang bersifat isomorfis dalam

pembelajaran antara lain adalah untuk menguji sejauh mana pemahaman konsep

dan kemampuan yang sama. Masalah yang isomorfis dapat digunakan untuk

mendiagnosis cara penyelesaian masalah, melihat perkembangan peserta didik

(Khasanah & Yuliati, 2016) serta menentukan umpan balik yang akan diberikan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa masalah yang isomorfis dapat

mengukur kemampuan peserta didik, cara penyelesaian masalah serta menentukan

umpan balik yang harus diberikan.

Penggunaan masalah yang bersifat isomorfis selain untuk mengukur

kemampuan tertentu, juga dapat melatih kemampuan peserta didik. Salah satu

kegunaan yang dapat diperoleh yakni peserta didik terlatih untuk memahami

kesamaan dan perbedaan antara pasangan masalah. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Lin dan Singh (Sari, 2018) bahwa penggunaan masalah yang

bersifat isomorfis memberi beberapa manfaat antara lain peserta didik mampu

mengembangkan pengetahuan, keahlian, dan meningkatkan kemampuan

mentransfer pengetahuan dari satu konteks ke konteks yang lain. Latihan

menggunakan masalah isomorfis dapat memudahkan peserta didik dalam

menganalisis masalah baru yang ditemui. Selain itu masalah yang bersifat

isomorfis juga dapat mempengaruhi mental peserta didik. Sehingga penggunaan

masalah yang bersifat isomorfis dalam pembelajaran dapat melatih berbagai

20
kemampuan dalam diri peserta didik. Karakteristik, tujuan serta manfaat dapat

dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2. 1 Karakteristik, Tujuan dan Manfaat Masalah yang Isomorfis

Masalah Yang Bersifat Isomorfis


Karakteristik Tujuan Manfaat
1. Bentuk 1. Menguji konsep 1. Membantu memahami
permasalahan yang sama kesamaan dan perbedaan
yang sama 2. Menguji dua buah masalah
2. Prinsip kemampuan yang 2. Mengembangkan
penyelesaian sama pengetahuan
masalah yang 3. Mendiagnosis 3. Mengembangkan
sama penyelesaian keahlian
3. Langkah masalah yang sama 4. Meningkatkan
penyelesaian yang 4. Melihat kemampuan transfer
sama perkembangan pengetahuan
4. Tingkat kesulitan peserta didik 5. Memudahkan untuk
masalah berbeda 5. Menentukan umpan menganalisis masalah
5. Kompleksitas balik baru
masalah yang
sama
6. Latar belakang
masalah yang
berbeda
7. Fitur
permasalahan
masalah yang
berbeda

5. Materi Getaran dan Gelombang

a. Getaran

Ketika kamu mengetuk meja menggunakan ujung kukumu, lalu meletakan

jari lain sejauh 15 cm dari tempat kamu mengetuk meja, maka kamu akan

merasakan getaran di ujung jari. Ketika kuku mengetuk meja, maka kuku

memberikan usikan sehingga meja bergetar.

21
Untuk lebih jelasnya tentang konsep getaran, kita amati Gambar 2.4

getaran pada ayunan.

Gambar 2. 4 Getaran pada ayunan

(Sumber: https://www.academia.edu/5715775/13243227-materi-smp-kelas-8-bab-v-getaran-dan-
gelombang-130220011159-phpapp01)

Ketika beban disimpangkan ke kiri (ke B), kemudian dilepaskan, beban

akan bergerak bolak-balik disekitar titik A. titik A disebut titik kesetimbangan.

Gerakan ini terjadi berulang-ulang secara teratur (periodik). Adapun yang

dimaksud satur getaran adalah gerak benda melalui A-B-A-C-A atau B-A-C-A-B

atau C-A-B-A-C. Getaran adalah gerakan bolak-balik secara teratur melalui titik

kesetimbangan.

Berdasakan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa setiap benda yang

bergetar pasti mempunyai simpangan getar. Simpangan getar yang dimaksud

adalah jarak kedudukan benda dari setimbangnya. Adapun simpangan getar yang

paling jauh disebut Amplitudo, pada kegiatan diatas, amplitudo ditunjukkan oleh

jarak AB atau AC. Dengan demikian satu gerakan dapat dikatakan sebagai gerak

bolak-balik melalui titik setimbang dengan panjang lintasan sama dengan empat

kali amplitudonya.

22
Amplitudo merupakan besaran panjang. Oleh karena itu, untuk menempuh

amplitude getaran diperlukan waktu tertentu. Apalagi menempuh lintasan satu

getaran. Waktu yang diperlukan beban untuk melakukan satu kali ayunan

(getaran) disebut periode. Periode diberi lambang T dan satuannya dinyatakan

dalam sekon (s). Cara mengukur periode suatu getaran dapat dilakukan dengan

mengukur waktu yang diperlukan beban untuk melakukan sejumlah getaran.

Sehingga periode dapat dihitung dengan membagi waktu getaran dengan jumlah

getaran, dapat dirumuskan sebagai berikut:

t
T = ……………………………………………..(2.1)
n

dimana
T = Periode (s)
t = lama benda bergetar
n = jumlah getaran

Periode suatu getaran tidak tergantung pada besarnya amplitude. Semakin

besar amplitudo suatu getaran, maka semakin cepat getaran yang terjadi sehingga

waktu untuk melakukan 1 kali getaran tidak berubah (tetap). Jika kita dapat

menentukan waktu yang diperlukan untuk bergetar, tentunya kita juga dapat

menentukan banyaknya getaran tiap satuan waktu. Banyaknya getaran yang

terhadup setiap satu satuan waktu disebut frekuensi getaran. Dalam bentuk

persamaan, besar frekuensi dapat dituliskan sebagai berikut:

n
f = …………………………………………….(2.2)
T

Keterangan:
f = frekuensi (Hz)

Misalnya, jikwa waktu yang diperlukan untuk bergetar 10 kali getaran

adalah 5 sekon, maka setiap sekali getaran memerlukan waktu 1/2 sekon dan

23
setiap detik terjadi 2 kali getaran. Dengan kata lain, jika periode getaran 1/2

sekon, frekuensinya 2 Hz. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa periode

merupakan kebalikan frekuensi, hubungan keduanya dapat dituliskan:

1
T= ……………………………………………….(2.3)
f

1
f= …………………………..........................(2.4)
T

Keterangan:
T = periode (s)
f = frekuensi (Hz)

Karena besarnya periode tidak tergantung pada amplitudo maka frekuensi

pun tidak bergantung pada amplitudo. Jadi ciri suatu getaran ditandai oleh

amplitudo dan frekuensi atau periode.

b. Gelombang

Jika kita melemparkan kerikil ke dalam air tenang, permukaan tersebut

tampak bergerak. Gerakan itu menyebar ke segala arah menjauhi titik yang

merupakan tempat jatuhnya kerikil. Gerakan ini dinamakan gelombang. Hal yang

sama dapat kita amati ketika kita berada di pantai. Disana, kita dapat melihat

gerakan ombak air laut. Gerakan ombak air laut juga dinamakan gelombang.

Dalam hal ini, medium gelombang tidak ikut merambat. Hal itu jika terbukti jika

kita letakkan kertas dipermukaan air, kertas itu hanya bergerak naik turun

(bergetar) ditempatnya, tidak ikut terseret ombak.

Dari kedua contoh diatas kita dapat mengetahui bahwa gelombang tidak

terjadi dengan sendirinya. Gelombang yang terjadi pada air tenang disebabkan

oleh kerikil yang jatuh ke dalamnya, sedangkan gelombang air laut disebabkan

24
tiupan angin yang mengenai permukaan air laut. Jika penyebab terjadinya

gelombang disebut usikan, dapat dikatakan bahwa gelombang adalah getaran yang

merambat. Perambata gelombang ini dapat terjadi melalui medium (zat perantara)

dan tanpa melalui medium.

Gelombang adalah suatu getaran yang merambat, selama perambatannya

gelombang membawa energi. Coba apa yang kamu rasakan apabila berdiri di tepi

pantai menantang datangnya gelombang air laut. Tentu tubuhmu akan merasakan

dorongan ketika gelombang air laut datang. Gelombang dan air laut merupakan

energi yang merambat melalui zat perantara, yaitu permukaan air laut. Selain itu,

gelombang tersebut mengakibatkan energi gerak berupa dorongan. Besar kecilnya

gelombang air laut bergantung pada besar kecilnya energi yang merambat. Gempa

bumi di laut akan menyebabkan gelombang air laut yang besar, atau biasa disebut

gelombang Tsunami, gelombang tersebut merambatkan energi yang sangat besar,

sehingga sewaktu geombang tersebut mengenai pantai, akan memporak

porandakan kawasan sekitar pantai tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa gelombang yang merambat membawa energi.

Berdasarkan medium perambatan, gelombang dibedakan menjadi dua

yaitu:

1) Gelombang mekanik, yaitu gelombang yang perantaranya butuh medium (zat

perantara), contoh; gelombang tali, slinki, gelombang air laut, gelombang

bunyi dan lain-lain.

2) Gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang yang perambatannya tidak

memerlukan medium. Contohnya yaitu gelombang cahaya, gelombang radio

da gelombang sinar X.

25
Gelombang berdasarkan pada arah perambatannya dan arah getarannya

dibedakan menjadi dua, yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal.

Untuk lebih memahami dua jenis gelombang tersebut, perhatikan kedua gambar

berikut!

Gambar 2. 5 Gelombang pada tali

(Sumber: https://www.academia.edu/5715775/13243227-materi-smp-kelas-8-bab-v-getaran-dan-gelombang-
130220011159-phpapp01)

Gambar 2. 6 Gelombang pada slinki

(Sumber: https://www.academia.edu/5715775/13243227-materi-smp-kelas-8-bab-v-getaran-dan-
gelombang-130220011159-phpapp01)

Dari kedua gambar diatas, jika kita perhatikan, gelombang yang terjadi

pada tali berbeda dengan gelombang yang terjadi pada slinki. Gelombang yang

terjadi pada tali naik turun berupa bukit dan lembah yang merambat. Bukti dan

gelombang menunjukkan arah getar gelombang. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa arah rambat gelombang pada tali tegak lurus dengan arah getarnya.

Gelombang yang mempunyai sifat seperti itu disebut gelombang transversal.

26
Selain gelombang air laut dan gelombang cahaya. Untuk mengetahui lebh jelas

bagian-bagian gelombang transversal, perhatikan gambar berikut ini!

Gambar 2. 7 Gelombang transversal pada tali

(Sumber: https://www.academia.edu/5715775/13243227-materi-smp-kelas-8-bab-v-getaran-dan-
gelombang-130220011159-phpapp01)

Dari Gambar 2.7 dapat diketahui bagian gelombang transversal sebagai

berikut:

A-B-C disebut bukit gelombang

C-D-E disebut lembah gelombang

B-B'/ D-D' disebut amplitudo gelombang

A-B-C-D-E disebut satu gelombang

Gelombang yang terjadi pada slinki yang digetarkan searah dengan

membujurnya slinki berupa rapatan dan renggangan. Perhatikan gambar di bawah

ini!

Gambar 2. 8 Gelombang longitudinal pada slinki

(Sumber: https://www.academia.edu/5715775/13243227-materi-smp-kelas-8-bab-v-getaran-dan-
gelombang-130220011159-phpapp01)

27
Rapatan terjadi jika partikel-partikel medium gelombang bergerak saling

menjauhi, jadi partikel-partikel itu hanya bergerak bolak-balik disekitar titik

kesetimbangan (pusat rapatan dan regangan), tidak merambat bersama

gelombang. Panjang gelombang (λ) untuk gelombang longitudinal adalah jarak

antara dua rapatan atau regangan yang berurutan.

Hubungan antara kecepatan rambat gelombang, frekuensi dan panjang

gelombang.

Gelombang merambat lurus memerlukan waktu dalam perambatannya.

Waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak sepanjang satu gelombang disebut

periode gelombang. Periode gelombang diberi lambang T dan satuannya sekon.

Banyaknya gelombang yang terjadi setiap sekon disebut frekuensi gelombang.

Frekuensi gelombang dinyatakan dengan lambang f dan satuannya (Hz).

Cepat rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh sebuah

gelombang dalam waktu satu sekon. Waktu yang diperlukan gelombang untuk

berpindah sejauh satu panjang gelombang sama dengan satu periode. Dengan kata

lain, untuk berpindah sejau λ diperlukan waktu T, sehingga dapat dirumuskan

sebagai berikut:

λ 1
V= ; karena f =
T T

1
Maka V = .λ
T

V =f . λ………………………………………….(2.5)

Dimana
V = cepat rambat gelombang (m/s)
f = Frekuensi gelombang (Hz)
λ= Panjang Gelombang (m)
T = Periode gelombang (s)

28
c. Bunyi

Bunyi dihasilkan oleh sumber bunyi yang bergetar. Contoh sumber bunyi

adalah tifa. Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi seni suara dan seni tari.

Bunyi dapat merambat karena adanya medium perambatan. Besarnya

cepat rambat bunyi di berbagai medium memiliki nilai berbeda. Cepat rambat

bunyi diartikan sebagai kecepatan getaran yang ditransmisikan oleh zat perantara.

Cepat rambat bunyi paling besar pada zat padat dan paling kecil pada zat gas.

Cepat rambat bunyi di udara sebesar 340 m/s, cepat rambat bunyi di air sebesar

1.490 m/s, dan cepat rambat bunyi yang melewati besi sebesar 5.130 m/s. Selain

medium, cepat rambat bunyi dipengaruhi oleh suhu dari lingkungan. Semakin

tinggi suhu udara, semakin besar cepat rambat bunyi di udara.

Cepat rambat bunyi di udara yang bersuhu 0oC sbsar 330 m/s, sedangkan

cepat rambat bunyi di udara yang bersuhu 25oC sebesar 40 m/s. Bukti bahwa cepat

rambat bunyi pada suhu rendah lebih kecil dapat diamati pada malam hari. Pada

malam hari suara akan terdengar lebih jelas daripada siang hari. Hal ini

disebabkan pada malam hari suhu permukaan bumi lebih kecil daripada suhu di

udara pada lapisan yang lebih tinggi. Bunyi merambat lebih lambat pada suhu

rendah sehingga pada malam hari suara tidak terdistribusi ke atas tetapi menyebar

ke permukaan bumi.

Selain cepat rambat, pada gelombang bunyi dikenal istilah periode,

frekuensi, dan panjang gelombang. Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk

melakukan satu kali getaran. Frekuensi diartikan sebagai jumlah getaran berkala

setiap satuan waktu. Berdasarkan frekuensinya, bunyi dibedakan menjadi tiga

yaitu infrasonik, audiosonik, dan ultrasonik. Infrasonik adalah bunyi yang

29
memiliki frekuensi kurang dari 20 kHz. Bunyi infrasonik dapat didengar oleh

hewan seperti jangkrik dan anjing. Bunyi audiosonik adalah bunyi yang memiliki

frekuensi antara 20-20.000 kHz. Bunyi audiosonik dapat didengar oleh manusia.

Sementara itu bunyi ultrasonik adalah bunyi yang memiliki frekuensi lebih dari

20.000 kHz. Bunyi ultrasonik didengarkan oleh hewan seperti kelelawar. Manusia

tidak dapat mendengar bunyi infrasonik dan ultrasonik.

Panjang gelombang adalah jarak rentang terpendek antara dua bidang

dengan fase yang sama. Pada cepat rambat yang sama besar, panjang gelombang

berbanding terbalik dengan frekuensi gelombang. Oleh karena itu semakin pendek

panjang gelombang, semakin besar frekuensi gelombang yang terjadi. Salah satu

bentuk dari gelombang mekanik adalah bunyi. Bunyi terdengar karena adanya

sumber bunyi. Karakter gelombang bunyi meliputi desah dan nada. Desah adalah

bunyi yang memiliki frekuensi tidak teratur, sedangkan nada adalah bunyi yang

memiliki frekuensi teratur. Dalam musik, nada biasanya disimboliskan dengan

huruf C, D, E, F, G, A, B, c, d, e, f, g, a, b, dan seterusnya. Frekuensi nada A telah

ditetapkan secara internasional yaitu 440 Hz dengan angka perbandingan 40.

Dengan mengetahui perbandingan tersebut, frekuensi nada yang lain dapat

ditentukan. Perbandingan frekuensi nada tertentu terhadap nada disebut interval.

Seutas senar yang dipetik atau digesek dapat menghasilkan suatu nada.

Sebagai contoh instrumen rebab yang digunakan dalam kesenian gamelan.

Frekuensi senar menjadi lebih besar jika memperbesar tegangan atau

memperpendek panjang senar. Ketika frekuensi senar besar, nada yang terdengar

akan lebih tinggi. Jadi, frekuensi mempengaruhi tinggi rendahnya nada. Semakin

besar frekuensi semakin tinggi nadanya.

30
Amplitudo adalah simpangan terjauh dari titik setimbang dalam suatu

getaran. Senar yang dipetik secara kuat, amplitudonya semakin besar dan nada

yang terdengar semakin keras. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa amplitudo

mempengaruhi keras lemahnya bunyi.

Peristiwa berubahnya frekuensi bunyi karena pengaruh tegangan dan

panjang senar dijelaskan oleh hukum Marsenne. Marsenne, seorang fisikawan

Prancis, menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya nada

pada dawai atau senar. Marsenne berhasil menemukan hubungan sebagai berikut :

a. Tinggi nada berbanding terbalik dengan panjang senar.

b. Tinggi nada berbanding terbalik dengan akar luas penampang senar

c. Tinggi nada berbanding terbalik dengan akar massa jenis senar

d. Tinggi nada sebanding dengan akar tegangan senar.

Hubungan tersebut jika nyatakan dalam persamaan matematis dapat ditulis

sebagai berikut:

1 F
f=
2L √ Aρ
………………………………………………..(2.6)

Keterangan:
f = frekuensi atau tinggi nada senar (Hz)
L = panjang senar (m)
F = tegangan senar (N)
A = luas penampang (m2)
m = massa jenis senar (kg/m3)

31
B. Penelitian yang Relevan

Dyah Rina Puspita Sari dan Winarto pada tahun 2014 melakukan

pengembangan tentang komik sebagai media pembelajaran di SMP/MTS. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa produk komik yang dikembangkan telah layak

digunakan sebagai media pembelajaran tingkat SMP dengan skor akhir kelayakan

rata-rata 3,54 dan skor uji keterbacaan 82,03 % dengan kategori tinggi.

Penelitian serupa dilakukan oleh I Wayan Adinata, Nengah Maharta, I

Dewa Putu Nyeneng pada tahun 2015. Dihasilkan komik pembelajaran fisika

yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan memuat materi Besaran

dan Satuan SMP kelas VII, yang disajikan dengan gambar berwarna dengan skor

kemenarikan 3,55 (sangat menarik), skor kemudahan 3,48 (sangat mudah), skor

kemanfaatan 3,57 (sangat bermanfaat). Dengan rata-rata skor 3,57 (sangat baik);

(3) Keefektifan komik pembelajaran fisika berbasis desain grafis mencapai

80,65%.

Farida Huriawati, Purwandari, dan Intan Permatasari pada tahun 2015

melakukan pengembangan komik fisika berbasis konstruktivisme. Kualitas buku

komik fisika berbasis konstruktivisme ini memperoleh kategori baik dimana yang

telah dinilai oleh ahli materi memperoleh presentase sebesar 88,44% (sangat

layak) dan ahli media memperoleh presentase sebesar 91,11% (sangat layak)

sedangkan pada kelas kecil memperoleh presentase sebesar 97,78% (sangat baik)

dan uji coba terbatas memperoleh presentase sebesar 92,48% (sangat baik).

Rachmad Jaya Saputra dan Danang Tandyonomanu pada tahun 2015

melakukan penelitian dan pengembangan tentang media komik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa komik yang dikembangkan telah layak dan efektif. Komik

32
yang dihasilkan pula berpengaruh terhadap proses pembelajaran dapat dilihat dari

hasil Uji T dengan nilai 1,66 < 2,18 yang berarti menunjukkan ada perbedaan

yang signifikan dari penggunaan media komik pembelajaran ini.

Reni Hidayah pada tahun 2018 melakukan penelitian dan pengembangan

tentang media komik. Berdasarkan penilaian oleh ahli materi, ahli media, ahli

bahasa, respon pendidik dan peserta didik maka dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran komik fisika menggunakan aplikasi Toondoo berbasis pendekatan

kontekstual pada pokok bahasan gerak melingkar layak dan menarik digunakan

sebagai media pembelajaran.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa komik yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran yaitu komik

yang memiliki beberapa syarat yakni menarik, telah teruji layak/praktis, dan

efektif digunakan sebagai media pemeblajaran.

C. Kerangka Pikir

Penggunaan metode ceramah membuat peserta didik hanya mendengar,

mencatat dan menghafal materi yang diberikan. Keadaan ini menyebabkan

pemahaman konsep peserta didik rendah. Rendahnya pemahaman konsep peserta

didik didukung oleh hasil angket yang diberikan kepada peserta didik. Hasil yang

diperoleh yakni sebagian besar peserta didik kurang memahami konsep dari

materi yang telah dipelajari khususnya materi getaran dan gelombang. Selain itu

kurangnya variasi dalam menggunakan media dalam proses pembelajaran dan

keterbatasan sumber belajar yang digunakan mengakibatkan kurangnya minat

belajar fisika.

33
Salah satu media pembelajaran yang mampu menarik minat peserta didik

adalah komik. Sejalan dengan pendapat Mediawati (2011) komik dapat menarik

minat sehingga mampu meningkatkan interaksi peserta didik dalam proses

pembelajaran serta mempermudah peserta didik dalam mengingat materi pelajaran

yang diterimanya. Penelitian yang dilakukan oleh Pramadi (2013), membuktikan

bahwa penggunaan komik dalam pembelajaran berpengaruh terhadap pemahaman

konsep fisika peserta didik. Oleh karena itu, peneliti berupaya mengembangkan

suatu media pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan pemahaman konsep

peserta didik. Media pembelajaran yang dimaksud yaitu mediaakomik.

Komik yang akan dikembangkan dalam penelitian ini memuat materi dan

konsep-konsep fisika khususnya materi getaran dan gelombang. Penyajian komik

disertai dengan pemilihan warna yang menarik. Komik ini menggunakan bahasa

sehari-hari dengan tujuan agar materi yang diberikan tidak sulit ditangkap oleh

peserta didik. Selain itu dalam komik memuat materi berupa konsep-konsep yang

dikemas secara sederhana agar peserta didik tidak merasa kesulitan dalam

memahami materi yang diajarkan. Komik ini juga menyuguhkan contoh-contoh

konkret dalam kehidupan nyata dekat dengan keseharian peserta didik, sehingga

dapat dengan mudah mengaitkan konsep yang telah dipelajari dengan peristiwa-

peristiwa yang dialaminya.

Selain itu komik yang dihasilkan memuat masalah yang bersifat isomorfis.

Menurut penelitian oleh Zingari dan Paula (2014), masalah yang bersifat

isomorfis dapat digunakan untuk menguji pemahaman konsep serta mengamati

perkembangan peserta didik (Khasanah & Yulianti: 2016).

34
Kerangka pikir penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.9

Kurangnya Minat Dan


Metode Pembelajaran
Pemahaman Konsep

Inovasi Dalam
Komik
Pembelajaran

Fisika Permasalahan
Isomorfis

Getaran Dan
Gelombang

Komik Fisika
Isomorfis

Gambar 2. 9 Kerangka Pikir

D. Pertanyaan Penelitian

Kelayakan komik fisika isomorfis untuk pembelajaran materi getaran dan

gelombang pada peserta didik

 Bagaimana karakteristik komik fisika isomorfis materi getaran dan

gelombang?

 Bagaimana komik fisika isomorfis materi getaran dan gelombang layak

digunakan dalam pembelajaran fisika berdasarkan penilaian para ahli?

35
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Dan Model Pengembangan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan

(research and development). Research and development merupakan rangkaian

proses atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru

atau menyempurnakan produk yang telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan.

Penelitian dan pengembangan media komik fisika isomorfis menggunakan

mengacu pada model 4D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, dkk. (1974).

Model pengembangan 4D (four-D models) terdiri atas 4 tahap yaitu tahap

pendefinisian (define), tahap perencanaan (design), tahap pengembangan

(develop), dan tahap penyebaran (disseminate).

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian untuk mengembangkan

produk yang telah ada, membuat produk dan menguji kelayakan produk. Produk

yang dikembangkan adalah media pembelajaran komik fisika isomorfis.

Pengembangan dilakukan pada materi getaran dan gelombang untuk tingkat SMP.

Adapun prosedur penelitian dan pengembangan dijabarkan sebagai berikut:

1. Define (Pendefenisian)

Pada tahap ini, hal-hal yang akan dilakukan antara lain analisis kebutuhan,

kajian pustaka dan dilanjutkan dengan menyusun panduan pembuatan komik

isomorfis. Kegiatan analisis kebutuhan berupa angket dan observasi. Informasi

36
yang diperoleh dari analisis kebutuhan kemudian dilakukan pengkajian teori

terkait masalah yang ditemukan. Solusi yang diperoleh dari kajian teori kemudian

dijadikan dasar untuk penyusunan panduan pembuatan komik fisika isomorfis.

2. Design (Perancangan)

Pada tahap Design ini, akan dibuat alur cerita yang memuat materi dan

konsep fisika, serta permasalahan yang bersifat isomorfis berdasarkan panduan

pembuatan komik fisika isomorfis yang telah disusun. Selain itu berdasarkan

panduan pembuatan komik fisika isomorfis akan disusun kisi-kisi lembar telaah

yang akan digunakan untuk menguji kelayakan produk tersebut kepada ahli media

dan ahli materi.

3. Development (Pengembangan)

Pada tahap ini akan dilakukan dua kegiatan berupa penyusunan draft

komik dan lembar telaah. Penyusunan draft komik mengacu pada rangkaian cerita

yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Pengembangan lembar telaah

disesuaikan berdasarkan kisi-kisi lembar telaah. Aspek yang dicantumkan dalam

lembar telaah terdiri dari aspek materi dan aspek bahasa yang akan digunakan

untuk memvalidasi draft komik. Kegiatan selanjutnya akan di uji oleh ahli media

dan materi yang bertujuan untuk memvalidasi komik yang telah dikembangkan.

4. Dessiminate (Penyebaran)

Dalam tahapan dessiminate pada penelitian ini akan dibuat artikel yang

kemudian disubmit pada jurnal ISSN.

37
Adapun prosedur pengembangan dapat dilihat pada Gambar 3.1

Define Analisis Kebutuhan Kajian Pustaka

Panduan Komik Fisika Isomorfis

Design Alur Cerita Komik Kisi-Kisi Lembar


Telaah

Defelo Lembar
Gambar
pment Telaah

Draft Komik

Uji kelayakan

Revisi Produk

Komik Fisika Isomorfis

Dessim
inate Artikel

Gambar 3. 1 Prosedur Penelitian & Pengembangan

38
C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Pengumpulan Data

Penelitianrini menggunakan instrumen pengumpulan data yakni instrumen

angket dan lembar telaah produk.

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menggunakan teknikrpengumpulan data

sebagairberikut:

a. Observasi

Observasi dilakukan pada tahap awal sebelum dilaksanakan penelitian.

Kegiatan observasi digunakan untuk memperoleh hasil analisis kebutuhan

penggunaan media komik dalam pembelajaran oleh guru dan peserta didik, dan

analisis penguasaan materi oleh peserta didik.

b. Lembar Telaah Produk

Lembar telaah produk digunakan untuk mengetahui kelayakan produk

yang dikembangkan berupa komik fisika isomorfis. Lembar telaah ini akan dinilai

oleh ahli media, dan ahli materi. Angket digunakan untuk mengetahui tingkat

kelayakan bahan ajar dalam bentuk media komik. Kisi-kisi instrumen pengukur

angket uji kelayakan bahan ajar ditinjau dari dimensi tampilan, bahasa dan

materi. Dimensi tampilan adalah sampul, warna dan gambar, dimensi bahasa

adalah teks dan bahasa, dan dimensi materi adalah penjelasan materi, kedalaman

materi, dan relevansi

39
D. Teknik Analisis Data

Penelitian ini hanya akan menguji kelayakan produk komik fisika

isomorfis. Kelayakan dari produk yang dikembangkan dapat diketahui melalui

hasil telaah ahli media dan ahli materi. Hasil telaah kemudian dianalisis dengan

menghitung skor rata-rata yang diberikan kemudian direpresentasikan. Hasil

telaah berupa skor rata- rata tiap butir pernyataan yang ditelaah kemudian

dianalisis dengan persamaan 3.1

X́ =
∑ x …………………………………..3.1)
n

dengan :
X̄ = skor rata- rata
n = jumlah butir
∑x = jumlah skor

Kriteria kualitas produk yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:

Rentang Skor Rerata Skor Kriteria Kualitas


X ¿ X i +1.8 Sbi > 4.2 Sangat Baik
X i + 0.6 Sbi <≤ X i+ 1.8 Sbi > 3.4 - 4.2 Baik
X i - 0.6 Sbi< X ≤ X i+ 0.6 Sbi > 2.6 - 3.4 Cukup Baik
X i -1.8 Sbi < X ≤ X i- 0.6 Sbi > 1.8 - 2.6 Kurang
X ≤ X i-1.8 Sbi ≤1.8 Sangat Kurang Baik

(Sumber Widoyoko, 2009, p. 238)

dengan,
X = Rata- rata skor
X i = Rata- rata skor ideal
1
= ( skor tertinggi+ skor terendah )
2
Sbi = Simpangan Baku skor ideal
1
= ( skor tertinggi−skor terendah )
6

40
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila dari lembar telaah uji kelayakan

diperoleh hasil dengan kriteria kualitas komik yang baik dan sangat baik.

41
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2009). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Mata Kuliah

Elektromagnetik. Jurnal Edukasi Vol.5 No 1, 11–18.

Arsyad, A. (2014). Media Pembelajaran (Revisi; Asfah Rahman, ed.). Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Asyhari, A., & Silvia, H. (2016). Pengembangan Media Pembelajaran Berupa

Buletin Dalam Bentuk Buku Saku Untuk Pembelajaran Ipa Terpadu

Pendahuluan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiruNi. Vol 5 No 1, 1-13.

Basri, Hasan. 2015. Paradigma Baru Sistem Pembelajaran. Bandung: CV Pustaka


Setia

Daryanto. 2013. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

Depdiknas. 2003. Undang-Undang RI Nomor20, Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Dimiyati dan Mudjiono.2013. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Penerbit Rineka


Cipta

Eureka Pendidikan, “Komik Sebagai Media Pembelajaran,” Eureka Pendidikan


Online: https://www.eurekapendidikan.com/2015/02/komik-sebagai-media-
pembelajaran.html (diakses 19 Mei 2020).

Faradilla, D. Y., Wuryastuti, S., & Susanti, L. (2016). PENGARUH MEDIA


KOMIK FISIKA THE INFLUENCES OF SCIENCE COMICS TOWARD
STUDENT ’ S COMPREHENSION IN LEARNING SCIENCE 3 th GRADE
STUDENTS. 4.

Hamalik, Oemar.2001. Proses Belajar Mengajar.Bandung:Bumi Aksara

42
John M. Echols dan Hasan Shadily. Kamus Indonesia-Inggris. Edisi ketiga.
Jakarta:PT. Gramedia Pustaka, 1992.

Komik, P., Dalam, S., Ipa, P., Karakter, P., Di, S., & Semarang, K. (2014). Unnes
Physics Education Journal. 3(3), 34–42.

Mediawati, Elis. 2011. “Pembelajaran Akuntansi Keuangan melalui Media


Komik untuk Meningkatkan Prestasi Mahasiswa”. Jurnal Penelitian
Pendidikan.Vol.12 No.1 April 2011.

Novisilta, F. C. (2016). Penggunaan media komik untuk meningkatkan minat dan


hasil belajar fisika peserta didik kelas vii smp katolik 2 w.r. soepratman
barong tongkok di kutai barat pada materi konsep zat.

pascasarjana, P., & Ganesha, U. P. (2013). LOKAL BALI TERHADAP MOTIVASI


BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA THE EFFECT OF USING
COMIC WITH BALINESE LOCAL WISDOM ORIENTED TO THE
LEARNING MOTIVATION AND CONCEPT UNDERSTANDING OF
PHYSICS. 3.

Purnama, U. B., & Ardianto, D. T. (2015). 1 , 2 , 3. 13(September), 18–28.

Puspitorini, R., Prodjosantoso, A. K., Subali, B., Matematika, F., Alam, P., &
Negeri, U. (2011). Kata Kunci: 413–420.

Riduwan. 2015. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Penerbit Alfabeta

Supriadie, Didi & Deni Darmawan.2012. Komunikasi Pembelajaran. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya

Susanto, Ahmad. 2012.Teori Belajar Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar.


Jakarta: Prenadamedia Group

Suyono & Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya

43
Werang, Basilius Redan. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Elang Mas

44

Anda mungkin juga menyukai