1
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
2
(unskilled) tersebut dapat meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor
informal terlebih dahulu sebelum kemudian masuk ke dalam sektor formal.
3
8. sebagian besar pekerja adalah keluarga dan pemilikan usaha oleh keluarga
9. mudahnya keluar masuk usaha
10. kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah
Kebanyakan pekerja di sektor informal perkotaan merupakan migran dari
desa atau daerah lain. Motivasi pekerja untuk bekerja di sektor informal adalah untuk
memperoleh pendapatan yang cukup untuk tetap mempertahankan hidup (survival).
Para pekerja biasanya tinggal di pemukiman kumuh, dimana pelayanan publik seperti
listrik, air bersih, transportasi, kesehatan, dan pendidikan yang sangat minim. Sektor
informal memberikan kemungkinan kepada tenaga kerja yang berlebih di perdesaan
untuk migrasi dari kemiskinan dan pengangguran. Sektor informal sangat berkaitan
dengan sektor formal di perkotaan. Sektor formal tergantung pada sektor informal
terutama dalam hal input murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor
formal.
Sebaliknya, sektor informal tergantung dari pertumbuhan di sektor formal.
Sektor informal kadang-kadang justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan
barang- barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di sektor formal.
Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit apabila dibandingkan dengan
sektor formal sehingga cukup dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan
orang. Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan, sektor informal dapat
memiliki peran yang yang besar dalam pengembangan sumber daya manusia. Sektor
informal juga memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil dan tidak
terampil. Sektor informal biasanya menggunakan teknologi tepat guna dan
menggunakan sumber daya lokal sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber
daya.
4
Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal, tenaga kerja dari sektor tradisional
berusaha dan bekerja terlebih dahulu di sektor informal. Setelah memperoleh
pengetahuan, keahlian dan pengalaman di sektor informal, barulah mereka beralih
dan mengalihkan usahanya ke sektor formal yang bersifat modern. Selain itu, sektor
informal penting artinya bagi negara berpenduduk besar, dimana sektor informal yang
bersifat padat karya mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Di
Indonesia, kedua fungsi dari sektor informal memiliki pengaruh yang besar.
Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari latar belakang sejarah
perekonomian tradisional yaitu perekonomian perdesaan yang sebagian besar
didasarkan pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam sederhana. Oleh
karena rendahnya upah tenaga kerja di sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-
lahan pertanian di perdesaan, maka banyak tenaga kerja yang memilih alternatif lain
untuk urbanisasi dan bekerja di sektor non pertanian. Dalam hubungan ini ternyata
sebagian besar tenaga kerjaterserap pada sektor informal.
Dalam Data Bappenas tahun 2005, Tenaga kerjadidefinisikan sebagi bagian
dari tenaga kerja yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang
sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan
mengurus rumah tangga. Dengan demikian tidak semua penduduk dapat
dikategorikan sebagai tenaga kerja, sebab diantara penduduk tersebut ada yang
kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak- anak di bawah usia
kerja, dan orang yang lanjut usia atau jompo
Tenaga kerja juga biasanya hanya dilihat dari segi umur dengan
memperhatikan batas umur sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga
kerja dan golongan bukan tenaga kerja. Di tiap-tiap negara batas umur tenaga kerja
ini tidak sama. Dengan memperhatikan hal tersebut, keseluruhan penduduk apabila
dilihat dari sudut ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu:
penduduk usia kerja dan penduduk di luar usia kerja. Secara ekonomis tidak semua
tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan produktif. Hanya sebagian dari
mereka yang sesungguhnya terlibat, sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat.
Mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut bukan angkatan
5
kerja. Sedangkan mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif disebut
angkatan kerja.
Tenaga kerja kemudian digolongkan lagi menjadi dua yakni terdiri dari
golongan yang bekerja dan golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur.
Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif dalam kegiatannya yaitu
dalam proses produksi guna menghasilkan barang atau jasa. Sedangkan golongan
yang sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa tenaga atau pikiran
untuk proses produksi guna menghasilkan barang atau jasa. Jumlah orang yang dapat
terserap dalam suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan dalam
masyarakat. Besar kecilnya permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh aktivitas
ekonomi maupun tingkat upah. Permintaan tenaga kerja ini dapat datang dari sektor
formal maupun sektor informal. Beberapa karakteristik tersebut dapat mempengaruhi
permintaan maupun penawaran tenaga kerja untuk masuk kerja (terserap) oleh sektor
informal. Oleh karena itu kaitan antara sektor informal dan penyerapan tenaga
kerjadapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Persyaratan Masuk
Tenaga kerja akan lebih mudah terserap pada sektor informal hal ini
dikarenakan sektor informal memberikan kebebasan kepada tenaga kerjauntuk
masuk maupun keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan- persyaratan
seperti yang diberlakukan pada sektor formal. Akibatnya bagi tenaga kerja yang
berminat/tertarik untuk memasuki kerja di sektor informal langsung dapat
terserap sesuai dengan jenis yang diminati.
2. Waktu kerja
Jika diliha dari segi waktu kerja sektor informal memberikan kebebasan waktu
kepada angkatan kerja. Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini, tenaga
kerjaakan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya sehingga bagi siapapun
yang memasuki sektor ini dapat memilih waktu yang diinginkan.
3. Umur
Di beberapa sektor informal, tidak memiliki batas umur yang mengikat seperti
yang diberlakukan pada sektor formal. Artinya bekerja di sektor informal tidak
6
terdapat istilah usia produktif ataupun non produktif. Siapapun yang berminat
memasuki sektor ini dalam usia berapapun dapat membuka dan menjalankan
usahanya. Sehingga dengan adanya hal ini, bagi tenaga kerja yang sudah tidak
dipekerjakan di sektor formal atau pensiun dan masih berminat untuk bekerja
dapat terserap pada sektor informal.
4. Jenjang pendidikan.
Umumnya pekerjaan pada sektor informal dipandang sebagai pekerjaan yang
inferior, sehingga bagi tenaga kerja yang mempunyai pendidikan formal terbatas
(rendah) apalagi buta huruf, yang sulit memasuki sektor formal masih dapat
diterima di sektor informal. Dengan adanya sektor informal, tenaga kerja yang
memiliki jenjang pendidikan yang tidak tinggi pun masih bisa tertampung.
Dari penjelasan diata, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa sektor informal
dapat memberikan dampak yang pofitif yaitu sebagai berikut:
1. mempunyai daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja, Hal ini
mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap angkatan kerja
2. mampu menciptakan lapangan kerja baru di Indonesia sehingga dapat
mengurangi angka pengangguran.
Peran sektor informal dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia juga semakin
terlihat. Hal ini dibuktikan dengan pembukaan lapangan kerja baru sepanjang 2014—
2019 diklaim telah menembus 11 juta lapangan kerja, yang dapat melampaui target
pemerintah dalam program yakni hanya 10 Juta Lapangan Kerja. Berdasarkan data,
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, sebagian lapangan kerja
yang tercipta selama 5 tahun terakhir bukan di sektor formal tetapi di sektor informal
yang memiliki kualitas dan tingkat upah yang rendah (Sumber : Bisnis.com)
Terciptanya banyak lapangan kerja khususnya di sektor informal didorong
oleh adanya kemajuan teknologi informasi, yang menciptakan peluang kerja di sektor
perdagangan jasa melalui e-commerce termasuk transportasi publik online.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah tenaga kerja di sektor informal
7
mengalami peningkatan dari level 54% pada 2014 menjadi 57% pada 2017.
Pertumbuhan tenaga kerja sektor informal lebih banyak terjadi di area perkotaan. Hal
itu terbukti antara Februari 2018 hingga Februari 2019, porsi pekerja di sektor
informal di perkotaan meningkat dari 40,85% menjadi 42,32%, sebaliknya pekerja di
sektor formal menurun dari 59,15% menjadi 57,68% (Sumber : Bisnis.com)
Menurut data BPS tahun 2019, tenaga kerja Indonesia berpendidikan rendah
(SMP ke bawah) telah mencapai 72 juta atau sekitar 56 persen dari total tenaga kerja.
Sebagian besar dari mereka adalah pekerja di sektor informal. Dari sisi jam kerja,
pekerja informal bekerja dengan jam kerja tidak penuh (1-34 jam). Jumlahnya
mencapai 36,54 juta pada Agustus 2019. Pekerja dengan jam kerja tidak penuh dibagi
menjadi dua yaitu setengah penganggur sebanyak 8,13 juta dan pekerja paruh waktu
28,4 juta. Berdasarkan data tersebut membuktikan bahwa pekerja yang bekerja di
sektor informal sangatlah banyak. Sehingga tenaga kerja yang diserap oleh sektor
informal juga sangat banyak, dengan kata lain usaha yang bergerak di sektor informal
turut berperan penting dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi tingkat
pengangguran di Indonesia. (Sumber : bappenas.co.id)
8
Oleh karena itulah pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk para
pekerja di sektor informal. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, sektor informal
menyerap banyak tenaga kerja, sehingga jika sektor informal mengalami
keterpurukan tentunya akan banyak masyarakat yang ikut terdampak terutama yang
bekerja di sektor informal. Pemerintah haruslah merumuskan kebijakan strategis
untuk menjaga sektor informal. Sektor informal sangat bergantung pada pendapatan
harian untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Dengan adanya kebijakan
pembatasan interaksi sosial warga sangat memukul penjualan mereka. Apalagi
kebijakan work from home (WFH) akan menyebabkan pergerakan pekerja turun
hampir 90 persen.
Sektor informal juga berdampak pada kemampuan mereka dalam membaya
pinjaman kredit. Selain itu, keterpurukan sektor informal juga berpotensi besar
menaikkan angka pengangguran, angka kemiskinan, dan memperburuk ketimpangan
pendapatan. Pada dasarnya, pelaku sektor informal didominasi tenaga kerja yang
tidak memiliki keahlian (unskilled employments) dan berpendidikan relatif rendah,
sehingga mereka relatif sulit berpindah ke pekerjaan lain. Jika pun berpindah, mereka
tetap berada di lini yang sama. Oleh karena itulah pemerintah juga perlu untuk
memberikan stimulus ekonomi akibat dampak pandemi kepada para pekerja di sektor
informal.
Terdapat beberapa alasan yang mendasari mengapa sektor informal bisa luput
dari perhatian perumus kebijakan. Pertama, sektor informal tidak terdata, baik dari
jumlah maupun penyebarannya. Hal itu kontras dengan sektor formal. Jika merujuk
pada data APBN 2020, belum ada anggaran khusus untuk pemberdayaan sektor
informal. Saat Covid-19 muncul, beberapa stimulus pemerintah untuk sektor informal
lebih kepada pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Alasan lainnya adalah kontribusi ekonomi sektor informal memang lebih
rendah dibandingkan sektor formal, tetapi mampu menyerap tenaga kerja yang lebih
banyak. Dari sisi perpajakan, sektor informal tidak berkontribusi sama sekali. Pada
ukuran yang lebih luas, peranan sektor informal terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) belum dapat menyajikan angka pasti.
9
Menurut data BPS (2019) tenaga kerja Indonesia berpendidikan rendah (SMP
ke bawah) mencapai 72 juta atau sekitar 56 persen dari total tenaga kerja. Sebagian
besar dari mereka adalah pekerja di sektor informal. Dari sisi jam kerja, pekerja
informal bekerja dengan jam kerja tidak penuh (1-34 jam). Jumlahnya mencapai
36,54 juta pada Agustus 2019. Pekerja dengan jam kerja tidak penuh dibagi menjadi
dua yaitu setengah penganggur sebanyak 8,13 juta dan pekerja paruh waktu 28,4
juta.
Adapun strategi yang diambil pemerintah untuk menangani dampak pandemi
adalah dengan menyiapkan Jaring Pengaman Sosial untuk menanggulangi turunnya
produktivitas akibat Covid-19. Strategi tersebut sekaligus untuk menjaga agar
kesenjangan antar kelompok tidak semakin besar karena banyaknya penduduk rentan
miskin atau pekerja sektor informal yang kesulitan akibat pendapatan hariannya
berkurang selama Covid-19. Berdasarkan data BPS, jumlah orang miskin di
Indonesia 9,22 persen pada 2018. Kementerian PPN/Bappenas memprediksikan pada
2020 jumlah penduduk miskin sebanyak 8,9 persen, namun dengan adanya Covid-19,
prediksi kita berubah menjadi mendekati 10 persen kembali. Yang artinya, penduduk
miskin pada tahun ini bertambah sebanyak 2 juta jiwa.
Pemutusan Hak Kerja menjadi salah satu alasan meningkatnya penduduk
miskin dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Diprediksi, TPT meningkat
menjadi 7,8 persen atau 3,7 juta jiwa, di mana sebelumnya hanya terdapat 2 juta jiwa
yang pengangguran. Selama pandemi berlangsung, pemerintah telah mempersiapkan
bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak. Terdapat dua macam bantuan sosial.
Pertama, bersifat permanen, sudah ada sebelum Covid-19. Kedua, bersifat sementara,
yang baru dianggarkan setelah adanya Covid-19. Adapun bantuan yang sudah
disiapkan di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH) yang menyasar 10 juta
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Kartu Sembako yang sebelumnya menyasar
15,2 juta KPM, namun kini diperluas menjadi 20 juta KPM. Sementara itu, bantuan
sementara adalah paket sembako dan bantuan langsung tunai sebesar 600 ribu rupiah
selama 3 bulan untuk 9 juta kepala keluarga di luar Jakarta dan 1,3 juta kepala
keluarga untuk keluarga di Jakarta dan sekitarnya.
10
DAFTAR RUJUKAN
Data Badan Pusat Statistika. 2005. Kajian Peran Sektor Informal Sebagai Katup
Pengaman Masalah Ketenagakerjaan. Diakses melalui : www.bappenas.go.id
pada 1 Juni 2020.
11
Hapsari, Lathifa. 2015. Peran Sektor Informal Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
(Studi Pada Pedagang Pasar Tugu Kota Malang). Jurnal Ilmiah. Malang :
Universitas Brawijaya
Sektor Informal di Masa Pandemi. 2020. Diakses melalui www.detik.com pada 1 Juni
2020.
Peran Sektor Informal Mengatasi Pengangguran di Indonesia. 2020. Diakses melalui:
https://www.indonesia-investments.com/ pada 1 Juni 2020.
12