1.2 Etiologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai
berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban beban berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama.
3. Sering membungkuk.
4. Posisi tubuh saat berjalan.
5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6. Struktur tulang belakang.
7. Kelemahan otot-oto perut, tulang belakang
1.4 Patofisiologi
Rupture diskus
ADL tidak
KONSTIPASI HAMBATAN MOBILITAS FISIK
terpenuhi
1.7 Komplikasi
a. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.
b. Infeksi luka karena tindakan pembedahan HNP.
c. Kelemahan dan atropi otot
d. Trauma serabut syaraf dan jaringan lainnya
e. Kehilangan otot spinter
f. Paralis / ketidakmampuan pergerakan
1.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
1. Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
2. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
3. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug
dan analgetik.
4. Terapi panas dingin.
5. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace
atau korset
6. Terapi diet untuk mengurangi BB.
7. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
8. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
b. Pembedahan
1. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri
menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan
adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan
kandung kemih serta foot droop.
2. Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau
pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk
memperbaiki luka pada spinal.
3. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara
C. Long, 2014).
4. Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra,
osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :Pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan
jantung,paru-paru, perut.
a. Inspeksi :
Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan
gerakan untuk evalusi neyurogenik.
Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya
angulus, pelvis yang miring/asimitris, muskulatur paravertebral
atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama
begerak.
Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak.
Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan
warna kulit.
b. Palpasi dan perkusi :
Paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus
sehingga tidak membingungkan klien.
Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling
terasanyeri.
Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya
deviasi ke lateral atau antero-posterior.
Palpasi dan perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh
dll.
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto rontgen spinal : Memperlihatkan adanya degeneratig pada
tulang belakang / ruang interverbralis atau mengetahui patologi lain
(tumor, ostaomilitis).
b) Elektromiografi : dapat melokalisasi lesi pada tingkat akar
syaraf spinal terutama yang terkena.
c) Venogram epidural
d) Fungsi lumbal : Mengetahui adanya infeksi dan darah.
e) Tanda leseque (tes mengangkat kaki lurus keatas).Mendukung
diagnosa awal dari herniasai diskus intervertevralis ketika muncul
nyeri pada kaki pesterior. spinal yang mengecil, adanya protursi
diskus intervertebralis.
f) Skan CT : Dapat menunjukkan kanal
g) MRI : Pemeriksaan noninvasif yang dapat menunjukkan
adanya perubahan tulang dan jaringan lunak serta dapat
memperkuat bukti adanya herniasi secara spesifik.
h) Mielogram :Mungkin normal atau memperlihatkan
penyempitan dari ruang diskus, menentukan lokasi dan ukuran
herniasi secara spesifik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
Muttaqin, Arif. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.