Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

1.1 Definisi HNP

HNP (Hernia Nukleus Pulposus) adalah ruptur pada dikus vebrata


yang diakibatakan oleh menonjolnya materi nukleus pulposus yang menekan
anulus fibrosus yang menyebabkan kompresi pada syaraf terutama banyak
terjadi di daerah lumbal dan servikal sehingga menimbulkan adanya
gangguan neurologi (nyeri punggung) yang didahului oleh perubahan
degeneratif pada proses penuaan (Muttaqin, 2015).

Hernia Nukleus pulposus (HNP) merupakan suatu keadaan dimana


terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis menekan ligament posterior
longitudinal sehingga menyempit ke dalam kanalis vertebralis (protrusi
diskus ) atau nucleus pulposus yang terlepas sebagian tersendiri di dalam
kanalis vertebralis (Kesumaningtyas, 2014).

Herniasi diskus invertebralis ke segala arah dapat disebabkan oleh


trauma ataupun stress fisik. Kebanyakan herniasi terjadi ke arah
posterolateral, berkaitan dengan letak nucleus pulsosus di bagian posterior
dan adanya ligamentum longitudinalis posterior yang cenderung memperkuat
annulus fibrosis di posterior yang cenderung memperkuat annulus fibrosus di
posterior tengah. Peristiwa ini juga sering disebut dengan istilah lain, seperti
rupture annulus fibrosis, hernia nucleus pulposus, rupture diskus, herniasi
diskus dan saraf terjepit (Barbara, 2014).

1.2 Etiologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai
berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban beban berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama.
3. Sering membungkuk.
4. Posisi tubuh saat berjalan.
5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6. Struktur tulang belakang.
7. Kelemahan otot-oto perut, tulang belakang

1.3 Manifestasi Klinis


a. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
b. Spasme otot.
c. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk,
mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
d. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas.
e. Deformitas.
f. Penurunan fungsi sensori, motorik.
g. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
h. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.

1.4 Patofisiologi

Hernia Nukleus Pulposus atau ruptur diskus intervetebralis (HNP)


dapat terjadi oleh karena adanya trauma seperti kecelakaan, mengangkat
beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu yang lama, posisi tubuh yang
tidak benar saat berjalan maupun beraktivitas, sering membungkuk, proses
degeneratif, kelemahan otot perut, punggung, serta struktur tulang belakang.
Faktor-faktor ini dapat menyebabkan ruptur/kerusakan tulang belakang dan
kelemahan elastisitas diskusvertebralis dan anulus fibrosus sehingga dapat
menyebabkan keluarnya nukleus pulposus yang ada di dalam anulus fibrosus
ke diskus vertebralis. Kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan sendi faset
dan gangguan suplai darah ke jaringan akibat dari terjepitnya serabut syaraf
spinal.

Bila terjadi keadaan yang demikian berlangsung akan muncul adanya


keluhan nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah bokong, bahu
atau lengan. Nyeri seperti tertusuk-tusuk akan semakin bertambah apabila
terjadi penekanan disaat batuk, mengedan, bersin, membungkuk, mengangkat
beban berat, berdiri secar tiba-tiba dari posis duduk. Terjadi penurunan
sensorik dan motorik, kesemutan, kekakuan dan kelemahan ekstremitas serta
ketidakmampuan melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan. Akibat lanjut
dari proses penyakit ini adalah kelemahan, atropi oto, trauma pada serabut
saraf dan jaringan lain, kehilangan kontrol sphinter, paralis/ketidakmampuan
pergerakan, pendarahan. Tindakan yang dapat dilakukanuntuk mengoreksi
penyakit HNP yaitu dengan therapi konservatif dan pembedahan.
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat tulang, kartilago dan materi
penyebab herniasi tetapi tindakan ini juga dapat menyebabkan infeksi dan
inflamasi di tingkat pembedahan diskus spinal.
1.5 Pathway KEBUTUHAN NUTRISI
Trauma dan stress fisik KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH

Rupture diskus

Intake nutrisi inadekuat


Aliran darah ke
diskus berkurang
Mual, muntah
Pemisahan lempeng
tulang rawan dan Ileus paralitik
korpus vertebrae

Nucleus pulposus HNP Tindakan pembedahan: Reaksi


INTOLERANSI
keluar melalui Laminektomi anastesi
AKTIVITAS
serabut annulus

Tirah baring Ujung syaraf spinal tertekan


Dis integrasi Pasca operasi
jaringan
KOPING Respon nyeri
Spasme otot
INDIVIDU hebat dan akut
INEFEKTIF
Gelisah
Merangsang korteks
Dipersepsikan serebral untuk
NYERI AKUT ke nyeri meningkatkan Luka post op
pengeluaran serotonin
Luka terbuka
GANGGUAN POLA TIDUR
Merangsang SAR
untuk penurunan Post de entry kuman
lemah Tonus otot Tirah baring serotonin
menurun
RISIKO INFEKSI

ADL tidak
KONSTIPASI HAMBATAN MOBILITAS FISIK
terpenuhi

DEFISIT PERAWATAN DIRI

Merangsang korteks serebral


untuk meningkatkan
pengeluaran serotonin
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Darah rutin
2. Cairan cerebrospinal
b. Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping
sendi
c. CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protusion.
d. MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak 
divertebra serta herniasi.
e. Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan
fisik sebelumpembedahan.
f. Elektromyografi :  dapat menunjukkan lokasi lesi  meliputi bagian akar
saraf spinal.
g. Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi
h. Lumbal functur :  untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan
serebro spinal. 

1.7 Komplikasi
a. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.
b. Infeksi luka karena tindakan pembedahan HNP.
c. Kelemahan dan atropi otot
d. Trauma serabut syaraf dan jaringan lainnya
e. Kehilangan otot spinter
f. Paralis / ketidakmampuan pergerakan

1.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif  bila tidak dijumpai defisit neurologik :
1. Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
2. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
3. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug
dan analgetik.
4. Terapi panas dingin.
5. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace
atau korset
6. Terapi diet untuk mengurangi BB.
7. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
8. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
b. Pembedahan
1. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri
menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan
adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan
kandung kemih serta foot droop.
2. Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau
pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk
memperbaiki luka pada spinal.
3. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara
C. Long, 2014).
4. Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra,
osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.

1.9 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas klien
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin
pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau
mendorong benda berat).
2. Asessment awal
a. Keluhan utama
Terjadi nyeri punggung bagian bawah.
b. Riwayat Penyakit saat ini
Nyeri pada punggung bawah yaitu
P, trauma (mengangkat atau mendorong benda berat).
Q, sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut,
seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus.
Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan
(referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang timbul,
makin lama makin nyeri .
R, letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-
tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
S, Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa
nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang
menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu,
gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang ssedang diminum
seperti analgetik, berapa lama diminumkan.
T. Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri.
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan
(mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis).
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah mengalami penyakit yang sama dengan
yang dialami klien.
e. Pola aktivitas/istirahat : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat
beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama, membutuhkan
papan / matras yang keras saat tidur, penurunan rentang gerak dari
ekstermitas pada salah satu bagian tubuh, tidak mampu melakukan
aktivitas yang biasanya dilakukan.
f. Eliminasi : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam difekasi adanya
inkontinesia / retensi urine.
g. Integritas Ego : Ketakutan akan timbulnya paralisis, aneetas
masalah pekerjaan, finansial keluarga.
h. Nyeri / kenyamanan : Nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan
semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokan
badan, mengangkat kkaki atau fleksi pada lehar, nyeri yang tidak
hentinya atau adnya episode nyeri yang lebih berat secara
intermiten, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong (lumbal) atu bahu /
lengan, kaku pada leher (servikal), terdengar adanaya suara “krek”
saat nyeri baru timbul / saat trauma atau merasa “punggung patah”,
keterbatasan untuk mobilisasi / membungkuk ke depan.
i. Keamanan : Adanya riwayat masalah “punggung” yang baru saja
terjadi.
j. Neurologi : Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada tangan dan
kaki.

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :Pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan
jantung,paru-paru, perut.
a. Inspeksi :
Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan
gerakan untuk evalusi neyurogenik.
Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya
angulus, pelvis yang miring/asimitris, muskulatur paravertebral
atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama
begerak.
Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak.
Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan
warna kulit.
b. Palpasi dan perkusi :
Paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus
sehingga tidak membingungkan klien.
Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling
terasanyeri.
Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya
deviasi ke lateral atau antero-posterior.
Palpasi dan perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh
dll.

4. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto rontgen spinal : Memperlihatkan adanya degeneratig pada
tulang belakang / ruang interverbralis atau mengetahui patologi lain
(tumor, ostaomilitis).
b) Elektromiografi : dapat melokalisasi lesi pada tingkat akar
syaraf spinal terutama yang terkena.
c) Venogram epidural
d) Fungsi lumbal : Mengetahui adanya infeksi dan darah.
e) Tanda leseque (tes mengangkat kaki lurus keatas).Mendukung
diagnosa awal dari herniasai diskus intervertevralis ketika muncul
nyeri pada kaki pesterior. spinal yang mengecil, adanya protursi
diskus intervertebralis.
f) Skan CT : Dapat menunjukkan kanal
g) MRI : Pemeriksaan noninvasif yang dapat menunjukkan
adanya perubahan tulang dan jaringan lunak serta dapat
memperkuat bukti adanya herniasi secara spesifik.
h) Mielogram :Mungkin normal atau memperlihatkan
penyempitan dari ruang diskus, menentukan lokasi dan ukuran
herniasi secara spesifik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi

a) Nyeri akut berhubungan dengan kompresi syaraf, spasme otot.


b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan
ketidakmampuan spasme otot, therapi restriktif (tirah baring,
traksi),kerusakan neuromuskular.
c) Koping indifidu inefektif, cemas berhubungan dengan krisis situasi,
status kesehatan, status sosioekonomik, peran fungsi gangguan
nyeri berulang, ketidakkuatan relaksasi dan metode koping.
2. Post operasi

a) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik : trauma,


pembedahan
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan neuromoskular,
keterbatasan akibat kondisi, nyeri.
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan akibat
kondisi
d) Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan.
e) Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
reaksi anastesi
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC DAN INDIKATOR NAMA
URAIAN AKTIVITAS
NO TANGGAL KEPERAWATAN SERTA SKOR AWAL DAN SKOR DAN TTD
RENCANA TINDAKAN (NIC)
DITEGAKKAN TARGET PERAWAT
1. Nyeri Akut (00132) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menejemen Nyeri (1400)
berhubungan dengan selama ...x24 jam, diharapakan nyeri 1. Kaji tingkat nyeri,meliputi :
agen cedera fisik berkurang dengan kriteria hasil: lokasi,karakteristik,dan
Kontrol Nyeri (1605) onset,durasi,frekuensi,kualita
Kode Indikator S.A. S.T. s, intensitas/beratnya nyeri,
160502 Mengenali faktor-faktor presipitasi.
kapan nyeri 2. Berikan informasi tentang
terjadi nyeri
160501 Menggambarkan 3. Ajarkan teknik relaksasi
faktor penyebab napas dalam
160511 Melaporkan 4. Tingkatkan tidur/istirahat
nyeri yang yang cukup
terkontrol 5. Turunkan dan hilangkan
faktor yang dapat
Keterang indikator (1605): meningkatkan nyeri
1= tidak pernah menunjukkan
2= jarang menunjukkan Monitor tanda-tanda vital
3= kadang-kadang menunjukkan (6680)
4= sering menunjukkan 1. Monitor tekanan darah, Suhu
5= secara konsisten menunjukkan dan Nadi.

2. Hambatan Mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Mekanika Tubuh


Fisik (00085) selama ...x24 jam, diharapakan nyeri (0140)
berhubungan dengan berkurang dengan kriteria hasil: 1. Kaji komitmen pasien untuk
Nyeri Pergerakan (0208) belajar dan menggunakan
Kode Indikator S.A. S.T. postur tubuh yang benar.
020801 Keseimbangan 2. Monitor perbaikan postur
020809 Koordinasi tubuh / mekanika tubuh
020810 Cara berjalan pasien
020804 Gerakan sendi 3. Bantu mendemonstrasikan
020802 Kinerja posisi tidur yang tepat.
pengaturan 4. Edukasi penggunaan
tubuh matras/tempat tidur atau
020806 Berjalan bantal yang lembut
Keterangan (0208) : 5. Edukasi pasien atau keluarga
1= sangat terganggu tentang frekuensi dan jumlah
2= banyak terganggu pengulangan dari setiap
3=cukup terganggu latihan.
4=sedikit terganggu 6. Kolaborasi dengan
5=tidak terganggu fisioterapis dalam
pengembangan peningkatan
mekanika tubuh sesuai
indikasi

Terapi Latihan : Ambulasi


1. Monitor penggunaan kruk
pasien atau alat bantu
berjalan lainnya.
2. Beri pasien pakaian yang
tidak mengekang.
3. Bantu pasien untuk
menggunakan alas kaki yang
memfasilitasi pasien untuk
berjalan dan mencegah
cidera.
4. Bantu pasien untuk duduk
ditempat tidur.
5. Bantu pasien untuk
berpindah sesuai kebutuhan.

3. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Lingkungan :


(00198) berhubungan selama ...x24 jam, diharapakan nyeri Kenyamanan (6482)
dengan imobilitas berkurang dengan kriteria hasil: 1. Ciptakan Lingkungan yang
Tidur (0004) tenang dan mendukung.
Kode Indikator S.A. S.T. 2. Sediakan lingkungan yang
000401 Jam tidur aman dan bersih
000419 Tempat tidur 3. Posisikan klien untuk
yang nyaman memfalisitasi kenyamanan
000425 Nyeri
Keterangan (0004) : Manajemen Nyeri (1400)
1= sangat terganggu 1. Kaji tingkat nyeri secara
2= banyak terganggu komprehensif
3=cukup terganggu
4=sedikit terganggu
5=tidak terganggu
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Kesehatan Kerja, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.


2013. Jakarta. Dikutip dari e-journal UEU-undergraduate-1423-BABI.pdf
diakses pada tanggal 26 Maret 2018 Pukul 16.00 WIB.

Engram, Barbara, 2014, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume


3, EGC,Jakarta.

Kesumaningtyas, Ami. 2014. Jakarta : Universitas Indonesia. Dikutip dari e-


journal HNP.pdf . diakses pada tanggal 26 Maret 2018 Pukul 19.00 WIB.

Muttaqin, Arif. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai