Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KASUS MINOR ILMU PENYAKIT MULUT

ILMU PENYAKIT MULUT

Disusun Oleh:
Jeanice Felincia
1895022

Pembimbing:
Shelly Lelyana, drg., Sp.PM.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
I. STOMATITIS APTHOSA
I.1. Abstrak 4
I.2. Pendahuluan 4
I.3. Metode 5
I.4. Pembahasan 8
I.5. Kesimpulan 9
I.6. Daftar Pustaka 9
II. ULKUS DEKUBITUS
II.1. Abstrak 10
II.2. Pendahuluan 10
II.3. Metode 11
II.4. Pembahasan 14
II.5. Kesimpulan 15
II.6. Daftar Pustaka 16
III. COATED TONGUE
III.1. Abstrak 17
III.2. Pendahuluan 17
III.3. Metode 18
III.4. Pembahasan 21
III.5. Kesimpulan 22
III.6. Daftar Pustaka 23

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Stomatitis Apthosa di mukosa labial bawah kanan pada

kunjungan pertama 6

Gambar 1.2. Stomatitis Apthosa yang sudah sembuh (healed) 7

Gambar 2.1. Ulcus Decubitus pada mukosa gingiva ar/ 83 dan 84

saat kunjungan pertama 12

Gambar 2.2. Post extraction gigi 83 dan 84 13

Gambar 2.3. Ulcus decubitus pada mukosa gingiva kanan bawah sudah

sembuh (healed) 13

Gambar 3.1. Coated tongue pada kunjungan pertama 19

Gambar 3.2. Coated tongue pada kunjungan kedua 20

Gambar 3.3. Coated tongue yang sudah sembuh (healed) pada kunjungan

ketiga 21

3
I. STOMATITIS APTHOSA

Jeanice Felincia1, Shelly Lelyana2

ABSTRAK
Apthous stomatitis adalah salah satu lesi mukosa rongga mulut yang paling sering
ditemukan. Etiologi dari stomatitis aptosa masih belum diketahui dan dapat menyebabkan
ketidaknyamanan. Ulser tunggal biasanya akan sembuh dalam waktu 7-10 hari dan dapat
sembuh tanpa meninggalkan bekas luka Terdapat beberapa metode pengobatan untuk
mengurangi rasa sakit, menstimulasi penyembuhan ulser, dan mencegah rekurensi. Obat
yang dapat diberikan antara lain antiseptic, antiinflamasi maupun analgesic (chlorexidine,
diclofenak, chlortetracycline, atau triamcinolone acetonide). Laporan kasus ini bertujuan
melaporkan kasus seorang pasien perempuan dengan ulser stomatitis pada mukosa bibir
bawah kanan beserta penatalaksanaannya. Ulser merupakan ulkus tunggal berbentuk oval,
berdiameter 2 mm, berwarna putih dengan tepi eritema, berbatas jelas, dasar cekung, dan
terasa sakit. Terapi yang diberikan berupa bufacomb serta terapi non farmakologis berupa
intruksi oral hygiene dan gaya hidup sehat. Ulser sembuh setelah terapi selama 7 hari.
Kata kunci: stomatitis apthosa, ulser tunggal

PENDAHULUAN

Apthous stomatitis disebut juga sebagai recurrent apthous ulcer, cold sore

atau canker sores adalah salah satu lesi mukosa rongga mulut yang paling sering

ditemukan. Etiologi dari stomatitis aptosa masih belum diketahui dan dapat

menyebabkan ketidaknyamanan. Pada beberapa kasus dapat ditemukan satu atau

lebih dari satu lesi terpisah yang dangkal dan terasa nyeri pada mukosa rongga

mulut. Ulser tunggal biasanya akan sembuh dalam waktu 7-10 hari dan dapat

sembuh tanpa meninggalkan bekas luka, ulser yang lebih besar dapat berlangsung

beberapa minggu hingga berbulan- bulan dan dapat meninggalkan bekas luka.1

Ulser tipe ini biasanya kecil, multiple, berbentuk oval atau bulat dengan batas

jelas yang memiliki dasar berwarna abu atau kekuningan dan tepi eritematous.

Stomatitis aptosa dibagi menjadi 3 varietas: minor aphthae, major aphthae, dan

4
herpetiform. Minor aphthe merupakan kasus yang paling sering ditemukan dan

75-85% kasus merupakan reccurnt apthous stomatitis. Lesi biasanya ditemukan

pada permukaan mukosa non-keratin seperti mukosa bukal, labial, ataupun dasar

mulut.2

Etiologi dari stomatitis aptosa belum diketahui secara pasti, namun, beberapa

penyebab yang berpotensi menjadi penyebabnya adalah faktor predisposisi

genetik, cedera mekanis, kekurangan vitamin B12, peningkatan stress, alergi

makanan, faktor mikroba, kecemasan, merokok, penggunaan obat- obatan

disabilitas hormonal serta penyakit sistemik yang menyertai seperti; ulcerative

colitis, AIDS, crohn’s disease).2, 3

Terdapat beberapa metode pengobatan baik local maupun sistemik meskipun

terjadinya lesi tersbut biasanya tidak dapat dihindari, namun tujuan dari

pengobatan adalah untuk mengurangi rasa sakit, menstimulasi penyembuhan

ulser, dan mencegah rekurensi. Pilihan pengobatan sistemik diperlukan karena

pengaplikasian krim secara tokpikal tidak cukup karena dapat dengan mudah

terbilas air liur. Obat yang dapat diberikan adalah antiseptic, antiinflamasi atau

analgesik seperti chlorexidine, diclofenak, chlortetracycline, atau triamcinolone

acetonide.2, 3

METODE

Pasien perempuan, 23 tahun, datang dengan keluhan terdapat sariawan pada

bagian dalam bibir bawah kanannya dan ingin diobati. Sariawan muncul kurang

lebih 3 hari yang lalu dan tidak diketahui penyebabnya. Pasien mengaku jarang

5
sariawan dan apabila sariawan, lokasinya berbeda- beda. Sariawan terasa sakit

saat pasien makan.

Pada kunjungan pertama, diketahui bahwa pasien dalam kondisi keadaan

umum yang baik serta tidak memiliki riwayat penyakit sistemik yang

berhubungan dengan lesi rongga mulut. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan

wajah pasien yang simetris, konjungtiva non anemis, sklera non ikterik, serta tidak

terdapat kelainan pada hidung, telinga, ataupun sendi temporomandibular, namun,

terdapat pembengkakan pada kelenjar limfe submandibula sebelah kiri dan terasa

sakit saat diraba, tidak terdapat kelainan pada kelenjar limfe sumbandibula seblah

kanan, submental dan servikal. Tidak terdapat kelainan pada bibir dan daerah

sirkum oral pasien. Pada pemeriksaan intraoral, kebersihan rongga mulut pasien

sedang karena tedapat plak dan kalkulus pada gigi. Ditemukan adanya sebuah

ulser di mukosa labial bawah kanan dengan bentuk oval, berdiameter 2 mm,

berwarna putih dengan tepi eritema, berbatas jelas, dasar cekung, dan terasa sakit.

Pasien didiagnosis stomatitis aptosa dengan diagnosis banding ulkus traumaticus

dan RAS (Recurrent Apthous stomatitis).

Gambar 1.1. Stomatitis Apthosa di mukosa labial bawah kanan pada kunjungan pertama

6
Setelah diagnosis ditegakkan, pasien diberi terapi medikamentosa berupa

cream triamcinolone acetonide (bufacomb). Cream bufacomb merupakan

glukokortikoid sintetis yang memiliki kemampuan imunosupressif serta anti-

inflamasi, yang digunakan 3x sehari secara topikal pada ulser. Selain itu, pasien

diberikan instruksi untuk menjaga oral hygiene dengan baik, yaitu dengan cara

mengkonsumsi banyak air putih, buah, dan sayur; beristirahat yang cukup;

menghindari stres; berolahraga teratur dan diet lunak.

Pada kunjungan kedua setelah 7 hari kemudian, pasien telah rutin

mengaplikasikan obat yang diberikan dan sariawan sudah menghilang serta tidak

terasa sakit lagi. Pada pemeriksaan intraoral sudah tidak terdapat lesi pada mukosa

labial sehingga pasien dinyatakan telah sembuh. Pasien tetap diberikan instruksi

untuk menjaga oral hygiene dengan baik; mengkonsumsi air putih, buah dan

sayur; berolahraga serta istirahat yang cukup; dan hindari stres.

Gambar 1.2. Stomatitis Apthosa yang sudah sembuh (healed)

PEMBAHASAN

7
Pasien perempuan, 23 tahun, datang dengan keluhan terdapat sariawan di bibir

bawah kanan bagian dalam sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan rasa sakit

saat makan dan menyikat gigi. Pasien tidak tahu penyebab munculnya sariawan.

Pasien mengaku jarang mengonsumsi buah dan sayur.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan keadaan umum, pasien tidak

memiliki penyakit sistemik yang berhubungan dengan lesi. Pada pemeriksaan

ekstraoral ditunjukan pembengkakak kelenjar limfe submandibula sebelah kiri dan

rasa sakit ketika diraba saat kunjungan pertama. Hasil tersebut menunjukan

adanya infeksi. Pada pemeriksaan intraoral, ditemukan adanya sebuah ulser di

mukosa labial bawah kanan dengan bentuk oval, berdiameter 2 mm, berwarna

putih dengan tepi eritema, berbatas jelas, dasar cekung, dan terasa sakit. Pasien

didiagnosis stomatitis aptosa dengan diagnosis banding ulkus traumaticus dan

RAS (Recurrent Apthous stomatitis).

Pasien kemudian diberi cream Triamcinolone acetonide (bufacomb), yang

memiliki kemampuan imunosupressif serta anti-inflamasi. Selain itu, terapi non

medikamentosa diberikan berupa instruksi untuk menjaga oral hygiene dengan

baik; mengkonsumsi banyak air putih, buah, dan sayur; beristirahat yang cukup;

mengurangi stres; berolahraga teratur.

Pada kunjungan kedua setelah 7 hari kemudian, pasien telah rutin

mengaplikasikan obat yang diberikan dan sariawan sudah menghilang serta tidak

terasa sakit lagi. Pada pemeriksaan intraoral sudah tidak terdapat lesi pada mukosa

labial sehingga pasien dinyatakan telah sembuh. Pasien tetap diberikan instruksi

8
untuk menjaga oral hygiene dengan baik; mengkonsumsi air putih, buah dan

sayur; berolahraga serta istirahat yang cukup; dan hindari stres.

KESIMPULAN

Pada kasus ini, stomatitis apthosa terjadi pada pasien perempuan berusia 23

tahun dengan akibat yang belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan

disebabkan akibat pasien kurang menjalani pola hidup sehat. Terapi farmakologis

diberikan berupa bufacomb. Terapi non farmakologis juga diberikan berupa OHI

DHE dan anjuran gaya hidup sehat. Setelah dilakukan terapi selama 7 hari, ulser

menghilang dan tidak sakit lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginat WM, William DJ. Apthous Stomatitis.

https://emedicine.medscape.com/article/1075570-print

2. Sharma D, Garg R. A Comprehensive Review on Apthous Stomatitis, its

Types, Management and Treatment Available. J Develop Drugs. India.

2018. Vol 7(2).

3. Regezi JA, Sciubba JJ, & Jordan RC. Oral Pathology Clinical Pathologic

Coreelations 4th Ed.Saunders Elsevier; 1999.

9
II. ULKUS DEKUBITUS

Jeanice Felincia1, Shelly Lelyana2

ABSTRAK
Trauma gigi sulung merupakan masalah yang umum terjadi, trauma tersebut dapat
menyebabkan fenestrasi apikal dan menyebabkan terjadinya ulserasi di bagian mukosa
tersebut. Laporan kasus ini bertujuan melaporkan kasus seorang pasien laki- laki dengan
ulser dekubitus pada mukosa gingiva sebelah kanan beserta penatalaksanaannya. Ulkus
dekubitus pada kasus merupakan ulkus tunggal berbentuk irregular, berwarna putih
berbatas jelas dengan tepi non-eritem, dasar datar, dan terasa sakit apabila diraba.
Keluhan dirasakan kurang lebih sejak 2 tahun yang lalu, pasien sudah pernah ke
puskesmas namun keluhan tidak hilang. Ulser muncul disebabkan oleh trauma akibat akar
gigi yang muncul keluar gusi. Dilakukan ekstraksi pada gigi yang berada di atas ulser,
diberikan cream antiinflamasi triamcinolone acetonide 0.1% yang diaplikasikan apabila
terasa nyeri serta terapi non farmakologis berupa intruksi oral hygiene dan gaya hidup
sehat. Ulkus dekubitus sembuh setelah dilakukan perawatan dan terapi selama 3 minggu.
Kata kunci: ulkus, ulkus dekubitus

PENDAHULUAN

Periode gigi sulung berperan penting untuk menjaga lengkung rahang pada

individu. Trauma gigi sulung merupakan masalah yang umum terjadi dan telah

banyak dibahas pada berbagai literatur. Trauma tersebut dapat menyebabkan

fenestrasi apikal, yaitu suatu kondisi ujung akar gigi sulung ditemukan pada

mukosa rongga mulut dan menyebabkan terjadinya ulserasi di bagian mukosa

tersebut.1

Membran mukosa rongga mulut memiliki lapisan yang tipis dan mudah

rupture, sehingga mudah timbul ulserasi. Luka ulkus dekubitus diawali oleh

tekanan pada membran mukosa dan jaringan dibawahnya dan menyebabkan

jaringan tersebut nekrosis dan terjadi ulserasi. Apabila tidak dilakukan perawatan

yang tepat dan efektif, ulser tersebut dapat berkembang dengan diameter dan

kedalaman yang lebih besar sehingga sulit disembuhkan.2,3

10
Ulkus decubitus merupakan kondisi patologis yang ditandai dengan akar gigi

yang telah menembus tulang alveolar dan mukosa diatasnya, pada mukosa rongga

mulut dapat terasa sangat menyakitkan dan menyebabkan sensasi ketidak-

nyamanan pada pasien saat makan dan berbicara.4

Pada kasus ini, dilaporkan ulkus dekubitus yang terjadi pada seorang pasien

laki-laki serta penatalaksanaan yang dilakukan.

METODE

Pasien anak laki- laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan terdapat

sariawan pada gigi bawah sebelah kanan depan. Keluhan telah dirasakan sejak 2

tahun yang lalu. Akar gigi dapat dilihat dan terdapat kegoyangan pada gigi. Pasien

tidak mengeluhkan terdapat keluhan rasa nyeri, namun mengganggu penampilan

dan sulit dibersihkan. Sbeleumnya pasien sudah pernah datang ke puskesmas

dengan keluhan yang sama dan dilakukan pencabutan, namun orang tua pasien

mengaku bahwa gigi yang tercabut hanya sebagian dari mahkota giginya saja.

Pada kunjungan pertama, diketahui bahwa pasien dalam kondisi keadaan

umum yang normal serta tidak memiliki riwayat penyakit sistemik yang

berhubungan dengan lesi rongga mulut. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan

hasil sebagai berikut: wajah pasien simetris, konjungtiva non anemis, sklera non

ikterik, serta tidak terdapat kelainan pada hidung, telinga, ataupun kelenjar limfe

submandibula, submental, dan servikal serta sendi temporomandibular. Bibir tidak

kering dan tidak terdapat kelainan pada daerah sirkum oral. Pada pemeriksaan

intraoral, ditemukan terdapat sebuah ulser pada mukosa gingiva sebelah kanan

11
bawah di antara regio gigi 83 dan 84 berbentuk iregular, berwarna putih berbatas

jelas dengan tepi non-eritem, dasar datar, dan terasa sakit apabila diraba. Pasien

didiagnosis ulcus decubitus dengan diagnosis banding ulcus traumaticus.

Gambar 2.1. Ulcus Decubitus pada mukosa gingiva ar/ 83 dan 84

saat kunjungan pertama

Setelah diagnosis ditegakkan, direncanakan dilakukan ekstraksi pada

kunjungan berikutnya dan diberikan covering agent untuk sementara waktu.

Pasien juga diberikan cream antiinflamasi topical triamvinolone acetonide 0.1%

yang diaplikasikan apabila terdapat rasa nyeri. Selain itu, pasien diberikan

instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik; mengkonsumsi

banyak air putih, buah, dan sayur; beristirahat yang cukup; mengurangi stres;

berolahraga teratur.

12
Gambar 2.2. Post extraction gigi 83 dan 84

Kunjungan berikutnya dilakukan ekstraksi pada gigi 83 dan 84 untuk

menghilangkan penyebab peradangan.

Pada kunjungan ketiga, sariawan telah hilang dan membaik. Tidak terdapat

bekas luka yang mengganggu dan sariawan dinyatakan sembuh. Tidak terdapat

keluhan yang dirasakan pasien, namun pasien tetap diberikan instruksi untuk

menjaga oral hygiene dengan baik; mengkonsumsi air putih, buah dan sayur;

berolahraga serta istirahat yang cukup; dan hindari stres.

Gambar 2.3. Ulcus decubitus pada mukosa gingiva kanan bawah sudah sembuh (healed)

13
PEMBAHASAN

Pasien anak laki- laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan terdapat

sariawan pada gigi bawah sebelah kanan depan. Keluhan telah dirasakan sejak 2

tahun yang lalu. Akar gigi terlihat atau disebut juga sebagai root fenestration, juga

terdapat kegoyangan pada gigi. Pasien tidak mengeluhkan terdapat keluhan rasa

nyeri, namun mengganggu penampilan dan sulit dibersihkan. Sbeleumnya pasien

sudah pernah datang ke puskesmas dengan keluhan yang sama dan dilakukan

pencabutan, namun orang tua pasien mengaku bahwa gigi yang tercabut hanya

sebagian dari mahkota giginya saja.

Pada kunjungan pertama, diketahui bahwa pasien dalam kondisi keadaan

umum yang normal serta tidak memiliki riwayat penyakit sistemik yang

berhubungan dengan lesi rongga mulut. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan

hasil sebagai berikut: wajah pasien simetris, konjungtiva non anemis, sklera non

ikterik, serta tidak terdapat kelainan pada hidung, telinga, ataupun kelenjar limfe

submandibula, submental, dan servikal serta sendi temporomandibular. Bibir tidak

kering dan tidak terdapat kelainan pada daerah sirkum oral. Pada pemeriksaan

intraoral, ditemukan terdapat sebuah ulser pada mukosa gingiva sebelah kanan

bawah di antara regio gigi 83 dan 84 berbentuk iregular, berwarna putih berbatas

jelas dengan tepi non-eritem, dasar cekung, dan terasa sakit hanya pada saat

diraba. Pasien didiagnosis ulcus decubitus dengan diagnosis banding ulcus

traumaticus.

14
Setelah diagnosis ditegakkan, direncanakan dilakukan ekstraksi pada

kunjungan berikutnya dan diberikan covering agent berupa petroleum jelly untuk

sementara waktu. Pasien juga diberikan cream antiinflamasi topical yang

diinstruksikan untuk diaplikasikan apabila terdapat rasa nyeri. Selain itu, pasien

diberikan instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik;

mengkonsumsi banyak air putih, buah, dan sayur; beristirahat yang cukup;

mengurangi stres; berolahraga teratur.

Kunjungan kedua dilakukan ekstraksi pada gigi 83 dan 84 untuk

menghilangkan penyebab peradangan.

Pada kunjungan berikutnya, sariawan telah hilang dan membaik. Tidak

terdapat bekas luka yang mengganggu dan sariawan dinyatakan sembuh. Tidak

terdapat keluhan yang dirasakan pasien, namun pasien tetap diberikan instruksi

untuk menjaga oral hygiene dengan baik; mengkonsumsi air putih, buah dan

sayur; berolahraga serta istirahat yang cukup; dan hindari stres.

KESIMPULAN

Pada kasus ini, ulkus dekubitus terjadi pada pasien laki- laki berusia 8 tahun

akibat trauma fenestrasi akar yang menekan membran mukosa dibawahnya,

membran yang tipis menjadi rupture sehingga membrane menjadi nekrosis dan

terbentuk ulser. Dilakukan ekstraksi pada akar dan gigi dengan tujuan untuk

menghilangkan sumber penyebab trauma tersebut. Terapi farmakologis diberikan

berupa triambinolone acetonide 0.1% yang diaplikasikan hanya apabila terdapat

rasa nyeri. Terapi non farmakologis juga diinstruksikan berupa OHI DHE dan

15
gaya hidup sehat. Setelah dilakukan perawatan, ulser hilang dan tidak terdapat

luka yang mengganggu lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. M. B. Edney. Interesting Presentation of a Retained Upper Deciduous

Incisor With Apical Fenestration. British Dental Journal. 2000.

2. Lestari ZD, Wibowo TB, Pradopo S. The Prevalence of Overretained

Primary Teeth and Malocclusion in 6-12 Years Old Children. Indonesian

Pediatric Dentistry Journal. 2010; 2(1):9.

3. 4. Kumar S, Rani V, Prasad KB. Decubitus Ulcer (Pressure Ulcer) in Oral

Cavity and it’s Management : A Rare Case Report. Sch J Med Case Rep

2015

4. Lalabonova, H., et al. Clinical Assessment of the effect of oral mucosa

decubitus ulcers. Journal of IMAB. 2013.vol 19(4).

16
III. COATED TONGUE

Jeanice Felincia1, Shelly Lelyana2

ABSTRAK
Coated tongue merupakan suatu masalah yang sering ditemukan pada orang dewasa,
yang dapat disebabkan akibat kebiasaan diet, ketidakmampuan menjaga kebersihan mulut
secara teknis, dan penurunan aliran saliva yang mengarah pada akumulasi debris oral dan
deposisi pada gigi, jaringan pendukung dan aspek dorsal dari lidah. Penelitian
mikroskopis pada struktur lidah telah menunjukkan bahwa pembentukan lapisan lidah
terkait dengan tingkat multiplikasi sel epitel dan jumlah desmosom serta butiran selaput
membran. Pada kasus di laporan ini, seorang pasien perempuan berusia 27 tahun
mengalami coated tongue karena belum pernah membersihkan lidahnya. Terdapat plak
putih pada dorsum lidah dan bau mulut tidak sedap. Pasien diberikan instruksi oral
hygiene yang benar dan diajarkan cara membersihkan lidah menggunakan tongue
scraper. Pada pertemuan ketiga, plak putih dan bau mulut hilang, pasien dinyatakan
sembuh.

Kata kunci : Coated tongue, oral hygiene

PENDAHULUAN

Seluruh permukaan dorsum lidah terdiri dari papila yang memiliki permukaan

yang luas. Terdapat berbagai organisme baik jamur maupun bakteri pada dorsum

lidah. Organisme tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan umum, salah

satunya adalah bakteri perusak yang menghasilkan volatile sulphur compound

(VSC) yang merupakan penyebab bau mulut atau disebut juga halitosis.1

Pada lidah dapat terbentuk coating yang merupakan penumpukan debris di

lidah yang terdiri dari bakteri, sejumlah besar sel epithelial deskuamasi yang

berasal dari mukosa oral, leukosit dari poket periodontal, metabolit darah serta

berbagai nutrient berbeda lainnya.2

Coated tongue merupakan suatu masalah yang sering ditemukan pada orang

dewasa, terutama pada pasien lanjut usia karena perubahan kebiasaan diet,

ketidakmampuan untuk secara fisik mengatasi teknik kebersihan mulut,

17
penurunan aliran saliva dan perubahan sifat saliva yang mengarah pada akumulasi

debris oral dan deposisi pada gigi, jaringan pendukung dan aspek dorsal dari

lidah. Penelitian mikroskopis pada struktur lidah telah menunjukkan bahwa

pembentukan lapisan lidah terkait dengan tingkat multiplikasi sel epitel dan

jumlah desmosom serta butiran selaput membran. Banyaknya tongue coating akan

meningkat pada kasus dengan penyakit periodontal sebagai penyerta karena

leukosit meningkat pada saliva pasien yang menjadikannya terakumulasi pada

permukaan lidah.3,4

Perawatan yang dapat dilakukan untuk coated tongue meliputi:

 Merawat kondisi sistemik yang mendasarinya

 Meningkatkan oral hygiene

 Menyikat lidah

 Menggunakan obat kumur peroksida atau asam askorbat.

Pada pasien coated tongue, pembersihan lidah yang paling efektif dan sering

dilakukan adalah dengan menggunakan alat tongue scrapper atau sikat gigi.

Menyikat lidah tidak hanya meningkatkan penampilan klinis, tetapi juga

mengurangi populasi bakteri. 4

Pada kasus ini, dilaporkan coated tongue yang terjadi pada seorang pasien

perempuan serta penatalaksanaan yang dilakukan.

METODE

Pasien perempuan, 27 tahun, datang dengan keluhan lidah terasa kotor dan

terkadang terasa bau mulut. Saat melihat cermin pasien merasa terdapat warna

18
keputihan di seluruh permukaan lidahnya. Pasien mengaku kurang minum air

putih.

Pada kunjungan pertama, kondisi keadaan umum pasien baik. Pasien tidak

pernah dirawat inap di rumah sakit ataupun menjalani operasi. Pemeriksaan

ekstraoral menunjukkan wajah pasien simetris, konjungtiva non anemis, sklera

non ikterik, serta hidung dan telinga dalam keadaan normal. Kelenjar limfe tidak

mengalami pembesaran dan tidak nyeri. Pada pemeriksaan sendi

temporomandibular, tidak ditemukan adanya kelainan. Bibir dan sirkum oral juga

tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan intraoral, kebersihan mulut pasien

buruk dan terdapat banyak kalkulus, stain, serta plak pada giginya. Gingiva pasien

tampak oedem di seluruh regio baik di rahang atas dan rahang bawah. Pada bagian

lidah, terlihat adanya plak putih yang bisa diapus pada 2/3 dorsum lidah. Plak

tersebut berbau tidak sedap. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, pasien

didiagnosis mengalami coated tongue dengan diagnosa banding hairy tongue dan

oral hairy leukoplakia.

Gambar 3.1. Coated tongue pada kunjungan pertama

19
Pasien diinstruksikan untuk membersihkan lidah menggunakan tongue scraper

2x sehari setelah menyikat gigi, dengan gerakan mengeruk dari belakang lidah ke

depan lidah. Pasien juga diinstruksikan untuk minum banyak air putih,

mengkonsumsi buah dan sayur, dan olahraga teratur.

Pada kunjungan kedua, 2 minggu kemudian, pasien datang kembali dengan

plak putih di lidahnya yang sudah berkurang namun belum sepenuhnya

menghilang. Pasien telah membersihkan lidahnya setelah menggosok gigi setiap

hari dan merasa plak putih telah berkurang. Bau mulut juga sudah mulai

berkurang. Pasien kembali diinstruksikan untuk melanjutkan membersihkan

lidahnya menggunakan tongue scrapper setelah sikat gigi, banyak minum air

putih, konsumsi buah dan sayur serta olahraga teratur.

Gambar 3.2. Coated tongue pada kunjungan kedua

Pada kunjungan ketiga, plak putih di lidah telah menghilang. Pasien merasa

nyaman dengan kondisi lidahnya dan bau mulut sudah tidak dirasakan. Pada

pemeriksaan intraoral, sudah tidak terdapat plak putih pada permukaan lidah.

20
Pasien dinyatakan telah sembuh namun tetap diinstruksikan untuk menjaga

kebersihan rongga mulutnya, minum banyak air putih, mengkonsumsi buah dan

sayur, serta berolahraga teratur.

Gambar 3.3. Coated tongue yang sudah sembuh (healed) pada kunjungan ketiga

PEMBAHASAN

Pasien perempuan, 27 tahun, datang dengan keluhan lidah terasa kotor dan

terkadang terasa bau mulut. Saat melihat cermin pasien merasa terdapat warna

keputihan di seluruh permukaan lidahnya. Pasien mengaku kurang minum air

putih dan kurang menjaga kebersihan rongga mulutnya.

Pada pemeriksaan ekstraoral, tidak ditemukan kelainan, namun pada

pemeriksaan intraoral, kebersihan mulut pasien tampak buruk dan terdapat banyak

kalkulus, stain, serta plak pada giginya. Gingiva pasien oedem di seluruh regio

atas dan bawah. Pada bagian dorsum lidah terlihat adanya plak putih yang bisa

diapus. Plak tersebut berbau tidak sedap. Berdasarkan pemeriksaan yang

dilakukan, pasien didiagnosis mengalami coated tongue dengan diagnosa banding

21
hairy tongue dan oral hairy leukoplakia. Etiologi dari coated tongue pada kasus

ini adalah oral hygiene yang buruk. Pasien belum pernah membersihkan lidah

sebelumnya yang menjadikan debris bakteri, sisa makanan dan epitel yang mati

terakumulasi di permukaan lidah.

Terapi yang diberikan adalah terapi non farmakologis berupa OHI DHE serta

penggunaan tongue scraper. Pasien juga diinstruksikan untuk banyak minum air

putih, mengkonsumsi buah dan sayur, serta berolahraga teratur.

Pada kunjungan kedua, masih terdapat plak putih pada permukaan lidah

pasien, namun plak tersebut sudah mulai menipis. Pasien merasa bau mulut yang

dirasakan pada awal kunjungan telah berkurang.

Pada kunjungan ketiga plak putih di lidah pasien sudah menghilang. Pasien

sudah melakukan instruksi oral hygiene yang diberikan dengan baik, dan sudah

terbiasa menggunakan tongue scraper untuk membersihkan lidah. Bau mulut

sudah tidak dirasakan lagi dan pasien merasa nafasnya lebih segar.

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien perempuan berusia 27 tahun mengeluhkan adanya plak

putih di dorsum lidahnya disertai bau mulut. Pasien mengaku belum pernah

menyikat lidahnya dan kurang minum air putih. Pasien didiagnosa memiliki

coated tongue dan diberi instruksi menggunakan tongue scraper untuk

membersihkan lidahnya. Pada kunjungan ketiga, coated tongue pada lidah pasien

telah sembuh.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Prijono E, Dewi W, Puspa TK. Efektivitas pembersihan lidah secara

mekanis menggunakan tongue scraper terhadap jumlah populasi bakteri

anaerob lidah. Jurnal PDGI. Edisi khusus; 2005. 95- 100.

2. Hamdini H, Rabia’tul A, Rasmidar S. Efektivitas Penggunaan Tongue

Scrapper Terhadap Penurunan Indeks Tongue Coating dan Jumlah Koloni

Bakteri Anaerob Lidah. Journal of Dentomaxillofacial Science 10(1): 32-

35. (https://jdmfs.org/index.php/jdmfs/article/viewFile/249/249)

3. Field, Anne; Longman, Lesley. Tyldesley's Oral Medicine 5th Edition.

Oxford University. 2003

4. Danser MM, Gomez SM, Weijden GA. Tongue coating and tongue

brushing: a literature review. Int J Dent Hygiene 1, 2003; 151-158.

23

Anda mungkin juga menyukai