Anda di halaman 1dari 9

Journal Reading of Oral Surgery

Tanggal/ waktu : 2 April 2020 /


Presenter : Jeanice Felincia / 1895022
Pembimbing : Susanti Bulan, drg., Sp. BM
Judul Asli : Medication-Related Osteonecrosis of The Jaw: Clinical and Practical
Guidelines
Penulis : Daniele Rosella, et.al.
Sumber : Journal of Pain International Society of Preventive and Community
Dentistry
__________________________________________________________________

Medication- Related Osteonecrosis of The Jaw: Pedoman Klinis dan Praktis

Abstrak

Medication- Related Osteonecrosis of the jaw(MRONJ) adalah reaksi obat merugikan yang
parah, terdiri dari destruksi tulang progresif di daerah maksilofasial pasien. ONJ (Osteonecrosis
of the Jaw) dapat disebabkan oleh dua agen farmakologis: antiresorptif (termasuk bifosfonat
(BPs) dan receptor activator of nuclear factor kappa-B ligand inhibitors) dan antiangiogenik.
Patofisiologi MRONJ tidak sepenuhnya dijelaskan. Ada beberapa hipotesis yang dapat
menjelaskan lokasi yang khas pada rahang, yaitu peradangan atau infeksi, mikrotrauma,
perubahan remodeling tulang atau penekanan berlebihan pada resorpsi tulang, penghambatan
angiogenesis, toksisitas BPs jaringan lunak, biofilm khas rongga mulut, vascularisasi terminal
dari mandibula, penekanan imunitas, atau defisiensi vitamin D. Pemeriksaan gigi dan perawatan
yang adekuat adalah dasar untuk mengurangi risiko osteonekrosis pada pasien yang
menggunakan terapi antiresorptif atau antiangiogenik, atau dilakukan sebelum memulai
pemberian terapi pengobatan. Perawatan MRONJ umumnya sulit dan strategi terapi yang
optimal masih harus ditetapkan, oleh karena itu, pencegahan lebih penting. Pendekatan tim
multidisiplin sangat disarankan; termasuk dokter gigi, ahli onkologi, dan ahli bedah
maksilofasial untuk mengevaluasi dan memutuskan terapi terbaik untuk pasien. Pilihan antara
perawatan konservatif dan pembedahan tidaklah mudah dan harus dibuat disesuaikan dengan
kasus, namun, pendekatan awal harus se-konservatif mungkin. Tujuan paling penting dari
perawatan untuk pasien dengan MRONJ pertama kali adalah pengendalian infeksi,
perkembangan nekrosis tulang, dan nyeri. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menggambarkan
pengetahuan saat ini tentang MRONJ, langkah-langkah pencegahan dan strategi manajemennya.
Pendahuluan

Medication- Related Osteonecrosis of the jaw (MRONJ) adalah reaksi obat merugikan yang
parah, terdiri dari destruksi tulang progresif di daerah maksilofasial pasien.

Pada tahun 2014, American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMS)
menyarankan untuk mengubah nomenklatur dari bisphosphonate- related osteonecrosis of the
jaw (BRONJ) menjadi MRONJ untuk mengakomodasi meningkatnya jumlah kasus
osteonekrosis yang melibatkan rahang atas dan rahang yang terkait dengan antiresorptif lain
(denosumab) dan terapi antiangiogenik. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menggambarkan
pengetahuan terkini tentang MRONJ, langkah-langkah pencegahan dan strategi manajemennya.

Medication- Related Osteonecrosis of the jaw (MRONJ)

Osteonekrosis rahang (ONJ) dapat disebabkan oleh dua agen farmakologis, yaitu: antiresorptif
(termasuk bifosfonat (BPs) dan receptor activator of nuclear factor kappa-B ligand inhibitors)
dan antiangiogenik.

Bifosfonat dapat dibagi menjadi aminobisphosphonate


(NBPs) dan non-NBPs berdasarkan kehadiran gugus
fungsi amino dalam molekul. NBP adalah yang terlibat
dalam kasus ONJ (table 1).

Bifosfonat intravena (IV) digunakan untuk mengobati


kondisi yang terkait dengan kanker serta hiperkalsemia
karena malignansi, kejadian terkait skeletal yang
berhubungan dengan metastasis tulang dari tumor
padat dan untuk menejemen lesi litik yang
berhubungan dengan multiple myeloma.

Bifosfonat oral digunakan untuk mengobati


osteoporosis, osteopenia, atau kondisi lain yang tidak
umum seperti Paget’s disease dan osteogenesis
imperfecta.

Inhibitor ligand RANK (denosumab) adalah obat


antiresorptif yang menghambat fungsi osteoklas,
mengurangi resorpsi tulang, dan meningkatkan
Table 1 - Osteonekrosis pada rahang terkait kepadatan tulang. Obat tersebut digunakan pada pasien
obat (MRONJ) yang terkena osteoporosis atau penyakit tulang
metastatik.

Obat antiangiogenik menghambat perkembangan pembuluh darah baru, memblokir kaskade


pemberian sinyal saat proses angiogenesis. Pada dasarnya obat teresbut dapat dibagi menjadi dua
jenis: antibodi monoklonal yang menghentikan reseptor atau faktor pertumbuhan (bevacizumab)
dan molekul kecil, yang menentukan penghalang dengan mengikat reseptor tirosin kinase
(sunitinib dan sorafenib). Telah diambil hipotesis bahwa agen tersbut memfasilitasi pengiriman
agen antikanker lainnya.

Patofisiologi MRONJ tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Ada beberapa hipotesis yang dapat
menjelaskan lokalisasi yang khas pada rahang, yaitu peradangan atau infeksi, mikrotrauma,
perubahan remodeling tulang atau penekanan berlebihan pada resorpsi tulang, penghambatan
angiogenesis, toksisitas BPs jaringan lunak, biofilm khas rongga mulut, vaskularisasi terminal
dari mandibula, penekanan imunitas, atau defisiensi vitamin D.

Tiga faktor risiko seperti faktor lokal, penyakit yang mendasarinya, dan jenis obat (tabel 2) harus
dipertimbangkan. Untuk menjelaskan nilai frekuensi penyakit MRONJ, kita harus
mempertimbangkan dua kriteria, yaitu indikasi terapeutik (osteoporosis/ osteopenia dan
keganasan/malignansi) dan jenis obat
(bifosfonat dan non-bifosfonat). Risiko ONJ
pada pasien yang diobati dengan zolendronate
adalah 50-100 kali lebih tinggi daripada
individu yang diobati dengan plasebo. Risiko
MRONJ pada pasien kanker yang diobati
dengan denosumab serupa dengan
kemungkinan ONJ pada pasien yang diberikan
zolendronate. Seperti yang dilaporkan pada
tabel 3, risiko MRONJ berbeda-beda
berdasarkan obat dan pemberiannya. Meskipun
Table 2 – Faktor Resiko Osteonekrosis pada rahang risiko ONJ terlihat serupa, penting untuk
terkait obat (MRONJ)
menggarisbawahi perbedaan substansial antara
BRONJ dan DRONJ (denosumab-related ONJ).
BRONJ rata-rata terjadi setelah pemberian selama 33 bulan (pemberian IV pada pasien kanker)
atau 48 bulan (pemberian oral pada pasien osteoporosis). DRONJ terjadi lebih awal setelah
perawatan, terlepas dari jumlah pemberian sebelumnya. Oleh karena itu, risiko ONJ setelah
penggunaan RANK-L inhibitor menurun setiap bulan sementara obat bifosfonat tetap stabil
selama bertahun-tahun. Risiko BRONJ secara langsung berkaitan dengan durasi terapi dan total
jumlah obat. Faktor-faktor risiko untuk MRONJ dilaporkan pada tabel 2. Bedah mulut adalah
salah satu faktor risiko terbesar untuk MRONJ. Menurut beberapa penulis, 52-61% pasien
melaporkan pencabutan gigi sebagai peristiwa pencetus. Risiko ONJ pada pasien yang diobati
dengan bifosfonat oral setelah pencabutan gigi adalah 0,5%; risiko ONJ pada pasien dengan
kanker yang diobati dengan bifosfonat secara IV berkisar antara 1,6% hingga 14,8%. MRONJ
muncul lebih sering pada mandibula (73%) dibandingkan maksila (22,5%); sementara kasus
yang melibatkan kedua rahang adalah 4,5% dari kasus.
Table 3 – Resiko Osteonekrosis pada Rahang (Kasus per 10.000 Pasien)

Definisi dan Sistem Penahapan (Staging System)

Pasien terpengaruh oleh MRONJ jika semua manifestasi klinis berikut ditunjukkan:

 Sedang dalam perawatan yang atau pernah dilakukan perawatan terdahulu dengan obat
antiangiogenik atau antiresorptif
 Pasien tidak memiliki riwayat terapi radiasi atau manifestasi metastasis pada rahang
 Tulang yang terpapar atau adanya fistula intraoral atau ekstraoral di daerah maksilofasial
yang bertahan selama lebih dari 8 minggu.

Namun, banyak penulis tidak setuju dengan definisi terakhir, oleh karena itu, tulang nekrotik
yang terpapar di rongga mulut hanyalah salah satu manifestasi yang mungkin terjadi dari
BRONJ, dan tidak ditemukan pada semua pasien. Pada tahun 2012, SICMF (Italian Society for
Maxillofacial Surgery) dan SIPMO (Italian Society of Oral Pathology and Medicine)
mengusulkan definisi baru: “BRONJ merupakan reaksi obat merugikan yang digambarkan
sebagai perusakan progresif dan kematian tulang yang memengaruhi mandibula atau maksila
pasien yang terpapar pengobatan BPs yang mengandung nitrogen, tanpa adanya pengobatan
radiasi sebelumnya". Hal tersebut didukung oleh penelitian pada populasi besar pasien di Eropa.
Menurut definisi AAOMS, hanya 76% dari BRONJ yang terdiagnosa; 24% sisanya tidak dapat
didiagnosis karena tulang nekrotik tidak terlihat.

Sistem penahapan BRONJ sangat banyak dan sebagian besar didasarkan pada temuan klinis.
Pada tahun 2006, Ruggiero et al. mengusulkan sistem penahapan klinis dengan tiga tingkat klinis
berbeda berdasarkan tanda dan gejala; pada tahun 2009, AAOMS mengimplementasikannya
dengan Tahap 0. Pada tahun 2007, Marx adalah satu-satunya yang membagi tahapan berdasarkan
ukuran lesi. Bedogni et al., pada tahun 2012, mengusulkan sistem pementasan klinis-radiologis.
Sistem pementasan BRONJ yang berbeda diberikan pada Tabel 4.
Table 4 - Osteonekrosis Terkait Bisfosfonat pada Rahang yang Berbeda dari Sistem Penahapan

Pencegahan Osteonekrosis pada Rahang Terkait Obat

Pemeriksaan gigi dan perawatan yang memadai sangat penting untuk mengurangi risiko ONJ
pada pasien yang menggunakan terapi antiresorptif atau antiangiogenik atau sebelum memulai
pemberian. Perawatan MRONJ umumnya sulit, dan strategi terapi yang optimal masih dalam
proses. Karena alasan tersebut, pencegahan lebih penting. Beberapa penulis menyarankan "drug
holiday" sebelum pencabutan gigi atau prosedur invasif lainnya. Namun, tidak ada persetujuan
umum yang pasti tentang perawatan ini dan tidak terdapat cukup data untuk mendukung
penghentian perawatan medis pada pasien dengan osteoporosis. Saat ini, AAOMS
mempertimbangkan prosedur drug holiday yang tepat seperti yang dilaporkan oleh Damm dan
Jones pada pasien "berisiko" dengan riwayat paparan yang panjang (> 4 tahun). Bahkan pada
kanker, individu yang menerima terapi IV, terdapat data yang terbatas tentang konsekuensi yang
dapat mengganggu pemberian BPs IV sebelum prosedur pembedahan. Apabila kondisi pasien
memungkinkan, ahli onkologi harus mempertimbangkan untuk menghentikan terapi sampai
penyembuhan jaringan lunak terjadi. Sebagai bagian dari tindakan pencegahan, perlu dibedakan
antara IV dan terapi oral pada pasien yang sedang menjalani perawatan medis atau akan memulai
perawatan.

Pasien Kanker yang Akan Memulai Perawatan Medis Intravena

Sebelum memulai perawatan medis IV, pasien harus selalu dievaluasi dengan cermat oleh dokter
gigi. Tujuan utama tindakan pencegahan gigi adalah untuk menghilangkan infeksi di rongga
mulut, patologi, atau faktor risiko untuk mendapatkan situasi kesehatan rongga mulut yang
stabil, mencegah diperlukannya prosedur gigi invasif dalam waktu dekat atau di masa depan.
Pencabutan gigi yang tersisa sebagian harus dilakukan saat ini. Gigi yang utuh tertutup oleh
tulang dan jaringan lunak tanpa paparan dengan rongga mulut dibiarkan tidak terganggu. Terapi
endodontik dan prostodontik konservatif gigi dengan prognosis yang baik harus diselesaikan.
Splint stabilisasi periodontal untuk gigi dengan kegoyangan kelas 1–2 pada pasien dengan
kebersihan gigi yang baik dan ekstraksi pada pasien dengan kebersihan gigi yang buruk
diperlukan. Jika kondisi kesehatan umum memungkinkan, permulaan perawatan antiangiogenik
atau antiresorptif harus ditunda sampai status rongga mulut stabil atau setidaknya, sampai posisi
bedah telah tertutup mukosa (2-3 minggu).

Gigi palsu yang tidak memadai harus dimodifikasi, diubah, atau diganti untuk mengurangi
tekanan jaringan mulut dan untuk mencegah sariawan, terutama di sepanjang daerah pinggiran
lingual atau torus mandibula. Pasien harus memiliki kebersihan mulut yang baik dan diedukasi
untuk melaporkan segala kelainan, peradangan, atau paparan tulang. Pasien harus dilibatkan
dalam tindak lanjut klinis-radiologis berkala yang frekuensinya didasarkan pada pelaksanaan
medis, jumlah faktor risiko, dan status kesehatan rongga mulut.

Pasien Kanker Asimptomatik yang Menjalani Perawatan Medis Intravena

Sangat penting akan adanya evaluasi rongga mulut yang terperinci dengan pemeriksaan rutin
setiap 4-6 bulan untuk tulang yang terpapar dan diagnosis MRONJ "tahap awal".
Ortopantomografi setiap 6-12 bulan untuk bukti radiografi osteosclerosis atau osteolisis,
pelebaran ruang ligamen periodontal, atau keterlibatan furkasi harus dibuat. Kebersihan mulut
yang baik sangat penting untuk mencegah infeksi gigi yang mungkin memerlukan pembedahan
dentoalveolar. Setiap prosedur invasif yang melibatkan cedera tulang memang harus dihindari.
Gigi yang tidak dapat direstorasi harus dirawat dengan pembuangan mahkota dan perawatan
endodontik dari akar yang tersisa. Gigi dengan kegoyangan kelas 1–2 harus di-splint dan dicabut
hanya jika terdapat lesi gigi / periodontal; pencabutan gigi dengan kegoyangan kelas 3 dan / atau
lesi endodontal-periodontal harus dilakukan dengan cedera tulang yang sangat sedikit dan
diberikan perawatan antibiotik. Diperlukan profilaksis antibiotik untuk prosedur bedah dan
penisilin menjadi pilihan pertama, dalam kasus alergi penisilin, kombinasi kuinolon-
metronidazol atau erythromycin-metronidazole bisa menjadi alternatif. Gigi palsu yang tidak
memadai harus dimodifikasi, diubah, atau diganti dan dalam kasus gigi tiruan cekat, lebar
biologis harus dipertahankan. Pembedahan elektif dan penempatan implan gigi harus dihindari.

Pasien Osteoporosis yang Akan Memulai Pengobatan Secara Oral

Tahap awal terapi, pasien harus diinstruksikan untuk mengetahui risiko terjadinya MRONJ,
terutama jika perawatannya melebihi 4 tahun. Dokumen informatif dan edukasi tentang
pengetahuan MRONJ saat ini serta instruksi untuk segera melaporkan setiap adanya tanda dan
gejala harus diberikan kepada pasien. Direkomendasikan dilakukan tindak lanjut klinis-
radiologis. Pentingnya kebersihan mulut dan kesehatan gigi harus digarisbawahi. Penempatan
implan mungkin dapat dilakukan, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati. Data yang ada terbatas
sehingga informed consent untuk risiko yang tidak dapat diverifikasi dari pengembangan jangka
panjang MRONJ perlu dituliskan.

Pasien Osteoporosis yang Menjalani Pengobatan Secara Oral

Risiko perkembangan MRONJ terkait dengan BPs secara oral sangat rendah, dan meningkat
ketika durasi terapi melebihi 4 tahun. Periode ini harus dikurangi dalam kasus komorbiditas serta
obat antiangiogenik atau obat kortikosteroid kronis, namun, risiko MRONJ pada pasien yang
diobati dengan BP secara oral lebih rendah dibandingkan dengan subyek yang diobati dengan
obat IV. Operasi dentoalveolar elektif tidak kontraindikasi pada pasien ini.

 Pasien yang diobati dengan aminobisphosphonate secara oral selama <4 tahun tanpa
faktor risiko
Tidak diperlukan modifikasi atau penundaan pembedahan dan semua prosedur gigi
memungkinkan pada kelompok ini. Pentingnya kebersihan mulut dan kesehatan gigi harus
diperhatikan. Dokumen informatif dan edukasi tentang pengetahuan MRONJ saat ini serta
instruksi untuk segera melaporkan setiap tanda dan gejala harus diberitahu kepada pasien.

 Pasien yang diobati dengan aminobisphosphonate secara oral selama <4 tahun dengan
faktor risiko atau> 4 tahun
Pasien harus memiliki motivasi untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan mulut yang
optimal. Evaluasi rongga mulut yang terperinci dengan pemeriksaan rutin untuk tulang yang
terpapar dan diagnosis MRONJ "tahap awal" disarankan. Ortopantomografi setiap 6-12 bulan
sebagai bukti radiografi osteonekrosis harus dilakukan. Gigi dengan kegoyangan kelas 1-2
harus di splint, sedangkan gigi dengan kegoyangan kelas 3 harus dicabut dengan cedera
tulang minimum. Diperlukan profilaksis antibiotik untuk prosedur operasi. Gigi palsu yang
tidak memadai harus dimodifikasi, diubah, atau diganti dan dalam kasus gigi tiruan cekat,
lebar biologis harus dipertahankan. Prosedur endodontik lebih dianjurkan daripada operasi
gigi. Penempatan implan memungkinkan, tetapi pasien harus diinformasikan mengenai
kemungkinan kehilangan implan gigi tersebut dalam jangka pendek maupun jangka panjang
serta risiko ONJ.

Pengobatan pada Medication- Related Osteonecrosis of the jaw

Perawatan ONJ merupakan tantangan yang berat bagi dokter, dan terapi MRONJ yang efektif
dan tepat masih harus diputuskan. Pendekatan tim multidisiplin sagnat disarankan, termasuk
dokter gigi, ahli onkologi, dan ahli bedah maksilofasial untuk mengevaluasi dan memutuskan
terapi terbaik untuk pasien. Pilihan antara perawatan konservatif dan pembedahan tidaklah
mudah, dan harus dibuat berdasarkan kasus per kasus, namun, rencana awal harus sekonservatif
mungkin. Tujuan paling penting dari perawatan untuk pasien dengan MRONJ adalah
pengendalian infeksi, perkembangan nekrosis tulang dan rasa sakit.

Kategori Risiko

Pasien berada dalam kelompok ini jika memiliki riwayat pengobatan dengan obat antiresorptif
atau antiangiogenik. Mereka tidak membutuhkan perawatan apa pun. Bagaimanapun juga, pasien
harus diedukasi apabila terdapat tanda dan gejala perkembangan MRONJ seperti yang telah
diinstruksikan. Manajemen faktor risiko lokal dan pemeriksaan klinis serta radiologis berkala
disarankan.

Tahap 0/ Stadium 0

Diindikasikan perawatan medis (terapi antiseptik, analgesik, antibiotik, dan antiphlogistic) dan
manajemen faktor risiko lokal. Terapi laser tingkat rendah dapat menjadi pilihan yang
memungkinkan untuk pengobatan osteonekrosis dengan membantu proses reparatif,
meningkatkan indeks osteoblastik, dan merangsang pertumbuhan limfatik dan kapiler darah.
Diperlukan tindak lanjut yang cermat untuk evolusi ke tahap yang lebih besar.

Tahap 1/ Stadium 1

Jika terdapat tulang yang terbuka dan nekrotik atau fistula, harus dibilas dengan cairan antiseptik
dan ditutup dengan pasta perekat 3 kali sehari. Apabila tidak ada tanda-tanda penyembuhan,
setelah 8 minggu dapat dilakukan pembedahan debridement.

Tahap 2/ Stadium 2

Setelah 2 minggu dilakukan terapi medis untuk mengurangi gejala peradangan, debridemen
bedah dapat diindikasikan. Hal tersebut harus dilakukan se- konservatif mungkin tetapi juga
harus seluas dan sebesar yang diperlukan untuk pengangkatan total tulang yang terpengaruh.
Perawatan antibiotik dan antiphlogistic diberikan dan diperlukan pemeriksaan lanjutan.
Tahap 3/ Stadium 3

Osteotomi marginal atau segmental direkomendasikan untuk kasus yang parah. Pembedahan
invasif diindikasikan hanya jika dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Dalam kasus lain
atau jika pasien menolak operasi, pendekatan konservatif untuk mengendalikan gejala dan untuk
mencegah perkembangan osteonekrosis diberikan.

Kesimpulan

Patofisiologi MRONJ belum sepenuhnya dijelaskan dan terapi yang efektif serta tepat masih
harus diputuskan. Sangat penting di masa yang akan datang untuk meningkatkan pengetahuan
tentang MRONJ saat ini dan mengembangkan strategi yang lebih baik untuk pencegahan dan
pengobatannya. Pemerintah dan lembaga harus mendorong dan mendukung penelitian masa
depan ke arah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai