Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur dan sifat optikal gigi

2.1.1 Enamel

Enamel merupakan bagian terkeras pada jaringan tubuh manusia yang dapat

menahan beban mastikasi, meskipun merupakan bagian terkeras, enamel

merupakan jaringan ireversibel yang berarti tidak dapat melakukan regenerasi atau

perbaikan apabila terjadi kerusakan dan ia tidak memiliki pembuluh darah

ataupun sistem saraf.26 Enamel adalah struktur berporus dan bersifat

semipermeabel yang memungkinkan ion, cairan, bakteri dan produk bakteri dalam

rongga mulut dapat berdifusi ke dalam enamel. 27 Ketebalan enamel bervariasi

pada setiap bagian dan jenis gigi dengan ketebalan ±2,5mm.28

Enamel terdiri dari 96% material anorganik, 1% material organik, dan 3% air. 26

Materi anorganik yang membentuk enamel secara dominan adalah kalsium

hidroksiapatit. Komposisi mineral enamel dalam jumlah besar terdiri dari Ca, P,

CO2, Na, Mg, Cl dan K sedangkan dalam jumlah kecil terdapat F, Zn, Fe, Cu, Mn,

Sr, dan Ag. Komposisi yang termasuk materi organik adalah rod sheath dan

protein enamel yaitu amelogenin dan enamelin yang membantu pembentukan

kristal dengan cara mengikat kalsium dengan komponen hidroksiapatit lainnya.27

Struktur utama pembentuk enamel adalah prisma enamel, interprisma

enamel dan rod sheath. Pisma enamel terbentuk dari sel pembentuk ameloblas

yang memanjang dari batas dentinoenamel ke permukaan luar enamel dengan

Universitas Kristen Maranatha


12

diameter ±4 mikron. Rod sheath merupakan lapisan tipis yang mengelilingi

prisma dan merupakan struktur organik yang tidak terkalsifikasi dan resisten

terhadap asam. Pori - pori yang terbentuk di antara batang prisma enamel dan

kristal hidroksiapatit yang dihasilkan rod sheath menyebabkan enamel besifat

semipermeabel dan memungkinkan ion serta molekul kecil berpenetrasi ke dalam

enamel.29

Enamel memiliki sifat semitransulen sehingga memungkinkan cahaya untuk

tembus dan memiliki warna putih kekuningkan hingga putih keabuan tergantung

dari ketebalannya. Tingkat translusensi enamel bergantung pada tingkat kalsifikasi

dan homogenitas.27

Gambar 2.1 – Prisma enamel

2.1.2 Sifat optikal gigi

Gigi memiliki berbagai macam sifat optis, diantaranya adalah translusensi,

fluoresensi, opalescene, kontras dan kilau (contrast & glare), persepsi warna,

afterimage dan distorsi visual.30

Universitas Kristen Maranatha


13

a) Translusensi

Pada keramik dental, klinisi berusaha menduplikasi penampakan gigi sebagai

tambahan dari dimensi visual keseluruhan. Gigi manusia dikarakteristikan oleh

berbagai derajat translusensi yang dapat didefinisikan sebagai tingkatan antara

transparan dan buram (opaque). Secara umum, meningkatkan translusensi dari

mahkota dapat menurunkan value warna mahkota tersebut karena lebih sedikit

cahaya yang kembali ke mata. Bersamaan dengan peningkatkan translusensi,

cahaya dapat melewati permukaan dan dibuyarkan pada porselen. Translusensi

enamel dibedakan berdasarkan derajat insidensi, tekstur permukaan, kilau,

panjang gelombang, dan tingkat dehidrasi.30

b) Fluorosensi

Fluorosensi merupakan bentuk energi radiasi dibawah spektrum yang dapat

terlihat (ultraviolet) yang diserap oleh suatu benda yang kemudian memancarkan

energi cahaya yang dapat terlihat oleh mata. Saat gigi alami terkena cahaya

ultraviolet, akan muncul warna fluorosensi dengan dominasi warna putih dengan

warna sedikit kebiruan. Warna fluorosensi dentin lebih intens dibandingkan

enamel. Saat chroma dentin meningkat, fluorosensi akan berkurang. Horsely

melaporkan bahwa senyawa yang dapat memunculkan warna fluorosensi gigi asli

sebagian besar dikarenakan oleh adanya materi organik, yaitu protein. Saat

terkena sumber cahaya, fluoresensi dari gigi asli menggambarkan vitalitas dari

gigi tersebut.31

Universitas Kristen Maranatha


14

Gambar 2.2 - Fluorosensi pada gigi natural menggunakan sinar biru

c) Opalescence

Opalescence merupakan efek cahaya yang terjadi saat cahaya tersebar dan

dibiaskan, hal ini menyebabkan pemendekan panjang gelombang biru menjadi

tersebar dan panjang gelombang merah atau oranye menjadi tersebar dan

memanjang. Enamel bersifat translusen, hampir trasnparan dan tidak berwarna.

Enamel rod dan ruang diantaranya menyebabkan cahaya tersebar. Opalescene

akan memberikan warna kebiruan pada gigi yang translusen, terutama pada tepi

insisal ketika dilihat dari sisi labial. Cahaya yang ditransmisikan akan

memberikan gambaran gigi berwarna kemerahan atau oranye saat dilihat dari

dalam mulut (gambar 2.3).30, 31

Gambar 2.3 - Sinar yang ditransmisikan memberikan gambaran warna kemerahan atau oranye

Universitas Kristen Maranatha


15

Enamel yang terihat putih disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

1) Banyaknya panjang gelombang yang terurai, baik panjang maupun

pendek, hal ini membuat enamel terlihat putih atau biru pucat.

2) Perbedaan kedalaman optik antara enamel dan dentin dapat mencerminkan

lebih banyak cahaya dari permukaan dentin. Refleksi cahaya dari dentin

muda lebih kuat karena dentin memiliki value yang tinggi dan saturasi

yang rendah.

3) Saat gigi mengalami dehidrasi, udara menggantikan air diantara enamel

rod, hal ini menyebabkan perubahan indeks bias dan membuat enamel

tampak putih opak.

4) Kualitas fluorosensi yang tinggi pada dentin dapat meningkatkan jumlah

dari cahaya yang terpancar, oleh karena itu, meskipun enamel memiliki

translusensi yang tinggi dan tidak berwarna, enamel tampak kebiruan

kearah tepi insisal dikarenakan efek opalescence dan gigi tampak putih.31

d) Contrast dan glare

Kontras berasal dari perbedaan antara kecerahan atau warna suatu objek dan

latar belakangnya. Bentuk objek dengan kontras tinggi lebih mudah dipilih

daripada objek dengan kontras yang rendah, namun kontras yang terlalu tinggi

dapat menyebabkan glare. Benda yang sangat terang dengan latar belakang gelap

atau benda yang memiliki warna berbeda dapat mengganggu persepsi, interfensi

ini disebut glare. Penerangan pada gigi tidak seharusnya lebih terang dari keadaan

sekitarnya. Melalui dental photography, penggunaan latar belakang hitam dapat

membantu penglihatan terhadap warna, tetapi menyebabkan glare.30

Universitas Kristen Maranatha


16

Gambar 2.4 – Kontras

e) Persepsi warna

Persepsi warna sangat bergantung pada fisiologi manusia. Manusia memiliki

tiga jenis sel reseptor yang masing- masing sensitif terhadap salah satu dari tiga

warna utama, yaitu merah, hijau dan biru. Impuls dari ketiga tipe reseptor dapat

digabungkan menjadi suatu sinyal yang diteruskan, langkah ini terjadi pada sel

ganglion di retina. Perubahan warna dapat mengubah pola pada sinyal yang

diteruskan. Dua cahaya warna yang berbeda bila digabungkan akan menghasilkan

warna ketiga dan mata manusia tidak dapat melihat warna asalnya, pada akhirnya,

hue yang terlihat adalah panjang gelombang yang mendominasi atau rata- rata.30

f) Afterimage dan distorsi visual

Afterimage merupakan efek fisiologis dari reseptor kerucut dengan fungsi

normal yang menyebabkan perubahan persepsi. Salah satu jenis afterimage yang

umumnya terjadi pada klinisi adalah efek penyebaran yang terjadi saat sinar

dipindahkan dari retina namun reseptor masih berlanjut dalam waktu singkat

untuk aktif dan mengirim sinyal ke otak. Jika dilihat bersamaan dengan dua

daerah yang berdekatan dengan warna berbeda, mata akan berkedip terus menerus

tanpa disengaja. Masing- masing warna yang terlihat dalah kombinasi dua warna.

Universitas Kristen Maranatha


17

Ketika menempatkan shade guide dekat dengan gigi, penting untuk memutuskan

warna dalam beberapa detik karena semakin lama warna tersebut akan terlihat

semakin serupa.30

Afterimage negatif terjadi karena kelelahan reseptor yang menjadi kurang

sensitif terhadap stimulasi. Warna lipstick merah yang dekat dengan gigi akan

menyebabkan kelelahan reseptor mata ketika reseptor biru dan hijau berfungsi

dengan baik, hal ini dapat menghasilkan perspektif warna yang terlalu biru-

kehijauan. Klinisi dapat mengistirahatkan mata dengan cara melihat warna abu-

abu. Melihat warna biru tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan afterimage

dan bias dengan persepsi terhadap warna komplementer, yaitu oranye. Beberapa

orang percaya peggunaakn latar belakang warna biru membuat mata lebih sensitif

teradap warna kuning- oranye, tetapi pemilihan ini menyebabkan lelahnya satu

tipe reseptor kerucut dan tidak membuat warna lain lebih sensitif. Kartu berwarna

abu- abu (18%) merupakan latar belakang yang paling baik untuk mengevaluasi

hue dan kroma.30

2.2 Diskolorasi gigi

Struktur gigi terdiri dari enamel, dentin dan pulpa. Setiap perubahan terhadap

struktur tersebut memungkinkan terjadinya perubahan pada penampilan luar gigi

disebabkan oleh transmisi cahaya dan mencerminkan sifatnya. Munculnya warna

gigi tergantung pada kualitas cahaya yang dipantulkan

Diskolorasi gigi adalah masalah yang sering dialami oleh berbagai orang dari

usia tua maupun muda dan bisa terjadi pada gigi desidui maupun gigi permanen.26

Universitas Kristen Maranatha


18

Diskolorasi gigi terjadi akibat perubahan terhadap struktur gigi baik enamel,

dentin maupun pulpa yang menyebabkan perubahan transmisi cahaya dan

mencerminkan sifat warna pada gigi. Warna gigi yang terlihat bergantung pada

kualitas cahaya yang dipantulkan. Perubahan struktur gigi dapat terjadi akibat

proses penuaan, penodaan, maupun paparan bahan- bahan kimia.22

Warna asli dari gigi adalah polychromatic (Louka 1989) yang berarti ada

banyak variasi warna dimulai dari bagian gingival, insisal, dan servikal tergantung

dari ketebalan, kemampuan untuk memantulkan warna yang berbeda dan

translusensi enamel maupun dentin.

Warna gigi sehat terutama ditentukan dari dentin dan dapat dimodifikasi oleh

beberapa hal, diantaranya adalah perubahan warna enamel pada mahkota,

translusensi enamel yang bervariasi dengan derajat kalsifikasi yang berbeda, serta

ketebalan enamel yang lebih besar pada bagian oklusal atau insisal dari gigi dan

lebih tipis pada bagian sepertiga servikalnya.32

2.2.1 Klasifikasi diskolorasi gigi

a) Pewarnaan intrinsik

Pewarnaan instrinsik terjadi karena adanya perubahan komposisi struktur atau

ketebalan dari jaringan keras gigi. Warna normal gigi ditentukan oleh warna biru,

hijau, dan merah muda dari enamel dan diperkuat oleh warna kuning dari dentin

dibawahnya. Kelainan metabolisme dan faktor sistemik dapat mempengaruhi

pembentukan gigi dan menyebabkan diskolorasi.33

Universitas Kristen Maranatha


19

Pewarnaan instrinsik dibagi menjadi pre-eruptive dan post-eruptive.

Pewarnaan pre-eruptive terjadi selama masa pertumbuhan gigi dan disebabkan

oleh penumpukan bahan- bahan dalam struktur gigi. 22 Penyebab pewarnaan pre-

eruptive dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, yakni kelainan hematologi,

penyakit metabolik misalnya alkaptonuria, serta kelainan atau trauma saat

pembentukan gigi (kekurangan vitamin, porphyria, phenylketonuria), selain

penyakit, dapat pula disebabkan oleh obat- obatan seperti tetrasiklin maupun

antibiotik lainnya serta fluorosis. 33

Pewarnaan instrinsik post-eruptive terjadi setelah gigi erupsi. Beberapa

penyebab pewarnaan instrinsik post-eruptive antara lain obat- obatan

(minocycline), kelainan pada pulpa (nekrosis, hemoragi akibat trauma,

hiperkalsifikasi dentin), karies gigi, bahan tambal (amalgam, eugenol), prosedur

perawatan gigi (perawatan endodontik), penuaan (perubahan enamel, deposisi

dentin, perubahan saliva), perubahan fungsi dan parafungsi (erosi, atrisi, abrasi),

serta bahan kimia (klorheksidin). 26

b) Pewarnaan ekstrinsik

Pewarnaan ekstrinsik yang terdapat pada enamel biasanya bersifat lokal.

Berdasarkan penyebabnya, pewarnaan ekstrinsik dibbagi menjadi dua kategori,

yaitu diskolorasi metalik dan non metalik.22

Diskolorasi metalik terjadi akibat interaksi kimia antara komponen penyebab

perubahan warna dengan permukaan gigi.22 Pewarnaan ini dapat berhubungan

dengan paparan garam metal saat bekerja dan bisa juga disebabkan oleh obat-

obatan yang mengandung garam metal. Beberapa metal yang menyebabkan

Universitas Kristen Maranatha


20

pewarnaan antara lain tembaga yang menyebabkan warna hijau, potassium

permanganate yang meyebabkan warna ungu kehitaman, silver nitrat yang

menyebabkan wanra keabuan, dan stannous fluoride yang menyebabkan

pewarnaan coklat. Beberapa bahan metal tersebut dapat ditemukan pada obat

kumur maupun bahan yang digunakan di klinik gigi.33

Diskolorasi non metalik disebabkan oleh kromogen organik yang melekat

pada pelikel atau plak. Agen yang menyebabkan pembentukan plak atau pellikel

adalah komponen dari makanan, minuman, tembakau, obat kumur, dan

medikamen lainnya. Bakteri kromogenik juga dapat menyebabkan pewarnaan

(gambar 2.5). Warna pada pewarnaan tertentu dapat dihubungkan dengan keadaan

mulut tertentu, misalnya pewarnaan hijau dan oranye dapat terjadi pada anak

dengan kebersihan rongga mulut yang buruk, dan pewarnaan hitam atau coklat

pada anak dengan kebersihan rongga mulut yang baik dan indeks karies rendah.32,
33

2.5 – Pewarnaan (a) hitam dan (b) oranye akibat bakteri kromogenik

2.2.2 Mekanisme pewarnaan gigi

Terdapat beberapa etiologi pewarnaan gigi ekstrinsik, diantaranya adalah :

Universitas Kristen Maranatha


21

a) Bakteri kromogenik

Bakteria kromogenik yang terdapat pada plak maupun sisa makanan yang

berwarna pada permukaan gigi. Pewarnaan gigi akibat bakteri bervariasi dari

warna hijau, kuning, biru, hitam, dsb. Biasanya dapat muncul kembali setelah

dilakukan pembersihan.

b) Pewarnaan makanan atau minuman secara langsung

Pewarnaan ini muncul karena substansi pada makanan atau minuman yang

dikonsumsi memiliki karakteristik pewarnaan yang kuat, misalnya seperti kopi,

teh dan wine.

c) Kimiawi

Pelikel dapat terpapar sejumlah agen denaturasi dalam keadaan normal seperti

asam tanik yang merupakan penyusun alami dari beberapa jenis buah, wine, kopi,

dan teh. Adsorpsi dan aposisi glikoprotein yang tidak terganggu membentuk

pelikel yang bersatu menjadi tebal dan meningkatkan perubahan warna ekstrinsik.

Beberapa metabolisme di rongga mulut seperti aldehida dan keton berekasi

dengan gugus amino untuk membentuk komplek organik berwarna coklat.

Furfural merupakan aldehida yang terdapat pada berbagai produk yang

dipanggang dan buah- buahan yang dapat terbentuk pula di dalam rongga mulut

oleh pencernaan normal oleh pentosa (penyusun pelikel normal) dan beberapa

polisakarida. Interaksi protein dan furfural menghasilkan noda berwarna coklat.2,34

Pewarnaan tidak langsung yang terjadi disebabkan oleh interaksi kimia pada

permukaan gigi oleh antiseptik kation dan garam metal. Agen tersebut tidak

berwarna atau memiliki warna yang berbeda dari pewarnaan yang dihasilkan pada

Universitas Kristen Maranatha


22

gigi. Flora et al pada tahun 1971 mengobservasi bahwa pewarnaan pada gigi

meningkat pada penggunaan klorheksidin. Meskipun klorheksidin merupakan

perawatan yang baik untuk gingivitis dan mencegah pembentukan plak, ia juga

berhubungan dengan pewarnaan ekstrinsik berwarna kuning pada gigi dan lidah

apabila digunakan secara berkepanjangan. Teori tersebut dikarenakan degradasi

dari molekul klorheksidin melepaskan parachloroaniline. Reaksi pewarnaan non

enzimatik pada pelikel menyebabkan pengendapan dan polimerisasi pada protein

dan karbohirat dan menyebabkan diskolorasi pada pelikel yang didapatkan

(acquired pellicle). Salah satu teori lain menyebutkan bahwa klorheksidin

merubah sifat pelikel menjadi radikal sulfur terbuka yang kemudian bereaksi

terhadap kromogen pada makanan untuk membentuk metal sulfide yang terlihat

sebagai pewarnaan.2

2.3 Bleaching gigi

Bleaching merupakan proses menghilangkan diskolorisasi gigi baik secara

intrinsik maupun ekstrinsik menggunakan bahan kimia yang mengoksidasi dan

terkadang dapat dikombinasikan dengan sarana tambahan misalnya sinar LED dan

pemanasan.34 Perawatan bleaching dilakukan guna memperbaiki estetik gigi dan

merupakan perawatan yang paling diinginkan oleh masyarakat dibandingkan

perawatan lainnya.1 Prosedur bleaching terbagi menjadi dua, yaitu bleaching vital

dan non- vital.27

Universitas Kristen Maranatha


23

2.3.1 Bleaching vital

Bleaching vital merupakan metode memutihkan gigi yang dilakukan secara

eksternal, yaitu pada permukaan gigi. Terdapat dua teknik pemutihan gigi secara

vital, yaitu yang dilakukan di klinik dokter gigi atau disebut in office bleaching

dan home bleaching yaitu perawatan bleaching yang dilakukan sendiri oleh pasien

dirumah dengan atau tanpa pengawasan dokter gigi.27

a) In office bleaching

In office bleaching dilakukan di klinik gigi menggunakan bahan pemutih gigi

hydrogen peroxide dengan konsentrasi 35-38% atau carbamide peroxide 35-40%.

Perawatan ini dilakukan selama 30 menit.34 In office bleaching dapat dibantu

dengan penyinaran atau pemansan menggunakan alat tungsten halogen curing

light, CO2 laser, argon, dll. In office bleaching ditujukan untuk permukaan gigi

dengan pewarnaan ringan sampai sedang, selain itu perawatan ini pula ditujukan

untuk pasien dengan waktu terbatas yang tidak dapat mengaplikasikan bleaching

tray setiap hari. Namun terdapat beberapa kelemahan pada perawatan in office

bleaching ini dikarenakan penggunaan bahan peroksida dengan konsentrasi tinggi,

diantaranya adalah iritasi mukosa dan sensitifitas gigi, oleh karena itu penggunaan

rubber dam dan bahan pelindung mukosa seperti petroleum jelly diperlukan

selama prosedur bleaching.32, 35

b) Home bleaching

Home bleaching adalah teknik pemutihan gigi yang dilakukan oleh pasien di

rumah menggunakan bahan peroksida dengan konsentrasi lebih rendah. 27

Perawatan ini dilakukan menggunakan night guard atau tray yang diisi bahan

Universitas Kristen Maranatha


24

pemutih dibawah pengawasan dokter gigi. Bahan yang paling sering digunakan

adalah carbamide peroxide 10-15% yang telah disetujui oleh ADA sebagai bahan

yang aman dan efektif. Prosedur home bleaching memiliki beberapa kelebihan

yaitu prosedurnya sederhana, ekonomis, hasilnya optimal, waktu kunjungan yang

singkat dan tingkat keberhasilannya yang tinggi. Perubahan warna biasa mulai

terlihat setelah 1-2 minggu dan warna dapat bertahan hingga 1-3 tahun.

Kekurangan dari home bleaching antara lain adalah kurangnya keinginan pasien,

iritasi jaringan lunak akibat tray yang teralu luas, sensitifitas pada gigi, pergeseran

ortodontik, sakit tenggorokan, gangguan pencernaan (laxative effect), serta

perubahan oklusal.17, 32 Selain night guard vital bleaching, home bleaching yang

dapat dilakukan tanpa pegnawasan dokter gigi juga tersedia dan pasien dapat

membeli produk terebut tanpa resep dokter gigi, misalnya pasta gigi, obat kumur,

strip, maupun permen karet.27

2.3.2 Bleaching non- vital

Bleaching non vital merupakan teknik memutihkan warna gigi yang ditujukan

untuk merawat pewarnaan pada gigi yang berat, misalnya pewarnaan tetrasiklin

atau gigi yang mengalami degenerasi pulpa. Bleaching ini dlakukan secara

intrakoronal dengan bahan bleaching yang diaplikasikan pada kamar pulpa.

Teknik bleaching non vital yang sering dilakukan diantaranya walking bleach,

thermocatalytic bleaching, serta inside/outside bleaching.36

Universitas Kristen Maranatha


25

a) Walking Bleach Technique

Pada tahun 1958, Pearson mengemukakan bahwa praktisi dapat

mengaplikasikan bahan bleaching secara langsung pada pulpa gigi non vital

dengan harapan dapat mencerahkan warna gigi. Pada tahun 1961, Spasser

menggunakan campuran sodium perborate dan air sebagai bahan pemutih dan

diaplikasikan pada pulpa gigi non vital. Teknik tersebut kemudian dimodifikasi

oleh Nutting dan Poe dengan memasukan campuran sodium perborate serta

hidrogen peroksida 30% pada kamar pulpa selama satu mingu. Teknik ini dapat

diindikasikan untuk pewarnaan yang berasal dari dalam pulpa, misalnya

pewarnaan akibat tetrasiiklin maupun diskolorasi dentin. 26, 27

b) Theromcatalytic Bleaching Technique

Teknik ini melibatkan penempatan dari bahan kimia yang mengoksidasi pada

kamar pulpa. Perawatan ini kemudian diaktivasi dengan sinar atau pemanasan.

Teknik ini merupakan teknik yang efektif karena pemanasan secara langsung

maupun pemanasan dari sinar akan meningkatkan suhu pada pulpa yang

memudahkan penetrasi bahan aktif ke dalam jaringan gigi. Suhu yang digunakan

biasanya sekitar 50-60˚C selama 5 menit atau menggunakan sinar polimerasi

halogen konvenional selama 5 menit. Setelah pemanasan selesai, bahan bleaching

ditinggalkan dalam kamar pulpa hingga kunjungan berikutnya untuk mendapatkan

hasil yang lebih baik. Meskipun teknik ini cukup efektif, namun teknik ini sudah

jarang digunakan. 26, 27

c) Inside/ Outside Bleaching Technique

Universitas Kristen Maranatha


26

Teknik ini merupakan kombinasi bleaching internal non vital dan home

bleaching. Teknik ini dilakukan pada kasus pewarnaan yang berat. Teknik ini

memiliki keuntungan waktu perawatan yang lebih singkat dibandingkan dengan

teknik bleaching non vital lainnya dan menggunakan carbmide peroxide

konnsentrasi rendah, yaitu 10% yang dapat mengurangi risiko resorpsi eksternal.27

2.4 Bahan pemutih gigi

a) Carbamide Peroxide

Gambar 2.6 – Penguraian Carbamide Peroxide

Carbamide peroxide dengan rumus molekul CH6N2O3 dikenal juga sebagai

karbamid urea, urea peroksida, perhydrol urea, dan perhydelure.12 Carbamide

peroxide merupakan senyawa tidak berbau, tidak toksis, berbentuk kristal putih

dan terdiri dari 3% hidrogen peroksida dan 7% urea. Urea memiliki berat molekul

yang rendah dan efektif melawan bakteri, membersihkan plak, serta meningkatkan

pH sehingga dapat membantu proses bleaching.19

Konsentrasi bahan bleaching carbamide peroxide yang telah disetujui oleh

American Dental Association (ADA) adalah 10-15% karena telah terbukti aman,

Universitas Kristen Maranatha


27

murah, dan efektif dalam proses bleaching gigi.27 Berbagai penelitian telah

menunjukan bahwa pemakaian bahan carbamide peroxide 10% sebagai bahan

bleaching membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan konsentrasi yang

lebih tinggi namun tidak menyebabkan perubahan irreversible terhadap pulpa.19

Carbamide peroxide pada perawatan home bleaching terdiri dari 10-15% unsur

aktif dan 85-90% unsur non aktif yang terdiri dari zat pengental

(carbopoxypolymethylene), air, gliserin, surfaktan, pengawet (methyl, sodium

benzoat, propylparaben), dan bahan perasa (peppermint, spearmint, sakarin).20

Bahan non aktif tersebut dapat menambah kekentalan yang dapat meningkatkan

pula daya lekat bahan aktif dan memperlambat proses pelepasan oksigen dari

bahan aktif sehingga memunkinkan oksigen bereaksi lebih lama dengan senyawa

yang menyebabkan pewarnaan pada gigi. Urea sebagi hasil dari penguraian

carbamide peroxide berperan sebagai penstabil dan memperlambat serta

memperpanjang efek kerja peroxide.12

Walaupun bahan home bleaching carbamide peroxide 10% disetujui oleh ADA

untuk digunakan, namun bahan peroksida sendiri memiliki beberapa kekurangan

pada penggunaan klinis di bidang kedokteran gigi, diantaranya adalah efek

terhadap jaringan keras gigi, pulpa, restorasi, mukosa, serta sistemik.19

Pada penelitian yang dilakukan oleh Pinto et al. (2004), didapatkan bahwa gigi

yang diaplikasikan hidrogen peroksida mengalami penurunan kekerasan enamel

dan terjadi perubahan struktur enamel yang paling tinggi dibandingkan dengan

kelompok yang diberi perlakukan menggunakan carbamide peroxide. Penelitian

lain dilakukan oleh Haywood et al. dan didapatkan bahwa penggunaan carbamide

Universitas Kristen Maranatha


28

peroxide 10% selama 5 minggu tidak menimbulkan efek yang signifikan terhadap

nilai kekerasan enamel ataupun menyebabkan dekalsifikasi enamel.

Bahan peroksida telah dideteksi terdapat dalam pulpa setelah enamel terpapar

hidrogen peroksida pada konsentrasi 10%, 15%, dan 30% setelah 15 menit, tetapi

pada penelitian in vivo penggunaan carbamide peroxide 10% tidak ditemukan

perubahan pada pulpa yang ireversibel. Bahan carbamide peroxide 10% dapat

menyebabkan turunnya kekuatan mikro dentin, tetapi dapat meningkat kembali

setelah 14 hari dengan bantuan remineralisasi dari saliva. Teknik home bleaching

telah banyak digunakan secara luas karena perosedurnya sederhana, menggunakan

bahan dengan konsentrasi peroksida yang rendah, aman, ekonomis, hasilnya

optimal dan relatif cepat, serta waktu kunjungan ke dokter gigi yang lebih sedikit

dibandingkan dengan in office bleaching technique.19, 27

b) Non Peroxide

Meskipun penggunaan kata “bleaching gigi” dan “pemutihan gigi” digunakan

bergantian, namun secara teknis keduanya merupakan proses yang berbeda.

Bleaching merupakan proses yang melibatkan bahan kimia aktif yang

menyebabkan peningkatan persepsi warna putih menjadi lebih terang, sedangkan

pemutihan gigi merupakan proses yang menghasilkan warna gigi menjadi lebih

putih dengan menggunakan cara apapun. Pemutihan gigi dapat berupa bleaching

gigi dan dapat juga didapatkan secara mekanis dengan cara menghilangkan

pewarnaan pada permukaan gigi menggunakan bahan abrasive ataupun menyikat

gigi menggunakan pasta gigi pemutih.37

Universitas Kristen Maranatha


29

Terdapat bahan pemutih gigi dengan bahan non peroxide sebagai bahan

aktifnya, salah satunya adalah baking soda atau disebut juga sodium bikarbonat.

Baking soda telah lama digunakan sebagai bahan abrasif pada pasta gigi dan

sekarang ini telah banyak digunakan baik bersamaan atau tidak dengan bahan

peroksida yang digunakan untuk menghilangkan pewarnaan dan pemutihan gigi. 7

Penelitian telah mebuktikan bahwa pasta gigi yang mengandung sodium

bikarbonat lebih efektif membersihkan dan memutihkan gigi disbanding pasta gigi

yang tidak mengandung sodium bikarbonat.8

Sodium bikarbonat mengandung bahan abrasif yang ringan namun terbukti

efektif membersihkan dan memutihkan gigi. Selain itu, sodium bikarbonat juga

memiliki beberapa keunggulan, diantaranya dapat menurunkan flora mikrobiologi

patologis, menyeimbangkan pH dalam rongga mulut, mencegah karies,

menurunkan tingkat plak, biokompatibel terhadap struktur gigi karena memiliki

nilai kekerasan Moh (satuan kekerasan) yang dekat dengan dentin, yaitu 7.8 PH

kritis pada enamel adalah 5.1-5.5 dan ketika pH turun dibawah pH kritis tersbut,

enamel akan mengalami demineralisasi. Saat proses pencernaan terjadi,

karbohidrat akan menyebabkan penurunan pH yang signifikan hingga 4.5-5 dan

membutuhkan waktu 1-2 jam untuk kembali ke pH normal, namun, sodium

bikarbonat memiliki kemampuan buffering yang akan membantu pH kembali

normal jika diaplikasikan segera setelah pengunyahan, oleh karena itu dapat

menurunkan resiko terjadinya karies, mencegah demineralisasi dan menurunkan

jumlah bakteri setreptokokus dalam rongga mulut.37

Universitas Kristen Maranatha


30

Beberapa studi klinis dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pasta gigi

sodium bikarbonat untuk membersihkan pewarnaan dan memutihkan gigi.

Koertge dkk. telah melakukan penelitian dengan menyikat gigi dua kali sehari

menggunakan pasta gigi bahan dasar sodium bikarbonat sebagai bahan abrasifnya

dan pasta gigi dengan bahan abrasif silika selama 12 minggu. Dilakukan

pengukuran nilai b* yang merupakan dimensi warna kuning (+b*) dan biru (-b*)

pada ruang warna CIELAB menggunakan spektofotometer Minolta dan

didapatkan basil bahwa pasta gigi dengan bahan abrasif sodium bikarbonat lebih

efektif mengurangi pewarnaan dan meningkatkan persepsi warna putih pada gigi

daripada pasta gigi berbahan dasar silika meskipun tingkat abrasifitas sodium

bikarbonat lebih ringan daripada silika, namun, mekanisme pemutihan tersebut

masih belum diketahui secara pasti.37

Secara kontras, pada penelitian klinis selama 3 bulan yang dilakukan oleh Issac

dkk., tidak ditemukan adanya efek pemutihan yang dapat dilihat dari nilai ΔL*

yang merupakan perubahan kecerahan pada ruang warna CIELAB, tetapi dapat

hanya menjaga warna gigi. Peneliti menghubungkan penemuan mereka terhadap

penemuan Kleber dkk yang kemungkinan terjadi akibat penggunaan sistem in

vitro pada penelitian mereka, namun tidak ditemukan diskusi lebih lanjut terhadap

perbedaan pendapat kedua penelitian tersebut.37

Penelitian yang dilakukan oleh Ghassemi dkk. dilakukan menggunakan pasta

gigi dengan bahan dasar sodium bikarbonat untuk mengevaluasi apakah

pengurangan pewarnaan ekstrinsik atau pemutihan gigi yang dihasilkan oleh pasta

gigi tersebut. Hasilnya, ditemukan bahwa penggunaan pasta gigi dengan bahan

Universitas Kristen Maranatha


31

dasar sodium bikarbonat lebih aman dan efektif untuk menhilangkan pewarnaan

eksternal pada gigi.37

Dilakukan penelitian lanjutan oleh Ghassemi dkk. dengan menggunakan pasta

gigi sodium bikarbonat dan ditambahkan H2O2 dengan konsentrasi 1%. Penelitian

dilakukan selama 2 minggu untuk mengevaluasi keamanan dan efektifiasnya serta

melihat apakah efek yang terjadi merupakan penghilangan pewarnaan pada gigi

(stain removal) atau merupakan pemutihan gigi (teeth whitening). Ditemukan

bahwa terjadi peningkatan pada efek pemutihan gigi serta tambahan penghilangan

pewarnaan pada permukaan gigi dengan penggunaan pasta gigi berbahan dasar

sodium bikarbonat yang ditambahan bahan peroksida dengan konsentrasi

rendah.37

Sama seperti pemutih dengan bahan dasar carbamide peroxide, selain sodium

bikarbonat, terdapat bahan tambahan lain seperti zat pengental, perasa, air,

pengawet, dan terdapat pula EDTA atau dikenal sebagai

ethylenediaminetetraacetic acid. EDTA merupakan chelating agent yang dapat

mengikat ion logam bervalensi dua dan tiga.8, 21 EDTA dapat mengikat ion metal

Mg yang merupakan komponen penyebab pewarnaan gigi yang didapatkan pada

air minum atau saat bekerja di pabrik dan menghirup udara yang mengandung

Mg. Komponen Mg dapat diikat oleh EDTA dan menghasilkan peningkatan

kecerahan pada persepsi warna gigi.11 Pada tahun 1957, EDTA pertama kali

dikenalkan oleh Nygaard-Ostby sebagai bahan untuk melunakan dentin dan

memfasilitasi pembersaran dari root canals yang lebar dan terkalsifikasi, EDTA

banyak digunakan sebagai pelarut smear layer pada saat perawatan endodontik.8,38

Universitas Kristen Maranatha


32

Pada penelitian yang dilakukan oleh Semra dan Ahmed pada tahun 2002,

ditemukan bahwa penggunaan EDTA sebagai bahan irigasi efektif untuk

menghilangkan smear layer, namun pengaplikasian EDTA selama 10 menit dapat

menyebabkan erosi dentin peritubular dan intertubular secara berlebihan.39

2.5 Mekanisme Pemutihan Gigi

Pada prosedur bleaching gigi menggunakan bahan carbamide peroxide, terjadi

reaksi reduksi-oksidasi (redoks). Hidrogen peroksida yang terdapat dalam

karbamid peroksida akan diurai menjadi HO2 (perhydoxil) yang merupakan

radikal bebas kuat serta O sebagai radikal bebas lemah.19

Setelah terbentuk HO2 dalam jumlah banyak, radikal bebas tersebut akan

bereaksi dengan ikatan tidak jenuh yang menyebabkan gangguan konjugasi

elektron, setelah itu akan menyebabkan perubahan penyerapan energi pada

molekul organik enamel dan terjadi perubahan berat molekul bahan organik pada

gigi. Gelombang cahaya yang meyebabkan diskolorasi akan dipantulkan dan

molekul yang merefleksikan cahaya berkurang akibat perubahan berat molekul

tersebut sehingga menyebabkan perubahan warna menjadi lebih terang. 19

Pada proses bleaching tersbut pula, hidrogen peroksida berdifusi masuk ke

ruang interprismatik pada struktur enamel semipermiabel. Radikal bebas yang

terbentuk dan tidak mempunyai pasangan elektron bersifat tidak stabil dan akan

berusaha berikatan dengan hampir semua molekul organik untuk menstabilkan

elektronnya. Proses kimiawi tersebut juga terjadi pada permukaan enamel dan

dapat bereaksi degan ikatan tak jenuh sehingga menghasilkan konjugasi elektron

Universitas Kristen Maranatha


33

serta perubahan penyerapan energi zat organik dan membentuk molekul sederhana

yang tidak terlalu dipengaruhi oleh cahaya.17.19

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan efektifitas pemutihan, seperti

peningkatan suhu, konsentrasi bahan aktif yang tinnggi, serta lamanya kontak gigi

dengan bahan pemutih.

Pada pemutih gigi dengan bahan aktif non peroxide, yaitu sodium bikarbonat,

mekanisme pemutihan tersebut belum ditemukan secara pasti, namun beberapa

peneliti meneumkan bahwa pasta gigi berbahan dasar sodium bikarbonat dapat

secara efektif dan aman membersihkan pewarnaan di permukaan gigi karena sifat

abrasifitasnya.7,37,40 EDTA sebagai bahan chelating yang terdapat didalam

kandungan bahan pemutih non peroxide memiliki kemampuan untuk melarutkan

bahan organik melalui chemomechanical effect yang dapat bereaksi didalam

dinding pulpa akar gigi. EDTA bereaksi pada jaringan yang terkalsifikasi dengan

cara mensubstitusi ion sodium menjadi ion kalsium yang jika digabungkan dengan

dentin akan menghasilkan garam yang dapat larut. 8, 38

2.6 Warna

Warna suatu objek ditentukan oleh sumber cahaya dan cahaya tampak yang

dipantulkan atau dipancarkan, dengan kata lain, warna objek ditentukan oleh

cahaya yang masuk ke mata manusia dari objek tersebut. Terdapat tiga unsur dasar

yang dapat menghasilkan warna, yaitu:

1. Sumber cahaya

2. Benda yang menyerap, mentransmisikan, merefleksikan, atau

Universitas Kristen Maranatha


34

menyebarkan cahaya dari sumbernya

3. Penafsiran oleh sistem visual manusia. Aspek ini mencakup interaksi

antara pengamat dan sumber cahaya

Cahaya merupakan bentuk energi yang berasal dari spektrum elektromagnetik

yang terlihat. Spektrum yang dapat dilihat oleh mata berkisar 400-800 nanometer

(nm) yang disebut pelangi. Saat cahaya melewati prisma, cahaya tersebut

dibiaskan dan setiap panjang gelombang berubah dengan arah dan jumlah yang

berbeda. Hal ini menyebabkan terpisahnya panjang gelombang serta warna

individual dari spektrum yang terlihat (gambar 2.7). Warna spektrum individual

yang melwati prisma tidak menghasilkan perubahan apapun, karena itu kita dapat

menyimpulkan bahwa cahaya pada siang hari (daylight) terdiri dari semua warna

spektrum dan warna “putih” yang dihasilkan merupakan kombinasi dari seluruh

warna.30,41

Saat cahaya dipantulkan pada objek, warna yang kita lihat tidak diserap oleh

objek dan warna tersebut dipantulkan pada mata kita sehingga terlihat sebagai

objek. Hal ini menunjukan bahwa kualitas cahaya memiliki peran penting

terhadap persepsi warna objek.30

Gambar 2.7 – Warna spektrum individual yang dapat terlihat

2.6.1 Pengukuran warna

a) Sistem pewarnaan Munsell

Universitas Kristen Maranatha


35

Banyak sistem pewarnaan yang ada, tetapi karena beberapa alasan seperti

digunakan di seluruh dunia, konsistensi, fleksibilitas dan kesederhanaannya,

sistem pewarnaan Munsell paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi.

Terapat tiga dimensi yang disebut hue, value, dan chroma.30

Hue (tonality) disebut sebagai warna objek kakrena berhubungan langsung

dengan panjang gelombang radiasi dari radiasi cahaya yang dapat diamati,

misalnya seperti ungu, nila, merah, hijau, biru, kuning, dll. Hue merupakan

kualitas yang membedakan satu warna dengan warna lainnya. Hue ditentukan

sebagai gelombang dominan dalam spektrum yang menghasilkan warna terlihat

meskipun angka pasti dari panjang gelombang tersebut mungkin tidak ada. Hue

adalah penafsiran fisiologis dan psikologis dari sejumlah panjang gelombang.

Pada istilah kedokteran gigi, hue disebut sebagai A, B, C, atau D yang sering

digunakan pada shade guide. 41

Value (luminosity) menunjukan jumlah dari cahaya yang membuat gambaran

hitam dan putih dari suatu objek yang terlihat dimulai dari nilai tertinggi berwarna

putih dan nilai terendah berwarna hitam. Value atau keccerahan (brightness)

adalah jumlah cahaya yang kembali dari suatu objek. Munsell menggambarkan

value sebagai skala hitam-putih pada skala abu-abu (gray scale). Objek yang

terang memiliki nilai keabuan yang rendah, sedangkan objek dengan nilai value

yang rendah memiliki nilai keabuan yang lebih tinggi dan terlihat lebih gelap.

Tingkat kecerahan mahkota dapat ditingkatkan dengan dua cara, pertama dengan

menggunakan porselen yang lebih terang (menurunkan chroma) atau dengan cara

meningkatkan pantulan cahaya pada permukaannya. Menurunkan nilai value

Universitas Kristen Maranatha


36

berarti mengurangi cahaya yang kembali dari objek yang diberikan cahaya,

artinya, lebih banyak cahaya yang diserap, tersebar ke tempat lain, atau

ditransmisikan.30

Kroma (saturation) menunjukan jumlah pewarna yang warnanya mengandung

kecerahan kromatis yang kita amati. Kroma merupakan saturasi, intensitas, atau

kekuatan dari hue. Hal ini dapat diumpamakan dengan memasukan pewarna

merah pada segelas air, setiap kali kit menambahkan pewarna yang sama,

intensitasnya bertambah dan warnanya tetap merah (hue). Semakin banyak

pewarna ditambahkan, campuran terlihar lebih gelap, jadi penambahan kroma

berkorespondensi dengan perubahan value. Saat kroma meningkat, value akan

berkurang; nilainya berbanding terbalik. Angka yang lebih tinggi pada shade

guide mewakili peningkatan kroma.30

Gambar 2.8 – Sistem pewarnaan Munsell

b) Sistem pewarnaan CIELAB dan ruang warna

Pengamatan warna terus berkembang seiring perkembangan jaman. Pada

Universitas Kristen Maranatha


37

tahun 1976, The Commission Internationale de l’Eclairage (CIE) mempublikasi

sistem pewarnaan CIELAB. Sistem pewarnaan CIELAB memiliki ruang warna 3

dimensi. L* sebagai tingkat kecerahan memiliki nilai 0-100, a* merepresentasikan

warna merah (+a*) dan hijau (-a*), dan b* yang mengindikasikan warna kuning

(+b*) dan biru (-b*). Ketika a* dan b* bernilai nol, nilai L merepresentasikan

warna hitam- putih.42

Pewarnaan dengan sistem CIELAB memiliki beberapa kelebihan dibandingkan

sistem pewarnaan lain. Ruang warna L*a*b* didisain untuk berkolerasi terhadap

warna, hal ini memungkinkan sistem CIELAB untuk mengukur perbedaan warna

yang berarti saat digunakan pada bidang industri, termasuk perubahan warna gigi

setelah menggunakan produk pemutih gigi. Persamaan pada perbedaan warna

digunakan untuk mengukur perubahan warna. ΔL*, sebagai perubahan tingkat

kecerahan dihitung dengan rumus L*2-L*1 dimana L*1 merepresentasikan nilai L*

awal dan L*2 merepresentasikan pengukuran akhir setelah perlakuan. Perubahan

a* dan b* dihitung dengan cara yang sama.42

ΔE* merepresentasikan perubahan warna secara keseluruhan dimana ΔE*

dirumuskan sebagai (ΔL*2 + Δb*2+ Δa*2)1/2. Nilai ΔE* tidak menunjukan

informasi mengenai kualitas atau arah dari perubahan warna. 18, 41


Menurut

Dietschi et al. (2006), nilai L* merupakan parameter pengukuran warna paling

sesuai untuk dilakukan perbandingan dalam kondisi eksperimental untuk menguji

keberhasilan perawatan bleaching. 27, 43

Universitas Kristen Maranatha


38

2.9 – Sistem pewarnaan CIELAB

2.6.2 Warna gigi manusia

Warna gigi hanya mencakup sebagian kecil dari total ruang warna. Rentang

warna gigi manusia telah diukur oleh beberapa peneliti berbeda pada waktu yang

berbeda dan menggunakan metode serta notasi warna yang berbeda pula. Dengan

menggunakan sistem pewarnaan Munsell, Dr. E. B. Clark mengindikasikan hue

dari gigi manusia bernilai mulai dari 6 YR (Yellow-Red) hingga 9.3 Y (Yellow),

value bervariasi antara 4-8, dan kroma bervariasi mulai dari 0-7. Lemire dan Burk

menemukan nilai hue yang bervariasi mulai dari 8.9 YR hingga 3.3 Y, value

berkisar dari 5.8-8, dan kroma dari 0.8-3.4. Terdapat penelitian lain yang

menggunakan spektofotometer dan hasilnya dituliskan dengan sistem notasi

warna yang berbeda, namun semua penelitian menunjukan bahwa gigi mausia

berada dalam spektrum warna kuning-merah hingga kuning, value pada gigi

manusia relatif tinggi (terang) dan nilai kroma relatif rendah (intensitas warna

tidak banyak).27, 41

Pengukuran warna gigi juga dilakukan menggunakan sistem CIELAB dibawah

cahaya 5000K. Nilai L* dimana 0 = hitam dan 100 = putih didapatkan nilai antara

Universitas Kristen Maranatha


39

50-95. Pengukuran nilai b* yang mengindikasikan warna kuning-biru, rentang

nilai yang didapatkan berkisar antara 8-25 dan nilai a* yang mengindikasikan

warna merah-hijau menunjukan angka -2 hingga 10. Ruang warna CIELAB dapat

mengindikasikan perubahan warna gigi, misanya saat gigi dilakukan perawatan

bleaching, gigi akan terlihat lebih terang dengan peningkatan nilai L*, tidak

terlalu merah atau pengurangan nilai a*, dan lebih tidak kuning atau penurunan

nilai b*. 30, 41

2.6.3 Metode pengukuran warna gigi

Persepsi warna berbeda- beda pada setiap individu, karena itu, untuk

menstandarisasi penilaian warna, dikembangkanlah teknik dan alat untuk

membantu klinisi dalam menentukan warna gigi. Pengukuran warna gigi dapat

dibagi menjadi dua kategori, yaitu subjektif dan objektif.27

2.6.3.1 Metode subjektif

Pengukuran warna gigi menggunakan metode subjektif merupakan cara yang

paling sering dilakukan, caranya adalah dengan menggunakan shade guide yang

dilakukan berdasarkan sistem pewarnaan Munsell. VITAPAN Classical shade

guide yang dikenalkan pada tahun 1956 merupakan shade gude dengan 16 tab

warna gigi yang dapat membantu mengidentifikasi warna lebih akurat. Terdapat

beberapa kekurangan dari shade guide yaitu warna yang terbatas dan kurangnya

konsistensi antar klinisi dalam penentuan warna yang diakibatkan oleh banyak

faktor luar seperti warna dinding ruang praktek, warna pakaian pasien,

Universitas Kristen Maranatha


40

pencahayaan di ruang praktek, maupun kelelahan operator. Karena kekurangan

tersebut, maka dibuat beberapa variasi seperti VITA Linearguide 3D-Master, VITA

Toothguide 3D- Master, VITA Bleachguide 3D master.41

Gambar 2.10 - Vitapan Classical Shade Guide

2.6.3.2 Metode objektif

Metode objektif dikembangkan guna mengatasi kekurangan metode penilaian

warna secara subjektif. Metode pengukuran warna objektif dapat menghasilkan

nilai warna yang akurat dan spesifik dibandingkan metode subjektif dengan

menggunakan bantuan alat- alat seperti spektofotometer, kolori meter, kamera

digital serta polarisasi.

a) Spektofotometer

Salah satu alat pengukur gigi secara objektif adalah spektofotometer.

Spektofotometer dapat memberikan hasil berdasarkan data spektral cahaya L*, a*,

dan b* dan dapat mengukur tingkat reflektan dari objek. Spektrofotometer adalah

instrumen pengukuran warna yang paling akurat dan fleksibel dalam bidang

kedokteran gigi. Spektofotometer dapat mengukur jumlah cahaya yang

dipantulkan dari obyek pada interval 1-25nm dalam spektrum yang dapat terlihat.

Spektrofotometer pun dapat mengukur jumlah hue serta value suatu objek dan

Universitas Kristen Maranatha


41

jumlah cahaya yang dipantulkan dari objek tersebut dapat terekam.42

Komponen yang terdapat pada spektofotometer adalah sumber cahaya, sistem

optik untuk pengukuran, detektor cahaya yang dipantulkan, dan sistem untuk

mengkonversi panjang gelombang cahaya terpantul menjadi spektrum yang dapat

terlihat serta sistem untuk mengkonversikan spektrum menjadi nilai L*, a*, b*.

Gambar 2.11 - Mekanisme kerja spektrum warna

Mekanisme kerja spektofotometer dapat dilihat pada gambar 2.10 dimana

cahaya akan dipantulkan oleh objek, kemudian ditangkap sensor yang akan

mengkonversi panjang gelombang cahaya yang terpantul menjadi spektrum yang

dapat terlihat dan dikonversikan lagi menjadi nilai L*, a* dan b* yang terlihat

pada display screen spektofotometer.27

Gambar 2.12 – Spektofotometer

Universitas Kristen Maranatha


42

b) Kolorimeter

Kolorimeter mengukur nilai tristimulus dan memfilter cahaya pada warna

merah, hijau, dan biru dari spektrum warna yang terlihat. Kolorimeter tidak

meregulasi pantulan warna spektrum dan kurang akurat jika dibandinkan

dengan spektofotometer, selain itu, penuaan filter pun dapat mengurangi

akurasi. ShadeBision (X-Rite, Grandville, MI) merupakan kolorimeter

pencitraan. Citra dari gigi yang lengkap terlihat melalui penggunaan tiga

kumpulan data terpisah, yaitu yang digunakan untuk sepertiga gingiva,

sepertiga tengah dan sepertiga insisal.27, 43

Gambar 2.13 – Kolorimeter

c) Kamera digital

Kamera digital digabungkan dengan sistem pencahayaan yang baik

dianjurkan untuk melihat warna gigi. Metode ini disebut juga sebagai digital

imaging. Kamera dapat menangkap gambar seluruh permukaan gigi dan dapat

memberikan banyak informasi mengenai warna dan penyebaran warna di

sekitarnya, selain itu, pengambilan gambar menggunakan kamera lebih mudah

dan lebih murah dibandingkan dengan spektofotometer dan kolorimeter.

Warna yang dihasilkan dari sistem digital imaging dianalisa menggunakan

sistem berdasarkan sistem CIELAB pada software komputer.27, 41, 44

Universitas Kristen Maranatha


43

2.13 – Kamera Digital

d) Polarisasi

Penggunaan spektofotometer dan kolorimeter merupakan pilihan yang baik

untuk pengukuran warna gigi, namun penggunaannya terdapat kekurangan

karena didisain untuk menganalisa warna pada permukaan yang rata dan

ukuran aperture yang relatif kecil dapat menyebabkan bias pada warna pada

bagian ujung gigi.45

Penggunaan kamera digital telah luas digunakan dan dapat dikombinasikan

dengan tambahan filter polarisasi untuk menyamakan warna gigi. Alat

tambahan dapat digunakan untuk pengukuran warna gigi menggunakan filter

polarisasi, yaitu shade guide dan software computer. Selain morfologi dan

warna gigi, penggunaan dental fotografi dapat memberikan informasi

mengenai tekstur permukaan dan distribusi warna gigi. Filter polarisasi dapat

menanggulangi kekurangan penggunaan flash yang dapat mengakibatkan

berlebihnya prevalensi opasitas berwarna putih dan mengurangi pantulan sinar

dari flash kamera, dapat juga memperlihatkan detail yang sulit dilihat,

menghasilkan warna yang lebih dalam, mempertajam visualisasi warna dentin,

memperlihatkan kroma gigi dengan pennigkatan kontras gigi secara natural.

Sistem pewarnaan Munsell sering digunakan dalam pengukuran warna

Universitas Kristen Maranatha


44

menggunakan filter polarisasi ini menggunakan VITA shade guide.45, 46

2.14 – Gambar gigi yang diambil (a) tanpa filter polarisasi dan (b) dengan filter polarisasi

Universitas Kristen Maranatha

Anda mungkin juga menyukai