Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

REHABILITASI LANSIA DAN


KONSEP LANSIA DENGAN RESIKO JATUH
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing:
Wahyu Riniasih, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Kelompok VII, Disusun Oleh
1. Deni Fitriana (18012311)
2. Fitri Ariyani (18012319)
3. I Putu Angga Yasa (18012322)
4. Khurin Nur Laili Ramadhani (18012325)
5. Nikkla Takhani (18012332)
6. Ninik Lestari (18012333)
7. Rina Kurnia Putri (18012341)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah mengenai “Rehabilitasi Lansia dan Konsep Lansia
dengan Resiko Jatuh”. Adapun makalah ini telah diusahakan semaksimal mungkin
dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya.Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik sehingga kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata, kami mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Purwodadi, 15 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah...........................................................................................iv
C. Tujuan...............................................................................................................v
BAB II PEMBAHASAN
A. REHABILITASI LANSIA..............................................................................1
1. Pengertian....................................................................................................1
2. Tujuan Rehabilitasi.....................................................................................1
3. Pelaksanaan Rehabilitasi............................................................................1
4. Program Rehabilitasi..................................................................................3
B. KONSEP LANSIA DENGAN RESIKO JATUH..........................................4
1. Pengertian....................................................................................................4
2. Faktor Resiko...............................................................................................5
3. Penyebab-Penyebab Jatuh pada Lansia....................................................6
4. Faktor-Faktor Lingkungan yang Sering Dihubungkan dengan
Kecelakaan pada Lansia.............................................................................6
5. Faktor-Faktor Situasional mungkin Mempresitipasi Jatuh...................7
6. Pencegahan...................................................................................................7
7. Komplikasi...................................................................................................7
8. Penatalaksanaan..........................................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................10
B. Saran..................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Populasi lansia meningkat sangat cepat. Tahun 2020, jumlah lansia diprediksi
sudah menyamai jumlah balita. Sebelas persen dari 6,9 milyar penduduk dunia
adalah lansia (WHO, 2013). Me-nurut proyeksi Badan Pusat Statistik (2013) pada
2018 proporsi penduduk usia 60 tahun ke atas sebesar 24.754.500 jiwa (9,34%) dari
total populasi.
Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko (population at
risk) yang se-makin meningkat jumlahnya. Lansia adalah seseorang yang mencapai
umur >60 tahun (Undang-Unang No.13, 1998, dalam Padila, 2013). Proses penuaan
dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar, dan ini akan
dialami oleh semua orang yang diberikan umur panjang, hanya cepat dan lambatnya
proses tersebut bergantung pada masing-masing individu. Perkembangannya manusia
dimulai dari masa bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya akan masuk pada
fase usia lanjut dengan umur diatas 60 tahun (Khali, 2012).
Berdasarkan suvei masyarakat di Amerika Serikat didapatan sekitar 30%
lansia berumur 65 tahun jatuh setiap tahunnya. Separpuh dari angka tersebut
mengalami jatuh berulang. Insiden jatuh di masyarakat Amerika Serikat pada umur
lebih dari 65 tahun dengan rata-rata jatuh 0,6 per-orang, sekitar 1/3 lansia umur lebih
dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40 memerlukan
perawatan di Rumah Sakit. Kejadian jatuh pada lansia baik di institusi dan di rumah
angka kejaiannya mencapai 50% kejadiannya jatuh terjadi setiap tahunnya, dan 40%
iantaranya mengalami jatuh berulang prevalensi jatuh tampaknya meningkat
sebanding dengan peningktan umur lansia yang tinggal di institusi (panti) mengalami
jatuh lebih sering dari pada yang beraa di komunitas, mereka secara khas lebih rentan
an memiliki lebih banyak disabilitas (Kanne, dkk, 1994, dalam Nugroho, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian rehabilitasi lansia?
2. Apa tujuan rehabilitasi lansia?
3. Bagaimana pelaksanaan rehabilitasi lansia?
4. Bagaimana program rehabilitasi lansia?
5. Bagaimana konsep lansia dengan resiko jatuh?

iii
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian rehabilitasi lansia.
2. Mengetahui tujuan rehabilitasi lansia.
3. Mengetahui pelaksanaan rehabilitasi lansia.
4. Mengetahui program rehabilitasi lansia.
5. Mengetahui konsep lansia dengan resiko jatuh .

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. REHABILITASI LANSIA
1. Pengertian
Rehabilitasi sosial lanjut usia adalah upaya yang ditujukan untuk
membantu lanjut usia dalam memulihkan dan mengembangkan fungsi
sosialnya (Permensos Nomor 5 Tahun 2018).
Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk
mengurangi dampak disability serta dicap agar individu lansia dapat
berintegrasi dalam masyarakat. Rehabilitasi adalah aspek yang tidak dapat
dipisahkan dalam pelayanan kesehatan lansia (British G. Society).
2. Tujuan Rehabilitasi
Tujuan rehbilitasi pada lansia adalah:
a. Membantu lansia mencapai hidup yang lebih bermakna.
b. Membantu lansia untuk mencapai kemandirian secara optimal.
c. Membantu meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh, dengan cara
1) Meningkatkan dan memastikan pemanfaatan kemampuan dimiliki
(preserved abilities) secara optimal.
2) Meminimalkan munculnya kebutuhan atau keinginan untuk mengembalikan
kemampuan-kemampuan yang telah hilang (lost abilities).
3) Memberikan bantuan yang diperlukan agar dapat menjalankan fungsi-fungsi
yang lebih baik.
3. Pelaksanaan Rehabilitasi
Terdapat beberapa indikasi pada lansia yang membutuhkan
rehabilitasi yaitu;
a. Lansia yang mengalami gangguan kognitif ringan.
b. Lansia yang mengalami demensia ringan, sedang atau berat.
c. Lansia yang mengalami defisit neurologis.
d. Lansia yang menunjukkan perilaku dan gejala-gejala dimensia 
(BPSD/Behavioral and Psychological Symptoms of dementia).

1
Guna mengatasi masalah yang dialami oleh para lansia maka perlu
dirumuskan rencana program rehabilitasi. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan ketika menyusun rencana rehabilitasi bagi lansia adalah ;
a. Perencanaan dan implementasi program dilakukan sedini mungkin.
Program rehabilitasi harus direncanakan dan dimplementasikan sedini
mungkin. Bukan hanya pada kasus gangguan kognitif berat tapi juga kasus lansia
dengan gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment/MCI).
b. Perencanaan dibuat secara komprehensif dan berbasis kebutuhan.
Program rehabilitasi mestinya dirumuskan secara komprehensif dan
dirancang untuk membantu lansia mengatasi kesulitan atau hambatan dalam
kehidupan sehari-hari yang bersifat praktis. Selain itu, juha memperhatikan latar
belakang budaya kehidupan seperti dari perkotaan (urban) atau pedesaan (rural).
c. Memprioritaskan Tujuan.
Karena seseorang mungkin tidak dapat menerapkan dan mencapai terlalu
banyak hal dalam satu waktu, maka penting untuk menetapkan satu atau dua
tujuan prioritas di awal program rehabilitasi,  dan mulai bekerja pada tujuan
berikutnya setelah tujuan-prioritas tercapai.
d. Be Innovative.
Karena  tidak ada jawaban, teknik dan program instan dan siap saji
terkait kesulitan – kesulitan yang dialami oleh warga senior. Maka, terapis harus
inovatif. Lihatlah sekeliling, pikirkan, tanyakan, diskusikan dengan yang lain
guna menemukan solusi inovatif untuk masalah tersebut.
e. Mereview, memodifikasi dan mengup-grade rencana program dari waktu ke
waktu.
Jika individu yang mengalami skizofrenia atau disabilitas fisik penurunan
kemampuannya cenderung bersifat stabil dan tidak progresif, maka penurunan
kemampuan pada lanjut usia cenderung progresif. Oleh karena perlu dilakukan
modifikasi program rehabilitasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan perubahan yang terjadi. Seseorang juga dapat
mempertimbangkan untuk mengukur berbagai jenis penurunan dalam domain
yang berbeda di fase awal dan maupun fase lanjutan dengan menggunakan skala
penilaian standar yang sesuai.
f. Waspadalah terhadap kemunduran yang terselubung
Beberapa penurunan atau kemunduran pada lansia pada awalnya
mungkin tidak nampak karena mendapatkan kompenasasi dari lingkungan rumah

2
yang aman, tidak berubah dan banyak kebutuhan lansia yang ditangani oleh
keluarga dan kerabat. Kemunduran-kemunduraan ini perlahan akan terkuak
ketika lansia menghadapi situasi baru.
g. Mempertimbangkan masalah – masalah lainnya yang terkait
Banyak dari lansia mungkin memiliki masalah penglihatan dan
pendengaran serta masalah medis lain seperti radang sendi, penyakit jantung,
diabetes, hipertensi, kurang nutrisi, dll.  Selain masalah – masalah fisik dan
medis, masalah-masalah lain seperti tindakan kekerasan, eksploitasi dan
perlakuan salah juga harus diperhatikan ketika merancang satu program
rehabilitasi pada lansia.
h. Menjaga dan mengontrol kualitas perawatan
Ketika menjadi penyedia layanan program rehabilitasi pada lansia maka
harus bisa menjamin dan mempertahankan kualitas perawatan sebaik mungkin.
4. Program Rehabilitasi
Untuk memulai program rehabilitasi medic pada penderita lansia,sebagai
tenaga professional harus mengetahui kondisi lansia saat itu,baik penyakit yang
menyertai maupun kemampuan fungsional yang mampu dilakukan.salah satunya di
kemukakan oleh Katz, DKK yang telah menetapkan Fungsional Assessment
Instrument untuk menggolongkan kemandian merawat diri pada lansia dengan
berbagai macam penyakit, misal fraktur collum femoris, infark cerebri, arthritis,
paraplegia, keganasan, dll. adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing, Dressing,
Toileting, Transfering, Continence dan Feeding.
a. Program Fisioterapi
1) Aktivitas di tempat tidur: Positioning, alih baring, latihan pasif dan aktif
lingkup gerak sendiri
2) Mobilisasi: Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi,
berdiri, jalan, melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan,
berpakaian.
b. Program okupasi terapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktifitas kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan latihan dalam bentuk aktifitas, permainan, atau langsung pada
aktifitas yang diinginkan. Misal latihan jongkok – berdiri.
c. Program ortetik prostetik
Pada ortotis prostetis akan membuat alat penopang atau alat pengganti
bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita, misal pembuatan

3
alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga
mudah di pakai.
d. Program terapi bicara
Program ini kadang – kadang tidak selalu di tujukan untuk latihan bicara
saja, tetapi di perlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan
fungsi menelan apabila di temukan adanya kelemahan pada otot – otot sekitar
tenggorok. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan
saraf fagus, saraf lidah, dll.
e. Program social medic
Petugas social medic memerlukan data pribadi maupun keluarga yang
tinggal bersama lansia, melihat bagaimana struktur atau kondisi di rumahnya yang
berkaitan dengan aktifitas yang di butuhkan penderita, tingkat social ekonomi.
Misal seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak tramp/anak tangga,
bagaimana bisa di buat landai/pindah kamar yang datar dan bisa deket dengan
kamar mandi.
f. Program psikologi
Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan
emosionalnya yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misal apakah
seorang yang tipe agresif atau konstruktif. Untuk memberikan motifasi lansia agar
lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisaai dan sebagainya.

B. KONSEP LANSIA DENGAN RESIKO JATUH


1. Pengertian
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2009).
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan
bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh
dipengaruhi oleh beberapa faktor iantaranya faktor intrinsik dimana terjadi gangguan
gaya berjalan , kelemahan otot ekstremitas bawah, langlah yang pendek-pendek,
kekakuan sendi, kaki tiak dapat menapak dengan kuat, dan kelambanan dalam
bergerak. Seangkan faktor ekstrinsik diantaranya lantai yang licin dan tidak merata,
tersandung oleh benda-bena, kursi roda yang tidak terkunci, penglihatan kurang, dan

4
penerangancahaya yang kurangterang cenderung gampang terpeleset atau tersandung
sehingga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia (Nugroho, 2012).
2. Faktor Resiko
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti
bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
a. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus (penglihatan), pendengaran,
fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata
akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan
menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada
lansia yang diduga karpena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses
manua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu
fungsi proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik tersebut menyebabkan
hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat
dilakukan uji klinik.
b. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input
sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal,
sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga
berespon tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan
risiko jatuh.
d. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987;
Brocklehurs, 1987 ).
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang
benar – benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.
Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.
Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain
disebabkan oleh:
a) Kekakuan jaringan penghubung.
b) Berkurangnya massa otot.
c) Perlambatan konduksi saraf.
d) Penurunan visus / lapang pandang.

5
e) Kerusakan proprioseptif.
Yang kesemuanya menyebabkan:
a) Penurunan range of motion ( ROM ) sendi.
b) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas
bawah.
c) Perpanjangan waktu reaksi.
d) Kerusakan persepsi dalam.
e) Peningkatan postural sway ( goyangan badan )
3. Penyebab-penyebab Jatuh pada Lansia
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain: ( Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987; Brocklehurs,
1987 ).
a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh
lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.
b. Obat – obatan: diuretik / antihipertensi, antidepresen trisiklik, sedativa,
antipsikotik, obat – obat hipoglikemia, alkohol.
c. Proses penyakit yang spesifik: aritmia, stenosis aorta, sinkope sinus carotis ,
neurologi : – TIA, stroke, serangan kejang, parkinson, kompresi saraf spinal
karena spondilosis, enyakit serebelum.
d. Idiopatik ( tak jelas sebabnya).
e. Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba: Drop attack (serangan roboh):
Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba: terbakar matahari.
4. Faktor-faktor Lingkungan yang Sering Dihubungkan dengan Kecelakaan pada
Lansia
a. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau
tergeletak di bawah.
b. Tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok.
c. Tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang.
d. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun.
e. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya,
dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser.
f. Lantai yang licin atau basah.
g. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan).
h. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.

6
5. Faktor-faktor Situasional yang mungkin Mempresipitasi Jatuh (Reuben, 1996;
Campbell, 1987)
a. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa
seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali
(5%), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti
mendaki gunung atau olahraga berat.
b. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga,
dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang
lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan rumah tangga,
lantai yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang.
c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari
penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya
sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada
tiba – tiba pada penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain – lain.
6. Komplikasi
Menurut Kane (1996), yang dikutip oleh Darmojo (2009), komplikasi-
komplikasi jatuh adalah:
a. Cedera
Cedera mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa
robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau
fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.
b. Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan
perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan
kepercayaan diri dan pembatasan gerak.
c. Kematian
7. Pencegahan
Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2009), ada 3
usaha pokok untuk pencegahan jatuh yaitu :
a. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari
adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan

7
sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering
menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi
tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil
yang susah dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat
bergerser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktivitas lanjut usia.
Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya,
pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi
pegangan di dinding.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya
dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan badan
pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh
rehabilitasi medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat,
apakah kakinya menapak dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita
mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot
ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya
itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia
dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara periodik.
Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan
perbaikan lingkungan , faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat
dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak
boleh melampaui batasan yang diperbolehgkan baginya sesuai hasil pemeriksaan
kondisi fisik. Maka di anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang
sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus
karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah,
lebih sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh secara
efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial
sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan

8
lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya
pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan
penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Terapi untuk penderita
dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan untuk mengatasi
penyebab/faktor yang mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program
gait training dan pemberian alat bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi
ini dipimpin oleh fisioterapis.
Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang menyebabkan
hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan antidepresan. Terapi yang
tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/tempat kegiatan
lanjut usia seperti tersebut di pencegahan jatuh (Darmojo, 2009).

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rehabilitasi sosial lansia bertujuan meningkatkan kebermaknaan hidup,
kemandirian, dan kualitas hidup lansia dengan mengoptimalkan dan fokus pada
kemampuan yang dimiliki dan bukan sebaliknya pada kemampuan yang telah hilang.
Menyusun program rehabilitasi sosial sebaiknya dilakukan secara  sedini mungkin,
komprehensif dan berbasis kebutuhan, inovatif, membuat prioritas, mereview dan
meng upgrade program, memperhatikan masalah-masalah lain, peka terhadap
penurunan yang terselubung dan senantiasa menjaga kualitas program rehabilitasi.
Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi
dampak disability serta handicap agar individu lansia dapat berintegrasi dalam
masyarakat.
Tujuan pokok rehabilitasi para usia lanjut bukanlah untuk mengembalikan
peran mereka sebagai pencari nafkah, melaikan bagaimana mempersiapkan mereka
untuk dapat menikmati ruas akhir dari kehidupannya dengan kemandirian yang
maksimal.

B. Saran
Kesejahteraan secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual hendaknya
lebih ditingkatkan. Agar lansia dalam kehidupannya kebahagian terlebih kebahagian
kelak nanti. Pemberian layanan bimbingan lebih ditingkatkan agar lansia dapat
menikmati sisa hidupnya dengan tentram dan bahagia.
Kita harus mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat menjadi faktor resiko
jatuh pada lansia, kemudian melaksankan berbagai pencegahan untuk mengatasi
resiko jatuh pada lansia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo RB, Martono H. 2009. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)
edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Nugroho, Wahjudi.1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Nilesh Shah, Parul Tank, (2015). Rehabilitation and Residential Care Needs of the
Elderly: Clinical Practice Guidelines. diunduh
dari http://www.indianjpsychiatry.org/cpg/cpg2007/CPG-GtiPsy_16.pdf,
tanggal 12 Februari 2019

11

Anda mungkin juga menyukai