Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HIPOTERMI

Kelompok 2 :

1. Muliya
2. Muthiara Rinjany AP
3. Nadiyah Zannati Azzahra
4. Patimah
5. Nia Janiati
6. Nadia Nurul Izzati
7. Putri Nabilah
8. Pitiono
9. Nurul Hidayati
10. Peni Ana Sari
11. Putri Apriyandini
12. Nys dwi permata a

Tingkat 1B

A. Konsep Dasar Hipotermi

1. Pengertian Hipotermia

Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh yang berada di bawah


rentang normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b). Menurut Saifuddin
dalam((Dwienda, Maita, Saputri, & Yulviana, 2014)) Hipotermia adalah suatu
kondisi turunnya suhu sampai di bawah 300 C, sedangkan Hipotermia pada bayi
baru Lahir merupakan kondisi bayi dengan suhu dibawah 36,50C, terbagi ke dalam
tiga jenis hipotermi, yaitu Hipotermi ringan atau Cold Stress dengan rentangan
suhu antara 36-36,50C, selanjutnya hipotermi sedang, yaitu suhu bayi antara 32-
36,50C dan terakhir yaitu hipotermi berat dengan suhu <32 0C. Sistem pengaturan
suhu tubuh pada bayi, baik yang normal sekalipun belum berfungsi secara
optimal, sehingga bayi yang baru lahir akan mudah kehilangan suhu tubuh
terutama pada masa 6-12 jam setelah kelahiran. Kondisi lingkungan dingin, bayi
tanpa selimut dan yang paling sering adalah subkutan yang tipis mampu
mempercepat proses penurunan suhu tersebut. Bayi yang mengalami hipotermi
akan mengalami penurunan kekuatan menghisap ASI, wajahnya akan pucat,
kulitnya akan mengeras dan memerah dan bahkan akan mengalami kesulitan
bernapas, sehingga bayi baru lahir harus tetap di jaga kehangatannya. (Dwienda et
al., 2014)
Suhu normal pada bayi yang baru lahir berkisar 36,50 C- 37,50 C(suhu
ketiak). Awalnya bayi akan mengalami penurunan suhu di bawah rentang nomal
atau secara mudah dapat dikenal ketika kaki dan tangan bayi teraba dingin, atau
jika seluruh tubuh bayi sudah teraba dingin berarti bayi sudah mengalami
hipotermi sedang yaitu dengan rentang suhu 320 C - 360C. Selain hipotermi
sedang ada juga hipotermi kuat yaitu bila suhu bayi sampai di bawah 320 C dan
akan berakibat sampai kematian jika berlanjut karena pembuluh darah bayi akan
menyempit dan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen sehingga akan berlanjut
menjadi hipoksemia dan kematian.(Anik, 2013)

2. Penyebab Hipotermia

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b) penyebab hipotermia yaitu:

a. Kerusakan Hipotalamus
b. Berat Badan Ekstrem
c. Kekurangan lemak subkutan
d. Terpapar suhu lingkungan rendah
e. Malnutrisi
f. Pemakaian pakaian tipis
g. Penurunan laju metabolism
h. Transfer panas ( mis. Konduksi, konveksi, evavorasi, radiasi)
i. Efek agen farmakologis

8
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipotermi di kamar operasi
adalah:
1) Suhu kamar operasi Paparan suhu ruangan operasi yang rendah juga dapat
mengakibatkan pasien menjadi hipotermi, hal ini terjadi akibat dari perambatan
antara suhu permukaan kulit dan suhu lingkungan. Suhu kamar operasi selalu
dipertahankan dingin (20– 240C) untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri.
2) Luasnya luka operasi Kejadian hipotermi dapat dipengaruhi dari luas pembedahan
atau jenis pembedahan besar yang membuka rongga tubuh, misal pada operasi
ortopedi, rongga toraks atau. Operasi abdomen dikenal sebagai penyebab
hipotermi karena berhubungan dengan operasi yang berlangsung lama, insisi yang
luas, dan sering membutuhkan cairan guna membersihkan ruang peritoneum.
3) Cairan Faktor cairan yang diberikan merupakan salah satu hal yang berhubungan
dengan terjadinya hipotermi. Pemberian cairan infus dan irigasi yang dingin
(sesuai suhu ruangan) diyakini dapat menambah penurunan temperatur tubuh.
Cairan intravena yang dingin tersebut akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan
mempengaruhi suhu inti tubuh (core temperature) sehingga semakin banyak cairan
dingin yang masuk pasien akan mengalami hipotermi.
4) Usia Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu makhluk,
baik yang hidup maupun yang mati. Secara biologis, Depkes (2009) membagi
golongan usia menjadi:
a) Masa balita (0-5 tahun)
b) Masa kanak-kanak (5-11 tahun)
c) Masa remaja awal (12-16 tahun)
d) Masa remaja akhir (17-25 tahun)
e) Masa dewasa awal (26-35 tahun)
f) Masa dewasa akhir (36-45 tahun)
g) Masa lansia awal (46-55 tahun)
h) Masa lansia akhir (56-65 tahun)
i) Masa manula (65 sampai ke atas)
Harahap (2014), menyebutkan pasien lanjut usia (lansia) termasuk ke dalam
golongan usia yang ekstrem, merupakan risiko tinggi untuk terjadi hipotermi pada
periode perioperatif. General anestesi yang dilakukan pada pasien usia lansia
dapat menyebabkan pergeseran pada ambang batas termoregulasi dengan derajat
yang lebih besar dibandingkan dengan pasien yang berusia muda. Golongan usia
9
lansia merupakan faktor risiko urutan 6 (enam) besar sebagai penyebab hipotermi
perioperatif. Selain lansia, Morgan & Mikhail (2013), menyebutkan pasien
pediatrik, balita, dan anak bukanlah pasien dewasa yang berukuran besar. Mereka
memiliki risiko yang tinggi juga untuk terjadi komplikasi pasca operasi. Seseorang
pada usia lansia telah terjadi kegagalan memelihara suhu tubuh, baik dengan atau
tanpa anestesi, kemungkinan hal ini terjadi karena penurunan vasokonstriksi
termoregulasi yang terkait dengan usia. Teori Joshi, Shivkumaran, Bhargava,
Kausara & Sharma (2006) juga mengatakan kejadian hipotermia pada pasien
lansia disebabkan perubahan fungsi kardiovaskular (kekakuan pada area dinding
pembuluh darah arteri, peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, dan juga
penurunan curah jantung), kekakuan organ paru dan kelemahan otot-otot
pernapasan mengakibatkan ventilasi, difusi, serta oksigenasi tidak efektif. Selain
itu, pada lansia terjadi 13 perubahan fungsi metabolik, seperti peningkatan
sensitivitas pada reseptor insulin periferal, dan juga penurunan respons
adrenokortikotropik terhadap faktor respons.
5) Indeks Massa Tubuh (IMT) Metabolisme seseorang berbeda-beda salah satu
diantaranya dipengaruhi oleh ukuran tubuh yaitu tinggi badan dan berat badan
yang dinilai berdasarkan indeks massa tubuh yang merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi metabolisme dan berdampak pada sistem termogulasi. Apabila
manusia berada dilingkungan yang suhunya lebih dingin dari tubuh mereka,
mereka akan terus menerus menghasilkan panas secara internal untuk
mempertahankan suhu tubuhnya, pembentukan panas tergantung pada oksidasi
bahan bakar metabolik yang berasal dari makanan dan lemak sebagai sumber
energi dalam menghasilkan panas. Pada orang yang gemuk memiliki cadangan
lemak lebih banyak akan cenderung menggunakan cadangan lemak sebagai
sumber energi dari dalam, artinya jarang membakar kalori dan menaikkan heart
rate . Agen anestesi di redistribusi dari darah dan otak kedalam otot dan lemak,
tubuh yang semakin besar menyimpan jaringan lemak yang banyak, sehingga
lebih baik dalam mempertahankan suhu tubuh . Lemak merupakan bahan atau
sumber pembentuk energi di dalam tubuh, yang dalam hal ini bobot energi yang
dihasilkan dari tiap gramnya lebih besar dari yang dihasilkan tiap gram
karbohidrat dan protein. Tiap gram lemak akan menghasilkan 9 kalori, sedangkan
1 gram karbohidrat dan protein akan menghasilkan 4 kalori (Kartasapoetra, 2008).
Pada orang dengan IMT yang rendah akan lebih mudah kehilangan panas dan
10
merupakan faktor risiko terjadinya hipotermi, hal ini dipengaruhi oleh persediaan
sumber energi penghasil panas yaitu lemak yang tipis, simpanan lemak dalam
tubuh sangat bermanfaat sebagai cadangan energi. Pada indeks massa tubuh yang
tinggi memiliki sistem proteksi panas yang cukup dengan sumber energi penghasil
panas yaitu lemak yang tebal sehingga IMT yang tinggi lebih baik dalam
mempertahankan suhu tubuhnya dibanding dengan IMT yang rendah karena
mempunyai cadangan energi yang lebih banyak (Valchanov et all, 2011). IMT
merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh seseorang yang
dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi
badan dalam ukuran meter .Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran
IMT, yaitu:
a) Berat Badan Berat badan adalah salah satu parameter massa tubuh yang paling
sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah zat gizi seperti: protein,
lemak, air dan mineral. Agar dapat mengukur IMT, berat badan dihubungkan
dengan tinggi badan.
b) Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat
merefleksikan pertumbuhan skeletal. (Adapun rumus IMT adalah: IMT = Berat
Badan (kg) Tinggi Badan (m)2 Tabel 1. Batas Ambang Indeks Massa Tubuh di
Indonesia Interval Kriteria 25,0 kg/m2 Gemuk Dari batas ambang yang ada di
atas, IMT dengan kriteria kurus adalah masalah kesehatan terbesar dan lebih
banyak mengalami komplikasi pasca general anestesi dibanding dengan kriteria
IMT lainnya .
6) Jenis Kelamin Jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan
laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-
laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara
perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi,
hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan
perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap
dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi Pada
penelitian Harahap (2014), mendapatkan hasil bahwa kejadian hipotermi lebih
banyak terjadi pada perempuan yaitu 51,2% dibanding laki-laki. Penelitian yang
dilakukan oleh Rosjidi & Isro’ain (2014) juga mendapatkan hasil bahwa
perempuan lebih rentan terserang penyakit/ komplikasi daripada laki-laki.
Kejadian hipotermi juga dipengaruhi oleh berat badan pada tiap jenis kelamin.
11
Pada obesitas, jumlah lemak tubuh lebih banyak. Pada dewasa muda laki-laki,
lemak tubuh >25% dan perempuan >35%. Distribusi lemak tubuh juga berbeda
berdasarkan jenis kelamin, pria cenderung mengalami obesitas viseral (abdominal)
dibandingkan wanita
7) Obat anestesi Pada akhir anestesi dengan thiopental, halotan, atau enfluran
kadang-kadang menimbulkan hipotermi sampai menggigil. Hal itu disebabkan
karena efek obat anestesi yang menyebabkan gangguan termoregulasi.
8) Lama operasi Lama tindakan pembedahan dan anestesi bepotensi memiliki
pengaruh besar khususnya obat anestesi dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dalam darah dan jaringan (khususnya lemak), kelarutan, durasi anestesi yang lebih
lama, sehingga agen-agen ini harus berusaha mencapai keseimbangan dengan
jaringan tersebut. Induksi anestesi mengakibatkan vasodilatasi yang menyebabkan
proses kehilangan panas tubuh terjadi secara terus menerus. Panas padahal
diproduksi secara terus menerus oleh tubuh sebagai hasil dari metabolisme. Proses
produksi serta pengeluaran panas diatur oleh tubuh guna mempertahankan suhu
inti tubuh dalam rentang 36-37,5oC.
Durasi pembedahan yang lama, secara spontan menyebabkan tindakan anestesi
semakin lama pula. Hal ini akan menimbulkan efek akumulasi obat dan agen
anestesi di dalam tubuh semakin banyak sebagai hasil pemanjanan penggunaan
obat atau agen anestesi di dalam tubuh. Selain itu, pembedahan dengan durasi
yang lama akan menambah waktu terpaparnya tubuh dengan suhu dingin
9) Jenis operasi Jenis operasi besar yang membuka rongga tubuh, misal pada
operasi rongga toraks, atau abdomen, akan sangat berpengaruh pada angka
kejadian hipotermi. Operasi abdomen dikenal sebagai penyebab hipotermi karena
berhubungan dengan operasi yang berlangsung lama, insisi yang luas dan sering
membutuhkan cairan guna membersihkan ruang peritoneum. Keadaan ini
mengakibatkan kehilangan panas yang terjadi ketika permukaan tubuh pasien
yang basah serta lembab, seperti perut yang terbuka dan juga luasnya paparan
permukaan kulit

12
4. Gejala dan Tanda

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) gejala dan tanda hipotermia yaitu :

a. Mayor

1) Kulit teraba dingin


2) Menggigil
3) Suhu tubuh di bawah nilai normal (Normal 36,50C-37,50C)

b. Minor

1) Akrosianosis
2) Bradikardi ( Normal 120-160 x/menit)
3) Dasar kuku sianotik
4) Hipoglikemia
5) Hipoksia
6) Pengisian kapiler > 3 detik
7) Konsumsi oksigen meningkat
8) Ventilasi menurun
9) Piloereksi
10)Takikardi
11)Vasokontriksi perifer
12)Kutis memorata ( pada neonatus)

13
5. Klasifikasi Hipotermia

a. Hipotermia Sedang

Merupakan hipotermi akibat bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah,


waktu timbulnya hipotermi sedang adalah kurang dari 2 hari dengan ditandai suhu
320C-360C, bayi mengalami gangguan pernapasan, denyut jantung kurang dari
100x/menit, malas minum dan mengalami letargi selain itu kulit bayi akan
berwarna tidak merata atau disebut cutis marmorata, kemampuan menghisap yang
dimiliki bayi lemah serta kaki akan teraba dingin.
b. Hipotermi Berat

Hipotermi ini terjadi karena bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
cukup lama akan timbul selama kurang dari 2 hari dengan tanda suhu tubuh bayi
mencapai 320C atau kurang, tanda lain seperti hipotermi sedang, kulit bayi teraba
keras, napas bayi tampak pelan dan dalam , bibir dan kuku bayi akan berwarna
kebiruan, pernapasan bayi melambat, pola pernapasan tidak teratur dan bunyi
jantung melambat.

c. Hipotermi dengan Suhu tidak stabil

Merupakan gejala yang timbul tanpa terpapar dengan suhu dingin atau
panas yang berlebihan dengan gejala suhu bisa berada pada rentang 36-390C
meskipun dengan suhu ruangan yang stabil (Dwienda et al., 2014).
6. Komplikasi Hipotermi

Hipotermia memberikan berbagai akibat pada seluruh sistem dalam


tubuh seperti diantaranya peningkatan kebutuhan akan oksigen, meningkatnya
produksi asam laktat, kondisi apneu, terjadinya penurunan kemampuan
pembekuan darah dan kondisi yang paling sering adalah hipoglikemia. Pada bayi
yang lahir dengan prematur, kondisi dingin dapat menyebabkan terjadinya
penurunan sekresi dan sintesis surfaktan, bahkan membiarkan bayi dingin dapat
meningkatkan mortalitas dan morbiditas (Anik, 2013).

7. Penanganan bayi hipotermi

a. Bayi yang telah mengalami hipotermi memiliki risiko besar untuk terjadi
kematian, sehingga ketika terjadi hipotermi maka tindakan yang harus dilakukan
pertama adalah hangatkan bayi dengan penyinaran atau inkubator.
b. Selanjutnya cara yang mudah dan bisa dilakukan oleh setiap orang yaitu
dengan metode kanguru, yaitu metode dengan memanfaatkan panas tubuh dari ibu.
Bayi ditelungkupkan di dada ibu sehingga terjadi kontak langsung dengan kulit
ibu. Untuk menjaga kehangatan maka bayi dan ibu harus berada dalam satu
pakaian atau bahkan selimut, sehingga suhu bayi tetap hangat di dekapan ibu.

c. Apabila setelah dilakukan tindakan tersebut, bayi tetap masih dingin, maka
selimuti bayi dan ibu dengan pakaian atau selimut yang telah disetrika terlebih
dahulu, dilakukan secara berulang sampai suhu tubuh bayi kembali hangat.
d. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya akan mengalami hipoglikemia,
sehingga ibu harus memberikan bayinya ASI sedikit-sedikit tetapi sering. Bila
bayi tidak mau menghisap atau reflek hisapnya lemah, maka diberikan infus
glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari(Anik, 2013).
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada bayi prematuritas dengan hipotermi

1. Pengkajian

Dalam pengkajian bayi baru lahir maka pengkajian yang dilakukan yaitu
dengan menggali data dari data subyektif dan obyektif yang membantu perawat
dalam menentukan permasalahn yang dialami bayi dan mampu menentukan
tindakan yang akan diberikan kepada bayi dan keluarga(Anik, 2013).
a. Biodata

Pada pengkajian ini berisi data tentang identitas bayi, identitas orang tua,
keluhan utama seperti PB< 45cm, LD < 30cm, LK < 33 cm, Hipotermi, kemudian
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu

b. Masalah yang berkaitan dengan ibu

Penyakit seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, abrupsio plasenta,


inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus. Status
sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya perawatan sebelum kelahiran (prenatal
care). Riwayat kelahiran prematur atau pernah aborsi, penggunaan obat-obatan,
alkohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu: umur di bawah 16 tahun atau di atas 35
tahun dan latar belakang pendidikan rendah, tiadanya perawatan sebelum
kelahiran dan rendahnya gizi, konsultasi genetik yang pernah dilakukan, kelahiran
prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang berdekatan.

c. Bayi pada saat kelahiran

Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat


badan pada saat kelahiran, SGA, atau terlalu besar dibandingkan umur kehamilan,
berat biasanya kurang dari 2500 gram, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau
tidak ada, kepala relative lebih besar dibandingkan badan, kelainan fisik yang
mungkin terlihat.
1) Kardiovaskular

Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160 per menit pada bagian apekal
dengan ritme yang teratur pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada
setengah bagian interkostal, yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri
karena hipertensi atau atelektasis paru.
2) Gastrointestinal

Penonjolan abdomen: pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam


waktu 12 jam, reflek menelan dan menghisap yang lemah, ada atau tidak ada
anus, ketidak normalan congenital lain yang mungkin terjadi.
3) Integumen

Kulit yang berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan,


sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernik kaseosa dengan rambut
lanugo disekujur tubuh, kurus, kulit tampak transparan, halus dan mengilap,
edema yang menyeluruh atau di bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran,
kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut jarang atau mungkin tidak ada

sama sekali, petekie atau ekimosis.

4) Muskuloskeletal

Tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan


lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak aktif
atau latergik.
5) Neurologis

Reflek dan gerakan pada tes neurologist tampak tidak resisten, gerak
refleks hanya berkembang sebagian, menelan, mengisap, dan batuk sangat lemah
atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologist, mata mungkin
tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25 sampai 26
minggu, suhu tubuh tidak stabil, biasanya hipotermia, gemetar, kejang dan mata
berputar, biasanya bersifat sementara, tetapi mungkin juga ini mengindikasikan
adanya kelainan neurologist.
6) Paru

Jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 per menit diselingi dengan


periode apnea, pernapasan yang tidak terarur, dengan faring nasal (nasal melebar),
dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal, substernal), terdengar suara
gemerisik.

7) Ginjal

Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk


melarutkan ekskresi di dalam urine.

8) Reproduksi

Bayi perempuan, klitoris yang menonjol dengan labium mayora yang


belum berkembang, bayi laki-laki skrotum yang belum berkembang sempurna
dengan ruga yang kecil, testis tidak turun ke dalam skrotum.

9) Temuan sikap

Tangis yang lemah, tidak aktif, dan tremor

2. Diagnosis Keperawatan

Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan ditandai


dengan kulit teraba dingin,menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal,
akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik, hipoglikemia, hipoksia, pengisian
kapiler > 3 detik, konsumsi oksigen meningkat, vensilasi menurun, piloereksi,
takikardia, vasokontriksi perifer, kutis memorata. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016)
3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pada hipotermia

a. NOC : Thermoregulation (Sue Moorhead dkk, 2016)

Thermoregulation : neonate

Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal

2) Nadi dan RR dalam rentang normal

3) Intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):

Manajemen Hipotermia
Observasi

1) Monitor suhu pasien menggunakan alat pengukuran dan rute yang paling tepat.

2) Mengidentifikasi penyebab Hipotermia(misalnya terpapar suhu lingkungan yang


rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
kekurangan lemak subkutan )

3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia

Terapeutik

1) Sediakan lingkungan yang hangat ( misalnya atur suhu ruangan, inkubator).

2) Ganti pakaian atau linen yang basah

3) Lakukan penghangatan pasif ( misalnya memberi selimut, penutup kepala,


pakaian tebal)

4) Lakukan penghangatan aktif ( misalnya infus cairan hangat, oksigen hangta,


lavase peritoneal dengan cairan hangat )

5) Sediakan lingkungan yang hangat ( misalnya atur suhu ruangan, inkubator).

6) Ganti pakaian atau linen yang basah

7) Lakukan penghangatan pasif ( misalnya memberi selimut, penutup kepala,


pakaian tebal)

8) Lakukan penghangatan aktif ( misalnya infus cairan hangat, oksigen hangta,


lavase peritoneal dengan cairan hangat )

Edukasi

1) Anjurkan makan/minum hangat


Perawatan Kanguru
Observasi

1) Monitor faktor orang tua yang mempengaruhi keterlibatannya dalam perawatan

Terapeutik

1) Pastikan status fisiologi bayi terpenuhi dalam perawatan

2) Sediakan lingkungan yang tenang, nyaman dan hangat

3) Berikan kursi pada orang tua jika diperlukan

4) Posisikan bayi telungkup tegak lurus di dada orang tua

5) Miringkan kepala bayi ke salah satu sisi kanan atau kiri dengan kepala sedikit
tengadah

6) Hindari mendorong kepala fleksi dan hiperkstensi

7) Biarkan bayi telanjang hanya menggunakan popok, kaus kaki dan juga topi

8) Posisikan panggul dan lengan bayi dalam posisi fleksi


9) Posisikan bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya

10) Buat ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur perawatan kanguru

2) Jelaskan keuntungan kontak kulit ke kulit orang tua dan bayi

3) Anjurkan orang tua menggunakan pakaian nyaman, bagian depan terbuka

4. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan


keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan untuk
memuhi kebutuhan dasar manusia. Tindakan keperawatan meliputi, tindakan
keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan, tindakan
medis yang dilakukan oleh perawat atau tugas limpahan (Suprajitno, 2004).

5. Evaluasi

Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang


sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan
yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
cukup

Anda mungkin juga menyukai