Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi memberikan dampak yang positif dan negatif dalam kehidupan. Semakin

terbukanya interaksi antara negara maju dan negara berkembang mengakibatkan persaingan

yang ketat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan terutama bidang ekonomi. Persaingan

kehidupan yang semakin ketat ditambah dengan konflik yang terkait agama, ras dan

politik menjadi pemicu terjadinya gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa dari tahun

ke tahun di berbagai negara menunjukan peningkatan. World Health Organization

(WHO) telah memerkirakan terdapat sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami

gangguan kesehatan jiwa. Data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, diperkirakan ada 19

juta penderita gangguan jiwa di Indonesia. Satu juta diantaranya mengalami gangguan

jiwa berat atau psikosis (Departemen Kesehatan, 2008).

Perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran dan keperawatan serta

tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang lebih baik telah mendorong

tenaga keperawatan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang profesional. Terapi

modalitas merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam menangani pasien dengan

gangguan jiwa. Terapi modalitas merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh tenaga

kesehatan dalam menangani pasien dengan gangguan jiwa. Menurut Perko dan Kreigh

(1988) dalam Susana dan Hendarsih (2012) terapi modalitas adalah suatu teknik atau

metode terapi psikis bagi individu dengan menyediakan suatu sarana yang efektif yang

memungkinkan pasien berubah menuju yang lebih baik. Terapi modalitas merupakan

proses pemulihan fungsi fisik, mental-emosional, dan sosial ke arah keutuhan pribadi yang

dilakukan secara holistik. Pemberian terapi baik psikofarmakologi maupun keperawatan

1
yang tepat dan akurat saja tidak cukup, tetapi harus disusul dengan terapi modalitas

yang dipilih secara teratur dan kontinu sampai berfungsinya kembali perilaku normatif

yang stabil atau perilakunya adaptif. Keberhasilan terapi psikis ini sangat tergantung pada

adanya komunikasi antara perawat dan pasien. Terapi modalitas yang diberikan pada klien

skizofrenia adalah psikoterapi individu dan terapi aktivitas kelompok (TAK) (Chaudhury,

2010).

TAK adalah metode pengobatan yang dilakukan ketika klien ditemui dalam rancangan

waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok

adalah membuat klien menjadi sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal ini, membuat

perubahan, atau ketiganya. TAK dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu: stimulasi persepsi,

stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi (Keliat & Akemat, 2008). Program TAK

merupakan salah satu asuhan keperawatan pada gangguan jiwa tidak hanya difokuskan pada

aspek psikologis, fisik, dan sosial tetapi juga kognitif. TAK merupakan suatu psikoterapi

yang dilakukan sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain

yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis. Ada beberapa terapi modalitas yang

dapat diterapkan salah satunya adalah TAK Stimulasi Persepsi. Pengertian TAK stimulasi

persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami

kemunduruan orientasi, menstimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses berpikir

dan afektif serta mengurangi perilaku maladaftif (Keliat & Akemat, 2008).

Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan jiwa adalah gangguan

persepsi sensori. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Handayani di Rumah Sakit

Jiwa Provinsi Jawa Barat diperoleh data sebanyak 3711 orang pasien yang dirawat

selama tahun 2011. Kasus yang paling banyak adalah skizofrenia dengan halusinasi

yaitu 55, 71%. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu berupa

2
suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang

sebenarnya tidak ada (Keliat, 2010). Depertemen Kesehatan (2000) dalam Dermawan &

Rusdi (2013) halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat

kesadaran individu penuh atau baik. Dampak dari halusinasi yang diderita klien diantaranya

dapat menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan asyik dengan fikirannya sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas maka sangat penting sekali di lakukan TAK pada pasien

dengan gangguan jiwa.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana definisi Terapi Aktivitas Kelompok pada pasien halusinasi?

2) Apa tujuan melaksanakan terapi aktivitas kelompok pada pasien halusinasi?

3) Apa saja kegiatan terapi aktivitas kelompok?

C. Tujuan

1) Mengetahui apa itu terapi aktivitas kelompok.

2) Mengetahui tujuan terapi aktivitas kelompok pada pasien halusinasi.

3) Mengetahui apa saja kegiatan pada terapi aktivitas kelompok pada pasien halusinasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Topik

 Halusinasi

B. Tujuan

1) Tujuan umum: Klien mampu mengontrol halusinasi.

2) Tujuan khusus:

(1) Klien dapat menjelaskan cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi halusinasinya.

(2) Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi yang telah diajarkan.

(3) Klien dapat mempraktikkan cara menghardik halusinasi

C. Pengertian/ Landasan Teori

Halusinasi, merupakan respon neurobiologis maladaptif dari hasil persepsi sensorik palsu

tidak terkait dengan rangsangan eksternal yang nyata, yang kemungkinan melibatkan salah

satu panca indra (Towsend, 2014; Stuart & Sundeen, 2012). Pada klien dengan gangguan

jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya adalah:

1) Halusinasi pendengaran yaitu karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama

suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa

yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2) Halusinasi penglihatan yaitu hal visual dapat terdiri dari gambar terbentuk, seperti orang,

atau gambar berbentuk, seperti kilatan cahaya.

3) Halusinasi penciuman yaitu karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan

bau yang menjijikkan seperti darah, urine atau feses.

4) Halusinasi peraba yaitu persepsi yang salah dari rasa sentuhan, sering sesuatu pada atau di

bawah kulit.

4
5) Halusinasi pengecap/gustatory yaitu persepsi yang salah dari rasa.

Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan

aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan/atau kehidupan untu

didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi

atau alternatif penyelesain masalah (Keliat, 2015). Tujuan umum TAK stimulasi persepsi

adalah klien memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh

paparan stimulus kepadanya. Sementara tujuan khususnya adalah klien dapat

mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya secara tepat dan klien dapat

menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.

D. Klien

TAK lebih difokuskan kepada klien yang memiliki masalah halusinasi. Pemilihan klien

dengan masalah halusinasi berdasarkan karakteristik yang ada pada klien.

1) Karakteristik/Kriteria:

(1) Klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

(2) Klien yang mengikuti TAK dalam keadaan tenang dan dapat diajak kerjasama.

2) Proses seleksi anggota kelompok:

(1) Hasil dari pengkajian melalui interaksi secara langsung.

(2) Hasil observasi klien setiap hari.

(3) Informasi dan keterangan perawat atau rekam medis.

(4) Mengadakan kontrak dengan klien, yaitu kesediaan klien untuk mengikuti kegiatan

berdasarkan kesepakatan mengenai kegiatan, tempat, dan waktu.

E. Pengorganisasian

1) Waktu

(1) Hari / Tanggal: Rabu, 10 Januari 2018

(2) Waktu: 14.00-14.30 WIB (30 menit).

5
(3) Tempat: Ruang Merpati RSJ Provinsi Jawa Barat

2) Tim Terapis

(1) Leader: Lindy Fatu

 Tugas:

 Menyusun rencana, membuka, dan menutup TAK.

 Memperkenalkan diri, fasilitator, observer dalam TAK.

 Menjelaskan tujuan dan peraturan dalam TAK.

 Memfasilitasi peserta TAK untuk memperkenalkan diri.

 Mengarahkan proses TAK dalam mencapai tujuan dengan cara memberikan

motivasi kepada peserta yang terlibat dalam kegiatan.

 Memfasilitasi setiap peserta TAK untuk menceritakan halusinasinya dan

memperagakan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik.

 Sebagai role model.

 Mengkondisikan TAK berjalan lancar dan kondusif.

(2) Co-Leader: Henson Malon Sihombing

 Tugas:

 Membantu leader dalam mengorganisasi peserta TAK.

 Membantu mengobservasi kemampuan peserta dalam TAK.

 Mengingatkan leader jika kegiatan tidak sesuai.

 Membantu menggerakkan peserta untuk aktif dalam TAK.

(3) Fasilitator: Mursito Hutagalung, Fransisca,Grace Ludji Leo

 Tugas:

 Memfasilitasi peserta TAK untuk berperan aktif menceritakan halusinasinya dan

memperagakan cara menghardik halusinasi.

 Membantu peserta TAK memperagakan cara menghardik halusinasi yang benar.

6
 Mempertahankan kehadiran peserta TAK.

(4) Observer: Suy Grace Nainggolan

 Tugas:

 Mencatat dan mengidentifikasi jumlah peserta TAK dan seluruh proses jalannya

TAK.

 Mengobservasi dan mencatat setiap respon klien dalam kegiatan TAK.

 Memberi umpan balik kepada kelompok.

 Mengidentifikasi strategi yang digunakan leader.

3) Metode, Media serta Setting Tempat

(1) Metode:

 Diskusi dan tanya jawab.

 Simulasi.

(2) Media/Alat:

 Kursi.

 Tape recorder.

 Lagu yang gembira dan semangat.

 Bola kecil.

 Buku catatan dan pulpen.

(3) Setting Tempat:

a. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.

b. Ruangan nyaman dan tenang.


CL L
c. Sketsa Keterangan :
K K

F3 F1
K K

O K F2

7
L: Leader, CL: Co-Leader, F1-3: Fasilitator 1-3, K: Klien, O: Observer

F. Proses Pelaksanaan

1) Persiapan

(1) Mempersiapkan klien untuk berkumpul dan duduk melingkar.

(2) Membuat kontrak dengan klien.

(3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2) Orientasi

(1) Salam terapeutik

a. Salam dari terapis kepada klien.

b. Perkenalkan nama dan panggilan terapis.

c. Menanyakan nama dan panggilan semua klien.

(2) Evaluasi/Validasi

a. Menanyakan perasaan klien saat ini.

b. Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu, situasi, dan

perasaan.

(3) Kontrak

a. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu dengan latihan

cara mengontrol halusinasi.

b. Terapis menjelaskan aturan main berikut.

c. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada

terapis.

d. Lama kegiatan 30 menit.

e. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3) Tahap kerja

8
(1) Terapis meminta klien yang mengalami halusinasi untuk menunjuk tangan dan

menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi dan bagaimana

hasilnya.

(2) Memberikan pujian pada klien yang selesai bercerita.

(3) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi saat

halusinasi muncul.

(4) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu memfokuskan diri dan

mengatakan “pergi jangan ganggu saya, saya tidak mau mendengar suara palsu”.

(5) Musik dihidupkan dan minta klien mengedarkan bola searah jarum jam.

(6) Pada saat musik dihentikan, klien yang memegang bola mendapatkan kesempatan

untuk memperagakan cara menghardik halusinasi, sampai semua klien mendapatkan

giliran.

(7) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk pandu positif setiap

klien memperagakan menghardik halusinasi.

4) Tahap terminasi

(1) Evaluasi

 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

 Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

(2) Tindak Lanjut

 Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika

halusinasi muncul.

(3) Kontrak yang akan datang

 Terapis dan klien membuat kesepakatan tentang TAK selanjutnya, yaitu mengontrol

halusinasi dengan melakukan kegiatan.

 Terapis dan klien membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

9
G. Evaluasi dan Dokumentasi

1) Evaluasi

(1) Evaluasi struktur

a. Semua media tersedia dengan lengkap.

b. Tempat dan waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan dan kesepakatan.

c. Klien dan mahasiswa hadir tepat waktu.

(2) Evaluasi proses

a. Sebanyak 100% klien hadir.

b. Semua peserta TAK mengikuti acara hingga selesai.

c. Terapis mengetahui alur jalannya kegiatan dan menguasai materi yang

disampaikan kepada klien serta mendampingi klien yang kesulitan mengikuti

kegiatan.

(3) Evaluasi hasil

 Sebanyak 100 % klien dengan halusinasi dapat menceritakan halusinasinya dan

memperagakan cara menghardik halusinasi.

10
Formulir Evaluasi

Sesi 2: TAK Stimulasi Persepsi: Halusinasi

No Nama Klien Menyebut Cara yang Menyebut Efektifitas Memperagakan

Selama Ini digunakan Cara Mengatasi Cara Menghardik

mengatasi Halusinasi Halusinasi Halusinasi


1. Imas √ √ √
2. Agni √ √ √
3. Anita √ √ √
4. Enok √ √ √
5. Ratna √ √ √

Petunjuk:

1) Tulis nama panggilan klien dengan halusinasi yang ikut TAK pada kolom nama klien.

2) Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi: isi, waktu situasi, dan

perasaan. Beri tanda (√) jika klien mampu dan tanda (-) jika klien tidak mampu.

Daftar Pustaka

11
Chaudhary, R., Ragnekar, S., & Barua, M. (2010). Relation Between Human Resource

Development Climate and Employee Engagement: Result from India. Europe’s

Jurnal of Psychology, 7 (4), 664-685. Retrived from www.ejop.org.

Departemen Kesehatan. (2008). Republik Indonesia. Jakarta: Riset Kesehatan.

Dermawan & Rusdi (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan

Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Handayani. (2013). Tingkat Kemandirian Pasien Mengontrol Halusinasi setelah Terapi

Aktivitas Kelompok. Universitas Padjajaran: Fakultas Keperawatan, 1(1), 1-7.

Keliat & Akemat. (2008). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi I. Jakarta: EGC

Keliat. (2010). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta:

EGC.

Keliat. (2015). Manajemen keperawatan psikososial & kader kesehatan jiwa: CMHN

(Intermediate Course). Jakarta: EGC.

Stuart & Sundeen. (2012). Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Susana dan Hendarsih. (2012). Terapi Modalitas: Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:

EGC.

Townsend. (2014). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri:

Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Alih bahasa, Novi Helena C.

Daulima: editor, Monica Ester. Edisi 5. Jakarta: EGC.

World Health Organization (WHO)

12

Anda mungkin juga menyukai