Anda di halaman 1dari 16

PROSES INOVASI KURIKULUM; DIFUSI DAN DISEMINASI INOVASI SERTA

PROSES KEPUTUSAN INOVASI

Achmad Fauzi
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia, 40614
Email: achmadfauzi160889@gmail.com

DIKDIK SUNANDAR
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia, 40614
Email:

PANDOE
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. A. H. Nasution No. 105 Cibiru, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia, 40614
Email:

ABSTRAK
Inovasi kurikulum dan pembelajaran adalah suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam
bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan dan dikelolah. Jadi kalau difusi
terjadi secara sepontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Ini berbeda dengan difusi yang merupakan
alur komunikasi spontan. Diseminasi merupakan tindak inovasi yang disusun menurut perencanaan yang
matang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan inovasi kurikulum dalam pembelajaran; difusi,
diseminasi dan pengambilan keputusan dalam inovasi. Penelitian ini menggunakan jenis studi kepustakaan
(library research), metode deskriptif dan pendekatan kualtitatif. Pendekatan ini digunakan karena data-data
atau bahan-bahan yang diperlukan dalam menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik
berupa buku, ensklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya. Masing-masing kurikulum
memiliki warna dan ciri khas tersendiri. Warna dan ciri khas tiap kurikulum menunjukkan kurikulum
berusaha menghadirkan sosok peserta didik yang paling pas dengan jamannya. Namun, ada beberapa
masalah yang dihadapi oleh bangsa ini di dalam bidang pendidikan, dimana masalah tersebut bisa menjadi
sumber atau penyebab adanya inovasi, masalah-masalah tersebut yaitu: masalah relevansi pendidikan,
masalah kualitas pendidikan, masalah efektifitas dan efesiensi, masalah daya tampung yang terbatas. Dengan
adanya inovasi pendidikan khususnya di bidang kurikulum dan pembelajaran, diharapkan nantinya bisa
memberikan solusi kongrit terhadap masalah yang ada.
Kata Kunci: Inovasi, Kurikulum, Difusi, Diseminasi,
PENDAHULUAN
UU No. 20 Tahun 2003 sisdiknas menyatakan bahwa pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi murid
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pentingnya
peranan pendidikan dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa di Indonesia tercermin secara
jelas dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang antara lain menyebutkan bahwa salah
satu tujuan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa secara menyeluruh dan merata.1
Dengan kata lain tujuan pendidikan nasional salah satunya berupaya dalam pencapaian
manusia seutuhnya melalui pengetahuan keagamaan yang dapat menguatkan pondansi keyakinan
dirinya sendiri, sehingga mampu mengatasi gejolak emosi dengan menguasai berbagai keterampilan
emosional yang mencakup mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi
orang lain, dan mampu membina hubungan dengan orang lain.2
Kehidupan pendidikan semakin berkembang dengan lajunya zaman. Pendidikan tidak
mungkin terdampak proses globalisasi, antara lain merespon proses pendidikan dengan
menciptakan sistem pendidikan yang lebih akomodatif terhadap perkembangan zaman, sehingga
outputnya dapat berperan secara efektif dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu pendidikan
harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi
yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana yang penuh kebebasan, kebersamaan dan
tanggungjawab.3
Pendidikan sangat urgen perannya di dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan
kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa dan menjadi
cerminan kemajuan masyarakatnya.4Sehingga sektor pendidikan harus mendapat porsi yang lebih
dari berbagai pihak yang berkompeten.
Salah satu prioritas pembangunan pendidikan nasional dalam kaitannya dengan
pengembangan kualitas sumber daya manusia ialah menyangkut peningkatan mutu setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut ada tiga faktor utama yang menjadi
titik perhatian, yaitu: pertama, berkaitan dengan kecukupan sumber-sumber pendidikan untuk
menunjang proses pendidikan, dalam arti kecukupan penyediaan jumlah dan mutu guru serta
kependidikan lainnya, buku teks bagi murid dan perpustakaan, dan sarana prasarana belajar;
kemduian yang kedua, mutu proses pendidikan itu sendiri dalam arti kurikulum dan pelaksanaan
pengajaran untuk mendorong para siswa belajar lebih efektif; dan yang ketiga, mutu output dari
proses pendidikan, dalam arti ketrampilan dan pengetahuan yang telah diperoleh para siswa. 5
Pemerintah pusat dan daerah telah banyak berusaha untuk meningkatkan pemerataan
kesempatan memperoleh kesempatan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Upaya itu
antara lain membangun gedung sekolah, membangun ruang kelas baru, merehabilitasi gedung,
mengembangkan sekolah terbuka dan pendidikan luar sekolah, mengadakan laboratorium dan
perpustakaan sekolah, dan menatar pendidik dan tenaga kependidikan. Akan tetapi di samping
upaya pemerintah tersebut, diharapkan sekolah sendiri melakukan berbagai usaha dan terobosan
untuk meningkatkan daya tampung sekolahnya serta usaha-usaha untuk meningkatkan mutu
pendidikan di masing-masing sekolah. 6
Proses pembelajaran masyarakat juga dilakukan oleh pemerintah dan swasta melalui berbagai
penyuluhan atau penataran. Masyarakat sendiri terkadang tidak sepenuhnya menyadari bahwa
melalui kegiatan itu terjadi belajar-membelajarkan yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya
menjadi lebih sejahtera dan menyenangkan.
Sementara itu harus diakui bahwa salah satu faktor yang menghambat peningkatan kualitas
pendidikan di madrasah adalah manajemen (pengelolaan). Ini adalah tanggung jawab kepala
madrasah. Bersama dengan semua pihak yang terlibat dalam madrasah, baik itu guru, karyawan,
siswa maupun orang tua siswa, kepala madrasah hendaknya mampu mengompakkan dalam
1
Achmad Fauzi, “Pendidikan Karakter Melalui Reward and Punishment”, Tesis Pascasarjana, (Bandung:
Perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati, 2017),1. T.d.
2 Achmad Fauzi, “Pendidikan Karakter Melalui Reward and Punishment”, 2
3 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan. (Yogyakarta: Bigraf, 2000), 90
4 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 27
5 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan Pengembangan Kurikulum hingga Redefinisi

Islamisasi Pengetahuan. (Bandung: Nuansa, 2003), 204


6
Dini Putri Haryanto, “Inovasi Pembelajaran.” Jurnal Perspektif Ilmu Pendidikan Vol. 16, (2007): 102-119
pandangan yang sama mengenai arah dan tahap-tahap pengembangan madrasah.7 Kondisi ini
antara lain yang mendorong munculnya perubahan dan pemikiran-pemikiran inovatif tentang
pemberdayaan sistem pendidikan yang terwujud dalam modifikasi kurikulum.
Kurikulum memegang peranan penting dalam suatu pendidikan karena kurikulum adalah
kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang mencakup berbagai rencana
kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi
belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang
mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. Berhasil tidaknya suatu
pendidikan suatu bangsa salah satu yang berperan penting adalah kurikulum yang diterapkan.
Inovasi dalam kurikulum dan pembelajaran ini diperlukan karena adanya beragam masalah
yang terjadi dalam pendidikan. Salah satunya adalah masalah relevansi pendidikan, yaitu bagaimana
menyesuaikan dan menyelaraskan pendidikan dengan tuntutan masyarakat maupun dunia kerja
yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya. Selain itu terdapat masalah kualitas
pendidikan, masalah tingkat efektivitas dalam proses pembelajaran, masalah pemerataan
pendidikan, masalah daya tampung sekolah yang terbatas dan masalah-masalah lain yang kemudian
muncul. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Mujadallah ayat 11:
ُ ‫َّللاُ لَ ُك ْم ۖ َوإِذَا ِقي َل ا ْن‬
‫ش ُزوا‬ َّ ِ‫سح‬ َ ‫س ُحوا يَ ْف‬َ ‫س ُحوا ِفي ْال َم َجا ِل ِس فَا ْف‬ َّ َ‫َيا أَ ُّي َها َّالذِينَ آ َمنُوا ِإذَا ِقي َل لَ ُك ْم تَف‬
‫َّللاُ ِب َما تَ ْع َملُونَ َخ ِبير‬َّ ‫ت ۚ َو‬ ٍ ‫َّللاُ الَّذِينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّذِينَ أُوت ُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجا‬
َّ ‫ش ُزوا يَ ْرفَ ِع‬ ُ ‫فَا ْن‬
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis",
maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadalah :11)
Dalam ayat ini terdapat beberapa anjuran dan usaha untuk memenuhi kriteria pendidikan
yang akan berhubungan dengan moralitas siswa yakni dengan menginovasi suatu kurikulum. Secara
sederhana, inovasi mempunyai makna pembaharuan yang berdekatan dengan perubahan atau
perbaikan. Perubahan adalah satu hal wajar terjadi, para filosof berpendapat bahwa tidak ada
satupun di dunia ini yang abadi kecuali perubahan. Perubahan ini merupakan suatu keniscayaan
yang harus terjadi tetapi tidak jarang dihindari oleh manusia. Semua perubahan akan mendapatkan
resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum, metode, model dan media.
Dalam hal ini peneliti menekankan inovasi-inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran.
Diperlukan suatu rancangan yang matang dalam pengembangan kurikulum. Dalam kurikulum
terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan dan perbuatan pendidikan. Oleh karena kedudukannya
yang sangat penting, maka kurikulum harus selalu dikaji apakah kurikulum yang berlaku sudah
berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi inovasi-
inovasi yang perlu dikembangkan sesuai dengan apa yang diharapkan dan dicita-citakan oleh
masyarakat pada umumnya.

METODE PENELITIAN
Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Objek yang diteliti adalah konsep inovasi
kurikulum; difusi, diseminasi dan pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan jenis studi kepustakaan atau Library Research dengan pendekatan kualitatif dan metode
deskriprif. Dalam hal persiapan, studi kepustakaan sama dengan penelitian lainnya akan tetapi
sumber dan metode pengumpulan data dengan mengambil data di pustaka, membaca, mencatat,
dan mengolah bahan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
INOVASI KURIKULUM; DIFUSI DAN DISEMINASI INOVASI SERTA PROSES
KEPUTUSAN INOVASI
Inovasi merupakan berasal dari “innovation” yang diterjemahkan dengan arti segala hal yang
baru atau pembaharuan.8 Kata ‘inovasi’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan
penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Sa’ud
menjelaskan inovasi adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai
suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil

7 Ibid, 51
8 Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2011), 2
invention maupun diskoveri. Dalam hal ini inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau
untuk memecahkan suatu masalah tertentu.9
Sementara itu Rusydi Ananda, dan Amiruddin mengakatakan bahwa inovasi adalah suatu ide,
benda, peristiwa, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat) sebagai hasil invensi maupun diskoveri yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.10
Dapat disimpulkan inovasi ialah suatu perubahan yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda
dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam
rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan. Istilah perubahan dan pembaruan ada
perbedaan dan persamaannya. Perbedaannya, kalau pada pembaruan ada unsur kesengajaan.
Persamaannya yakni memiliki unsur yang baru atau lain dari sebelumnya.
Hal tersebut menjadi penyebab lembaga pendidikan memerlukan inovasi yang menyangkut
pada masalah bagaimana mengembangkan kurikulum pembelajaran dengan melihat situasi dan
kondisi yang ada, dan juga bagaimana agar proses tersebut tidak terdapat hambatan serta ganguan
baik internal maupun eksternal yang menyangkut kelembagaan maupun lingkungan sekitarnya.11
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum adalah suatu hal yang esensial dalam suatu
penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu
kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik komplit dengan cara
pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu.12
Dalam UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa,
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan tertentu. Dapat didefinisikan bahwa kurikulum adalah salah satu instrumen yang
menentukan proses belajar mengajar. Tanpa kurikulum yang baik, tujuan pendidikan sekolah tidak
akan tercpai. Pelaksanaan kurikulum idealnya mampu diselesaikan dengan situasi dan kondisi yang
ada pada suatu tempat
Faktor munculnya inovasi dalam kurikulum dan pembelajaran karena adanya beragam
masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah masalah relevansi pendidikan,
yaitu bagaimana menyesuaikan dan menyelaraskan pendidikan dengan tuntutan masyarakat
maupun dunia kerja. Selain itu ada juga masalah kualitas pendidikan, masalah tingkat efektivitas
dalam proses pembelajaran, masalah pemerataan pendidikan, masalah daya tampung sekolah yang
terbatas dan masih banyak lagi permasalah-permasalahan yang ada pada dunia pendidikan.
Prastyawan mengatakan bahwa “Inovasi kurikulum dan pembelajaran adalah suatu ide, gagasan atau
tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan”. Inovasi dalam pendidikan terkhususnya pada kurikulum dan
pembelajaran adalah hal yang penting bagi peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Inovasi dalam
kurikulum dan pembelajaran dilakukan dengan melibatkan pendidik dan peserta didik. 13
Inovasi kurikulum pada dasarnya merupakan hasil pemikiran yang bercirikan hal baru, baik
berupa praktik-praktik tertentu, atau berupa produk dari suatu hasil olah piker dan olah teknologi
yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan
persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu keadaan yang lebih baik. Dalam bidang pendidikan,
misalnya, untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, telah banyak dilontarkan model-
model inovasi dalam berbagai bidang, antara lain: usaha pemerataan pendidikan, peningkatan mutu,
peningkatan efisensi dan efektifitas pendidikan, dan relevansi pendidikan. Beberapa contoh
inovasi, antara lain: program belajar jarak jauh yang saat ini sedang dijalakan oleh masyarakat
Indonesia berkaitan dengan covid-19, kemudian pembelajaran yang pada awalnya berpusat pada
guru (teacher centered) berubah menjadi berpusat pada siswa (student centered).
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum merupakan berbagai hal yang harus dijadikan
patokan dalam menentukan hal-hal yang berkenaan dengan pengembangan kurikulum, terlebih
9Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, 3
10Rusydi Ananda, dan Amiruddin, Inovasi Pendidikan: Melejitkan Potensi Teknologi dan Inovasi Pendidikan. (Medan:
Widya Puspita, 2017), 2
11 Muhammad Rasyidi, “Inovasi Kurikulum di Madrasah Aliyah.” Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan

Kemasyarakatan, Vol. 13, No. 1, (2019): 33-50


12 Rusman, Manajemen Kurikulum, Seri II. (Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2009), 3
13 Prastyawan, “Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran.” Jurnal Al Hikmah, Vol. 1, No. 2, (2011): 170-181
dalam fase perencanaan kurikulum. Prinsip tersebut adalah; pertama prinsip relevansi dan
pemecahan masalah yaitu disusun sesuai kebutuhan hidup siswa, sehingga berguna nantinya.
Kedua, prinsip efektivitas dan motif yaitu dijadikan pendorong agar tercapai kurikulum tersebut.
Ketiga, prinsip efisiensi dan latar yaitu memanfaatkan segala sesuatu yang ada. Keempat, prinsip
kontinyuitas yaitu materi disampaikan dari dari tingkat dasar kemudian berkembang ke tingkat yang
lebih tinggi. Kelima, prinsip fleksibilitas dan perbedaan individu yaitu kemungkinan siswa
berkembang untuk memiliki alternatif lain untuk dapat melayani perbedaan individu.
Adapun ciri utama dalam inovasi dalam kurikulum; pertama, memiliki kekhasan/khusus,
kemudian memiliki ciri atau unsur kebaruan, selanjutnya program inovasi dilaksanakan melalui
program terencana, dan yang terakhir inovasi yang digulirkan memiliki tujuan. Inovasi kurikulum
dan pembelajaran haruslah membawa perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Tentu saja harus
tetap selaras juga dengan tujuan yang telah direncanakan agar tidak terjadi ketimpangan di masa
mendatang.14
Masalah-masalah yang terjadi dalam inovasi kurikulum dibedakan menjadi empat. Pertama,
masalah relevansi pendidikan berkaitan dengan tujuan tuntutan di era modern. Kedua, masalah
mutu berkaitan dengan peningkatan aspek pendidikan demi menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Selanjutnya, masalah efisiensi yang berkaitan dengan usaha memanfaatkan kesempatan dalam
proses pendidikan. Terakhir, pemerataan pendidikan yaitu member kesempatan yang belum pernah
mengenyam pendidikan dengan sistem desentralisasi.
Dalam penyusunan kurikulum, perlu diperhatikan struktur materi. Hubungan vertikal yakni
materi pengajaran berkaitan dengan waktu. Hubungan horizontal, yaitu materi pengajaran dalam
kelas berkaitan antara materi pelajaran lainnya. Dan, terdapat tiga kriteria dalam struktur materi,
yaitu berkesinambungan, berurutan, dan keterpaduan.
Untuk memahami perlunya perubahan pendidikan atau kebutuhan adanya inovasi, ada tiga
hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu: (1) kegiatan belajar
mengajar, (2) faktor internal dan eksternal, dan (3) sistem pendidikan (pengelolaan dan
pengawasan).
Pertama, faktor kegiatan belajar mengajar; kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan
belajar mengajar adalah kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Guru sebagai tenaga yang
telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang
untuk mengelola kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan institusional
yang telah dirumuskan. Akan tetapi, dalam pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan belajar mengajar
terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan belajar
mengajar adalah kegiatan yang kurang profesional, kurang efektif, dan kurang perhatian.15
Kedua, faktor internal dan eksternal; Perencana inovasi pendidikan harus memerhatikan
kelompok yang memengaruhi dan kelompok yang dipengaruhi oleh sekolah (sistem pendidikan).
Faktor internal yang memengaruhi pelaksanaan sistem pendidikan dan inovasi pendidikan adalah
siswa. Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap proses inovasi karena tujuan pendidikan untuk
mencapai perubahan tingkah laku siswa. Jadi, siswa sebagai pusat perhatian dan bahan
pertimbangan dalam melaksanakan berbagai macam kebijakan pendidikan.
Faktor eksternal yang mempunyai pengaruh dalam proses inovasi pendidikan adalah
orangtua. Orangtua murid ikut mempunyai peranan dalam menunjang kelancaran proses inovasi
pendidikan, baik sebagai penunjang yang secara moral membantu dan mendorong kegiatan siswa
untuk melakukan kegiatan belajar sesuai dengan yang diharapkan sekolah, maupun sebagai
penunjang pengadaan dana.16
Ketiga, sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan); Penyelenggaraan pendidikan di
sekolah diatur dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah. Penanggung jawab sistem pendidikan
di Indonesia adalah Departemen Pendidikan Nasional yang mengatur seluruh sistem berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang diberlakukan. Dalam kaitan dengan berbagai macam aturan dari
pemerintah tersebut, timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru untuk mengambil
kebijakan dalam melakukan tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi
setempat. Demikian pula, sejauh mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk

14 Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum & Pembelajaran. (Jakarta: Rajawali Pers.,

2011), 265
15 Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 79
16 Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan, 80
meningkatkan kemampuan profesionalnya guna menghadapi tantangan kemajuan zaman. Dampak
dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan profesional serta keterbatasan
kewenangan mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugas bagi guru, dapat menyebabkan
timbulnya siklus otoritas yang negatif.17
Selain faktor pendukung dalam inovasi kurikulum, terdapat enam faktor utama penghambat
diantaranya; (1) estimasi tidak tepat terhadap inovasi, (2) konflik dan motivasi, (3) inovasi tidak
berkembang, (4) masalah keuangan, (5) penolakan inovasi, dan (6) kurangnya adanya hubungan
sosial.
Pertama, estimasi tidak tepat terhadap inovasi; hambatan yang disebabkan oleh tidak
tepatnya perencanaan atau estimasi dalam proses difusi inovasi antara lain, tidak tepat dalam
mempertimbangkan implementasi inovasi, kurang adanya kerja sama antarpelaksana inovasi, baik
itu antara guru dengan guru, guru dengan siswa, atau antara siswa dengan siswa, sehingga tidak
adanya persamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai didalam pelaksanaan pembelajaran,
tidak jelasnya struktur pengambilan keputusan, komunikasi yang kurang lancar, adanya tekanan
dari pemerintah untuk mempercepat hasil inovasi dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena
itu para pelaksana inovasi harus benar-benar merencanakan dan mempertimbangkan segala
kemungkinan yang akan terjadi pada tempat yang menjadi sasaran inovasi.
Kedua, konflik dan motivasi; hambatan ini diakibatkan karena adanya masalah-masalah
pribadi, seperti adanya pertentangan antar pelaku inovasi, misalnya antar anggota tim, adanya rasa
iri antara anggota yang satu dengan yang lain, ada anggota tim yang tidak semangat kerja,
berpandangan sempit, kurang adanya penguatan atau hadiah terhadap anggota yang melaksanakan
tugas dengan baik.
Ketiga, inovasi tidak berkembang; inovasi tidak berkembang karena hal-hal seperti,
lambatnya material yang diterima, alokasi dana yang tidak tepat, dipengaruhi oleh anggota lain yang
malas berinovasi, pergantian pengurus dan manajemen kepala sehingga mengganggu kontinuitas
tugas.
Keempat, masalah keuangan; yang termasuk dalam hambatan keuangan yaitu tidak
memadainya dana subsidi dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat lewat Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), dan penundaan penyampaian dana yang dilakukan oleh Bendahara
sekolah. Oleh karena itu dituntut kemampuan untuk mencari sumber-sumber dana lain yang akan
digunakan untuk pembiayaan pelaksanaan inovasi.
Kelima, penolakan inovasi dari kelompok tertentu; penolakan inovasi yang dimaksud bukan
penolakan karena kurang dana atau masalah personalia, tetapi penolakan masuknya inovasi karena
beberapa faktor berikut, yaitu adanya pertentangan dalam memandang inovasi, adanya kecurigaan
masyarakat akan masuknya inovasi tersebut.
Keenam, kurang adanya hubungan sosial; faktor terakhir ini terdiri dari dua hal, yaitu
hubungan antar anggota kelompok pelaksana inovasi dan hubungan dengan masyarakat. Hal ini
disebabkan karena adanya ketidakharmonisan antar anggota proyek pelaksnaaan inovasi
pendidikan.18
Contoh Inovasi dalam Kurikulum
Sebagai usaha mengefektifkan pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah terus-menerus
malakukan berbagai perbaikan dan pembaharuan pendidikan dan kurikulum. Beberapa pembaruan
(inovasi) yang telah dilakukan dikemukakan di bawah ini :
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh
setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Sebagai kurikulum operasional, KTSP
memiliki karakteristik sebagai berikut:19
Pertama, KTSP adalah kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat kita lihat dari struktur kurikulum KTSP
yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Setiap mata pelajara
yang harus dipelajari ituselain sesuai dengan nama-nama disiplin ilu juga ditentukan jumlah jam

17 Rusdiana, 83
18 Jangnoer Putra Galuh, “Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Inovasi Pendidikan, 14
Desember 2018.” KUPDF. https://kupdf.net/download/faktor-penghambat-dan-pendukung-dalam-pelaksanaan-
inovasi-pendidikan_5c1300a7e2b6f5bc3f5f940e_pdf. (diakses 31 Maret 2020)
19 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 18-29
pelajaran secara ketat, maka dapat dikatakan bahwa KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi
pada sdisiplin ilmu.
Kedua, KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengemangan individu. Hal ini dapat
dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitasa siswa
untuk mencari dan menemukan sendiri matei pelajaran melalui berbagai pendikatan dan strategi
pembelajaran yang disarankan misalnya, melalui CTL, inkuiri, pembelajaran fortopolio dan lain
sebagainya. Demikian juga, secara tegas dalam struktur kuikulum terdapat komponen
pengembangan diri.
Ketiga, KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Hal ini tampak pada
salah satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkunganya. Dengan demikian, maka KTSP adalahkurikulum yang
dikembangkan oleh daerah. Bahkan, dengan program muatan lokalnya KTSP didasarkan pada
keberagaman kondisi, social, budaya yang berbeda masing-basing daerahnya.
Keempat, KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar
kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian di jabarkan pada indicator hasil belajar, yakni
sejumlah perilaku yang terukur sebagian bahan penilaian.
Pengajaran melalui modul
Pengajaran melalui modul merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang pernah ada
di Indonesia yang digunakan dalam berbagai penyelenggaraan pendidikan baik formal maupun non
formal.
Dalam konkeks pembelajaran, modul dapat diartikan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri
sendiri yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu peserta didik
mencapai sejumlah tujuan yang durumuskan secra khusus dan jelas. Dalam sebuah modul
durumuskan suatu unit pengajaran secara jelas, mulai dari tujuan yang harus dicapai, petunjuk
pembelajaran atau rangkaian pembelajaran atau rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan
siswa, materi pembelajaran sampai kepada evaluasi beserta pedoman menentukan keberhasilannya.
Dengan demikian, melalui modul siswa dapat belajar mandiri (self instructon), tanpa bantuan guru.20

DIFUSI INOVASI KURIKULUM


Munculnya teori difusi inovasi di mulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1930, ketika
seorang Sosiolog Perancis Gabriel Tarde, memperkenalkan kurva difusi berbentuk S (S-shaped
diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi
seseorang atau sekelompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu, di
mana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan
dimensi waktu.21

Gambar 1. S-shaped diffusion Curve22


Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan
kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (2003) menyatakan “Tarde’s S-
shapped diffusion curve is of current importance because “most innovation have an S-shaped rate of adoption”. Dan

20 Winkel, Psikologi Pengajaran. (Yogyakarta: Media Abadi, 2009), 472


21 Rusydi Ananda, dan Amiruddin, Inovasi Pendidikan: Melejitkan Potensi Teknologi dan Inovasi Pendidikan, 66
22 Ibid.
sejak itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian
sosial.23
Difusi inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Dalam Sciffman dan
Kanuk mendefinisikan difusi sebagai (the process by which an innovation is communicated through certain
channels overtime among the members of a social system), difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang
berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru inovasi. Sedangkan komunikasi
didefinisikan sebagai proses di mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar
informasi untuk mencapai pengertian bersama. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses di
mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara
para anggota suatu sistem sosial.24Diantara anggota atau unit sistem sosialnya yaitu kepala sekolah,
guru, dan siswa dari sekolah.
Difusi tidak dapat terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah
diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa
individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Tujuan utama difusi inofasi adalah
diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa
individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Selain itu tujuan dari inovasi adalah
untuk mencapai kesetimbangan dinamis dalam sistim sosial. Diantara anggota atau unit sistem
sosialnya yaitu kepala sekolah, guru, dan siswa dari sekolah.
Ada tiga variabel utama atau komponen difusi yakni: 1) karakteristik inovasi; 2) karakteristik
inovator; dan 3) konteks lingkungan (environmental context). Ketiga komponen utama difusi tersebut
masing-masing akan dideskripsikan secara lebih mendetail sebagai berikut ini:
Karakteristik Inovasi, merupakan karakteristik khusus yang memodulasikan proses difusi,
terdiri dari dua komponen yakni, konsekuensi public versus private dan benefits versus costs. Konsekuensi
public versus private merujuk pada dampak adopsi inovasi pada kelompok tertentu dan bukan pada
aktor inovasi. Meskipun kedua tipe inovasi berdampak pada perubahan-perubahan yang bersifat
sosial, namun prosedur penyaluran informasi dari sumber ke adopter berbeda-beda, tergantung
pada dampak atau efek-efek inovasi yang dihasilkan. Perbedaan tersebut terutama terletak pada
mekanisme interaksi antara sumber inovasi dengan adopter akibat dari proses difusi yang memang
sudah berbeda dari sejak awal. Sedangkan benefits versus costs terkait dengan variabel biaya baik yang
bersifat langsung maupun tidak langsung, serta resiko-resiko yang berhubungan dengan adopsi
sebuah inovasi. Pembiayaan inovasi seringkali menjadi faktor penghambat proses adopsi, terutama
ketika biaya proses adopsi melampaui jumlah biaya yang dimiliki oleh adopter.
Karakteristik Inovator, terdiri dari enam variabel yang berkontribusi terhadap keberhasilan
adopsi inovasi. Keenam variabel tersebut adalah entitas sosial inovator, tingkat familiaritas atau
seberapa dalam pengetahuan yang dimiliki adaptor terhadap inovasi tersebut, karaktersitik status,
karaktersitik sosial dan ekonomi, posisi jaringan sosial, dan karaktersitik personal.
Konteks Lingkungan, merupakan elemen fundamental dalam teori adopsi inovasi yaitu suatu
pengakuan bahwa inovasi bukan merupakan sesuatu yang independen dari konteks lingkungannya
melainkan berkembang dalam konteks kultural dan ekologi yang spesifik, oleh karenanya
keberhasilan sebuah transmisi inovasi (proses difusi) sangat tergantung pada kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru ketika memasuki dan selama proses difusi berlangsung.
Konteks environmental terdiri dari empat elemen, yakni setting geografis, merupakan elemen yang
dapat mempengaruhi proses adopsi dengan cara mengintervensi aplikabilitas inovasi terhadap
infrastruktur ekologi adopter, misalnya ilkim, cuaca, dan komunitas desa dan perkotaan. Kultur
sosial, merupakan spektrum variabel yang lebih luas, misalnya sistem kepercayaan (nilai, norma,
bahasa, agama, ideologi), tradisionalisme kultural, homogenitas kultural, dan sosialisasi aktor-aktor
individu (pelaku inovasi).
Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap baru oleh seseorang. Menurut
Rogers terdapat lima karakter inovasi yaitu (a) relative advantages (keuntungan relatif) adalah sejauh
mana inovasi dianggap lebih baik dari ide yang lain yang menggantikannya. (b) Compatibility
(kesesuaian) adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada,
pengalaman masa lalu, dan kebutuhan melakukan adopsi. (c) Complexity (kerumitan) adalah tingkat
kesulitan umtuk memahami dan menggunakan inovasi. (d) Triability (kemungkinan dicoba) adalah

Ibid.
23
24Sylva Alkornia. “Difusi Inovasi Teknologi Green House di Kalangan Petani Mangga.” Kanal (Jurnal Ilmu
Komunikasi), Vol. 5 No. 1(2016) 75-86
sejauh mana inovasi dapat diujicoba oleh orang lain. Dan (e) Observability (kemungkinan diamati)
adalah sejauh mana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain.25
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu:26 (1) Inovasi; yaitu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh individu atau
kelompok .(2) Saluran komunikasi; yaitu bagaimana pesan itu didapat suatu individu dari individu
lainnya. Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama
lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Seperti telah diungapkan sebelumnya bahwa
difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang
dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses difusi adalah
pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang
atau beberapa orang lain. Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini,
meliputi: pertama, inovasi itu sendiri; kedua, seorang individu atau satu unit adopsi lain yang
mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi; ketiga, orang lain atau unit
adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi;
dan yang keempat, saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru
(inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman
dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum
memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter) melalui saluran
komunikasi tertentu. (3) Jangka waktu; Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses
difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal: (a) Innovation decision process,
yakni proses keputusan inovasi atau tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama
sampai ia menerima atau menolak inovasi; (b) Relative time which an inovation is adopted by individual or
group, yaitu waktu yang diperlukan oleh individu maupun kelompok untuk mengadopsi sebuah
inovasi. Dalam hal ini berkaitan dengan keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori
relatif tipe adopter (adopter awal atau akhir); dan (c) Innovation’s rate of adoption, atau tingkat/laju
adopsi inovasi ataupun rata-rata adopsi dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota
suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu. Dan (4) sistem sosial, yaitu
serangkaian bagian yang saling berhubungan dan bertujuan untuk mencapai tujuan umum. Sangat
penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah
satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah
bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu,
kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem
sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe
keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.27
Strategi Difusi Inovasi
Suparman menyatakan terdapat dua strategi yang dilakukan dalam difusi inovasi yaitu: 28
(1)strategi jalur terbuka, dan (2)strategi jalur organisasi.
Strategi jalur terbuka
Strategi jalur terbuka ditempuh dengan menjual ide baru atau inovasi agar individu yang
diharapkan dapat secara sukarela menerima dan menggunakan inovasi baru tersebut. Proses difusi
yang dilakukan pada jalur terbuka adalah: 29 (a) Agen pembaharuan dalam hal ini pendesain inovasi
ataupun pihak lain melakukan identifikasi individu atau kelompok individu yang dipandang sebagai
calon pengguna utama yaitu individu atau kelompok yang dipandang membutuhkan produk inovasi
baru dalam pekerjaannya. (b)Memperkenalkan inovasi baru melalui berbagai media massa, surat
selebaaran, leaflet dan lain-lain. Perkenalan tersebut menyangkut karakteristik dari produk inovasi
baru tersebut serta manfaatnya. (c) Melakukaan kontak individual dan tatap muka untuk membujuk
agar menerima produk inovasi baru tersebut, dalam hal ini manfaat produk inovasi baru dijelaskan
dan ditekankan. Bujukan tersebut harus dilakukan dengan baik, misalnya melalui kunjungan atau
pertemuan khusus sehingga pada akhirnya mau menerimanya. (d) Setiap ada individu atau
kelompok yang menyatakan menerima produk inovadi baru atau yang biasa disebut pengadopsi

25 Sylva Alkorniam, Difusi Inovasi Teknologi Green House di Kalangan Petani Mangga, 75-86
26 Sylva Alkorniam, 75-86
27 Suyantiningsih. “Inovasi Dan Difusi Pendidikan.” Hand-Out Matakuliah UNY Yogyakarta, (2019), 3-4
28 Suparman. Desain Instruksional Modern. Panduan Para Pengajar dan Inovator Pendidikan. (Jakarta: Erlangga, 2012),

331
29 Rusydi Ananda, dan Amiruddin, 70-71
memerlukan pendampingan oleh agen pembaharuan. Tujuannya adalah meyakinkan pengadopsi
bahwa produk inovasi baru tersebut telah dilaksanakan dengan baik sampai pengadopsi benar-
benar merasa sukses dan mendapat manfaatnya. (e)Proses pendampingan itu dapat dihentikan
apabila para pengadopsi dipandang tidak membutuhkan lagi. Namun demikian mereka masih perlu
diamati terus menerus untuk mengantisipasi adanya gejalan menghentikan penggunaan produk
inovasi baru. Dalam kasus seperti yang disebutkan terakhir, para pendamping dapat melakukan
upaya penguatan kembali. Dalam situasi di mana para pengadopsi tidak lagi memelrukan
pendamping, produk inovasi baru itu dapat dikatakan sudah menjadi bagian dari kehidupan
pengadopsinya. Statusnya sebagai inovasi sudah berubah yaitu bukan inovasi lagi sebab ia bukan
lagi sesuatu yang baru. Dan (f)membujuk para pengdopsi yang sudah mantap untuk menjadi agen
pembaruan, dengan mengajak individu lain menggunakan produk inovasi baru.
Strategi jalur organisasi
Proses strategi difusi inovasi melalui jalur organisasi dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
(a) Mengidentifikasi daftar pengambil keputusan puncak sampai lini pertama, misalnya
pejabat pada Kementerian Pendidikan Nasional, kepala dinas pendidikan propinsi, kepala dinas
pendidikan kabupaten/kota, atau organisasi yayasan pendidikan. (b) Memperkenalkan produk
inovasi baru kepada pengambil keputusan tersebut. (c) Membujuk untuk meyakinkan kehebatan
pengunaan inovasi baru dan pengaruhnya bila digunakan secara institusional oleh lembaga
pendidikan yang berada di bawahnya. Kehebatan tersebut terkait dengan kualitas, relevansi dengan
kebutuhan dan daya jangkaunya. Bujukan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan komitmen
dari pengambil keputusan agar menggunakan produk inovasi baru. (d) Membantu penggunaan
produk inovasi baru pada organisasi tersebut sampai seluruh jajaran pimpinan lini pertama terlibat
dan memiliki komitmen yang sama. Dan (e) memberi pendampingan bagi jajaran pimpinan
tersebut sampai produk inovasi baru benar-benar digunakan oleh seluruh individu pada lembaga
atau organisasi yang bersangkutan.

DISEMINASI INOVASI KURIKULUM PEMBELAJARAN


Diseminasi (bahasa inggris: dissemination) adalah suatu yang ditujukan kepada kelompok target
atau individu agar memperoleh, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan
informasi tersebut. Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan,
dan dikelola. Ini berbeda dengan difusi yang merupakan alur komunikasi spontan. Dalam
pengertian ini dapat juga direncanakan terjadinya difusi. Misalnya dalam penyebaran inovasi
penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam proses belajar mengajar. Setelah diadakan
percobaan dan siswa aktif belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan siswa aktif belajar.
Maka hasil percobaan itu perlu didesiminasikan. Untuk menyebar luaskan cara baru tersebut,
dengan cara menatar beberapa gruru dengan harapan akan terjadi juga difusi inovasi antar guru
disekolah masing-masing. Terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi kesamaan pendapat
antara guru tentang inovasi tersebut.30
Diseminasi adalah proses penyebarluasan inovasi yang direncanakan, diarahkan dan dikelola.
Itu artinya bahwa diseminasi dilakukan dengan perencanaan yang matang. Namun, diseminasi
sendiri terkadang datang setelah terjadi difusi inovasi. 31 Diseminasi merupakan tindak inovasi yang
disusun menurut perencanaan yang matang, melalui diskusi atau forum lainnnya yang sengaja
diprogramkan, sehingga terdapat kesepakatan untuk melaksanakan inovasi. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk diseminasi, karena sebarannya berdasarkan sebuah
perencanaan dengan pandangan jauh ke depan. Di dalam pelaksanaannya pun, tidak sembarang
kegiatan dapat dilakukan, namun benar-benar berdasarkan sebuah program yang terarah dan
terencana secara matang.32
Masalah yang menuntut inovasi pendidikan
Inovasi harus dapat terkomunikasikan dengan baik agar dapat lebih mudah difahami dan
diterima oleh masyarakat. karena menurut Udin Saefudin salah satu dari karakteristik Inovasi adalah
Kompleksitas artinya tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi
pengguna. Inovasi yang mudahh difahami itu yang akan mudah diterima oleh masyarakat

30 Udin Saefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), 29


31 Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, cet ke-VII. (Bandung: Alfabeta, 2014), 29
32 Ewintri Bengkulu, “Disfusi dan Diseminasi Inovasi dalam Pendidikan, November 2012.” Referensi Pendidikan.

http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/inovasi-pendidikan.html (diakses 01 April 2020)


sedangkan inovasi yang sangat sulit difahami itu merupakan sesuatu yang sulit diterima oleh
masyarakat. maka setiap inovasi diciptakan untuk semudah mungkin dalam mengkomunikasikan
agar lebih mudah untuk diterima. Hal tersebut dapat merujuk pada permasalah pendidikan adapun
masalah-masalah pendidikan yang menuntuk untuk inovasi pendidikan ada dalam berbagai sudut
pandang karena sangat kompleksnya pendidikan di negara Indonesia, salah satu yang akan kami
paparkan adalah pemasalahan hal-hal berikut ini:
Berbagai perubahan
Akhir-akhir ini dunia pendidikan diresahkan oleh merosotnya mutu hampir di semua jenjang
dan jenis pendidikan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan yang ada. Hal ini desebabkan berbagai
factor, antara lain kurikulum yang kurang mendorong siswa memilki kompetensi, proses
pembelajaran yang kurang efektif. Menurut Rusman Hal tersebut harus ada solusi kongkrit dari
seorang kepala sekolah yaitu dengan cara memfasilitasi sekolah untuk membentiuk dan
memberdayakan Tim pengembang kurikulum terutama dengan pelaksanaan kurikulum KTSP yang
dimana setiap tingkat pendidikan harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan menyiapkan
dokumen-dokumenyang relevan dengan kebutuhan siswa.33 kualitas guru yang rendah karena
kurang kesempatan mengembangkan diri, bahan ajar yang terlalu padat dan tidak mampu membuat
anak belajar yang tidak kondusif untuk medorong semangat belajar siswa, serta sarana dan
prasarana pendidikan yang kurang erta tidak mampu mengikuti perkembangan kebutuhan
dilapangan.
Kualitas pendidikan
Masyarakat masih merasakan kenyatan bahwa mutu pendidikan di Indonesia yang belum
memuasakan. Hal ini disebabkan oleh belum sepakatnya para penyelengara pendidikan
menetapkan standar mutu yang harus dicapai serta beberapa departemen penyelengara pendidikan,
yang ternyata tidak mudah untuk mencapai kesepakatan tentang standar mutu tersebut.34
Salah satu indikasi bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, yakni sangat
kecilnya jumlah lulusan yang mampu memperoleh nilai yang baik, minimnya jenis keterampilan
yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, sulinya menembus pasar kerja tingkat nasional dan
global, sehingga terjadi penumpukan kelompok pengangguran terdidik.
Manajemen pendidikan
Manajemen pendidikan yang tersentralisasi membuat sekolah dan lembaga pendidikan
lainnya menjadi tidak aspiratif, serta membatasi kreatifitas, ditambah lagi dengan penterjemahan
dilapangan yang tidak cerdas. Kurikulum nasional terlalu padat dan sarat materi dan terlalu detail,
dan semua itu harus dijejalkan kepada siswa dalam situasi yang sangat heterogen (beragam),
merupakan sesuatu yang sangat mustahil dan tidak rasional.
Dengan manajemen sentralistik manajer-manajer pendidikan tak ubahnya sebagai ‘robot-
robot’ yang selalu menunggu perintah, petunjuk pelaksaan, petunjuk teknis dari pusat, dan
perangkat pendidikan lainnnya hanya sebagai pelaksana yang bersifat pasif, menunggu perintah,
dengan perasaan takut bersalah yang amat sangat menghadapi lapisan. Padahal yang tahu tentang
daerah-daerah yang sangat beragam itu adalah para pemilik daerah itu. Oleh karenanya momentum
otomi daerah merupakan ‘star point’ untuk melakukan perubahan, dan bukan memusatkan lagi
didaerah otonom. Dalam kontek ini harus jelas, mana kewenangan pusat dan mana kewenangan
daerah, sehingga inteventasi pusat tidak lagi medominasi didaerah otonom.35
Permasalahan pendidikan menuntut untuk senantiasa melakukan inovasi, agar dapat
mengurangi bahkan menghapus segala permasalahan yang ada. Dari contoh berbagai permasalahan
itu penerapan dam mengkomunikasian harus berjalan dengan lancar dengan dapat melalui difusi
atau diseminasi agar setiap permasalahan dapat terpecahkan dengan baik serta semua pihak dapat
menerima dan memudahkan untuk melakukan inovasi.

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilalui (dialami) individu (unit pengambil
keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan
keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi,

33 Rusman, Manajemen Kurikulum: Seri Managemen Sekolah Bermutu. (Bandung: Raja Grafindo Persada, 2010), 12
34 Standar mutu tersebut terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional bab XIV diantaranya pasal
50 ayat 2 yang berbunyai “pemerintah menentukan kebjakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin
mutu pendidikan. Lihat Umaedi Dkk, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), 2
35 Bedji Sujanto, Pendidikan Berbasis Sekolah. (Jakarta: Sagung Seto, 2007), 13-29
implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.36
Menurut Sa’ud ciri pokok keputusan inovasi merupakan perbedaannya dengan tipe
kepuutusan yang lain ialah dimulai dengan adanya ketidaktentuan (uncertainty) tentang sesuatu
(inovasi), misalnya ketika harus mengambil keputusan untuk menghadiri rapat atau melakukan
olahraga, maka kita sudah tahu apa yang akan dilakukan jika menghadiri rapat, begitu pula apa yang
akan dilakukan jika melakukan olaharga. Rapat dan olahraga bukanlah hal yang baru. Pertimbangan
dalam mengambil keputusan mana yang paling menguntungkan sesuai dengan kondisi saat itu.
Keputusan ini bukanlah keputusan inovasi.37
Tahapan Proses Keputusan Inovasi.
Ada beberapa tahapan proses keputusan inovasi, yaitu : (1) Tahap Pengetahuan (knowledge),
yaitu apabila individu/kelompok,membuka diri terhadap adanya suatu inovasi. (2) Tahap bujukan
(persuation), yaitu manakala individu atau kelompok, mulai Membentuk sikap menyenangi atau
bahkan tidak menyenangi inovasi. ($)Tahap pengambilan keputusan (decision making), yaitu tahap
dimana seseorang Atau kelompok melakukan aktifitas yang mengarah kepada keputusan untuk
menolak atau menerima inovasi. (4) Tahap implementasi (implementation), yaitu ketika seseorang
atau kelompok Menerapkan atau menggunakan inovasi itu (5) Tahap konfirmasi (confirmation), yaitu
tahap dimana seseorang atau kelompokmencari penguatan terhadap inovasi yang dilakukannya.
Rogers memaparkan tahapan proses keputusan inovasi sebagaimana terlihat pada gambar
berikut ini:

Gambar 2.1. Proses Keputusan Inovasi


Merujuk kepada gambar di atas, maka dapat dilihat lima tahapan proses keputusan inovasi
yakni:
Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Tahapan pertama proses inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan, yaitu tahap pada saat
seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana inovasi tersebut. Menyadari
dalam hal ini bukan memahami melainkan membuka diri untuk mengetahui inovasi. Menyadari
atau membuka diri terhadap inovasi tentu dilakukan secara aktif
Berkaitan dengan pengetahuan tentang inovasi, ada generalisasi prinsip-prinsip umum
tentang pihak-pihak yang lebih awal mengetahui tentang inovasi: (1) Pihak-pihak yang lebih awal
tahu tentang inovasi lebih tinggi pendidikannya dari yang akhir. (2) Pihak-pihak yang lebih awal
tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosial ekonominya dari pada yang akhir. (3) Pihak-pihak
yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap media massa dari pada yang akhir. (4)
Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap komunikasi interpersonal
dari pada yang akhir. (5) Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak kontak
dengan agen pemabaharu daripada yang akhir. Dan (6) Pihak-pihak yang lebih awal tahu tentang
inovasi lebih kosmopolitan daripada yang akhir.
Tahap Bujukan (Persuation)
Pada tahap bujukan atau persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap
menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan
mental yang utama adalah di bidang kognitif, maka pada tahap persuasi, proses kegiatan mental
yang berperan utama adalah bidang afektif atau perasaan.

36 Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2011), 35


37 Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2011), 35
Pada tahap bujukan ini yang lebih banyak berperan adalah keaktifan mental, dalam hal ini
seseorang akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan
informasi yang diterimanya. Pada tahap ni, berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan
kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah, peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses
keputusan inovasi.
Di samping itu, pada tahap bujukan ini juga yang berperan penting adalah peran kemampuan
individu atau organisasi untuk mengantisipasi kemungkinan penerapa inovasi masa datang.
Diperlukan kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan
kondisi dan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental itu diperlukan gambaran yang
jelas tentang cara pelaksanaan inovasi, jika mungkin sampai pada konsekuensi inovasi.
Hasil tahap bujukan yang utama adalah adanya penentan menyenang atau tidak menyenangi
inovasi. Diharapkan hasil tahapan bujukan akan mengarahkan proses keputusan inovasi. Dengan
kata lain, ada kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dengan menerapkan inovasi.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dengan aktivitas masih ada jarak. Orang yang
menyenangi inovasi belum tentu menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjanvgan antara
pengetahuan, sikap dengan penerapan (praktek). Misalnya seorang guru mengetahui metode
diskusi, mengetahui cara menerapkannya, dan senang menggunakan, tetapi tidak pernah
menggunakan karena faktor tempat duduknya tidak memungkkinkan, jumlah siswanya terlalu besar
dan merasa khawatir bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan. Oleh karena itu perlu adanya bantuan pemecahan masalah.
Tahap Keputusan (Decision)
Tahap keputusan dari proses keputusan inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan
kegiatan yang mengarahkan untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima berarti
sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi
tersebut. Seringkali terjadi seseorang menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu atau
mencoba sebagian kecil lebih dahulu, kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti
berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima, akan tetapi tidak
semua inovasi dapat dicoba dengan dipecahk menjadi beberapa bagian. Dalam kenyataannya, pada
setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi, misalnya penolakan
dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, tahap bujukan, atau setelah konfirmasi dan sebagainya.
Terdapat dua macam penolakan inovasi yaitu: (1) penolakan aktif artinya penolakan inovasi
setelah mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan
akhir menolak inovasi, dan (2) penolakan pasif, artinya penolakan inovasi tanpa pertimbangan.
Tahap Implementasi (Implementation)
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan
inovasi. Pada tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan.
Keputusan penerimaan gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya
implementasi tentunya mengikuti hasil keputusan inovasi, tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu
hal, sesudah memutuskan menerima inovasi tersebut namun tidak diikuti implementasinya.
Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapannya tidak tersedia.
Tahap implementasi berlangsung dalam waktu yang sangat lama, bergantung pada keadaan
inovasi. Suatu tanda bahwa tahap implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi sudah
melembaga dan menjadi hal-hal yang bersifat rutin atau merupakan hal yang baru lagi.
Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Pada tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah
diambilnya dan orang tersebut dapat menarik kesimpulan kembali keputusannya jika memang
diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi sebenarnya
berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang
berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas. Selama dalam konfirmasi, seseorang berusaha
menghindari terjadi disonansi, paling tidak berusaha menguranginya.
Usaha untuk mengurangi disonansi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pertama,
apabila seseorang menyadari suatu kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan, misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi. Hal ini terjadi pada tahap
pengetahuan dalam proses keputusan inovasi. Kedua, apabila seseorang tahu tentang inovasi dan
telah bersikap menyenangi inovasi tersebut, tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima
inovasi maaka ia berusaha untuk menerimanya, untuk mengurangi adanya disonansi antara yang
disenangi dan diyakini dengan yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi dan
tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi. Dan ketiga, setelah menetapkan untuk
menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya, disonansi ini dapat
dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi. Ada kemungkinan
juga seseorang yang telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian diajak untuk
menerimanya maka usaha mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah
keputusan semula). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi
terlambat) pada tahap konfirmasi dari proses keputusan inovasi.
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan tingkah laku
seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan sangat erat hubungannya, bahkan
sukar dipisahkan karena yang satu mempengaruhi yang lain. Itulah sebabnya, dalam kenyataan
kadang-kadang sukar untuk mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi,
walaupun secara rasional diketahui ada kelemahannya. Karena sering terjadi untuk menghindari
timbulnya disonansi, itu hanya berubah mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya.
Dengan lkata lain, orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi.
Tipe Keputusan Inovasi
Tipe keputusan inovasi dapat dibedakan atas beberapa tipe keputusan inovasi, di mana tipe-
tipe itu terkait dengan dapat diterima atau tidaknya suatu inovasi oleh individu sebagai anggota
sistem sosial atau keseluruhan anggota sistem sosial yang menentukan untuk menerima inovasi
berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan).
Setidaknya terdapat 4 (empat) tipe keputusan inovasi menurut Rusdiana yaitu: keputusan
inovasi opsional, keputusan inovasi kolektif, keputusan inovasi otoritas dan keputusan inovasi
kontigensi.38
Keputusan inovasi opsional.
Keputusan inovasi opsional adalah pemilihan menerima atau menolak inovasi berdasarkan
keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa bergantung atau terpengaruh
dorongan anggota sistem sosialyang lain, meskipun orang yang mengambil keputusan itu
berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial
lainnya. Jadi hakikat pengertian keputusan opsional adalah individu yang berperan sebagai
pengambil keputusan untuk menerima atau menolak inovasi.39
Keputusan inovasi kolektif.
Keputusan inovasi kolektif adalah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi
berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama dengan kesepakatan antar anggota sistem
sosial. Semua anggota sistem sosial harus menaati keputusan bersama yang telah dibuat. Misalnya,
atas kesepakatan semua warga sekolah untuk tidak membeli alat tulis kantor (ATK) di sekitar
sekolah yang kemudian disahkan pada rapat semua warga sekolah. Konsekuensinya semua warga
sekolah tersebut harus menaati keputusan yang telah dibuat, walaupun mungkin secara pribadi
masih ada beberapa individu yang masih berkeberatan.40
Keputusan inovasi otoritas.
Keputusan inovasi otoritas adalah pemilihan untuk meneria atau menolak inovasi
berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai
kedudukan, status, wewenang, atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggita lain dalam suatu
sistem sosial.
Para anggota tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi,
mereka hanya melaksanakan hasil yang telah diputuskan oleh pengambil keputusan. Misalnya
seorang pimpinan perusahaan memutuskan bahwa sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini
mewajibkan para karyawannya setiap hari Kamis wajib memakai batik. Dengan demikian seluruh
karyawan sebagai anggota sistem sosial dalam perusahaan tersebut harus melaksanakan hal-hal yang
telah diputuskan oleh pimpinan perusahaan.41
Keputusan inovasi kontigensi.
Keputusan inovasi kontigensi yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi dapat
dilakukan setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya, di sebuah perguruan tinggi,
seorang dosen tidak mungkin untuk memutuskan secara opsional untuk memakai komputer

38 Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 72


39 Rusydi Ananda, dan Amiruddin, , 23
40 Rusydi Ananda, dan Amiruddin, , 24
41 Rusydi Ananda, dan Amiruddin, , 25
sebelum didahului keputusan oleh pimpinan fakultasnya untuk melengkapi peralatan di fakultas
dengan komputer. Jadi, ciri pokok dari keputusan inovasi kontingen adalah digunakannya dua atau
lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, baik keputusan
opsional, kolektif, maupun otoritas.42
Keputusan inovasi kontigensi dipengaruhi oleh sistem sosial yang terlibat secara langsung
dalam proses keputusan inovasi kolektif, otoritas, dan kontingen, serta mungkin tidak secara
langsung terlibat dalam keputusan inovasi opsional.
SIMPULAN
Inovasi kurikulum sesungguhnya adalah sebuah siklus, suatu proses berulang yang tidak
pernah berakhir. Teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan subjek akademis, pendekatan
humanistik, pendeketan teknologis, dan pendekatan rekonstruksi sosial.
Pada hakikatnya yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan inovasi adalah individu
atau pribadi sebagai anggota sistem sosial (warga masyarakat). Dengan memahami proses difusi
pendidikan, karena pada dasarnya pelaksana pendidikan beserta komponen-komponen adalah
suatu organisasi. Difusi juga dapat diangap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak
terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh
anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal,
organisasi dan atau sub sistem.
Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan dan dikelolah.
Jadi kalau difusi terjadi secara sepontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Ini berbeda dengan
difusi yang merupakan alur komunikasi spontan. Diseminasi merupakan tindak inovasi yang
disusun menurut perencanaan yang matang.
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) individu (unit pengambil
keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan
keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi,
implimentasi inovasi, dan komfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.
Di era otonomi seperti sekarang ini kurikulum pendidikan yang belaku secara, nasional
bukanlah suatu "harga mati" yang harus diterima dan dilaksanakan apa adanya, melainkan masih
dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan, sepanjang tidak menyimpang dari
pokok-pokok yang telah digariskan secara, nasional. Dalam hal ini guru adalah pengembang
kurikulum yang berada, dalam kedudukan yang menentukan dan strategis. Jika kurikulum
diibaratkan sebagai rambu-rambu lalu lintas, maka guru adalah pejalan kakinya.

Achmad Fauzi, “Pendidikan Karakter Melalui Reward and Punishment”, Tesis Pascasarjana, (Bandung:
Perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati, 2017

Bedji Sujanto, Pendidikan Berbasis Sekolah. (Jakarta: Sagung Seto, 2007)

Dini Putri Haryanto, “Inovasi Pembelajaran.” Jurnal Perspektif Ilmu Pendidikan Vol. 16, (2007): 102-
119

Ewintri Bengkulu, “Disfusi dan Diseminasi Inovasi dalam Pendidikan, November 2012.” Referensi
Pendidikan. http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/inovasi-pendidikan.html
(diakses 01 April 2020)

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 27

Jangnoer Putra Galuh, “Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Inovasi
Pendidikan, 14 Desember 2018.” KUPDF. https://kupdf.net/download/faktor-penghambat-
dan-pendukung-dalam-pelaksanaan-inovasi-pendidikan_5c1300a7e2b6f5bc3f5f940e_pdf.
(diakses 31 Maret 2020)

42 Ibid.
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Pemberdayaan Pengembangan Kurikulum hingga
Redefinisi Islamisasi Pengetahuan. (Bandung: Nuansa, 2003)

Muhammad Rasyidi, “Inovasi Kurikulum di Madrasah Aliyah.” Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan
dan Kemasyarakatan, Vol. 13, No. 1, (2019): 33-50

Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)

Prastyawan, “Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran.” Jurnal Al Hikmah, Vol. 1, No. 2, (2011): 170-181

Rusdiana, Konsep Inovasi Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 2014)

Rusman, Manajemen Kurikulum, Seri II. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009)

Rusman, Manajemen Kurikulum: Seri Managemen Sekolah Bermutu. (Bandung: Raja Grafindo Persada,
2010)

Rusydi Ananda, dan Amiruddin, Inovasi Pendidikan: Melejitkan Potensi Teknologi dan Inovasi Pendidikan.
(Medan: Widya Puspita, 2017)

Rusydi Ananda, dan Amiruddin, Inovasi Pendidikan: Melejitkan Potensi Teknologi dan Inovasi Pendidikan.
(Medan: Widya Puspita, 2017)

Suparman. Desain Instruksional Modern. Panduan Para Pengajar dan Inovator Pendidikan. (Jakarta:
Erlangga, 2012)

Suyantiningsih. “Inovasi Dan Difusi Pendidikan.” Hand-Out Matakuliah UNY Yogyakarta, (2019)

Sylva Alkornia. “Difusi Inovasi Teknologi Green House di Kalangan Petani Mangga.” Kanal (Jurnal Ilmu
Komunikasi), Vol. 5 No. 1(2016) 75-86
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum & Pembelajaran. (Jakarta:
Rajawali Pers., 2011)

Udin Saefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012)

Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, cet ke-VII. (Bandung: Alfabeta, 2014)

Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2011)

Umaedi Dkk, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011)

Winkel, Psikologi Pengajaran. (Yogyakarta: Media Abadi, 2009)

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan. (Yogyakarta: Bigraf, 2000)

Anda mungkin juga menyukai