OLEH:
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Oleh :
Keperawatan C (1-31)
16. A.A ISTRI CITRA ADNYANITA (17C10135) 1. NI LUH CANDRA P.D (17C10154)
17. PUTU AYU DIAH S.K (17C10136) 2. NI WAYAN ARISKANITHA (17C10155)
18. DESAK PUTU DIAH A.P.D (17C10137) 3. NI KADEK PUTRI C (17C10156)
19. LUH NITA NOVIANTARI (17C10138) 4. NI PUTU AYU K (17C10157)
20. NYOMAN WULAN SARI (17C10139) 5. NITA PERASTIWI (17C10158)
21. NI LUH GEGE NOVITA D (17C10140) 6. NI PUTU TITANIA A.G (17C10159)
22. I DEWA GEDE WIDYA K (17C10141) 7. NI KADEK SINTYA D (17C10160)
23. KOMANG LINTANG K.D (17C10142) 8. NI PUTU DENTIKA A (17C10161)
24. LUH ERLINA RAHAYUNI (17C10143) 9. ANAK AGUNG YOGA M.P (17C10162)
25. I KOMANG GEDE PUTRA A (17C10144) 10. NI NYM AYU INTAN P (17C10163)
26. NI KETUT TARI W (17C10145) 11. I NYM RAI P.M (17C10164)
27. KOMANG TRIYA W.A (17C10146) 12. NI PUTU DIAH RATNASARI (17C10165)
28. NI KADEK AYUNDA D.P (17C10147) 13. I NENGAH BUDA ARTA (17C10166)
29. I KADEK ASPRIADHI B (17C10148) 14. NI PUTU ANDINI (17C10167)
30. KOMANG AYU TRISNA M (17C10149) 15. I KADEK DHARMA PUTRA (17C10168)
31. PT THANIA PRAMESUARI A.D (17C10153)
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut pada telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu, inflamasi terjadi pada sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid
(Yuniarti,dkk 2019). Penyebab otitis media yaitu bakteri aerob seperti Streptococus
aures, Pneumokok, Hemolyticus influenza, Escherichia coli, Streptococus
anhemolitikus, Streptococus hemolyticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas
aeruginosa. Selain bakeri OMA juga disebabkan oleh Virus yang terdeteksi pada
sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi pada 20-48%
cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang sering sebagai penyebab OMA
adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe
1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus.
Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Peradangan pada
telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani.
2. Etiologi
a. Menurut Adams(1997:96) penyebab otitis media akut antara lain :
4) Bakteri piogeik
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisma penyebab adalah
streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, streptococcus beta-
hemolitikus dan moraxella catarrhalis.
3. Patofisiologi
Patogenesis dari otitis media akut biasanya dimulai dari infeksi saluran
pernapasan atas hingga menyebabkan inflamasi pada nasofaring. Selain itu, virus juga
merubah komponen dari jaringan mucus dan mengganggu system moksiliar yang
menyebabkan gangguan fungsi tuba eusthacius. Tuba eusthacius yang terganggu
menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah yang memfasilitasi masuknya
bakteri dan virus pathogen ke dalam rongga telinga tengah menyebabkan inflamasi
pada telinga tengah, akumulasi cairan telinga tengah, dan gejala otitis media akut
lainnya. (Mahardika, dkk, 2019).
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan tuba
eutakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik atau faktor anatomik. Tuba
eustakhius memiliki tiga fungsi penting yang berhubungan dengan kavum
timpani:Fungsi ventilasi, proteksi dan drainase (clearance). Penyebab endogen
misalnya gangguan silianpada tuba, deformitas pada palatum, atau gangguan otot-otot
pembuka tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi yang menyebabkan
inflamasi pada muara tuba.
Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele atau komplikasi
otitis media akut (OMA) yang mengalami perforasi. Dapat juga terjadi akibat
komplikasi pemasangan pipa timpanostomi (pipa gromet) pada kasus otitis media
efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan, terjadi
infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan, sehingga
menyebabkan otorea yang persisten (Toari, dkk, 2018).
Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat
menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terus-menerus
atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti
vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik
yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat penumpukan discaj
dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani.
Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan
dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis auditorius eksternus dan dari udara
luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi
mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih
berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat
kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan,serta pembentukan jaringan
parut.
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa
sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau mukopurulen.
Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama menyebabkan
mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan
patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi
drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten. Perforasi membran timpani
ukurannya bervariasi. Pada proses penutupan dapat terjadi pertumbuhan epitel
skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi yang akan
mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman
pathogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di
sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim
osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan
ikat subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran
bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif (Toari, dkk, 2018).
4. Manifestasi Klinis
a. Otitis media akut.
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dapat dibagi atas 5 stadium:
1) Stadium radang tuba Eustachii (saipingitis)
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya
absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani sendiri tampak normal atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat
dideteksi. Dari penderita sendiri biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat
(oklusi tuba), gemrebeg (tinnitus low frequence), kurang dengar, seperti
mendengar suara sendiri (otofoni) dan kadang-kadang penderita merasa
pengeng tapi belum ada rasa otalgia.
2) Stadium hiperemis (presupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum timpani mulai tampak
hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terilihat. Pada stadium ini penderita
merasakan otalgia karena kulit di membran timpani tampak meregang.
3) Stadium supurasi
Oedem yang hebat pada mukosa teilinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat yang puruien di cavum timpani,
menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga
luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada anak-anak sering disertai
kejang dan anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang purulen di
cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada
kapiler-kapiler, serta terjadi trombophiebitis pada vena-vena kecil dan
nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
sebagai daerah yang lebih iembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini
akan terjadi ruptur. Sehingga bila tidak dilakukan incisi membran timpani
(miringitomi) maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
discharge keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringitomi luka
incisi akan menutup kembali karena belum terjadi perforasi spontan dan
belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah.
4) Stadium perforasi
Stadium ini terjadi apabila terjadi ruptur pada membran timpani yang bulging
pada saat stadium supurasi. Lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah
menutup kembali.
5) Stadium resolusi
Membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan
membran timpani periaha-Iahan akan normal kembali. Sedangkan pada
membran timpani yang utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan
berlanjut menjadi Glue Ear. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan incisi pada
membran timpani (miringitomi) untuk mencegah terjadinya perforasi spontan.
Pada membran timpani yang mengalami perforasi, bila terjadi kesembuhan
dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila terjadi kesembuhan dan tidak
menutup maka akan menjadi Dry ear (sekret berkurang dan akhirnya kering).
Sedangkan bila tidak terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK), di mana sekret akan keluar terus-menerus
atau hilang timbul.
b. Otitis media subakut
1) Efusi 3 minggu 3 bulan
c. Otitis media kronik/menetap
1) Efusi lebih dari 3 bulan (NANDA Aplikasi, 2015)
d. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksaan penunjang mengenai Otitis Media adalah:
1) Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
2) Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan
timpanosentesis (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane
timpani). Uji sensitivitas dan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme pada sekret telinga.
3) Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap
kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berlubang.
4) Pemeriksaan radiologi mastoid biasanya mengungkapkan mastoid yang
tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan
mastoid yang satunya atau yang normal.
5) Pemeriksaan otoskopi digunakan untuk memberikan informasi tentang
gendang telinga yang dapat digunakan untuk mendiagnosis otitis media.
e. Penatalaksanaan Medis
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1) Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi
juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
2) Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
4) Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5) Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan
ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar
sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
- Mengeluh nyeri
- Merasa bingung
- Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
- Merasakan sesuatu melalui indra pendengaran
- Anoreksia
- Merasa mual
- Otalgia
- Sakit kepala
- Menanyakan masalah yang dihadapi
- Mengungkapkan kecacatan
- Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
- Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
b. Data Objektif
- Tampak meringis
- Demam
- Menangis
- Sulit tidur
- Tekanan darah meningkat
- Tampak gelisah
- Distorsi sensori
- Respons tidak sesuai
- Konsentrasi buruk
- Menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan anjuran
- Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
- Muntah
- Fungsi tubuh berubah
- Menyembunyikan bagian tubuh secara berlebihan
2. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
5. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
6. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (proses
penyakit)
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
b. Perencanaan Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen penyebab cidera fisiologi
Kriteria Hasil NOC :
Menunjukkan Tingkat Nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan
1-5 : sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) :
1) Ekspresi nyeri pada wajah
2) Gelisah/ ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
Intervensi NIC :
a. O : Lakukan pengkajian yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan durasi, frekuensi, intensitas, kualitas atau keparahan nyeri dan
factor presipitasinya.
b. N : Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien
terhadap analgesik.
c. E : Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
d. C : Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
2. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri
Kriteria Hasil NOC :
a. Menunjukkan Pengendalian Diri Terhadap Ansietas yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu) :
b. Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
c. Mempertahankan performa peran
d. Memantau distorsi persepsi sensori
e. Memantau manifestasi perilaku ansietas
f. Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas
Intervensi NIC :
a. O : Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
b. N : Bantu pasien untuk memfokuskan pasien pada situasi saat ini, sebagai cara
untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
ansietas
c. E : Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman,
tetangga, kelompok, tempat ibadah, lembaga kesukarelawanan dan pusat rekreasi
d. C : Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu
3. Gangguan persepsi sensori (pendengaran) b.d perubahan resepsi, transmisi dan
integritas sensori
Kriteria NOC :
a. Orientasi kognitif : Kemampuan untuk mengidentifikasi orang, tempat dan waktu
secara akurat
b. Komunikasi : Reseptif : Resepsi dan interpretasi pesan verbal dan non verbal
c. Perilaku kompensasi pendengaran : Tindakan pribadi untuk mengidentifikasi,
memantau, dan mengompensasi kehilangan pendengaran
Intervensi NIC :
a. Pemantauan Neurologis : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan komplikasi neurologis
b. Stimulus Kognitif : Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap sekitar
melalui penggunaan stimulus terencana
c. Peningkatan Komunikasi : Defisit pendengaran : Membantu pembelajaran dan
penerimaan metode alternative untuk menjalani hidup dengan penurunan fungsi
pendengaran
d. Orientasi Realitas : Promosi kesadaran pasien terhadap identitas pribadi, waktu
dan lingkungan
Intervensi NIC :
C:-
6. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
Kriteria NOC
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi NIC
a. O : Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Monitor adanya penurunan berat badan
b. N : Fasilitasi menentukan pedoman diet
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
c. E : Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
d. C : Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (proses penyakit)
Kriteria NOC
a. Body image positif
b. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
c. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
d. Mempertahankan interaksi social
Intervensi NIC
a. O : Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
Monitor frekuensi mengkritik dirinya
b. N : Dorong klien mengungkapkan perasaannya
Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
c. E : Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain
Latih peningkatan penampilan diri
e. C :-
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah di susun pada tahap perencanaan. Ukuran intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Untuk kesuksesan
pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan,
perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam
hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil
evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar darisiklus
proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut
mulai dari pengkajian ulang (reassesment) secara umum evaluasi di tunjukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan,
mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya berupa catatan
perkembangan.
Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan terakhir secara paripurna, menggunakan
catatan naratif, dan pada saat pasien pulang atau pindah.
7. WOC
Trauma, Benda Asing
a.
Infeksi sekunder (ISPA)
BakteriStreptococcus, Hemophylus, Ruptur Gendang Telinga
Influenza
Invasi Bakteri
Otitis Media
kolesteatom
mastoidektomi
Alkatiri. Fauziah. (2015). Kriteria Diagnosis dan Penatalaksanaan Otitis Media Supratif
Kronis.E-Journal Isains Medis,5,1.(100-1-5). Diakses dari
https://isainsmedis.id/index.php/ism/article/viewFile/42/42
Lestari R D, Zulhafis Mandala, Marni (2018). Distribusi Usia Dan Jenis Kelamin Pada
Angka Kejadian Otitis MediaAkut Di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Moeloek Bandar Lampung Tahun 2016. Jurnal Ilmu Kedokteran dan
Kesehatan, Volume 5, Nomor 1. (60-67). Diakses dari
http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kesehatan/article/viewFile/788/730
Mahardika, I Wayan Pradnyana, I Made Sudipta, & Sari Wulan Dwi Sutanegara. (2019).
Karakteristik Pasien Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar Periode Januari-Desember Tahun 2014. E-Journal Medika, 8, 1. (51-
55). Diakses dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum.
Nanda Nic-Noc. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
nanda nic-noc. Revisi Jilid 3. Yogyakarta : Penerbit Mediaction.
Padila.2012.Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta : Nuha Medika
Toari, Mita Aninditia, Suprihati, & Zulfikar Naftali. (2018). Lama Sakit, Letak Perforasi
dan Bakteri Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Jenis dan Derajat Kurang Pendengaran Pada Penderita Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK). Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7, 2. (1322-1333).
Diakses dari https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/view/21280
Mutia Syam. (2014). Lp Otitis Media. Askep online academia, (1-2).Diakses dari
https://www.academia.edu/11619497/Lp_otitis_media.
Riski putra. (2014). Lp Otitis Media Supuratif Kronik. File KTI Perpustakaan Poltekkes
Malang, (7-8). Diakses dari malang.ac.id/assets/file/kti/1401100106/BAB_2.pdf