Anda di halaman 1dari 3

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

Kelas : XII IIS


Hari/Tanggal : Senin, 10 Agustus 2020
Pertemuan :3

KD 3.1 Memahami Klasifikasi Veda Sebagai Sumber hukum Hindu


KD 4.1 Menyajikan Klasifikasi Veda Sebagai Sumber Hukum Hindu
Materi :
3. SLOKA KITAB SUCI YANG MENJELASKAN SUMBER HUKUM HINDU

Himpunan sabda suci Tuhan Yang Maha Esa disebut Weda, dan bentuknya berupa
syair-syair yang indah disebut mantra. Weda bagaikan seorang ibu yang membimbing
mereka yang beriman untuk memperoleh kemakmuran, panjang umur, kehidupan yang
penuh semangat kerja, kemasyuran, kekayaan dan kemuliaan. Çloka adalah sejenis puisi
yang mengandung ajaran, biasanya terdiri dari 4 (empat) lirik yang berirama yang
mengandung lampiran dan isi.
Berikut ini dapat disajikan beberapa çloka dari kitab suci yang menggariskan Weda
sebagai sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut.
”Yaá pàvamànir adhyeti åûibhiá saý bhåaý rasam. sarvaý sa pùtam aúnati svaditaý
màtariúvanà”
Terjemahan: ”Dia yang menyerap (memasukkan ke dalam pikiran) melalui
pelajaranpelajaran pemurnian intisari mantra-mantra Weda yang diungkapkan kepada
para Rûi, menikmati semua tujuan yang sepenuhnya dimurnikan yang dibuat manis oleh
Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi nafas hidup semesta alam (Ågveda IX.67.31).
”Pàvamànir yo adhyetiåûibhiá saýbhåaý rasam tasmai sarasvati duhe kûiraý sarpir
madhùdakam”.
Terjemahan: ‘Siapapun juga yang mempelajari mantra-mantra weda yang suci yang
berisi intisari pengetahuan yang diperoleh para Rûi, Dewi pengetahuan (yakni Sang
Hyang Saraswati) menganugerahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan minuman
Soma (minuman para Dewa)’(Ågveda IX.67.32).
”Iyam te rad yantasi yamano dhruvo-asi dharunah. kryai tva ksemaya tva rayyai tva
posaya tva”.
Terjemahan: Wahai pemimpin, itu adalah negara-mu, engkau pengawasnya. Engkau
mawas diri, teguh hati dan pendukung warga negara. Kami mendekat padamu demi
perkembangan pertanian, kesejahtraan manusia, kemakmuran yang melimpah”
(Yajurveda IX.22).
”Ahaý gåbhóàmi manasà manàýsi mama cittam anu cittebhir eta. mama vaseûu
hrdayàni vah krnomi, mama yàtam anuvartmàna eta”.
Terjemahan: ”Wahai para prajurit, Aku pegang (samakan) pikiranmu dengan
pemikiranKu. Semoga anda semua mengikuti aku menyesuaikan pikiran-mu dengan
pikiran-ku. Aku tawan hatimu. Temanilah aku dengan mengikuti jalan-Ku, (Atharvaveda,
VI.94.2).
Weda merupakan karunia ibu Saraswati, dan orang-orang yang mempelajari serta
mengamalkannya dengan keyakinan yang mantap akan terpenuhi keinginannya.
Mantra-mantra Weda mengandung kekuatan kedewataan dan sabda suci ini hendaknya
diajarkan kepada semua orang dalam profesi apapun di masyarakat bahkan orang-orang
asing pun tidak tertutup untuk mempelajari kitab suci Weda, ajarannya bersifat abadi
memberikan perlindungan kepada umatnya.
Selanjutnya kitab smrti menjelaskan sebagai berikut. ”Kàmàtmatà na praúasta na
caiwe hàstya kàmatà, kàmyo hi wedàdhigamaá karmayogasca waidikaá”
Terjemahan: Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh pahala tidaklah terpuji
namun berbuat tanpa keinginan akan pahala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena
keinginan-keinginan itu bersumber dari mempelajari Weda dan karena itu setiap
perbuatan diatur oleh Weda (Manawa Dharmasastra, II.2).
”Teûu samyag vartta màno gacchatya maralokatàm, yathà samkalpitàýúceha sarwan
kaman samaúnute”
Terjemahan: Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang telah diatur dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan yang sempurna
kelak dan memperoleh semua keinginan yang ia mungkin inginkan (Manawa
Dharmasastra, II.5).

”Yo’ varnanyeta te mùle hetu úàstràúrayad dvijaá, sa sàdhubhir bahiûkàryo nàstiko


vedanindakaá”.
Terjemahan: Setiap dwijati yang menggantikan dengan lembaga dialektika dan dengan
memandang rendah kedua sumber hukum (Sruti dan Smrti) harus dijauhkan dari
orang-orang bijak sebagai seorang atheis dan yang menentang Weda (Manawa
Dharmasastra, II.11).
”Kitrúaá sisyo ‘dhyàpya ityàha; àcàrya putrah úuúrusur jnànado dharmika úuciá, àptaá
úakto rthadaá sàdhuá svo ‘dhyàpyo daúa dharmataá”.
Terjemahan: Menurut hukum suci, ke sepuluh macam orang-orang berikutnya adalah
putra guru yaitu ia yang berniat melakukan pengabdiannya, ia yang memberikan
pengetahuan, orang yang sepenuh hatinya menaati UU, orang yang suci, orang yang
berhubungan karena perkawinan atau persaudaraan orang yang memiliki kemampuan
rohani, orang yang menghadiahkan uang, orang yang jujur dan keluarga (mereka) dapat
mempelajari Weda (Manawa Dharmasastra, II.109).
”Yam eva tu úuciý vidyàm niyataý brahmacàrinam, tasmai màý brùhi vipràya nidhipàyà
pramàdine”.
Terjemahan: Tetapi serahkanlah saya kepada seorang brahmana yang anda ketahui pasti
bahwa ia orang yang sudah suci, yang bisa mengendalikan panca indranya, berbudi baik
dan tekun (Manawa Dharmasastra, II.115).
”Pitådeva manuûyànàm Vedaú cakûuá sanàtanam, aúakyaý càprameyaý ca vedaúàstram
iti sthitiá”. Terjemahan: Weda adalah mata yang abadi dari para leluhur, Dewa-Dewa, dan
manusia; peraturan-peraturan dalam Weda sukar dipahami manusia dan itu adalah
kenyataan yang pasti (Manawa Dharmasastra, XII.94). ”Ya veda vàhyà småtayo yàs ca kàs
ca kudåûþayaá, sarvàsta niûphalàá pretya tamo niûþhà hi tà småtàá” Terjemahan: Semua
tradisi dan sistem kefilsafatan yang tidak bersumber pada Weda tidak akan memberi
pahala kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan (Manawa
Dharmasastra, XII.95). ”Utpadyànte cyavante ca yànyato ‘nyàni kànicit, tànyarvakalika
tayà niûphalànya nåtàni ca”. Terjemahan: Semua ajaran yang timbul, yang menyimpang
dari Weda segera akan musnah, tidak berharga dan palsu karena tak berpahala (Manawa
Dharmasastra, XII. 96). ”Vibhartti sarva bhùtàni veda úàstraý sanàtanam, tasmàd etat
param manye yajjantorasya sàdhanam”.
Terjemahan: Ajaran Weda menyangga semua mahkluk ciptaan ini, karena itu saya
berpendapat, itu harus dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kebahagiaan semua insan
(Manawa Dharmasastra, XII. 99).
”Senàpatyaý ca ràjyaý ca daóða netåtwam eva ca, sarva lokàdhipatyaý ca veda úàstravid
arhati”.
Terjemahan: Panglima angkatan bersenjata, Pejabat pemerintah, Pejabat pengadilan dan
penguasa atas semua dunia ini hanya layak kalau mengenal ilmu Weda itu (Manawa
Dharmasastra, XII.100).
”Doûair etaiá kula-ghnànàý varna-saókara-kàrakaih, utsàdyante jàti-dharmàá
kula-dharmàú ca úàúvatàá”.
Terjemahan: Karena dosa dan kehancuran keluarga ini membawa keruntuhan bagi hukum
golongan (varna dharma), kebiasaan keluarga dan hukum keluarga hancur untuk
selama-lamanya, (Bhagawadgìtà, I.43).
”Atha cet tvam imaý dharmyaý saògràmaý na kariûyasi, tatah sva-dharmaý kirtiý ca hitvà
pàpam avàpsyasi”.
Terjemahan: Akhirnya bila engkau tidak berperang, sebagaimana kewajiban, dengan
meninggalkan kewajiban dan kehormatan, maka penderitaanlah yang akan kau peroleh,
(Bhagawadgìtà, II.33).
”Yadà yadà hi dharmasya glànir bhavati bhàrata, abhyutthànam adharmasya tadàtmànam
srjàmy aham”.
Terjemahan: Sesungguhnya manakala dharma berkurang kekuasaannya dan tirani hendak
merajalela, wahai arjuna, saat itu aku ciptakan diriku sendiri, (Bhagawadgìtà, IV.7).
”Paritràóàya sàdhànàý vinàsàya ca duûkrtàm, dharma-saýsthàpanàrthaya sambhavàmi
yuge-yuge”.
Terjemahan: Untuk melindungi orang-orang baik dan untuk memusnahkan orang-orang
jahat, Aku lahir ke dunia dari masa ke masa, untuk menegakkan dharma, (Bhagawadgìtà,
IV.8).
”Kûipram bhavati dharmàtmà úaúvac-chàntiý nigacchati, kaunteya pratijànihi na me
bhaktaá pranaúyati”.
Terjemahan: Dengan segera ia menjadi orang benar dan mencapai kedamaian yang kekal
abadi; ketahuilah, wahai Arjuna, para pemuja-Ku pasti tak akan memusnahkan,
(Bhagawadgìtà, IX.31).
”Çrutyuktaá paramo dharmastathà smrti gato ‘parah, çistàcàrah parah proktasrayo
dharmàá sanàtanàá
Kunang kengetakena, sasing kajar de sang hyang çruti dharma ngaranika, sakajar de sang
hyang smrti kuneng dharma ta ngaranika, çistacara kunang, acaranika sang çista, dharma
ngaranika, sista ngaran sang hyang satyawadi, sang apta, sang patisthan, sang panadahan
upa deça sangksepa ika katiga, dharma ngaranira. Terjemahan: Adapun yang patut untuk
diingat-ingat, semua apa yang diajarkan oleh Çruti disebut dharma, semua yang diajarkan
oleh Smrti pun dharma namanya, demikian pula tingkah laku orang çista disebut dharma,
yang disebut çista adalah yang berkata-kata benar, orang yang dapat dipercaya, orang yang
menjadi tempat pensucian, orang yang menjadi tempat menerima ajaran kerohanian,
singkatnya ketiganya itu, dharma namanya, (Sarasamuçcaya, 40). ”Çruyatàm
dharmasàswam çrutwà çaiwopadhàryatàm, atmanah pratikùlani na paresàm samàcara.
Matangnyan rengo sarwadàya, paramàrtha ning sinangguh dharma telas rinengonta
çupwanantà ta ri hati, ikang kadi ling mami ngùni wih, sasing tak kahyun yàwakta, yatika
tanulahakenanta ring len. Terjemahan: Karena itu dengarkanlah segala upaya, makna yang
dianggap dharma, setelah engkau mendengarnya, camkan itu baik-baik di hati, sebagai
mana yang telah saya katakan sebelumnya, segala sesuatu yang tidak berkenan di hatimu,
yang itu janganlah hendaknya engkau lakukan kepada orang lain, (Sarasamuçcaya, 44).

UJI KOMPETENSI

1. Manfaat apakah yang dapat dirasakan secara langsung dari usaha dan upaya-mu
memahami dan mempedomani tentang slokasloka kitab suci Hindu, sebagai sumber
hukum Hindu dalam mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan hidup bermasyarakat?

Anda mungkin juga menyukai