Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting khususnya di dalam
membangun mental dan mencerdaskan masyarakat Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Menurut Kompri (2017:15), pemdidikan adalah usaha
sadar yang dilakukan orang dewasa (pendidik) dalam menyelenggarakan kegiatan
pengembangan diri peserta didik agar menjadi manusia yang paripurna sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara menurut Sagala
(2017:3), pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku anak didik agar
menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota
masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu berada.
Tujuan pendidikan menurut Yamin (2013:1) adalah untuk membangun
tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan dan
kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan
mempunyai arti khusus yaitu pembelajaran yang melibatkan antara guru sebagai
penyampai dan siswa sebagai penerima.
Faturrohman (2017:36) mengatakan bahwa :
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
oleh pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Sedangkan menurut Hamzah dan Uno (2013:142), pembelajaran adalah
proses kegiatan belajar-mengajar yang melibatkan guru dan siswa dalam
pencapaian tujuan /indikator yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Amri
(2015:141), pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan
melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dengan kata lain, pembelajaran
adalah interaksi ilmu antara kedua belah pihak yaitu guru sebagai pentransfer
ilmu dan siswa sebagai penerima dengan tujuan untuk membantu siswa agar
dapat belajar dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menentukan sendiri aturannya (termasuk konsep, teori dan definisi).
Andayani (2015:67) mengatakan bahwa kecenderungan pembelajaran
yang sesuai dengan tuntutan zaman adalah pembelajaran yang diyakini sebagai
suatu pendekatan berorientasi pada praktik, mengasah kognisi afektif dan
psikomotor yang relevan dengan perkembangan murid. Akan tetapi terdapat
kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dan siswa selama proses pembelajaran.
Contohnya ketika guru ingin menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa
atau guru ingin menerapkan suatu model pembelajaran siswa terkadang kurang
mengerti dengan apa yang kita sampaikan karena siswa menghadapi suatu model
yang belum mereka mengerti. Lalu permasalahan lain ketika guru ingin mengajar
suatu materi, siswa kebanyakan belum siap untuk memulai proses pembelajaran
karena siswa masih sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, maka banyak masalah yang dihadapi oleh guru
ketika proses pembelajaran berlangsung di kelas salah satunya adalah interaksi,
baik antara guru dan siswa maupun sesama siswa. Salah satu faktor yang
menghalangi interaksi didalam proses pembelajaran adalah masalah keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran. Permasalahan keaktifan siswa ini terjadi di
SMA Negeri 1 Singosari khususnya pada mata pelajaran Sejarah.

Berdasarkan hasil observasi oleh peneliti kepada siswa kelas IPS C/16 v
pada tanggal 9 Agustus 2018 didapatkan temuan bahwa pada waktu pembelajaran
dengan materi pengaruh globalisasi dan perkembangan Iptek, ketika guru
memulai pelajaran dengan menyuruh siswa untuk presentasi tugas kelompok di
depan, terlihat ada 6 siswa yang masih mengobrol dengan temannya karena guru
belum mengkondisikan kelas ketika pembelajaran. Suasana kelas bertambah
gaduh karena terdapat siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan tugas
kelompok presentasi yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran ini, guru
meminta siswa untuk membuat tugas kelompok untuk presentasi akan tetapi
beberapa siswa terlihat belum membuat tugas tersebut sehingga siswa belum aktif
untuk mengikuti pelajaran dengan baik meskipun siswa telah membentuk
kelompok. Hal ini menyebabkan terjadinya kegaduhan pada siswa terutama di
barisan belakang dan ketika pembelajaran dilakukan pada siang sampai sore hari
(pukul 14:45) sehingga beberapa siswa ada yang mengantuk sebanyak 3 siswa.
Menurut Ghaniy Raharja pada wawancara tanggal 10 Agustus 2018, di
kelasnya memang beberapa anak kurang begitu aktif dalam memperhatikan
pembelajaran yang sedang berlangsung terutama siswa yang duduk di bagian
belakang sehingga suasana belajar menjadi kurang nyaman. Dalam pengamatan
peneliti ketika observasi dan pengalaman peneliti ketika melakukan KPL di kelas
IPS C/16 ini terdapat siswa yang biasa-biasa saja, siswa yang rajin dan aktif
dalam pembelajaran bahkan suka apabila diajak diskusi terdiri atas 3 siswa laki-
laki dan 4 siswa perempuan akan tetapi ada pula siswa yang acuh tak acuh,
mengobrol dengan temannya dan tertidur di barisan belakang dan siswa yang
demikian menurut pengamatan peneliti adalah sebanyak 10 siswa laki-laki dan 3
siswa perempuan. Hal senada juga diungkapkan oleh guru mata pelajaran sejarah
yaitu ibu Yenni Priscasari selaku pengajar.

Berdasarkan wawancara dengan ibu Yenni Priscasari pada tanggal 10


Agustus 2018 bahwa untuk kelas IPS C/16 siswanya paling ramai dan paling
gaduh diantara kelas yang lain sehingga guru terkadang lebih memprioritaskan
siswa pada barisan depan. Lalu wawancara kedua pada tanggal 27 Agustus 2018
bahwa untuk kelas IPS C/16 bahwa pembelajaranya selalu pada jam siang
sehingga siswa tidak begitu aktif dengan pembelajaran. Lalu dalam wawancara
tersebut, guru menjelaskan bahwa siswa yang duduk di bagian depan lebih aktif
dalam memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru dibandingkan dengan
yang duduk di bagian belakang sehingga banyak yang duduk di bagian belakang
yang bermasalah dengan pembelajaran yang dilakukan, terlebih ada 8 siswa yang
bermasalah dengan pelajaran, tidak hanya pelajaran sejarah tetapi juga mata
pelajaran lain yang ada di kelas tersebut.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan model yang tepat untuk


meningkatkan keaktifan siswa. Sementara itu, peneliti memilih SMA Negeri 1
Singosari ini dikarenakan peneliti telah mengikuti dan mengetahui cara
pembelajaran dan karakteristik siswa di sekolah itu termasuk suasana belajar di
sekolah dikarenakan pengalaman peneliti ketika melakukan KPL di sekolah
tersebut

Mengetahui karakteristik siswa pada saat peneliti melakukan observasi dan pada
waktu peneliti melakukan KPL. Karakteristik siswa sendiri telah dipaparkan di
atas bahwa siswa di kelas IPS C/16 ketika peneliti melakukan KPL secara umum
baik akan tetapi masih belum kondusif terutama yang paling belakang.
Oleh karena itu, berdasarkan keadaan diatas, peneliti memilih Picture and
Picture karena cocok untuk mengasah keterampilan siswa karena menurut
Shoimin (2017:123) melalui gambar dapat membantu guru untuk mencapai
tujuan instruksional karena selain merupakan media yang murah dan mudah
diperoleh, juga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Model pembelajaran ini juga
dapat meningkatkan keaktifan karena menurut Shoimin (2017:123), model ini
bercirikan inovatif dan kreatif. Dengan demikian siswa dapat meningkat
keaktifannya setelah menggunakan model picture and picture.

Oleh karena itu menurut Rusman (2014:379) penggunaan pendekatan


model pembelajaran harus mampu mengaktifkan siswa agar terdapat perubahan
pada diri siswa dalam kegiatan belajar, untuk itu pendekatan dan model
pembelajaran harus dirancang dengan baik agar kegiatan pembelajaran dapat
mencapai hasil yang optimal.

Ada beberapa penelitian terdahulu yang mendasari peneliti memilih


model picture and picture ini, antara lain yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arif Fauzi, mahasiswa PGSD, Fakultas


Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang tahun 2016 dengan judul
Peningkatan Hasil Belajar IPS Perjuangan Para Tokoh Melawan
Belanda Jepang Melalui Model Picture & Picture Kelas V SDN
Sumberdiren 02 Kabupaten Blitar. Hasil Penelitiannya menunjukkan
bahwa peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa dari tahap pra
tindakan, siklus 1 hingga siklus 2 diikuti pula dengan meningkatnya
persentase ketuntasan belajar siswa. Pada tahap pratindakan diketahui
hanya 3 siswa dari 10 siswa yang tuntas dalam pembelajaran atau
sudah mencapai KKM dengan persentase 30%. Pada siklus 1
pertemuan 1 diketahui 4 orang siswa tuntas belajar dengan persentase
40%, sedangkan pada pertemuan 2 di siklus 1 diketahui sebanyak 5
siswa dinyatakan tuntas belajar dengan persentase 60%, dan pada
pertemuan 2 sebanyak 9 siswa tuntas belajar dengan persentase
sebanyak 90%.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Aini, Mahasiswa Jurusan
Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang tahun 2014
dengan judul Penggunaan Model Pembelajaran Picture and Picture
Perkembangan Kerajaan Islam di Jawa untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa kelas X IPS SMAN 3 Bojonegoro. Hasil penelitiannya
dengan menggunakan variabel motivasi belajar menunjukkan bahwa
aspek-aspek motivasi seperti minat pada siklus 1 mendapat 64,5% dan
siklus 2 sebanyak 74,89%, perhatian pada siklus 1 sebesar 63,5% dan
siklus 2 sebesar 81,6%, konsentrasi pada siklus 1 sebesar 65,4% dan
siklus 2 sebesar 73%, dan ketekunan pada siklus 1 sebesar 71% dan
siklus 2 sebesar 72,92%. Berdasarkan hal diatas, maka secara
keseluruhan presentase keberhasilan tindakan untuk motivasi belajar
siswa menggunakan picture and picture dalam pembelajaran sejarah
pada sikus 1 dan 2 mendapatkan hasil yang baik.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Inge Devi Anitasari, mahasiswa
Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial UM tahun 2011 dengan judul
Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menggunakan
Model Kooperatif tipe Picture and Picture materi Hidrosfer Siswa
kelas X3 SMA Laboratorium UM Malang. Hasil penelitiannya
menunjukkan berdasarkan hasil analisis data, terjadi peningkatan
aktivitas hasil belajar siswa kelas X3 SMA Laboratorium UM Malang.
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas
siswa dari sebelum dilakukannya tindakan (pratindakan) siklus 1 dan
2. Rata-rata aktivitas siswa sebelum tindakan sebesar 6,9% pada siklus
1 rata-rata aktivitas siswa mengalami peningkatan sebesar 3,05% atau
sebesar 44,21% yakni sebesar 9,95%. pada siklus 2 ini perolehan rata-
rata skor aktivitas siswa mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan perolehan skor siklus 1 yaitu sebesar 2,46% atau sebesar
24,72%.

Untuk itulah peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul ”Penerapan


Picture and Picture untuk meningkatkan keaktifan belajar Sejarah Siswa di SMA
Negeri 1 Singosari”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah penerapan Picture and Picture untuk meningkatkan keaktifan
belajar sejarah siswa kelas SMA Negeri 1 Singosari ?
2. Bagaimanakah keadaan keaktifan siswa setelah penerapan Picture and Picture
?
C. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Guru/Tenaga Pendidik
Manfaatnya adalah sebagai pedoman baru dalam pembelajaran sejarah serta
dapat mengasah pengetahuan siswa sehingga pembelajaran sejarah diharapkan
dapat menyenangkan serta menarik
2. Bagi Siswa
Manfaatnya adalah dapat meningkatkan pengetahuan akan sejarah sekaligus
mengasah kemampuan berfikir dan memberikan pengetahuan baru sehingga
siswa diharapkan semakin aktif dalam pembelajaran sejarah.
3. Bagi Pihak Sekolah
Manfaatnya adalah sebagai bahan acuan dalam metode pembelajaran aktif
sehingga pembelajaran yang dilakukan akan semakin aktif melibatkan siswa.
4. Bagi peneliti lainnya
Manfaatnya adalah sebagai bahan referensi penelitian dalam melakukan
penelitian dengan judul yang relevan.
5. Bagi Jurusan Sejarah FIS UM
Manfaatnya adalah sebagai bahan koleksi dan sebagai bahan rujukan sehingga
diharapkan dapat mempermudah penelitian bagi mahasiswa lain dalam
berbagai keperluan yang berkaitan dengan penulisan skripsi dan karya ilmiah
lain.
D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1. Ruang lingkup
Di dalam penelitian ini, ruang lingkup yang dipakai oleh peneliti yaitu
Picture and Picture untuk meningkatkan keaktifan belajar sejarah siswa.
Subyek penelitian yaitu kelas IPS C/16 yang berlokasikan di Jl. Ki Hajar
Dewantara, Desa Banjararum, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Dalam penelitian ini penulis mempunyai pembatasan penelitian
sebagai berikut :
a. Penelitian ini hanya terbatas pada lingkup siswa kelas IPS C/16 SMA
Negeri 1 Singosari
b. Penelitian ini hanya berfokus pada penerapan Picture and Picture untuk
meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran sejarah.
c. Penelitian yang dilakukan hanya di sekolah tersebut dan tidak memakai
sekolah lainnya sebagai objek penelitian.
E. Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran
Menurut Sagala (2017:175), model diartikan sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.
Sementara menurut Sagala (2017:175) :
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.
Model dapat dipahami sebagai (1) suatu tipe atau desain;
(2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk
membantu visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan
langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-
data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk
menggambarkan secara matematis suatu obyek atau
peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu
sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang
disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang
mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil
agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk
aslinya.
Model sendiri tersusun atas beberapa planning untuk menunjang
jalannya suatu kegiatan yang akan dilakukan. Dalam masalah ini, peneliti
mengambil model pembelajaran Picture and Picture untuk diterapkan pada
pembelajaran di kelas.
2. Picture and Picture
Menurut Shoimin (2017:122), model picture and picture adalah suatu
model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan menjadi
urutan logis. Dalam penerapannya, model ini mengajak siswa belajar dengan
menggunakan gambar yang dipasang-pasangkan untuk mengetahui kronologis
suatu peristiwa atau kejadian tertentu. Oleh karena itu menurut Shoimin
(2017:122), model pembelajaran ini mengandalkan gambar yang menjadi
faktor utama dalam proses pembelajaran. Kemudian menurut Istarani (dalam
Kuraidah & Saliadin, 2016: 148), pembelajaran ini memiliki ciri AIKM
(Aktif, Inovatif, Kreatif dan Menyenangkan) sehingga model ini menuntut
akan keaktifan siswa dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, menurut
Shoimin (2017:122), maka dari itu, guru sudah menyiapkan gambar yang akan
ditampilkan, baik dalam bentuk kartu maupun carta ukuran besar.
3. Keaktifan belajar sejarah

Menurut Uno & Mohamad (2013:107), keaktifan belajar merupakan


proses pembelajaran di mana seorang guru harus dapat menciptakan suasana
yang sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan
juga mengemukakan gagasannya. Sehingga pembelajaran aktif mendorong
guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga
siswa ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran yang di lakukan. Menurut Uno
& Mohamad (2013:10) dalam proses pembelajaran aktif itu terjadi dialog yang
interaktif antara siswa dengan siswa,siswa dengan guru atau siswa dengan
sumber belajar lainnya. Dengan interaksi tersebut, diharapkan siswa tidak
bosan ketika pembelajaran berlangsung dan dapat mengurangi beban belajar
mereka. Untuk itu, penulis akan menggunakan keaktifan ini untuk melihat
pembelajaran di kelas.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran


Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tentunya menghadapi tantangan
dan persaingan sejak dilahirkan ke dunia. Dalam rangka untuk menghadapi
tantangan dan persaingan tersebut, manusia harus belajar untuk menghadapi
tantangan dan persaingan tersebut. Manusia dalam hal tersebut banyak belajar
sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat manusia itu belajar sebelum ia
dilahirkan. Menurut Budiningsih (2005:57), manusia dapat mengetahui sesuatu
dengan menggunakan indranya. Melalui interaksinya dengan objek dan
lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau dan
merasakan seseorang dapat mengetahui sesuatu. Selanjunya menurut Budiningsih
(2005:57), semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan
lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan
tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Manusia dalam proses belajar tentu melakukan banyak cara yang agar ia
dapat memahami lingkungan di sekitarnya. Proses belajar ini diperlukan agar
manusia bisa mengetahui dan memahami gejala-gejala di sekitarnya sehingga
manusia dalam kehidupannya tentu banyak belajar dari lingkungan sekitarnya dan
diharapkan dengan banyak belajar ia dapat menjadi yang terbaik dan dapat
bersaing dengan yang lain.
Banyak definisi dan pendapat dari para tokoh mengenai belajar. Kolb
(2015:49-50) mengatakan :
Belajar adalah proses di mana pengetahuan diciptakan
melalui transformasi pengalaman. Definisi ini
menekankan beberapa aspek penting dari proses
pembelajaran yang dilihat dari perspektif pengalaman.
Pertama adalah penekanan pada proses adaptasi dan
pembelajaran yang bertentangan dengan konten dan hasil.
Kedua adalah bahwa pengetahuan adalah proses
transformasi yang terus diciptakan dan diciptakan
kembali, bukan entitas independen yang akan diperoleh
atau ditransmisikan. Ketiga, belajar mengubah
pengalaman baik dalam bentuk obyektif maupun
subjektifnya.
Kemudian Kowert (2002:7) mengatakan belajar adalah memperoleh
informasi yang sebelumnya tidak dimiliki. Sedangkan Trianto (2014:18-19),
mengatakan bahwa belajar disini di artikan sebagai proses perubahan perilaku
tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang
terampil menjadi terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta
bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Sudjana (2010:28)
mengatakan bahwa :

Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat.


Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya,
sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan
dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya,
dan lain-lain aspek pada individu.
Dengan kata lain, belajar adalah upaya yang dilakukan manusia untuk
memperoleh informasi dan pengalaman baru guna menunjang kehidupannya.
Dengan belajar, manusia banyak belajar tentang lingkungan di sekitarnya untuk
kehidupannya yang lebih baik. Dalam pendidikan, belajar mempertemukan antara
guru dan siswa untuk saling berinteraksi. Di dalam interaksi ini, terjadi
penyampaian ilmu dari guru kepada siswa. Proses tersebut dinamakan dengan
pembelajaran.

Ada beberapa definisi dari beberapa tokoh mengenai pembelajaran ini.


Pembelajaran menurut Trianto (2014:19) merupakan interaksi dua arah dari
seorang guru dan peserta didik. Kemudian Jarvis (2013) mengatakan
pembelajaran adalah proses individu membangun dan mengubah pengalaman
menjadi pengetahuan keterampilan sikap, nilai, keyakinan, emosi, dan perasaan.

Sedangkan menurut MacGilchrist, dkk (2004:48), pembelajaran adalah


proses yang lebih luas dan lebih dinamis daripada hanya mempelajari dan
memperoleh fakta. Lalu, Hudmon (2006:30) mendefinisikan pembelajaran
sebagai perubahan jangka panjang untuk membedakannya dari tanggapan
langsung dan otomatis terhadap rangsangan indra. Selanjutnya menurut Hamalik
(2010: 55), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan kata lain, pembelajaran merupakan suatu interaksi sosial dan
transfer ilmu antara guru dan siswa dengan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan dengan tujuan untuk mengajarkan kepada siswa tentang pengetahuan-
pengetahuan baru. Wenger (dalam Huda,2013:2) mengatakan bahwa :

Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan


oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang
lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti
dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran
bisa terjadi di mana saja dan pada level yang berbeda-
beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.
Dalam pembelajaran, terbentuk adanya interaksi sosial antara guru dan
siswa sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan saling pengertian.
Menurut Trianto (2013:21), pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar ini
dikemukakan oleh Vygotsky (Ackerman,1996), ia berpendapat bahwa belajar
adalah sebuah proses sosial konstruksi yang dihubungkan oleh bahasa dan
interaksi sosial. Sehingga interaksi sosial dalam proses pembelajaran dapat
membantu guru dan siswa dalam memahami ilmu sehingga pembelajaran yang
dilakukan dapat terlaksana dengan baik karena menurut Huda (2013:2),
pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi dan metakognisi
yang berpengaruh terhadap pemahaman. Tujuan penting dalam pembelajaran ini
menurut Hamalik (2010:75) adalah merupakan suatu komponen sistem
pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam merancang sistem yang efektif.

Selanjutnya Hamalik (2010:65-66) memaparkan ciri-ciri ciri pembelajaran


adalah sebagai berikut :

a. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan


prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem
pembelajaran dalam suatu rencana khusus.
b. Kesaling tergantungan, antara unsur-unsur sistem
pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan.
c. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan
tertentu yang hendak di capai.

A. Pengertian Picture and Picture


Menurut Suprijono (dalam Huda,2013:236), Picture and
Picture merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan
gambar sebagai media pembelajaran. Sedangkan Shoimin
(2017:`122), mengatakan bahwa picture and picture adalah suatu
model pembelajaran menggunakan gambar dan dipasangkan atau
diurutkan menjadi urutan logis. Oleh karena itu, model
pembelajaran picture and picture ini dapat digunakan sebagai
pengukur keaktifan siswa di kelas.

Langkah-Langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai.


2. Menyajikan materi sebagai pengantar
3. Guru menunjukkan atau memperlihatkan gambar-gambar kegiatan
berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang
atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran untuk gambar tersebut.
6. Dari alasan urutan gambar tersebut, guru memulai menanamkan
kompetensi

Model pembelajaran picture and picture ini mempunyai konsep dasar


dalam pelaksanaannya di kelas. Menurut Johnson & Johnson (dalam
Sa’adah,2017:47) prinsip dasar dalam metode pembelajaran kooperatif picture
and picture ini adalah sebagai berikut:

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu


yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta pertanggungjawaban
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Dalam pelaksanaan model pembelajaran picture and picture ini kepada


siswa, tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Menurut Huda (2013:239),
memaparkan kelebihan dan kekurangan model ini, yaitu :

1. Kelebihan.
a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa
b. Siswa dilatih berpikir logis dan sistematis
c. Siswa dibantu belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek
bahasan dalam memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir
d. Motivasi siswa untuk belajar semakin dikembangkan
e. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
2. Kekurangan
a. Memakan banyak waktu
b. Membuat sebagian siswa pasif
c. Munculnya kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas.
d. Ada beberapa siswa tertentu yang terkadang tidak senang jika disuruh
bekerja sama dengan yang lain.
e. Membutuhkan biaya yang tidak sedikit
B. Keaktifan Belajar
1. Pengertian Keaktifan
Keaktifan sendiri mempunyai kata dasar yaitu aktif. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2010:7), aktif berarti giat. Giat sendiri disini yaitu
giatnya siswa dalam proses belajar-mengajar.
Menurut Hamruni (dalam Suyadi,2015:36), pembelajaran aktif adalah
segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta didik berperan
secara aktif dalam proses pembelajaran, baik dalam bentuk interaksi antar
peserta didik maupun peserta didik dengan guru dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya Warsono dan Hariyanto (2012:12), mengatakan bahwa
pembelajaran aktif didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Uno dan Mohamad (2013:106) mengungkakan pembelajaran aktif
merupakan proses pembelajaran dimana seorang guru harus dapat
menciptakan suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya,
mempertanyakan, dan juga mengemukakan gagasannya. Proses pembelajaran
pada hakikatnya adalah untuk menumbuhkan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran yang melalui beberapa interaksi dengan orang lain dan
pengalaman dalam proses belajar. Sementara itu menurut Warsono dan
Hariyanto (2012:12), pembelajaran aktif mengkondisikan agar siswa selalu
melakukan pemgalaman belajar yang bermakna dan senantiasa berpikir
tentang apa yang akan dilakukannya selama pembelajaran. Menurut Yamin
(2013:83) belajar aktif mengandung beberapa kiat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi
siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,
keterampilan serta pengalaman. Oleh karena itu, keaktifan ini sangat penting
artinya karena dengan hal ini akan menambah keasyikan dalam pembelajaran
dan juga agar siswa bisa berkontribusi dalam pembelajaran yang berlangsung.
Proses pembelajaran tentu membutuhkan fisik dan tenaga yang sangat
banyak karena hal ini juga menentukan seberapa besar pelajaran bisa
ditangkap oleh siswa yang bersangkutan. Menurut Uno dan Mohamad
(2013:106), keadaan yang aktif dan menyenangkan tidaklah cukup, jika proses
pembelajaran tidak efektif, yaitu menghasilkan apa yang harus dikuasai oleh
para siswa, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan yang harus dicapai.
Menurut Dwi (2012), keaktifan belajar dalam kegiatan belajar tidak
lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif
membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka
hadapi dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa tersebut diharapkan bisa
memahami pelajaran dengan baik dan hal ini sejalan dengan Kurikulum 2013
yang ditetapkan oleh pemerintah yang menitikberatkan siswa untuk aktif
dalam pembelajaran.

Segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,


pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri dengan
fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknik
(Dwi,2012:8). Masih menurut Dwi (2012:8), keaktifan siswa dalam belajar
merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun nonfisik siswa dalam
proses kegiatan belajar-mengajar yang optimal sehingga dapat menciptakan
suasana kelas yang kondusif.

Selain itu, menurut Tim Pengembangan FIP UPI (2007:83), keaktifan


siswa dalam kegiatan belajar tidak lain untuk mengkonstruksi pengetahuan
mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau
segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan belajar-mengajar. Jadi bisa
dikatakan bahwa siswa bukanlah sebatas penerima pengetahuan pasif dari
gurunya melainkan sebagai individu yang aktif memproses segala informasi
yang ia temukan dari lingkungannya (tidak hanya guru untuk memperoleh
pemahamannya sendiri). Meskipun demikian, guru masih mempunyai peran
dalam pembelajaran aktif ini meskipun hanya sebagai fasilitator. Menurut
Warsono dan Hariyanto (2012:20), sebagai fasilitator, guru wajib dan harus
menguasai teori pendidikan dan metode pembelajaran serta mumpuni
(mastery) dalam penguasaan bahan ajar agar pembelajaran aktif bergulir
dengan lancar.

Menurut Bronwell (dalam Suyadi,2015:36), pembelajaran aktif


memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

1. Menekankan pada proses pembelajaran,bukan pada


penyampaian materi oleh guru.
2. Peserta didik tidak boleh pasif, tetapi harus aktif
mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi
pembelajaran.
3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap
berkenaan dengan materi pembelajaran.
4. Peserta didik lebih banyak dituntut berpikir kritis,
menganalisis dan melakukan evaluasi daripada sekadari
menerima teori dan menghafalnya.
5. Umpan balik dan proses dialektika yang lebih cepat
akan terjadi pada proses pembelajaran.
Selain itu secara umum menurut Suyadi (2015:37), pembelajaran aktif
memungkinkan diperolehnya beberapa hal, yaitu :

1. Interaksi yang timbul selama proses pembelajaran akan


menumbuhkan positive interdependence, dimana
konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat
diperoleh secara bersama-sama, melalui eksplorasi aktif
dalam belajar.
2. Setiap individu harus terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan guru harus mendapatkan penilaian
dari peserta didik sehingga terdapat individual
accountability.
3. Proses pembelajaran aktif memerlukan tingkat
kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social
skills.

Menurut Fink (dalam Warsono dan Hariyanto, 2012:18), pembelajaran


aktif terdiri dari dua komponen utama, yakni komponen pengalaman
(experience) dan komponen dialog. Guru ditekankan untuk mengaktifkan
siswa melalui 2 komponen tersebut agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Peran guru dalam pembelajaran aktif ini sangat penting karena guru sebagai
fasilitator siswa dalam pembelajaran. Menurut Warsono dan Hariyanto
(2012:18), sebagai fasilitator, guru menyediakan fasilitas pedagogis,
psikologis, dan akademik bagi pengembangan dan pembangunan struktur
kognitif siswanya dengan kata lain guru wajib dan harus menguasai teori
pendidikan dan metode pembelajaran serta mumpuni (mastery) dalam
penguasaan bahan ajar agar pembelajaran aktif bergulir dengan lancar.
Sehingga siswa dapat aktif dalam pembelajaran dan mencapai tujuan yang
diinginkan karena Warsono dan Hariyanto (2012:15), mengatakan bahwa
tujuan pembelajaran aktif lebih menekankan pada pendekatan pembelajaran,
dengan esensi mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, yang dilaksanakan
dengan strategi pembelajaran berbasis siswa.

Dalam hubungan ini, Tyle (2000) menyatakan tugas pokok seorang


fasilitator atau peran guru pada saat tatap muka di kelas, terutama adalah:

a. Menilai para siswa.


b. Merencanakan pembelajaran.
c. Mengimplentasikan rancangan pembelajaran.
d. Melaksanakan evaluasi proses pembelajaran (Warsono dan
Hariyanto,2012:21).

Sementara menurut Gagne dan Brills (dalam Yamin, 2013:84) menjelaskan 9


aspek yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu :
a. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa,
sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
b. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar)
kepada siswa.
c. Mengingatkan kompetensi persyarat.
d. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep
yang akan dipelajari.
e. Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
f. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam
kegiatan pembelajaran.
g. Memberikan umpan balik (feedback).
h. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes,
sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan
terukur.
i. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan
diakhir pembelajaran.

2. Jenis-jenis keaktifan
Keaktifan siswa sendiri menurut teori dibagi menjadi beberapa jenis. Paul D.
Dietrich (dalam Yamin, 2013:85-86) membagi keaktifan menjadi 8 jenis,
yaitu :
a. Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-
gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran,
mengamati orang lain bekerja, atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu
fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan
penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau
diskusi kelompok, mendengarkan suatu instrumen
musik, mendengarkan siaran radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis
laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi,
membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes dan
mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar,
membuat grafik, diagram, peta, pola.
f. Kegiatan-kegiatan metrik: melakukan percobaan,
memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat
model, menyelenggarakan permainan (simulasi),
menari, berkebun.
g. Kegiatan-kegiatan mental : merenungkan, mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,
menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan,
berani,tenang
dan sebagainya.

Sementara ituu menurut Sanjaya dan Budimanjaya (2017:167-168), keaktifan


siswa dapat di lihat dari :

a. Antusias dan kegairahan siswa dalam proses belajar


b. Siswa selalu bertanya manakala menghadapi permasalahan
c. Antusias dalam memberikan pandangan
d. Dalam pengerjaan tugas, siswa selalu bekerja secara optimal
e. Siswa selalu ingin membantu temannya untuk memahami materi

Didalam beberapa indikator keaktifan diatas tersebut, maka peneliti


mengambil kesimpulan bahwa teori Paul D. Dietrich yang cocok untuk
digunakan mengingat dalam penelitian ini semua siswa sebagai sampel akan
dilihat keaktifannnya berdasarkan beberapa indikator dan aspek yang telah
dibuat sebelumnya. Oleh karena itu peneliti akan memaparkan indikator
keaktifan dan aspek keaktifan siswa yang akan diteliti sesuai dengan teori Paul
D. Dietrich tersebut, yaitu :

 Kegiatan-kegiatan visual
o Membaca
o Melihat gambar-gambar
o Mengamati orang lain bekerja
 Kegiatan-kegiatan lisan
o Mengemukakan suatu fakta/konsep
o Diskusi
o Menghubungkan suatu tujuan
 Kegiatan-kegiatan mendengarkan
o Mendengarkan penyajian bahan
o Mendengarkan percakapan/diskusi kelompok
o Mendengarkan suatu permainan
 Kegiatan-kegiatan menulis
o Menulis laporan
o Memeriksa karangan
o Membuat rangkuman
 Kegiatan-kegiatan menggambar
o Menggambar
o Pola
o Membuat grafik
 Kegiatan metrik
o Melakukan percobaan
o Memilih alat-alat
o Melaksanakan pemeran
 Kegiatan-kegiatan mental
o Mengingatkan
o Menganalisis faktor-faktor
o Melihat hubungan-hubungan
 Kegiatan-kegiatan emosional
o Minat
o Membedakan
o Berani
3. Manfaat keaktifan belajar
Dalam keaktifan belajar tentu banyak sekali manfaat yang didapatkan
baik oleh guru maupun oleh siswa. Hamalik (2010:91) memaparkan manfaat
keaktifan belajar ini, yaitu :
a) Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
b) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.

Disamping itu, Yamin (2013:77) juga mengatakan bahwa keaktifan


siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan
bakat yang dimilikinya. Oleh karena itu, diharapkan siswa dapat ikut aktif
dalam pembelajaran agar manfaat-manfaat dalam pembelajaran dapat
dirasakan baik oleh guru, maupun oleh siswa sendiri karena masih menurut
Yamin (2013:78), dengan melibatkan siswa berperan dalam kegiatan
pembelajaran, berarti kita mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang
dimiliki siswa secara penuh.
4. Keunggulan dan kelemahan keaktifan belajar

Dalam keaktifan belajar tentu banyak keunggulan dan kelemahan


apabila diterapkan di dalam kelas. Suyadi (2015:58-59) memaparkan
keunggulan dan kelemahan keaktifan belajar, yaitu :

Keunggulan
a. Peserta didik dapat belajar dnegan cara yang sangat
menyenangkan sehingga materi sesulit apapun tidak
sempat “mengernyitkan” kening mereka.
b. Aktifitas yang ditimbulkan dalam active learning
dapat meningkatkan daya ingat peserta didik karena
gerakan dapat mengikat daya ingat pada memori
jangka panjang.
c. Active learning dapat memotivasi peserta didik lebih
maksimal sehingga dapat menghindarkan peserta didik
dari sikap malas, mengantuk, melamun dan sejenisnya.
Kelemahan
a. Hiruk-pikuknya kelas akibat aktivitas yang
ditimbulkan dapat mengacaukan strategi active
learning justru sering kali dapat mengacaukan suasana
pembelajaran, sehingga standar kompetensi tidak
tercapai.
b. Secara rasional memang peserta didik yang belajar
dengan senang hati dapat mencapai prestasi yang
tinggi daripada belajar dalam tekanan atau target
materi. Namun demikian, keleluasaan dengan
penekanan pada aspek menyenangkan memiliki resiko
lebih tinggi, yakni ketidaksediaan peserta didik untuk
belajar lebih keras. Dengan kata lain, konsep belajar
aktif menyenangkan dapat pula membuat peserta didik
lebih menekankan pada pencarian kesenangan dalam
belajar dan melupakan tugas utamanya untuk belajar.
C. Pembelajaran Sejarah
1. Pengertian Sejarah
Sejarah memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah dari Ali
(2005:11) mengatakan bahwa perkataan sejarah dalam bahasa Indonesia
adalah sama dengan history (Inggris), Geschichte (Jerman) atau geschiedenis
(Belanda). Sementara (Kocchar,2005:1) mengatakan bahwa :
Istilah sejarah berasal dari kata Yunani historia yang
berarti informasi atau penyelidikan yang dirancang
untuk mendapatkan kebenaran. Ini hanya “men-
history-kisah tentang usahanya untuk memuaskan
keinginannya untuk kehidupan sosial yang teratur,
untuk memuaskan cintanya untuk kebebasan dan
untuk memuaskan dahaganya untuk keindahan dan
pengetahuan.
Sementara itu menurut Aristoteles, istoria berarti suatu telaah
sistematis mengenai gejala alam, akan tetapi dalam perkembangannya, bahasa
latin scientia lebih sering digunakan untuk penyebutan penelaahan tentang
gejala alam nonkronologis. Adapun kata istoria biasanya diperuntukkan bagi
penelaahan gejala-gejala yang berkaitan dengan manusia dengan urutan
kronologis. (Madjid dan Wahyudi, 2014:7). Lalu menurut Wallace & Fleet
(2012:160), sejarah adalah suatu penjelasan dari bukti yang ada berdasarkan
waktu lampau. Selanjutnya menurut Majid dan Wahyudhi ( 2014:1), sejarah
adalah pengalaman hidup manusia pada masa lalu dan akan terus sepanjang
usia manusia.

Oleh karena itu, manfaat dalam mempelajari sejarah sangat penting


karena menurut Majid dan Wahyudhi ( 2014:1), mempunyai tujuan agar
pengalaman manusia, baik manusia lain atau dirinya sendiri pada masa
lampau, dapat menjadi pelajaran, pengingat, inspirasi, sekaligus motivasi
dalam menjalani kehidupan di masa sekarang dan mendatang. Oleh karena itu,
sejarah selalu mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dinamika
masyarakat.

Hakikat sejarah menurut Kocchar (2008:3-6) :

a. Sejarah adalah ilmu tentang manusia


b. Sejarah mengkaji manusia da lam lingkup waktu.
c. Sejarah juga mengkaji manusia dalam lingkup ruang.
d. Sejarah menjelaskan masa kini.
e. Sejarah merupakan dialog antara peristiwa masa lampau
dan perkembangan ke depan.
f. Sejarah merupakan cerita tentang perkembangan
kesadaran manusia, baik dalam aspek individual
maupun kolektif.
g. Komunitas dan keterkaitan adalah hal yang sangat
penting dalam sejarah.
Pada dasarnya, sejarah adalah ilmu tentang kehidupan manusia dan
aktivitas yang di jalankan oleh manusia sehingga sejarah selalu berjalan secara
dinamis, seperti yang dikatakan oleh Kocchar (2008:3-4) bahwa sejarah
merupakan ilmu yang memperlihatkan bahwa tidak ada satu gagasan atau
institusi yang tetap sepanjang masa. Sejarah tidak akan memiliki makna
apabila segala sesuatu dalam keadaan tetap

Pembelajaran sejarah tentu mempunyai tujuan untuk siswa. Menurut


Permendiknas (dalam Sayono (2013:12-13), tujuan pembelajaran sejarah
adalah sebagai berikut :

a. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan


tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini
dan masa depan.
b. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah
secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan
metodologi keilmuan.
c. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di
masa lampau.
d. Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses
terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan
masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
e. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian
dari banga Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air
yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan
baik nasional maupun internasional.

Banyak manfaat ketika kita mempelajari sejarah. Menurut Madjid dan


Wahyudhi (2014:13-14), manfaat mempelajari sejarah sangat baik yaitu :

a. Dari kisah sejarah kita dapat mengambilnya sebagai


inspirasi
b. Mempelajari sejarah juga akan memupuk kebiasaan
berpikir secara kontekstual sesuai ruang dan waktu
dimana peristiwa itu terjadi tanpa meninggalkan hakikat
perubahan yang terjadi dalam proses sosio-kultural, atau
proses dimana aspek kemasyarakatan dan kebudayaan
menjadi landasannya.
c. Dengan mempelajari sejarah, kita tidak akan mudah
terjebak pada opini karena terbiasa berfikir kritis,
analitis serta rasional serta didukung oleh fakta.
d. Dengan menilik peristiwa masa lampau, kita akan
menghormati dan senantiasa memperjuangkan nilai-
nilai kemanusiaan.
e. Melalui sejarah, manusia dapat mengembangkan
segenap potensinya sekaligus menghindar dari
kesalahan masa lalu, baik yang dilakukan orang lain
maupun kesalahan yang pernah dilakukannya sendiri.
f. Mempelajari sejarah akan menghindarkan diri dari
mengulangi kesalahan masa lalu.
g. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang
mempengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah bangsa
ataupun sebuah peradaban.
Oleh karena itu, mempelajari sejarah akan mengajarkan diri kita akan
sikap mawas diri sekaligus belajar dari masa lalu agar tidak terulangi kejadian
yang sama pada masa mendatang. Hal ini seperti yang dikatakan oleh seorang
filsuf Jerman Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831), yaitu :

“Inilah yang diajarkan oleh sejarah dari pengalaman: bahwa manusia dan
pemerintahan tidak pernah belajar apapun dari sejarah dan prinsip-prinsip
yang didapat darinya”.

2. Pembelajaran Sejarah
Secara umum pembelajaran sejarah adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dalam rangka mengenalkan kejadian-kejadian dalam sejarah kepada
siapa saja dan dalam hal ini siswa sebagai penerima. Menurut Kuntowijoyo
(2005) mengatakan bahwa secara umum sejarah mempunyai fungsi
pendidikan, yaitu pendidikan (1) moral, (2) penalaran, (3) politik, (4)
kebijakan, (5) perubahan, (6) masa depan,(7) keindahan dan (8) ilmu bantu.
Pembelajaran sejarah di sekolah sangat penting bagi siswa karena selain
menanamkan rasa kebangsaan,nasionalisme dan pelajaran berharga dari
peristiwa juga membantu siswa dalam memahami ilmu-ilmu lain seperti yang
dikatakan oleh Kuntowijoyo (2005) bahwa :
Belajar sejarah penting untuk ilmu-ilmu jauh, seperti
kehutanan, arsitektur, kedokteran, dan perencanaan
kota. Untuk dapat mengelola hutan dengan baik perlu
dipelajari sejarah pengelolaan hutan di masa lampau,
disamping belajar konsep-konsep baru seperti hutan
sosial. Banyak bangunan lama dicantumkan dalam arsip
di bawah bangunan sipil. Demikian juga untuk
kedokteran masyarakat, penanggulangan epidemi di
masa lalu penting untuk diketahui. Untuk perencanaan
kota, bukan saja bentuk kota lama perlu diketahui, tetapi
bagaimana orang dulu mengatasi banjir di kota,
bagaimana parit-parit dibangun dan bagaimana selokan
bawah tanah dibuat. Sejarah dapat mengantarkan orang
secara baik, karena sejarah memberikan bantuan untuk
berbagai macam disiplin.

Oleh sebab itu, pembelajaran sejarah sangat penting bagi siswa karena
dengan belajar sejarah siswa secara tidak lansung belajar tentang ilmu-ilmu
lain karena menurut Abdullah, dkk (1999: 23), pemahaman terhadap
bagaimana manusia di masa lampau menemukan pengetahuan dan teknologi
bisa memotivasi anak didik untuk lebih mencintai dan menguasai ilmu
teknologi. Siswa tidak hanya memahami ilmu-ilmu lain tetapi juga belajar
tentang perjuangan bangsa Indonesia dan bangsa lain dan secara tidak
langsung siswa telah berhubungan dengan dunia internasional. Dengan belajar
sejarah, siswa diharapkan dapat mengambil pelajaran berharga dari peristiwa
sejarah yang terjadi karena menurut Abdullah (1999: 23), dengan mempelajari
sejarah, orang dapat menghindari kegagalan dan kesalahan yang pernah
sebelumnya dilakukan serta menemukan sumber-sumber baru untuk
merumuskan visi masa depan.
Guru sebagai pengajar tentu harus dapat merancang pembelajaran
sejarah agar lebih menarik. Banyak permasalahan yang terjadi di dalam
pembelajaran sejarah karena bagi siswa sendiri pelajaran sejarah merupakan
pelajaran yang tidak terlalu difavoritkan dan cenderung membosankan.
Menurut Abdullah dkk (1999: 25), sejarah kurang diminati siswa
karena dianggap kurang bermanfaat bagi masa depan dan tidak penting dalam
dunia kerja. Hal ini diperparah dengan guru sebagai pemateri dan pengajar
tidak dapat menguasai materi lebih-lebih guru yang sifatnya hanya membantu
mengajar padahal bukan bidangnya sehingga pembelajaran sejarah di kelas
menjadi kurang maksimal. Menurut Abdullah dkk (1999: 25) mengatakan
bahwa :
Pennguasaan substansi materi merupakan hal yang
esensial dalam pembelajaran sejarah. Di samping itu
diperlukan penguasaan berbagai konsep dalam sejarah
dengan bantuan ilmu-ilmu sosial yang lain (sosiologi,
antropologi, politik), seperti konsep evolusi, revolusi,
nasionalisme, penjajahan, konflik, perjuangan,
musyawarah, keadilan dan lain-lain untuk
menghindarkan kerancuan dan kekeliruan dalam
pemahaman materi.

Untuk itu guru dituntut untuk kreatif dan mampu menguasai materi
pelajaran agar pembelajaran sejara di kelas berlangsung dengan lancar dan
kondusif sehingga siswa senang dengan pembelajaran sejarah yang dilakukan
oleh guru tersebut.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan terlebih dahulu tentang
rancangan (metode penelitian) yang akan dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian
ini, jenis penelitian yang akan digunakan peneliti yaitu penelitian PTK. Menurut
Arikunto (2015: 1), Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang
memaparkan terjadinya sebab-akibat dari perlakuan,sekaligus memaparkan apa
saja yang terjadi ketika perlakuan diberikan, dan memaparkan seluruh proses
sejak awal pemberian tindakan sampai dengan dampak dari perlakuan tersebut.
Untuk penelitian ini, siswa yang akan dijadikan objek penelitian karena menurut
Sanjaya (2015: 10) siswa merupakan hal yang penting sebelum merencanakan
proses pembelajaran. Sehingga, sebelum penelitian, peneliti akan berangkat dari
keadaan siswa di dalam kelas terlebih dahulu. Untuk menrencanakan Penelitian
Tindakan Kelas ini, ada beberapa siklus model yang digunakan seperti model Kurt
Lewin, Kemmis & Taggart, Ebbut dan model McKerman. Akan tetapi untuk
penelitian ini, penulis akan menggunakan model spiral dari Kemmis & Taggart
karena model ini sudah banyak dipakai oleh para peneliti PTK yang lain.
,

Gambar Model Spiral Kemmis & Taggart (Wiriaatmadja,2014:66)

Untuk melaksanakan penelitian tindakan ini, penulis akan menjalankan


tahapan-tahapan penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan. Tahapan-tahapan
ini menurut Tampubolon (2014: 25), harus selaras dengan pelaksanaan
pembelajaran, yaitu perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan pembelajaran
(acting), observasi kegiatan pembelajaran (observating), evaluasi (evaluating)
hasil analisis data dan refleksi dari hasil tindakan (reflecting). Hal ini senada
dengan apa yang telah dipaparkan oleh Arikunto :

Sumber : Arikunto (2015: 42).


Oleh karena itu, penelitian ini akan berkolaborasi dengan pihak-pihak
yang terlibat di dalam kelas seperti peneliti, guru dan siswa untuk melaksanakan
penelitian tindakan ini. Dalam penelitian ini, guru yang akan menjalankan
penelitian tindakan kelas dengan Picture and Picture ini karena guru merupakan
komponen yang paling strategis dalam proses pendidikan (Sukidin,dkk, 2007:1).
Hal ini karena menurut Kinchelo (2014:38), guru dipandang sebagai peneliti dan
pekerja pengetahuan yang tercermin pada kebutuhan profesionalnya dan
wawasannya. Hal ini juga diperkuat oleh Hopkins (dalam Wiriaatmadja, 2014:4)
bahwa penelitian kelas mengingatkan kepada penelitian yang dilakukan oleh
peneliti pendidikan (educational researches) dengan menjadikan guru dan siswa
sebagai objek penelitian yang berada di luar orbit kehidupan mereka. Dengan
demikian, PTK akan berjalan dengan baik dengan peran guru dan siswa sehingga
masalah pembelajaran di dalam kelas bisa terselesaikan karena menurut Arikunto
(2015:2), PTK adalah jenis penelitian yang memaparkan baik proses maupun
hasil, yang melakukan PTK di kelasnya untuk meningkatkan kualitas
pembelajarannya sehingga ketika selesai menerapkan PTK siswa dapat menguasai
pembelajaran sejarah dengan baik.
Tujuan PTK sendiri menurut Mulyasa (2013:37) adalah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, bukanlah untuk menghasilkan pengetahuan.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki masalah dalam
keaktifan siswa dalam mata pelajaran sejarah dengan menggunakan Student
Facilitator and Eksplaining (SFE).
B. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan
Didalam penelitian ini, kehadiran peneliti adalah sebagai observer dalam
kegiatan dan monitoring tindakan. Guru melakukan penelitian didalam kelas
(pelaksana kegiatan) sekaligus menerapkan model Picture and Picture, sementara
peneliti juga berkolaborasi dengan guru bertugas untuk menyiapkan RPP dan
media pembelajaran berupa gambar-gambar yang akan digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan ini.
Kemudian, peneliti di sini berperan sebagai observer dalam kegiatan ini
untuk melihat sejauh mana guru mata pelajaran menerapkan model picture and
picture ini kepada siswa. Untuk mendokumentasikan kegiatan tersebut,
peneliti/observer berkerjasama dengan teman bertugas sebagai pengumpul data
dokumentasi pengajaran yang dilakukan dan menyiapkan lembar pengamatan
observasi yang diperlukan

C. Lokasi dan Subyek Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singosari di Jl. Ki Hajar Dewantara
No 1 Singosari. Pada sekolah ini pembelajaran dilakukan dengan sistem Full Day
School dengan mengacu pada Kurikulum 2013. Di sekolah ini yang menjadi objek
penelitian adalah kelas XI (Sebelas) yang terbagi menjadi 13 rombel yaitu IPA A,
IPA B, IPA C, IPA D,IPA E, IPA F, IPA G,IPA H, IPS A, IPS B, IPS C dan IPS
D dan kelas Bahasa yang termasuk dalam angkatan 2017. Untuk kelas yang
dipilih sebagai penelitian ini adalah IPS C/16 dengan hasil pengamatan yang
ditemukan bahwa rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswanya karena guru
belum menggunakan metode pembelajaran dengan efektif serta pengakuan siswa
ketika peneliti melakukan KPL di kelas ini bahwa untuk pembelajaran masih
terlalu rendah partisipasinya.
D. DATA DAN SUMBER DATA YANG DIGUNAKAN
Sumber data sendiri merupakan bahan yang dapat memberikan informasi
mengenai data-data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, data yang akan
diambil meliputi proses pembelajaran, respon siswa terhadap metode yang
digunakan serta keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Guru pada mata pelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Singosari yaitu Ibu Yenni
Priscasari, S.Pd. Dalam penelitian ini, peneliti dan guru mata pelajaran
berkolaborasi untuk membantu melancarkan proses penelitian. Peneliti
berperan sebagai pelaksana kegiatan penelitian sedangkan guru bertugas untuk
membantu serta mengawasi jalannya penelitian karena menurut Sanjaya
(2016:68) mereka dapat berperan mengingatkan atau memberitahukan sesuatu
yang terlupakan atau tersembunyi, khususnya ketika dilakukan refleksi. Data
yang diperlukan dari guru misalnya wawancara dan nilai siswa sebelum
dilakukan penelitian.
2. Observer
Dalam penelitian ini, observer bertugas untuk mendokumentasikan penelitian
yang dijalankan serta mencatat hal-hal yang berhubungan dengan penelitian.
Untuk observer sendiri menggunakan teman peneliti yang berjumlah 3 orang
observer. Nama observernya yaitu Wildan Firly Irhamny, Yongky Choirudin
dan R. Hardiansyah Erfanda Pujowahyudi.
3. Siswa kelas IPS C/16 yang berjumlah 35 siswa
Peneliti akan menggunakan siswa kelas IPS C/16 ini sebagai obyek penelitian
dalam melihat keaktifan siswa di kelas.

Sementara data-data yang akan diperlukan untuk penelitian ini adalah :

1. Data keaktifan siswa


Dalam penelitian ini, penulis akan mengumpulkan data mengenai
keaktifan siswa di kelas IPS C/16. Peneliti akan meneliti keaktifan siswa
sebelum melakukan pembelajaran Picture and Picture dan sesudah
melakukan pembelajaran dengan menggunakan Picture and Picture.
Sementara observer bertugas untuk mengamati kegiatan penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disediakan
oleh peneliti sebelum melakukan penelitian keaktifan dengan
menggunakan Picture and Picture.
2. Data kehadiran siswa
Kehadiran siswa diperlukan untuk mengetahui jumlah siswa secara
keseluruhan untuk melakukan penelitian, baik pada siklus 1 maupun
siklus ke 2.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data menurut Nursalam (2008:111) adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang
diperlukan dalam suatu penelitian. Dalam setiap penelitian, peneliti akan
melakukan pengumpulan data terlebih dahulu. Pengumpulan data ini sangat
penting bagi setiap penelitian karena menurut Gulo (2000:110-111), pengumpulan
data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka
mencapai tujuan penelitian. Dalam hal ini, seorang peneliti harus menyadari
adanya permasalahan akses dan etika yang kompleks dalam proses pengumpulan
data. Keduanya berpengaruh terhadap data yang dikumpulkan, bagaimana
memperolehnya dan bagaimana pula menggunakannya (Mulyasa,2013:24).Oleh
karena itu, penulis sebelum dan selama melakukan penelitian akan mengumpulkan
data yang dipakai untuk penulisan skripsi kali ini. Teknik-teknik yang akan
dilakukan oleh peneliti yaitu:
1. Observasi

Observasi menurut Djaali & Muljono (2007:16) adalah cara menghimpun


bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek
pengamatan.

Tahap observasi ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui sejauh mana
keaktifan siswa di kelas. Untuk kali ini, penulis akan berfokus untuk melakukan
penelitian keaktifan siswa dengan menggunakan model pembelajaran picture and
picture. Untuk itu peneliti akan membuat instrumen penelitian yang akan
diperlukan dalam penelitian ini.

Untuk menghitung seberapa siswa aktif dalam pembelajaran, maka


untuk menghitungnya, peneliti akan menggunakan rumus :

Jumlah skor siswa yang aktif


Keaktifan siswa = x 100 %
Jumlah Siswa

Sumber : Arikunto (dalam Talip,2018:32).

Untuk menghitung seberapa besar keaktifan belajar siswa, peneliti


akan melakukan analisis terhadap ketuntasan proses pembelajaran dengan
menggunakan picture and picture. Skalanya adalah sebagai berikut :

No Nilai Aktivitas Huruf Indikator Keberhasilan


1 86-100% A Sangat Baik
2 71-85% B Baik
3 56-70% C Cukup
4 41-55% D Kurang
5 0-40% E Sangat Kurang
Dikembangkan dari : Rusyiana (2015:91).
Sedangkan untuk menghitung keaktifan siswa per individu (perorang), peneliti
akan menggunakan frekuensi siswa yang aktif dalam beberapa aspek.
Perhitungannya menggunakan rumus :

Jumlah Siswa yang aktif


∑ f= x 100 %
Jumlah keseluruhan

Dengan ∑ f = Presentasi siswa dalam aspek-aspek tertentu.

Kemudian untuk total keseluruhan siswa yang aktif yaitu :

skor individu
Keaktifan siswa= x 100 %
skor jumlah

Kemudian untuk indikator/ aspek keaktifannya untuk kualifikasinya adalah


sebagai berikut :

Indikator keaktifan Deskripsi Skor Pernyataan

Visual 0 Siswa tidak berpartisipasi

Lisan

Mendengarkan

Menulis

Menggambar

Metrik

Mental

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sehingga untuk


observasi, peneliti akan menggunakan lembar observasi kelas dan instrumen
wawancara guru dan wawancara dengan siswa selama pelaksanaan siklus 1 dan
siklus 2 untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa setelah menggunakan Picture
and Picture.

Obser

2. Wawancara
a. Wawancara dengan percakapan informal

Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai guru sejarah bernama Ibu


Yenni Priscasari, S.Pd sebagai pengajar dan siswa sebagai pelaku peneliti. Peneliti
mula-mula bertanya kepada guru sejarah mengenai kesulitan-kesulitan yang
dialami oleh guru selama proses belajar-mengajar. Selain itu, peneliti akan
mewawancarai siswa secara informal untuk mengetahui masalah pembelajaran
yang terjadi di kelas.

b. Wawancara dengan pedoman wawancara

Menurut [ CITATION Par13 \l 1057 ], wawancara dengan pedoman


wawancara (interview guide) pada umumnya dimaksudkan untuk kepentingan
wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan
yang menjadi pokok dari minat penelitian. Dalam penelitian ini, penulis akan
bertanya kepada Ibu Yenni Priscasari ebelum dilakukan tindakan kelas dan
sesudahnya. Lalu untuk siswa kelas IPS C/16, , sebanyak 35 orang. peneliti
bertanya kepada 7 orang siswa mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami
sebelum tindakan dan sesudahnya untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang
telah dilakukan dan perbedaan hasil yang diambil dari penelitian ini.

3. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, peneliti memerlukan dokumen-dokumen kegiatan


yang akan dilakukan selama melakukan penelitian tindakan kelas dengan
mengggunakan Picture and Picture. Dalam dokumentasi ini, peneliti akan
membutuhkan:

a. RPP
Peneliti akan berkolaborasi dengan guru sejarah di SMA Negeri 1 Singosari
untuk bersama-sama menentukan materi yang akan diajarkan untuk penelitian
kali ini dan menyusun RPP. Untuk RPP ini, peneliti menggunakan kurikulum
2013 bidang sejarah wajib untuk kelas XII.

b. Foto-foto kegiatan
Peneliti akan meminta teman sekaligus observer untuk mendokumentasikan
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan SFE ini.
c. Surat Izin Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti akan mengurus surat
izin penelitian. Pertama-tama peneliti akan mengurus surat izin penelitian dari
pihak Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang, lalu setelah
mendapatkan surat izin penelitian, peneliti akan mengurus surat izin penelitian
di sekolah dari pihak Bakesbangpol Kabupaten Malang dan pihak Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur Cabang Kabupaten Malang. Setelah
mendapatkan surat izin penelitian dari instansi tersebut, peneliti akan
mengunjungi SMA Negeri 1 Singosari untuk memohon izin penelitian kepada
pihak sekolah melalui Kepala Sekolah. Setelah itu peneliti akan menemui guru
sejarah SMA Negeri 1 Singosari untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya untuk penelitian ini.
Untuk penilaian, peneliti akan menilai siswa sejauh mana siswa mampu aktif
setelah penerapan SFE ini.

1. Analisis data
1. Analisis Data

Analisis menurut Wiradi dalam [ CITATION Mak06 \l 1057 ] mengatakan


bahwa :analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti
mengurai`, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan
dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya
dan ditafsirkan maknanya.

Sedangkan Sugiyono (2016:333) mengemukakan bahwa :


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data dalam Penelitian Tindakan Kelas berupa observasi dan
hasil pengamatan lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
analisis data kualitatif untuk memaparkan data yang diperoleh dari siklus
penelitian yang dijalankan. Setelah dilakukan analisis, peneliti
membandingkan hasil dari pelaksanaan siklus 1 maupun siklus 2 sehingga
dapat terlihat keaktifan siswa dan ketuntasan hasil belajar sejarah pada siklus
1 dan siklus 2 yang diterapkan dari penelitian ini.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil analisis data model


interaktif. Menurut Sugiyono (2016:335), analisis data model interaktif terdiri
dari 3 tahap, yaitu reduksi data, display data dan kesimpulan/verifikasi.

2. Evaluasi

Pada tahap evaluasi, peneliti akan mengetahui sejauh mana hasil dari
peneapan SFE terhadap keaktifan siswa. Di tahap ini peneliti melakukan
evaluasi mulai dari awal pelaksanaan kegiatan hingga akhir kegiatan. Hal ini
agar setiap pelaksanaan bisa terpantau sejauh mana pengaruh SFE terhadap
keaktifan siswa ketika peneliti menyampaikan materi pembelajaran. Untuk
rumusnya, penulis menggunakan rumus sebagai berikut :

f
P: x 100 %
N

Dimana :
P : angka presentase
F : frekuensi yang sedang dicari presentasenya
N : Number of Chase (jumlah frekuensi / banyaknya individu.

Sumber: Anas Sudjono (dalam Wibowo,2016:133).


Dan untuk menghitung seberapa siswa aktif dalam pembelajaran, maka
untuk menghitungnya, peneliti akan menggunakan rumus :

Jumlah skor siswa yang aktif


Keaktifan siswa = x 100 %
Jumlah Siswa

Sumber : Arikunto (dalam Talip,2018:32).

Untuk menghitung seberapa besar keaktifan belajar siswa, peneliti


akan melakukan analisis terhadap ketuntasan proses pembelajaran dengan
menggunakan SFE. Skalanya adalah sebagai berikut :

No Nilai Aktivitas Huruf Indikator Keberhasilan


1 86-100% A Sangat Baik
2 71-85% B Baik
3 56-70% C Cukup
4 41-55% D Kurang
5 0-40% E Sangat Kurang
Dikembangkan dari : Rusyiana (2015:91).

Sedangkan untuk menghitung keaktifan siswa per individu (perorang), peneliti


akan menggunakan frekuensi siswa yang aktif dalam beberapa aspek.
Perhitungannya menggunakan rumus :

Jumlah Siswa yang aktif


∑ f= x 100 %
Jumlah keseluruhan

Dengan ∑ f = Presentasi siswa dalam aspek-aspek tertentu.

Kemudian untuk total keseluruhan siswa yang aktif yaitu :

skor individu
Keaktifan siswa= x 100 %
skor jumlah

Sedangkan untuk menghitung keaktifan, penulis akan menggunakan


daftar checklist untuk mengetahui sejauh mana siswa aktif dalam
pembelajaran. Menurut Arifin (2011:242), daftar check adalah suatu daftar
yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati. Melalui daftar cek ini,
memungkinkan seseorang mencatat tiap-tiap kejadian (betapapun kecilnya)
tetapi dianggap penting.

3. Refleksi

Tahap ini merupakan proses pengolahan data yang meliputi analisis


data, hasil apa yang diperoleh selama penelitian dan menyimpulkan hasil yang
diperoleh dari penelitian tersebut lalu peneliti akan memberi angket kepada
siswa untuk mengetahui hasil penelitian dengan Student Facilitator and
Eksplaining.

2. Tahapan
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pembelajaran bersiklus
yang terdiri dari dua siklus untuk mengetahui sejauh mana penerapan Picture and
Picture dapat meningkatkan keaktifan belajar. Untuk itu, peneliti menggunakan
model yang ditulis oleh Arikunto (2015:42). Gambaran model penelitian bersiklus
ini yaitu :

Sumber : Arikunto (2015:42).

a. Perencanaan
Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan perencanaan awal
yaitu menentukan materi ajar yang akan dibuat penelitian dengan
berkonsultasi terlebih dahulu kepada guru pengajar di kelas tersebut. Setelah
itu, melakukan pembuatan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
berdasarkan kurikulum 2013 dengan model pembelajaran SFE.
b. Pelaksanaan Tindakan
Setelah melakukan perencanaan, peneliti melakukan pelaksanaan tindakan di
lapangan dengan memantau keterlaksanaan pemberian tindakan tersebut di
kelas dengan menyampaikan materi pembelajaran dengan model ini apakah
siswa antusias dalam pembelajaran.
c. Pengamatan
Selama melakukan penelitian, peneliti akan mengamati keaktifan siswa pada
saat pelaksanaan tindakan. Untuk itu, peneliti akan meminta bantuan kepada
teman sejawat yang membantu dalam penelitian untuk membantu tindakan
yang akan dilakukan dan guru mata pelajaran sejarah untuk mengamati
pemberian tindakan kepada siswa.
d. Refleksi
Setelah melakukan pengamatan, peneliti melakukan refleksi dengan teman
sejawat dan guru mata pelajaran mengenai tindakan yang telah dilakukan
apakah dalam siklus pertama telah ada peningkatan keaktifan. Apabila dalam
penelitian siklus pertama belum ada peningkatan maka dilanjutkan pada siklus
kedua.

Penelitian PTK ini akan terdiri dari 2 siklus yang siklus kedua dijalankan
apabila dalam siklus yang pertama masih menemui kendala. Penelitian ini
dilakukan dengan observasi yaitu wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah
dan observasi di kelas.

1. Siklus 1
a. Pendahuluan

Langkah pertama (Planning) sebelum melakukan penelitian adalah


identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan suatu kegiatan dimana
peneliti menemukan masalah yang akan diteliti. Sebelum melakukan observasi
kelas, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada pihak sekolah untuk
melakukan penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan
guru sejarah untuk mengetahui keadaan kelas sebelum diberikan tindakan. Hal
ini senada dengan apa yang di katakan oleh Sugiyono (2016:188) bahwa
wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana pewawancara
(peneliti atau yang diberi tugas melakukan pengumpulan data ) dalam
mengumpulkan data mengajukan suatu pertanyaan kepada yang diwawancarai.

Kemudian sebelum memasuki kelas, peneliti membuat daftar wawancara yang


akan ditanyakan kepada siswa. Peneliti juga melakukan observasi langsung di
kelas yang bersangkutan dengan cara ikut dalam pembelajaran yang dilakukan
oleh guru di dalam kelas untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa sebelum
dilakukan tindakan

Setelah menemukan masalah yang akan di teliti dari hasil wawancara


tadi, selanjutnya peneliti melakukan perencanaan. Dalam melakukan
perencanaan, peneliti bersama dengan guru sejarah secara bersama-sama
merancang RPP, menentukan model dan metode yang akan digunakan,
menentukan alat-alat yang dipakai, serta menentukan kelas yang akan dipakai
sebagai kelas percobaan. Dalam melaksanakan siklus 1, peneliti melakukan
kegiatan-kegiatan yang telah tercantum didalam RPP, dan melaksanakannya
dan guru sejarah bertindak sebagai observeryang mencatat hal-hal selama
proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat juga bertindak sebagai
pelaksana kegiatan yang mencatat hal-hal selama proses pembelajaran
berlangsung. Setelah pembuatan RPP, peneliti berkoordinasi dengan guru
sejarah untuk menganalisis siswa dengan penggunaan Student Facilitator and
Eksplaining.

Langkah kedua (action) setelah pembuatan RPP, lembar observasi


lapangan, dan koordinasi antara guru, peneliti dan observer adalah
pengambilan data pada siklus 1 dari siswa. Dalam pengambilan data di kelas
ini, guru bertindak sebagai pengajar siswa sekaligus harus bisa melihat aspek-
aspek keaktifan siswa selama pengajaran menggunakan Student Facilitator
and Eksplaining

Langkah terakhir (reflection) setelah pengambilan data adalah evaluasi


dan kesimpulan akhir antara guru, observer dan peneliti setelah melakukan
pengambilan data dari siswa di kelas, apakah akan di lanjutkan siklus 2 setelah
melihat keaktifan siswa di kelas.
2. Siklus 2
Setelah melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, guru
pendamping bersama dengan peneliti melakukan analisis mengenai hal-hal
yang terjadi di lapangan selama peneliti melakukan kegiatan pembelajaran.
Apabila ada yang dirasa kurang dalam pembelajaran, maka selanjutnya
dilakukan siklus ke dua.
Langkah pertama (planning) sebelum melakukan penelitian siklus II adalah
Indentifikasi masalah. Identifikasi masalah ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana siswa dapat menyerap pelajaran. Identifikasi ini melibatkan
peneliti dan guru sejarah. Peneliti dan guru sejarah membandingkan hasil yang
dicapai pada siklus 1 sebagai pedoman dalam melakukan siklus kedua. Dalam
tahap ini, peneliti dan guru sejarah bersama-sama untuk memperbaiki RPP
yang digunakan pada siklus 1, memperbaiki metode yang digunakan pada
siklus 1 dan menambahkan alat-alat yang sekiranya kurang pada siklus
pertama, penyusunan waktu yang akan digunakan untuk menjalankan metode
serta penentuan kelas yang akan dipilih sebagai kelas percobaan.

Langkah kedua adalah observasi kelas. Dalam observasi kelas ini,


peneliti kedua ini, peneliti menggunakan RPP yang telah dirancang
sebelumnya dengan guru sejarah serta menyiapkan alat-alat yang akan
digunakan. Peneliti akan melihat sejauh mana keaktifan siswa pada saat
melakukan observasi kelas dengan Student Facilitator and Eksplaining.

Langkah ketiga (reflection ) adalah analisis dan refleksi data setelah


siklus 2. Dalam kegiatan ini,peneliti dan guru sejarah melakukan analisis
terhadap pelaksanaan siklus kedua dan membandingkan hasil penelitian yang
diperoleh pada siklus 1. Peneliti dan guru sejarah melakukan analisis terhadap
pelaksanaan siklus kedua dan membandingkan hasil penelitian yang diperoleh
pada siklus 1. Setelah analisis kedua siklus selesai, peneliti membuat laporan
penelitian tindakan kelas.

Anda mungkin juga menyukai