Anda di halaman 1dari 12

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELJARAN COOPERATIVE

LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA


PADA MATA PELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR KELAS VI
Yuniani Miftahul Ni’mah1
Sarbini2
Dias Setyawan3
1)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP Universitas Terbuka
2)
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP Universitas Terbuka
3)
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP Universitas Terbuka

Email: yunianimiftahulnima@, sarbini@gmail.com, diasetyawan@gmail.com

ABSTRAK

Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru saat ini sering menggunakan model pembelajaran yang
konvensional. Dimana guru masih menjadi sumber utama dalam pembelajaran belum menggunakan media dan
model pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa. Hal tersebut sangat berdampak pada hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPS yang belum dapat mencapai ketuntasan minima yang telah menjadi acuan di sekolah
tersebut. Dari permasalahan yang telah dijabarkan diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dampak implementasi model model pembelajaran cooperative leraning terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS. Peneliti menerapan model pembelajaran Cooperative Learning pada mata pelajaran IPS.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilakukan dalam dua
siklus dan setiap siklus terdiri dari satu kali pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI B SD Aisyiyah 1
Nganjuk yang berjumlah 32 siswa. Penelitian ini menggunakan 2 siklus pada proses penelitiannya. Hal terbukti
dari peningkatan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan pada setiap siklus yaitu 61%
persen pada siklus pertama (19 siswa), dan 91% (29 siswa) pada siklus kedua. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa bahwa penerapan model pembeljaran Cooperative Learning dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPS pada siswa kelas VI-B di SD Aisyiyah 1 Nganjuk.

Kata kunci : Hasil Belajar, IPS, Model Pembelajaran Cooperative

PENDAHULUAN

Kualitas pendidikan bangsa Indonesia ditentukan oleh berbagai pihak. Salah satunya
adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang dapat mempengaruhi pendidikan Indonesia.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Wahyuni (2023) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah perpaduan yang tersturkur
meliputi guru, siswa , materi pembelajaran, metode dan media yang telah disiapkan dan saling

1
berkaitan dan mempegaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran dan merancang siswa dengan
segala kebutuhannya untuk menghadapi permasalahan sehari-hari.
Begitu kompleksnya arti pembelajaran namun pada saat pelaksanaan proses pembelajaran
yang dilakukan oleh banyak guru saat ini cenderung membosankan dan monoton. Dimana guru
hanya mengedepankan pencapaian target materi kurikulum dan lebih mementingkan pada
penghafalan konsep bukan pada pemahaman dan pengaplikasian pada kehidupan sehari-hari.
Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh
guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah yang dalam
pelaksanaannya siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikan guru
dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran
menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Menurut Herman, Kurniawan dan
Khasanah (2023) menyatakan dalam sebuah filosuf Cina mengenai pembelajaran aktif seperti
halnya ketika siswa hanya sebegai pendengar maka mereka akan cepat lupa, ketika siswa
melihat apa yang disampaikan guru maka siswa akan mulai mengingat. Namun ketika siswa
sudah melakukan atau mendemonstrasikan secara langsung maka siswa pasti akan paham.
Pernyataan ini dapat dijabarkan bahwa dalam proses pembelajaran siswa berperan sebagai
pemeran utama yang mengendalikan proses pembelajaran. Disini artinya siswa diharapkan aktif
ikut serta dalam menemukan formula baru dan menjadi problem solver dalam setiap masalah
yang dihadapinya. Aktif berarti siswa mampu dan berani untuk bertanya dan mengemukakan
pendapatnya. Siswa pasif hanya menerima ceramah guru tentang pengetahuan, sehingga jika
pembelajaran tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif maka
pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa maka diperlukan guru kreatif yang dapat
membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan efektif. Pelaksanaan proses belajar mengajar
yang efektif akan membantu siswa dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Pembelajaran
yang efektif ditandai dengan adanya keterlibatan siswa mengikuti proses belajar secara aktif,
kreatif, dan terjadinya perubahan perilaku sesuai kompetensi yang diharapkan. Hal itu berarti
siswa mampu mengalami ketuntasan belajar. Namun dalam kenyataannya pelaksanaan proses
belajar mengajar penuh dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Dari sekian masalah
yang muncul, sebagian besar berasal dari proses kegiatan belajar mengajar.
Menurut Barudin (2023) menyatakan bahwa peran pengajar IPS yaitu meningatkan
pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampil sosial serta kewarganegaraan siswa agar mampu
menerapannya dalam kehidupan bermasyarakat,bangsa dan negara Indonesia. Dari penjelasan
diatas dapat kita tarik benang merah antara materi IPS Karakteristik Geografis dan Kehidupan

2
Sosial Budaya, Ekonomi, Politik di Wilayah Asean dengan fungsi pembelajaran IPS di SD
mempunyai keterkaitan dengan demikian guru dapat mempersiapkan sedini mungkin baik
secara pengetahuan, nilai maupun sikap. Mahanani (2022) menyatakan bahwa guru di sekolah
dasar dalam mengajarkan pelajaran IPS bukan hanya menyampaikan ilmu-ilmu tentang
Pendidikan sosial, melainkan mengajarkan konsep-konsep esensi ilmu sosial untuk membentuk
siswa menjadi warga negara yang baik.
Rendahnya motivasi siswa yang berpengaruh pada hasil belajar dapat dilihat ketika
kondisi awal sebelum diberikan perlakuan, siswa diberikan evaluasi berbentuk tes untuk
mengukur hasil belajarnya pada mata pelajaran IPS belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yaitu ditetapkan 75, nilai yang dicapai rata-rata 63 dimana guru sudah merasa
membelajarkan siswa dengan baik. Setelah dicermati ternyata siswa masih cenderung pasif,
duduk, dengar, dan catat. Siswa hanya menjadi objek pembelajaran,terpusat pada guru,
pelajaran IPS bersifat hafalan semata, dan kurang bergairah dalam mempelajarinya, pola
interaksi searah dalam mempelajarinya, dari guru ke siswa, serta tujuan dan peran kritis / misi
IPS untuk mempersiapkan warga negara yang baik dan mampu bermasyarakat sulit dicapai
karena metode pembelajaran yang digunakan dominan ceramah.
Sehubungan dengan permasalahan di atas guru seharusnya dapat menumbuhkan
semangat belajar siswa agar terjadinya komunikasi yang intensif antara siswa dengan guru,
siswa dengan siswa, siswa dengan media dan sumber belajar sehingga akan meningkatkan
kualitas proses pembelajaran. Herawani (2022) berpendapat adanya kecenderungan guru tetap
menggunakan metode pemebeljaran konvesional yang bersifat satu arah, mengakibatkan
pembelajaran tampak kering dan membosankan siswa tampak pasif. Proses pembelajaran
dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta perpaduan input
sekolah yang berupa guru, siswa kurikulum, sarana, dan prasarana dapat dilakukan secara
harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, benar-
benar memberdayakan peserta didik dan mampu memotivasi siswa untuk mencapai hasil
belajar yang optimal. Guru menjadi landasan utama dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Diawal telah dijelaskan bahwa keberhasilan siswa dalam proses pembeljaran adalah peran guru
yang kreatif dalam menciptakan pembelajran yang efektif. Salah satu unsurnya adalah
pemilihan model belajar yang tepat pada proses pembelajaran. Menurut Bimantara (2023)
Ketika model pembelajaran yang searah dan seimbang akan menghasilkan minat belajar siswa
yang tinggi dan keikut sertaan siswa pada proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran yang tepat oleh guru dapat mempengaruhi
suasana pembelajaran di kelas.

3
Menurut Trianto dalam Oktavia (2020) menyataan bahwa model pembelajaran adalah
rancanan atau sruktur instrument pengajaran yang dijadikan pendidik sebgai sebagai dasar
untuk melaksanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Jadi, dapat simpulkan
bahwa model pembelajaran adalah pedoman guru dalam pembelajaram untuk menyalurkan
pesan dalam pembelajaran antara guru dan siswa ataupun sebaliknya yang dapat merangsang
perhatian, minat, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Akhyar (2021) berpendapat apabila pembelajaran telah dirancang
dengan baik, siswa akan mengikuti pembelajaran tanpa beban dan tumbuh dari kesadaran
dirinya sendiri. Dengan demikian belajar bukan lagi paksaan namun menjadi kebutuhan siswa.
Disebabkan oleh itu model pembelajaran secara umum dikelompokkan menjadi model
pembelajaran individualistik dan kelompok.
Cooperative leraning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang mempunyai kemampuan berbeda. Samiha (2023) Pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajran yang meliabtakan siswa dalam bentuk kelompok kecil
yang terdiri dari siswa yang heterogen berdasarkan kemampuannya.Dalam menyelesaikan
tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran. Model pembelajaran cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang
menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik berbeda
kedalam kelompok-kelompok kecil
Ponidi ( 2021) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa dibimbing untuk
bekerja dalam kelompok bersama dengan teman sebaya yang mempunyai kemempuan
heterogen secara aktif. Aktif dalam hal ini adalah siswa terlibat secara penuh dalam proses
pembelajaran sehingga mereka dapat menikmati pembelajan yang disampaikan oleh guru.
Maka dari itu, upaya untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran pendidikan IPS
merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan. Untuk mendesain kegiatan
pembelajaran yang dapat merangsang hasil belajar optimal dalam setiap materi pelajaran
memerlukan pemilihan, model pembelajaran yang tepat dan pengorganisasian materi yang tepat
pula. Iswanda (2022) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif sangat sesuai untuk
melaksanakan proses pembelajaran yang mengenalkan nilai-nilai karakter yang menyatu pada
pembelajaran IPS. Pembelajaran yang peneliti pilih adalah model cooperative learning yang
didalamnya ada variasi metode pembelajaran antra lain : Tanya jawab, diskusi, penugasan,
ceramah, dan pengamatan. Berdasarkan kondisi di atas, peneliti melakukan refleksi diri dengan

4
berdiskusi dengan supervisor 2, dan hasil refleksi penulis didapatkan beberapa kelemahan
dalam proses belajar mengajar yaitu, dalam proses belajar mengajar komunikasi hanya terjadi
satu arah dimana guru mendominasi sedangkan siswa dibiarkan pasif dalam pembelajaran,
dilihat dari materi pembelajaran, ternyata materi dapat disampaikan melalui penerapan model
pembelajaran yang sehingga siswa akan lebih mudah dalam mencerna materi pelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak
implementasi model model pembelajaran cooperative leraning terhadap hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPS.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di SD Aisyiyah 1 Nganjuk subjek penelitian adalah siswa


kelas VI B di SD ‘Aisyiyah 1 Nganjuk Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk semester 1
pada tahun pelajaran 2022/2023 yang berjumlah 32 siswa, terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 13
siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas sebab penelitan ditulis
untuk mengatasi masalah kegiatan pembelajaran di kelas. Pada penelitian perbaikan
pembelajaran ini dirancang menjadi 2 siklus yang terdiri dari siklus 1 dan siklus 2, sebelum
tahap siklus 1 diawali dahulu dengan tahap prasiklus, kemudian sebagai pembanding tahap pra
siklus maka dilaksanakan siklus 1. Jika masih terdapat masalah terhadap pembelajaran dan hasil
belajar siswa maka dilanjutkan pada tahap siklus 2. Jika pada siklus 2 masalah telah selesai dan
tuntas maka tahap penelitian ini berakhir pada siklus 2, akan tetapi apabila pada tahap 2 belum
tuntas dan masih ditemukan masalah maka siklus 2 akan berlanjut ke siklus berikutnya hingga
masalah telah tuntas dan selesai. Dalam prosedur penelitian ini dilakukan dalam 4 tahapan yang
urutannya yakni: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/observasi dan evaluasi-refleksi.
Analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif kualitatif dengan Prosentase ketuntasan
siswa secara klasikal, dengan rumus:
ΣA
Ketuntasan Klasikal = x 100%
ΣB
Keterangan:
A = jumlah siswa yang mencapai KKM
B = jumlah seluruh siswa dalam kelas

5
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Aisyiyah 1 yang berada di
Kabupaten Nganjuk. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VI B yang berjumlah 32
siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Sebelum melaksanakan
penelitian, terlebih dahulu melakukan observasi terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS di kelas VI B SD Aisyiyah 1 Nganjuk.

Tindakan Pra-Siklus

Langkah awal sebelum melakukan penelitian tidakan kelas tentang pengaruh


implementasi cooperative learning terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di
kelas VI adalah mengamati proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas. Hasil dari
pengamatan ini akan menjadi dasar perbandingan antara hasil belajar sebelum dan sesudah
setelah adanya tindakan. Dengan demikian akan diketahui pengaruh dari penerapan model
pembelajaran cooperative learning pada peningkatan hasil belajar siswa.

Di awal kegiatan, guru menyampaikan materi IPS di kelas VI B SD 'Aisyiyah 1


Nganjuk. Dalam hal ini, guru menggunakan model pembelajaran ceramah dimana pembelajran
hanya dipusatkan pada guru. Dalam hal ini, guru tidak menggunakan metode pengajaran yang
inovatif atau memperkenalkan variasi model pembelajaran. Siswa kurang aktif dan kurang
antusias sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar. Dalam hal ini guru menjelaskan
dengan menggunakan metode ceramah. Dalam hal ini guru masih menerapkan metode
pengajaran dan ceramah yang kurang kritis membuat siswa kurang bersemangat sehingga siswa
sulit memahami materi dan hasil belajarnya rendah. Berikut adalah diagram ketuntasan belajar
siswa sebagai berikut :

Tidak Tuntas
43%
Tuntas
57%

Gambar 1. Diagram ketuntasan belajar siswa tahap Pra Siklus

6
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang dapat mencapai KKM
yaitu 75 adalah 14 anak (43%) dan rata-rata nilai siswa kelas VI-B SD ‘Aisyiyah 1 Nganjuk
adalah 68. Hasil tersebut menunjukan bahwa ketuntasan siswa secara individu masih rendah,
sehingga akan dijadikan perbandingan untuk upaya peningkatan prestasi belajar menggunakan
model pembelajaran Cooperative Learning pada pembelajaran IPS pada siklus I.

Tindakan Siklus 1

Pada siklus 1 terdapat tiga tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengamatan
(observasi), guru mengeksplorasi materi pembelajaran IPS sebagai topik penelitian,
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning. Pada tahap perancanaan Sebelum
pembelajaran dilaksanakan guru menyiapkan rencana program pembelajaran perbaikan. Siklus
1 dilaksanakan pada Rabu, 17 Mei 2023 dengan menggunakan media gambar peta kawasan
ASEAN guru mulai menjelaskan secara singkat materi yang disampaikan dan mengajukan
serangkaian pertanyaan yang mendorong atau merangsang (brainstorming). Guru kemudian
membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil. Siswa melaksanakan diskusi dengan
bimbingan guru. Setelah diskusi selesai, siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas,
guru kemudian memberikan tes akhir kepada siswa untuk mengukur kemampuan siswa dalam
mengikuti pembelajaran.

Tidak Tuntas
39%
Tuntas

61%

Gambar 2. Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Tahap Siklus 1

Setelah menyelesaikan siklus 1 dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut menunjukkan


peningkatan yang baik. Sekolah telah menetapkan KKM dengan nilai 75. Pada siklus 1 ini, nilai
anak yang telah mencapi KKM adalah 19 anak (61%) dan rata-rata nilai siswa VI-B SD
'Aisyiyah 1 Nganjuk adalah 76. Disini dapat disimpulkan bahwa setelah menerapkan model
pembelajran cooperative learning terdapat peningkatan dari pra-siklus ke siklus 1 sebesar 18%.
7
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung siswa cukup aktif
terlibat langsung saat diskusi dan terjalin komunikasi yang baik antara guru dan siswa sehingga
terjadi proses pembelajaran yang hidup. Dari hasil tersebut diatas sudah menunjukkan bahwa
materi sudah dikuasai siswa dan terjadi perbaikan hasil belajar siswa. Dengan demikian model
pembelajaran cooperative learning dapat dikatan berhasil, akan tetapi belum maksimal.

Tindakan Siklus II
Berdasarkan observasi dan refsleksi pada siklus I, tindakan siklus II harus dilaksanakan
untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dimana pada sikuls I diketahui bahwa pembelajaran
sudah menunjukkan peningkatan pada hasil belajar siswa yang cukup berarti, tetapi ada
beberapa siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM. Dengan pertimbangan tersebut, maka
siklus II akan dilaksanakan untuk meningkatkan pencapaian indikator sehingga dapat
memperbaiki hasil belajar siswa yang belum mencapai KKM. Tahapan pada siklus ke-2 yang
meliputi tahap perencanaan, pengamatan, dan observasi.
Pada tahap perencanaan guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian
(RPPH) dan formulir soal kelompok serta media/alat peraga yang akan digunakan saat
pembelajaran. Hal-hal tersebut nantinya dapat dijadikan acuan untuk melihat karakter siswa
dan mengevaluasi kinerja siswa dengan menggunakan lembar observasi pada refleksi siklus ke-
2. Berdasarkan rencana pembelajaran yang telah tercantum pada RPPH pelaksanaan
pembelajaran diawali dengan guru mengucap salam, menanyakan kabar dan mengecek
kehadiran siswa. Dilanjutkan dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan materi
pemahaman dan menjelaskan cara bertindak sesuai dengan media/alat peraga yang diberikan,
dimana guru mengajukan pertanyaan. kepada siswa untuk menjawab secara berkelompok.
Beberapa pertanyaan di atas menganggap bahwa siswa dapat termotivasi untuk berprestasi lebih
baik dalam belajar jika tahapan pembelajarannya sedikit berbeda dengan Siklus 1. Selain
menerapkan Cooperative Learning pada pembelajaran, serta dilengkapi dengan penggunaan
media pembelajaran berupa video.

8
Gambar 3. Diagram Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Tahap Siklus II

Pelaksanaan siklus 2 dapat disimpulkan bahwa skor menunjukkan peningkatan yang


baik. KKM yang ditugaskan sekolah adalah 75. KKM yang dicapai oleh 29 anak (91%) dan
rata-rata siswa VI-B SD 'Aisyiyah 1 Nganjuk adalah 81. Berdasarkan data hasil tes formatif.
Untuk siklus ke-2, nilai siswa meningkat secara signifikan dibandingkan dengan nilai pada
siklus ke-1. Pada periode 2, ada 2 siswa lagi yang tidak lulus. Siswa ini adalah siswa yang sama
pada pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Siswa yang tidak tuntas setiap siklusnya justru tumbuh
tetapi tidak mencapai KKM yang ditetapkan. Digunakannya model pembelajaran cooperative
learning, mengubah pembelajaran dari individu ke kelompok pada siklus I dan pada siklus II
guru menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran sosial. Berdasarkan
data dari hasil tes formatif Siklus 2 ,Nilai siswa mengalami peningkatan yang baik
dibandingkan dengan nilai pada siklus 1. Pada siklus 2 masih ada 2 siswa yang belum tuntas.
Siswa ini adalah siswa yang sama pada pra siklus, siklus 1, dan siklus 2. Siswa yang belum
tuntas tersebut sebenarnya dari setiap siklus mengalami peningkatan, Akan tetapi belum dapat
mencapai KKM yang ditentukan. Kemudian hasil observasi pengamatan siswa juga sudah bisa
dikatakan baik dan dengan demikian tidak perlu dilakukan perbaikan pada siklus selanjutnya.
Berikut informasi peningkatan hasil belajar siswa melalui per siklus:

9
Gamabar 4. Grafik Peningkatan Prestasi Belajar Per Siklus

Berdasarkan data pertumbuhan hasil belajar khusus siklus di atas, terlihat bahwa hasil
belajar IPS pada pembelajaran IPS tumbuh cukup baik untuk setiap siklusnya. Dari data di atas
terlihat persentase pra siklus sebesar 43%, setelah itu penguasaan pada siklus I meningkat
sebesar 18% menjadi 61%. Pada siklus I porsinya meningkat sebesar 30%, sehingga pada siklus
II yang menerapkan model pembelajaran kooperatif porsinya sebesar 91%. Prestasi akademik
siswa meningkat dengan baik pada setiap siklusnya. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran cooperative learning berpengaruh
terhadap pencapaian hasil belajar. Pembelajaran melalui model pembelajaran ini
membangkitkan minat siswa, sehingga semangat dalam proses pembelajaran mata pelajaran
tersebut meningkat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama dua siklus dan seluruh pembahasan serta
analisisnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
cooperative learning mempunyai pengaruh positif peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas VI
B SD Aisyiyah 1 Nganjuk . Hal ini yang dinyatakan dalam rata-rata peningkatan hasil belajar
siswa pada setiap siklusnya. Dari data terlihat persentase pra siklus sebesar 43%, setelah itu
penguasaan pada siklus I meningkat sebesar 18% menjadi 61%. Pada siklus I porsinya
meningkat sebesar 30%, sehingga pada siklus II yang menerapkan model pembelajaran

10
kooperatif porsinya sebesar 91%. Prestasi akademik siswa meningkat dengan baik pada setiap
siklusnya. sehingga terjadi peningkatan 63% pada siklus I dan 91 % pada siklus II.

Dari hasil penelitian yang diperoleh pada uraian sebelumnya, maka dikemukakan saran-
saran Penerapan model pembelajaran kolaboratif membutuhkan persiapan yang cukup, oleh
karena itu guru harus dapat menentukan atau memilih mata pelajaran yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar dengan model pembelajaran ini untuk mencapai hasil yang optimal.
Untuk penelitian selanjutnya dapat variabel terikat selain hasil belajar siswa , sehingga dapat
diketahui bagaimana pengaruh model pembelajaran cooperative learning terhadap
keterampilan peserta didik yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, D.B. (2021). Model-Model Pembelajran. CV Pradina Group.
Barudin. (2023). Pengembangan Pembelajaran IPS berbasis Hipnosis. Pusat Pengembangan
Pendidikan dan Penelitian.
Bimantara, A. B (2019) Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPS Melalui Cooperative Learning
Pada Siswa Kelas IV SD. Jurnal Guru Pendidikan Dasar Yogyakarta. 65-70
Wahyuni, E. (2023). Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran. CV Gita Lentera.
Herawani, T. (2022) Penerapan Metode Cooperative Learning Dalam Rangka Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Bagi Siswa Kelas V SD Negeri Seluma.Jurnal Ilmu Pendidikan.
Bengkulu. 1(1), 29-34
Herman, Kurniawan, A & Khasanah, F (2023). Psikologi Belajar dan Pembelajran. Global
Eksekutif Teknologi.
Iswanda M. L, (2022) Penggunaan Strategi Pembelajaran Kooperatif Pada Mata Pelajaran IPS
SD Kelas Tinggi Materi Kerjasama Indonesia Singapura. Jurnal Pendidikan dan
Konseling Kampar. 4(6), 1065-1068
Mahanani, P. S, (2022) Penerapan Metode Cooperative Learning untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Kelas 3 SDN Tambakrejo Gurah Kediri. Jurnal
Tindakan Kelas.2(2), 88-93
Octavia, S. (2020. Model-Model Pembelajaran. CV Budi Utama
Ponidi. (2021). Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif. CV Adanu Abimata.
Samiha, Y. T. Analisis .(2023) Model Cooperative Learning Dalam Meningkatkan Kecerdasan
Siswa Sekolah Dasar Pada Pembelajaran IPS. Multidicipinary Journal of Social Science.
94-109

11
12

Anda mungkin juga menyukai