Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT


PADA MASA PRAAKSARA

Disusun oleh : Kelompok 1


Kelas : X B

Anggota Kelompok
Aqrys Arif Febriando
Elis Putri Sani
Muchamad Abdul G.
Imel Silvana
Nur Kholiza
Restia Fiasti F.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber.
Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Corak Kehidupan Masyarakat Masa Praaksara”,
sengaja dipilih untuk meningkatkan pengetahuan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Guru pengajar yang telah banyak membantu penulis agar dapat menyelesaikan
makalah ini dengan arahannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran
dan kritiknya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Lumajang, 14 Agustus 2019

5
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. 1

Daftar Isi ........................................................................................................... 2

Pembahasan ...................................................................................................... 3
a. Latar Belakang ...........................................................................................3
b. Rumusan Masalah ......................................................................................4
c. Tujuan Masalah ..........................................................................................4
d. Pembahasan Materi ....................................................................................5

Kesimpulan ...................................................................................................... 6

Penutup ............................................................................................................. 6

Daftar Pustaka .................................................................................................. 6

5
PEMBAHASAN

a. Latar Belakang
Masa prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia pada masa
ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis, berpikir, bahkan memiliki
berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya, mereka masih sangat primitif sehingga
dengan segala keterbatasannya mereka melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman nirleka. Nir artinya
tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman ini manusia masih belum
mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan zaman sejarah adalah dengan
ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Dimulainya zaman sejarah pada setiap bangsa itu berbeda-beda, hal itu tergantung dari tingkat
peradaban masing-masing bangsa. Bangsa yang pertama kali menggunakan tulisan dalam
kebudayaan mereka adalah bangsa sumeria. Sekitar 3000 tahun sebelum masehi, mereka
terbukti telah membuat ukiran diatas tanah liat, yang dipercaya berisikan simbol-simbol yang
merepresentasikan angka-angka.  
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana corak kehidupan masyarakat pada masa praaksara?

c. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui corak kehidupan masyarakat pada masa praaksara.

d. Pembahasan Materi

Pola Hunian

Manusia mengenal tempat tinggal atau menetap semenjak masa Mesolithikum (batu tengah)
atau masa berburu dan meramu tingkat lanjut. Sebelumnya manusia belum mengenal tempat tinggal
dan hidup nomaden (berpindah-pindah). Setelah mengenal tempat tinggal, manusia mulai bercocok
tanam dengan menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari batu, tulang binatang ataupun
kayu. Pada dasarnya hunian pada zaman praaksara terdiri atas dua macam, yaitu :

1. Nomaden
Nomaden adalah pola hidup dimana manusia purba pada saat itu hidup berpindah-pindah atau
menjelajah. Mereka hidup dalam komunitas-kuminatas kecil dengan mobilitas tinggi di suatu
tempat. Mata pencahariannya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dari alam (Food
Gathering)
2. Sedenter
Sedenter adalah pola hidup menetap, yaitu pola kehidupan dimana manusia sudah terorganisir
dan berkelompok serta menetap di suatu tempat. Mata pencahariannya bercocok tanam serta sudah
mulai mengenal norma dan adat yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan.

5
Pola hunian manusia purba memiliki dua karakter khas, yaitu :
1. Kedekatan dengan Sumber Air
Air merupakan kebutuhan pokok mahkluk hidup terutama manusia. Keberadaan air pada
suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula
dengan tumbuhan. Air memberikan kesuburan pada tanaman.
2. Kehidupan di Alam Terbuka
Manusia purba mempunyai kecendrungan hidup untuk menghuni sekitar aliran sungai.
Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar dan juga membuat atap dan sekat tempat
istirahat itu dari daun-daun. Kehidupan di sekitar sungai itu menunjukkan pola hidup manusia purba
di alam terbuka. Manusia purba juga memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan yang
tersedia, termasuk tinggal di gua-gua. Mobilitas manusia purba yang tinggi tidak memungkin untuk
menghuni gua secara menetap. Keberadaan gua-gua yang dekat dengan sumber air dan bahan
makanan mungkin saja dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sementara.
Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografisnya situs-situs serta kondisi lingkungannya.
Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba disepanjang
aliran sungai bengawan solo (sangiran, sambung macan, trinil , ngawi, dan ngandon), merupakan
contoh dari adanya kecendrungan hidup dipinggir sungai. Manusia purba pada zaman berburu dan
mengumpulkan makanan selalu berpindah-pindah mencari daerah baru yang dapat memberikan
makanan yang cukup.
 Pada umumnya mereka bergerak tidak terlalu jauh dari sungai, danau, atau sumber air yang
lain, karena binatang buruan biasa berkumpul di dekat sumber air. Ditempat-tempat itu kelompok
manusia praaksara menantikan binatang buruan mereka. Selain itu, sungai dan danau merupakan
sumber makanan, karena terdapat banyak ikan di dalamnya. Lagi pula di sekitar sungai biasanya
tanahnya subur dan ditumbuhi tanaman yang buah atau umbinya dapat dimakan
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, mereka telah mulai lebih lama tinggal di
suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat tinggal di pedalaman, ada pula yang tinggal
di daerah pantai. Mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, biasanya bertempat tinggal di dalam
gua-gua atau ceruk peneduh (rock shelter) yang suatu saat akan ditinggalkan apabila sumber
makanan di sekitarnya habis.
Pada tahun 1928 sampai 1931, Von Stein Callenfels melakukan penelitian di Gua Lawa dekat
Sampung, Ponorogo. Di situ ditemukan kebudayaan abris sous roche, yaitu merupakan hasil dari
kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang ditemukan adalah
ujung panah, flake, batu penggiling. Selain itu juga ditemukan alat-alat dari tanduk rusa.
Kebudayaan Abris sous roche ini banyak ditemukan di Besuki, Bojonegor, juga di daerah Sulawesi
Selatan seperti di Lamoncong.
Mereka yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang, siput dan ikan.
Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dapat dijumpai sejumlah besar
sampah kulit-kulit kerang serta alat yang mereka gunakan.
Di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan, terdapat tumpukan
atau timbunan sampah kulit kerang dan siput yang disebut kjokkenmoddinger (kjokken = dapur,
modding = sampah). Tahun 1925 Von Stein Callenfels melakukan penelitian di tumpukan sampah
itu. Ia menemukan jenis kapak genggam yang disebut pebble ( Kapak Sumatra). Selain itu,
ditemukan juga berupa anak panah atau mata tombak yang diguankan untuk menangkap ikan.

5
Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam
Diperkirakan awalnya manusia purba hidup dengan berburu dan meramu. Pada umumnya
mereka masih bergantung pada alam. Untuk bertahan hidup, mereka menerapkan pola hidup
nomaden atau berpindah-pindah tergantung dari bahan makanan yang tersedia. Alat-alat yang
dibuat terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama berkembang pada masa
Meganthropus dan Pithecanthropus. Tempat-tempat yang dituju komunitas ini umumnya
lingkungan dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk pantai
Masa manusia purba berburu dan meramu sering disebut dengan masa food gathering. Mereka
hanya bisa mengumpulkan dan menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis
tanaman untuk dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya mulai ada sekelompok manusia
purba yang bertempat tinggal sementara., misalnya di gua-gua, atau di tepi pantai.
Peralihan zaman Mesolithikum ke Neolithikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari
food gathering menuju food producing dengang Homo sapien sebagai pendukungnya. Kegiatan
bercocok tanam dilakukan ketika mereka mulai bertempat tinggal, walaupun masih bersifat
sementara. Mulanya, mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di tanah setelah tersiram
air hujan. Hal itulah yang kemudian mendorong manusia purba untuk bercocok tanam.
Kegiatan manusia purba bercocok tanam terus mengalami perkembangan. Peralatan pokoknya
adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih baik.
Dengan dibukanya lahan dan tersedianya air yang cukup, maka terjadilah persawahan untuk bertani.
Hal ini berkembang karena saat itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 SM ketika mulai terjadi
perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari Yunnan ke Kepulauan Indonesia.
Seiring kedatangan orang-orang dari Yunnan yang kemudian dikenal sebagai nenek moyang
kita itu, maka kegiatan pelayaran dan perdangan mulai dikenal. Dalam waktu singkat kegiatan
perdangan dengan sistem barter mulai berkembang. Kegiatan bertani juga semakin berkembang
karena mereka sudah mulai bertempat tinggal.
Maluku Utara merupakan pintu masuk manusia purba sejak jaman Pleistosen Akhir. Dari
Maluku Utara baru kemudian menyebar ke selatan sampai NTT, ke barat sampai Sulawesi dan ke
timur sampai Kepulaun Pasifik. Bukti peninggalan manusia purba di Maluku Utara adalah adanya
gua-gua hunian masa prasejarah (rock shelter) yang tersebar di Morotai, Halmahera Selatan dan
Pulau Gebe. Penelitian oleh Bellwood membuktikan bahwa gua-gua di daerah Morotai Selatan
(Tanjung Pinang dan Daeo) sudah dihuni manusia purba sejak 14.000 tahun yang lalu. Pada gua
Tanjung Pinang bahkan ditemukan adanya temuan rangka manusia purba. Pada situs pulau Gebe
dan gua Siti Nafisah di Halmahera Selatan ditemukan bekas-bekas kegiatan manusia sejak masa pra
tembikar. Beberapa temuan dari situs-situs di atas menunjukkan adanya kegiatan manusia dan
aktifitas mereka pada masa itu.

Sistem Kepercayaan
Seiring dengan perkembangan kemampuan berpikir, manusia pra aksara mulai mengenal
adanya kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan yang ada dari luar dirinya. Adanya kepercayaan
bahwa ada kekuatan dari luar dirinya mendorong manusia pra aksara mendekatkan diri dengan
kekuatan itu.
Manusia pra aksara mulai mengadakan berbagai upacara-upacara, berupa upacara pemujaan,
upacara kematian ataupun upacara ritual lainnya. Hal ini dibuktikan dari hasil peninggalan manusia
pra aksara yang berhasil ditemukan, seperti lukisan pada dinding goa-goa yang ada di Sulawesi
Selatan.
Berbagai upacara kepercayaan yang awalnya hanya berkaitan dengan leluhur, kemudian
berkembang berkaitan dengan mata pencarian. Seperti halnya sedekah laut, yang banyak
berkembang dikalangan para nelayan. Tujuan mungkin semacam keselamatan apabila akan berlayar

5
jauh, atau saat memulai pembuatan perahu. Hingga akhirnya sistem kepercayaan nenek moyang ini
masih dapat kita jumpai dibeberapa daerah.
Berikut ini kita akan menelaah bagaimana sistem kepercayaan manusia zaman pra aksara,
yang menjadi nenek moyang kita.

1. Animisme
Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Manusia pra aksara percaya
bahwa roh nenek moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan yang ada di dunia. Sehingga agar
tidak diganggu oleh roh jahat, mereka mengadakan sesajian terhadap roh-roh tersebut.

2. Dinamisme
Dinamisme merupakan kepercayaan kepada sesuatu benda yang dipercayai memiliki tenaga
atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan terhadap manusia. Dengan
adanya benda-benda yang memiliki kekuatan tersebut diyakini dapat menolong mereka. Kekuatan
itu umumnya terdapat pada benda-benda, seperti; keris, patung, pohon, tombak, dll. Sehingga
dilakukanlah ritual untuk mendapatkan kekuatan dari benda-benda tersebut.

3. Totemisme
Berkembang pula pada masa manusia pra aksara yang disebut dengan Totemisme.
Kepercayaaan Totemisme ialah kepercayaan terhadap hewan tertentu yang dianggap suci dan
memiliki kekuatan. Adapun hewan yang dianggap suci ialah ular, sapi, harimau, dll. 
Adajuga hewan yang dianggap suci berasal dari seseorang yang memimpikannya. Sehingga
orang yang memimpikan binatang tertentu patang makan daging hewan itu atau membunuhnya.
Dengan adanya kegiatan upacara tersebut mereka mendirikan batu-batu besar sehingga masa
ini melahirkan tradisi megalitik atau zaman batu besar. Perwujudan kepercayaan itu menghasilkan
suatu karya seni yang indah, seperti:
Menhir
Menhir merupakan tugu batu yang utuh maupun yang sudah diubah bentuknya yang
diletakkan pada posisi berdiri tegak di atas tanah baik yang disusun secara tunggal (monolith)
ataupun secara berkelompok (biasanya membentuk pola; lingkaran, persegi empat, bujur sangkar).
Menhir digunakan sebagai media untuk penghormatan, menampung kedatangan roh, dan sekaligus
sebagai lambang mereka yang sudah mati.
Istilah Menhir berasal dari bahasa Inggris lama (Breton language); Maen artinya batu dan hir
berarti panjang. Ukuran Menhir sangat bervariasi, seperti di sekitar Mangkik (Jawa Tengah) menhir
yang terkecil memiliki ukuran lebih kurang 0,40 meter.
Di Indonesia Menhir banyak ditemukan di wilayah Bali, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan daerah-daerah lainnya.

Dolmen

Dolmen ialah meja yang terbuat dari batu untuk meletakkan sesaji yang dipersembahkan
kepada roh nenek moyang. Dolmen banyak ditemukan di Asia, Afrika dan Eropa.

Sarkofagus

Sarkofagus adalah batu besar yang dipahat yang berbentuk seperti lesung, terdiri dari dua
keping yang ditangkupkan menjadi satu. Berfungsi untuk tempat mayat.

5
Punden Berundak

Punden berundak ialah bangunan berupa susunan batu berundak. Biasanya jumlah susunannya
ada 3 tingkatan. Digunakan untuk upacara pemujaan.

Waruga

Waruga merupakan kubur batu yang berbentuk kubus, terbuat dari batu utuh. Waruga banyak
ditemukan di daerah Sulawesi.

KESIMPULAN
1. Manusia praaksara memilih tempat tinggal yang dekat dengan persediaan air. Mereka mulai
tinggal menetap pada masa bercocok tanam.
2. Pembabakan corak kehidupan masyarakat praaksara ada tiga, yaitu :
a. Masa berburu dan meramu
b. Masa bercocok tanam
c. Masa perundagian
3. Sistem kepercayaan masyarakat praaksara muncul pada zama Neolitikum, pada saat masyarakat
praaksara sudah mengenal bahwa adanya kehidupan setelah mati.

PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, jika ada kesalahan maupun kekurangan mohon dimaklumi.
Karena makalah ini kami buat secara mendadak. :v

DAFTAR PUSTAKA
https://belajarsana.blogspot.com/2016/11/pola-hunian-masyarakat-praaksara.html

https://edusejarah.blogspot.com/2017/08/sistem-kepercayaan-manusia-pada-masa.html

Anda mungkin juga menyukai