Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RESUME PENILAIAN STATUS GIZI

(VALIDITAS, REPRODUCIBILITAS/PRESISI, AKURASI, SENSITIVITAS DAN


SPESIFITAS)

DISUSUN OLEH :

VIRGINA PUTRI SABILA


10021181823015

DOSEN PENGAMPU: FATMALINA FEBRY, S.KM., M.SI

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
TUGAS RESUME PENILAIAN STATUS GIZI

1. VALIDITAS
A. Pengertian validitas
Validitas (dari kata validity) mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila alat tersebut fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan
maksud dilakukan pengukuran. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan
pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Dengan kata lain bahwa valid
tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan
pengukuran dengan tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang juga mengukur berat
akan tetapi tidak cermat untu menimbang benda yang sangat kecil (tetapi berharga) pada berat
emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan yang tidak memperhatikan berat dalam
satuan gram. Contoh lain adalah meteran digunakan untuk mengukur panjang, timbangan
digunakan untuk mengukur berat, literan digunakan untuk mengukur isi atau volume, dan
sebagainya. Sedangkan meteran digunakan untuk mengukur berat tentu tidak valid. Menggunakan
alat ukur yang bertujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan
hasil ukur yang cermat dan teliti tentu akan menimbulkan berbagai kesalahan. Kesalahan tersebut
dapat berupa hasil yang terlalu tinggi/oversestimate atau juga bisa terlalu rendah/underestimate.
Untuk memperoleh data yang berkualitas ditentukan oleh empat faktor dalam pengukuran,
yaitu:1). Petugas atau pengukur, 2). Sasaran objek terukur, 3). Alat ukur, dan 4). Prosedur
pengukuran atau Standart Operatioal Procedur/SOP. Petugas pengukur harus mempunyai
pengetahuan dan keterampilan terhadap karakteristik variabel yang diukur, mengetahui sifat
sasaran objek terukur bisa berupa orang hidup dan atau benda mati, mengetahui karakterstik alat
ukur misalnya kapasitas dan tingkat ketelitian alat, dan dapat mengoperasionalkan atau
menjalankan alat sesuai dengan manual atau pertunjuk operasionalisasi yang tersedia.
B. Macam-macam validitas dan pengujiannya
Menurut Sugiyono (2003) bahwa ada 2 macam validitas, yaitu validitas dalam dan validitas luar.
Validitas dalam dibagi menjadi validitas isi dan validitas konstruk.
1. Validitas Isi, merupakan validitas yang diestimasi melalui pernyataan ahli atau profesional
judgment. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah sejauh mana butir atau
item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauh mana isi
tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Selain harus komprehensif isinya tetapi juga
harus hanya memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Walaupun isinya
komprehensif tetapi jika suatu tes mengikutsertakan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya maka
validitas tes tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya. Sebagai
contoh jika hendak mengukur tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi balita, maka pertanyaan
tersebut benar-benar hanya menanyakan mengenai gizi balita bukan gizi orang dewasa. Contoh
lain tentang validitas isi adalah seorang guru yang memberikan ujian dari bahan yang telah
diajarkan. Sebuah tes mempunyai validitas isi yang tinggi jika pertanyaan yang diajukan dapat
dianggap mewakili seluruh isi dari bidang yang diajarkan (Hagul, 1985 dan Sugiyono, 2002).
2.Validitas Konstruk, adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes dapat mengungkap
suatu trait atau konstrak teoritik yang handak diukur. Validitas konstruk sangat berguna pada tes
yang mengukur trait yang hendak dimiliki kriteria eksternal. Sementara Pratiknya membagi
validitas alat ukur yang harus diuji meliputi validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriterium
atau validitas prediksi. Magnusso menjelaskan bahwa apabila kita ingin melakukan rating terhadap
sifat agresivias yang tampak maka kita akan melakukan setelah melaksanakan pengamatan
terhadap perilaku target beberapa lama. Rating terhadap perilaku sedemikian itu dapat menjadi
indikator yang valid bagi ada tidaknya sifat agresif. Validitas kontruk dapat dicapai melalui 4 cara,
yaitu:
a. Studi mengenai perbedaan di antara kelompok yang menurut teori harus berbeda. Apabila teori
menjelaskan bahwa antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya harus memiliki skor yang
berbeda maka kenyataannya dapat diuji melalui pengumpulan data yang dianalisis teknik statistika
tertentu.
b. Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri individu dan lingkungan terhadap
hasil tes. Apabila teori mengatakan bahwa hasil tes dipengaruhi oleh kondisi subjek disebabkan
oleh faktor kematangan, maka pertambahan usia harus mampu mengubah skor subjek pada aspek
yang dipengaruhi itu, bukan pada aspek yang tidak terpengaruh oleh kematangan.
c. Studi mengenai korelasi di antara berbagai variabel yang menurut teori mengukur aspek yang
sama. Dengan cara menghubungkan antara berbagai skor tes yang mengukur aspek yang berbeda.
d. Studi mengenai korelasi antar-item atau antarbelahan tes. Interkolerasi yang s antar belahan dari
suatu tes dapat dianggap sebagai bukti bahwa tes mengukur satu variabel satuan/unity varable.
e. Validitas Prediski, sangat penting artinya bila tes dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prdiktor
bagi performansi di waktu yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi
performansi ini antara lain adalah dalam bimbingan karir, dalam seleksi mahasiswa baru, dalam
klasifikasi dan penempatan karyawan dan sebagainya. Dalam kasus tes yang digunakan untuk
seleksi masuk perguruan tinggi, untuk menguji validitas prediksi tes seleksi tersebut digunakan
krteria performansi yang akan datang, yang dalam hal ini adalah indeks prestasi setelah mahasiswa
diterima menjadi mahasiswa dan menempuh pelajaran beberapa semester. Jadi skor tes yang
diperoleh sekarang baru dapat diuji validitasnya di waktu yang akan datang, yaitu setelah skor
kriterianya diperoleh.

2. REPRODUCIBILITAS/PRESISI
Reliabailitas adalah alat ukur yang digunakan harus mempunyai kepercayaan,
keterandalan, keajegan, kestabilan, dan konsistensi. Realiabilitas adalah kemampuan pengukur
untuk melakukan pengukuran (antropometri) secara berturut-turut pada subjek yang sama dengan
perbedaan yang minimal ( d ) penyelia sebagai pembanding. Ghozali (2009) menyatakan bahwa
reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari peubah
atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas suatu test merujuk pada
derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi. Pengukuran yang memiliki reliabilitas
yang tinggi adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel.
Tingkat Reliabilitas Masing-masing metode penilaian status gizi memiliki tingkat
reliabilitas yang berbeda-beda. Contoh penggunaan metode klinis dalam menilai tingkatan
pembesaran kelenjar gondok adalah sangat subjektif sekali. Penilaian ini membutuhkan tenaga
medis dan paramedis yang sangat terlatih dan mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang
ini. Berbeda dengan penilaian secara biokimia yang mempunyai reliabilitas yang sangat tinggi.
Oleh karena itu apabila ada biaya, tenaga dan sarana-sarana lain yang mendukung, maka penilaian
status gizi dengan biokimia sangat dianjurkan.
Presisi apabila suatu pengukuran yang dilakukan berulang kali menghasilkan nilai yang
sama, maka pengukuran disebut mempunyai presisi yang tinggi. Presisi disebut juga
“reproduktifitas” atau “reliabilitas”. Suatu pengukuran sebaiknya dilakukan beberapa kali yang
tidak bergantung satu sama lain. Presisi dari masing-masing pengkuran dihitung dengan mengukur
koefisien variasinya (cofficient variantional / CV) dalam % dengan rumus :
CV% = Standar Deviasi X 100%
Rata-rata (Mean)
Presisi adalah fungsi dari kesalahan acak atau rendom error dalam pengukuran dan
kebanyakan kasusunya memang merupakan variasi dalam pengukuran yang benar-benar terjadi.

3. AKURASI
Akurasi adalah kemampuan pengukur untuk melakukan pengukuran terhadap subjek
dengan hasil yang tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran penyelia sebagai pembanding.
Akurasi berguna untuk mengetahui hasil pengukuran yang didapat apakah mendekati nilai
sebenarnya atau tidak. Lee dan Nieman (2007) menyebutkan bahwa akurasi adalah derajat
ketetapan, kesungguhan, dan keberhasilan dari suatu hasil pengukuran. Sedangkan menurut
Supariasi(2002), akurasi adalah kemampuan untuk mendapatkan hasil pengukuran penyelia
sebagai rujukan. Bisa saja suatu hasil pengukuran mempunyai presisi yang baik tetapi tidak akurat,
terutama pada saat terjadi bias (prasangka) yang sistematik, sehingga mempunyai CV yang rendah
tetapi tidak mendekati nilai sebenarnya. Sebaliknya, suatu pengukuran yang akurat harus diikuti
dengan presisi yang tinggi.

4.SENSITIVITAS DAN SPESIFITAS


Sensitivitas = (Positif sejati) : (Positif sejati + negatif palsu) Berdasarkan rumus di atas,
maka apabila terdapat peningkatan hasil negatif palsu, maka akan berdampak pada sensitivitas
suatu tes, semakin banyak negatif palsu, maka sensitivitas semakin berkurang. Pemeriksaan yang
baik dan ideal sebaiknya mempunyai spesifisitas dan sensitivitas 100%, namun sayangnya tidak
ada tes laboratorium yang memenuhi kriteria ini. Untuk mendeteksi suatu penyakit dibutuhkan
sensitivitas maksimal tetapi seringkali mengorbankan spesifisitas. Dengan suatu tes yang sangat
sensitif yang harus mempunyai nilai ambang abnormalitas rendah, sorang pasien mungkin salah
dianggap berpenyakit sedangkan kenyataanya tidak. sensitivitas adalah proporsi orang yang benar-
benar sakit dalam populasi yang juga diidentifikasi sebagai orang sakit oleh tes
skrining/penapisan/penapisan. Sensitivitas adalah kemungkingkinan kasus terdiagnosa dengan
benar atau probabilitas setiap kasus yang ada teridentifikasi dengan uji
skrining/penapisan/penapisan.
Spesifisitas = (Negatif Sejati) : (Negatif sejati + Positif palsu) Spesifisitas yang tinggi
secara ideal berarti hanya pasien dengan penyakit A yang akan menunjukan nilai atau hasil yang
positif dengan tes A tersebut. Sehingga jika terjadi peningkatan dalam hasil positif palsu (orang
yang normal salah uji positif untuk suatu penyakit) maka akan mengurangi spesifisitas suatu tes.
Sedangkan sensitivitas berarti sebarapa baik suatu tes mendeteksi penyakit tanpa melewatkan
beberapa individu berpenyakit tanpa melewatkan beberapa individu berpenyakit yang salah
klasifikasi sebagai individu sehat, dalam istilah teknis sensitivitas suatu tes menunjukan
kemampuannya untuk menghasilkan lebih banyak hasil positif sejati dan sedikit hasil negatif
palsu. spesifisitas berdasarkan Kamus Epidemiologi adalah proporsi orang yang benar-benar tidak
sakit dan tidak sakit pula saat diidentifikasi dengan tes skrining/penapisan/penapisan. Ini adalah
ukuran dari kemungkinan benar mengidentifikasi orang tidak sakit dengan tes
skrining/penapisan/penapisan (frase: angka true negatif).
DAFTAR PUSTAKA

Almastsier, Sunita, Susirah Soetardjo, Moesijanti Soekatri.2011. Gizi Seimbang Dalam Daur
Kehidupan.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Azwar. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Liberty.

Najmah . 2015 .Epidemiologi untuk mahasiswa kesehatan masyarakat. Rajagrafindo: Jakarta

Thamaria, Netty. 2017. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusias
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai