Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 6.4 SGD 2 LBM 3


TINDAKAN KEGAWAT DARURATAN
“Sakit Gigi sampai Bengkak”

ANGGOTA KELOMPOK :
1. Mas Tasya Hindun (Ketua) 31101600604
2. Novia Astriyani (Scriber) 31101600616
3. Arina Zuhaila Amna 31101600564
4. Alrevo Panji Auradewa 31101600555
5. Anisah Salsabila 31101600557
6. Arikha Solikatin 31101600562
7. Chiquiteta Mariska C 31101600569
8. Ferika Devy Rahmawati 31101600583
9. Izzudin Azzam Assarie 31101600597
10. Rizqa Citra Dewi 31101600627
11. Silvia Salwa Salsabila 31101600635
12. Ulfa Aynaya 31101600642

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 6.4 SGD 1 LBM 3

TINDAKAN KEGAWATDARURATAN

“Sakit Gigi Sampai Bengkak”

Telah Disetujui Oleh :

Tutor, Semarang, 9 Juli 2019

Drg. Shella Indri Noviantry, Sp. Ort


------------------------------------
-
DAFTAR ISI

LAPORAN TUTORIAL..............................................................................................1
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................... 3
BAB I......................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................4
1.2 Skenario......................................................................................................4
1.3 Identifikasi Masalah...................................................................................5
BAB II........................................................................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................6
A. Landasan Teori..........................................................................................6
1. Macam-macam Tipe Kesadaran.................................................................................6
2. Interpretasi Pemeriksaan............................................................................................7
3. Diagnosis Pada Skenario............................................................................................8
B. Kerangka Konsep....................................................................................17
BAB III..................................................................................................................... 18
KESIMPULAN......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angina Ludwig atau sering juga disebut phlegmon merupakan selulitis


diffusa yang potensial mengancam nyawa yang mengenai dasar mulut dan
region submandibular bilateral dan dapat menyebabkan obstruksi progresif
dari jalan nafas. Wilhelm Frederick von Ludwig, pertama kali
mendeskripsikan kondisi ini pada tahun 1836 sebagai infeksi ruang fasial
yang hampir selalu fatal.

Angina Ludwig ditandai dengan demam, dispnea, disfagia, dan


trismus akibat pembengkakan pada lantai mulut dan leher. Angina ini
biasanya berkembang akibat komplikasi dari infeksi odontogenik dari gigi
molar kedua dan ketiga. Pada pemeriksaan mikrobiologi, Angina Ludwig
diakibatkan oleh polimikroba, baik gram positif ataupun gram negatif, aerob
ataupun anaerob. Biasanya angina ini disebabkan oleh Streptokokus spp,
Stafilokokus aureus, Prevotella spp, dan Porfirimonas spp.

Pada kasus tahap lanjut, mengamankan jalan nafas, terapi antibiotic


spectrum luas dan drainase surgical sangat penting untuk menghindari
terjadinya komplikasi. Prognosis Angina Ludwig sangat tergantung kepada
seberapa cepat penatalaksanaan mengamankan jalan nafas dan pemberian
antibiotic dilakukan.

1.2 Skenario

Pasien laki-laki usia 47 tahun datang ke dokter gigi dengan kondisi


gigi bawah belakang kanan berlubang besar disertai bengkak sampai diarea
sekitar leher. Pasien demam sejak 3 hari yang lalu, merasa kesulitan
bernafas serta kesulitan makan, dan nyeri tenggorokan. Pasien belum
pernah memeriksakan keadaannya tersebut, hanya saja pada saat gigi
tersebut kemasukan makanan biasanya pasien sering mengorek
menggunakan tusuk gigi. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal
serupa. Pemeriksaan fisik oleh dokter gigi didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 150/90
mmHg. Nadi 112x/menit, suhu 38,9 derajat celcius, GDS 243. Pemeriksaan
intraoral gigi 46 berlubang besar, OHIS pasien 4,2 , lidah terangkat dari
dasar mulut. Dokter gigi menduga adanya penyebaran infeksi dari gigi yang
berlubang.

1.3 Identifikasi Masalah


1. Apa saja tingkat kesadaran?
2. Apa interpretasi dari pemeriksaan?
3. Apa diagnosis dari skenario diatas ?
4. Bagaimana tanda/gejala klinis dari diagnosis?
5. Apa saja etiopatogenesis dari diagnosis pada skenario?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus di skenario?
7. Bagaimana tindakan pencegahan pada kasus di skenario?
8. Apa diagnosis banding dari skenario?
9. Mengapa pasien susah nafas pada skenario diatas?
10. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan medically
compromised?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Macam-macam Tipe Kesadaran
 Tipe-tipe Kesadaran
a) ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya. Nilai GCS 14-15.
b) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Nilai GCS 12-13.
c) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
meberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
Nilai GCS 7-9.
d) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal. Nilai GCS10-11.
e) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri. Nilai GCS 4-6.
f) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya). Nilai GCS 3.
 Cara Menentukan Respon Kesadaran Secara Kuantitatif
Menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale)
 Menilai respon membuka mata (E)
(4): spontan
(3): dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2): dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1): tidak ada respon
 Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5): orientasi baik
(4): bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-
ulang) disorientasi tempat dan waktu.
(3): kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…,
bapak…”)
(2): suara tanpa arti (mengerang)
(1): tidak ada respon
 Menilai respon motorik (M)
(6): mengikuti perintah
(5): melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberirangsang nyeri)
(4): withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3): flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku
diatas dada &kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
(2): extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri)
(1): tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan
dalam simbol E-V-M dan selanjutnya nilai GCS tersebut
dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi atau GCS normal
adalah 15 yaitu E4V5M6, sedangkan yang terendah adalah 3
yaitu E1V1M1.
2. Interpretasi Pemeriksaan
 Vital Sign
a. Kesadaran: Compos mentis, yaitu kesadaran normal dapat
diberikan respon verbal, nyeri dan cahaya (Nilai GCS 14-15).
b. Tekanan Darah: 150/90 mmHg (Hipertensi Tipe I)
c. Nadi: 112 x/menit (Takikardi)
d. Suhu: 38,9° C (Demam)
e. GDS: 243 (Diabetes Mellitus)
 Extraoral
Bengkak sampai diarea sekitar leher (selulitis)
 Intraoral
a. Oral Hygine: 4,2 (Buruk)
b. Gigi 46 Karies
c. Lidah terangkat dari dasar mulut
3. Diagnosis Pada Skenario
Dari skenario didapatkan diagnosis yaitu Angina Ludwig atau
phlegmon. Angina Ludwig merupakan selulitis supuratif difus akut yang
menyebar terutama pada jaringan ikat longgar pada daerah bawah lidah
dan dagu serta melibatkan daerah mandibula. Angina Ludwig merupakan
salah satu bentuk abses leher dalam sebagai akibat perjalanan infeksi
dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala
dan tanda klinis setempat berupa nyeri dan pembengkakkan akan
menunjukkan lokasi infeksi.

Ludwig dengan bentuk lain dari infeksi leher dalam. Infeksi pada
angina Ludwig harus memenhi kriteria :

 Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga


 Mengahsilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan
atau tanpa pus.
 Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan
kelenjar
 Penyebaran perikontinuitatum dan bukan secara limfatik.

a) Gejala Klinis
Gambaran klinis dari penyakit ini ditandai dengan adanya
selulitis yang meluas yang menyebabkan pembengkakan pada
dasar mulut, lidah, dan region submandibular, sehingga dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas, penyebaran infeksi ke
jaringan leher yang lebih dalam ataupun menyebabkan
mediastenitis yang berpotensi fatal. Gejala lainnya adalah edem
jaringan leher depan di atas tulang hyoid yang memberikan
gambaran seperti “bull’s neck”. Demam, takikardi, takipnue, dan
dapat pula disertai dengan gangguan cemas dan agitasi.
Bengkakdan nyeri pada dasar mulut dan leher, sulit menelan,
nyeri menelan, berliur, trismus, dan nyeri pada gigi. Hoarness,
stridor, distress pernapasan, sianosis, dan postur tubuh tegak
dengan leher menjulur ke depan dan dagu terangkat seperti
orang sedang mengendus adalah tanda-tanda pasien dengan
obstruksi jalan napas. Selain itu, gejala disfonia juga dapat
muncul akibat edem plika vokalis, tanda ini merupakan tanda
bahaya bagi klinisi karena berpotensi sumbatan jalan nafas. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu;

a. Rubor: permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat kemerahan


akibat vasodilatasi, efek dari inflamasi
b. Tumor: pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau
cairan exudat
c. Kalor: teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran
darah ke area infeksi
d. Dolor: terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf
sensorik oleh jaringan yang bengkak akibat edema atau
infeksi
e. Fungsiolaesa: terdapat masalah denagn proses mastikasi,
trismus, disfagia, dan gangguan pernafasan

b) Etiologi Angina Ludwig


Etiologi terbanyak diakibatkan oleh kuman
Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya adalah anaerob
gram negatif seperti Prevotella, Porphyromona, dan
Fusobacterium. Infeksi odontogenik umumnya merupakan
infeksi campuran berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob
maupun anaerob. Infeksi primer dapat berasal dari gigi seperti
perluasan infeksi atau abses periapikal, osteomyelitis, dan
perikoronitis yang berkaitan dengan erupsi gigi molar tiga
rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal atau perikronal. Selain sebab dari odontogenik,
infeksi dapat terjadi akibat dari penyuntikan dengan jarum
yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah, fraktur maksila atau
mandibular, laserasi dasar mulut, serta infeksi sekunder dari
keganasan rongga mulut. Selain itu terdapat faktor
predisposisi dari Angina Ludwig yaitu diabetes mellitus
merupakan kelainan metabolism hormonal dan beberapa
etiologi yang ditandai dengan hiperglikemik kronis yang
dihasilkan dari kekurangan sekresi atau fungsi insulin ataupun
keduanya.
Produksi insulin oleh pancreas turun atau rusak
sehingga glukosa dalam darah meningkat.
Penyebaran insulin ketika terjadi Angina Ludwig
tergantung dari respon imun tubuh, ketika menderita Angina
Ludwig dan diabetes mellitus maka sel β pancreas akan rusak
atau mengalami disfungsi, sehingga kadar insulin menurun.
Sehingga akan menyebabkan penyempitan pembulu darah,
jika ada karies akan mudah menjadi gangrene, dan terjadi
penurunan sistem imun dan penundaan penyembuhan luka.
Hal ini akan mempengaruhi pada cepat atau lambatnya
proses penyebaran infeksi dan proses penyembuhan luka.
c) Patogenesis Angina Ludwig
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies
profunda yang tidak terawat dan deep periodontal pocket,
merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi
akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal.
Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk
ke jaringanlunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya
tahan jaringan tubuh.
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan
ikat (perkontinuitatum) pembuluh darah (hematogen), dan
pembuluh limfe (limfogen).Yang paling sering terjadi adalah
penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya
celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat
berkumpulnya pus.
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang
bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya
m.mylohyoideus) dalam ruang submandibula, menyebabkan
infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses
dan pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan
meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi
yang menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan
sedikit ketidak nyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi
ketegangan antara tulang.
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas
karena ada kesatuan yang keras dari fascia cervikal profunda
dengan m.digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu
dapat terbentuk dengan jelas.
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di
dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri
sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti
struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga
meluas ke bawah sepanjang m.hyoglossus menuju ruang-
ruang fascia leher.
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada
daerah terlemah dibagian superior dan posterior sehingga
mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang, akhirnya
mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu
mandibula dan di bagian inferior yaitu m. mylohyoid. Proses
infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan posterior,
meluas ke dasar lantai mulut dan lidah. Os hyoid membatasi
terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang
menyebabkan perubahan bentuk dan gambaran “bull neck”.
d) Differential Diagnosis
Differential Persamaan Perbedaan
Diagnosis
Angioneurotik Pembengkakan Akibat reaksi
edema disekitar wajah, alergi, tidak sakit,
obstruksi jalan gatal-gatal,
nafas. penjalaran ke
tangan dan kaki.
Peritonsilar Pembengkakan di Letak di palatum
abses leher, molle, uvula,
disfangia,trismus, tonsil. Etiologi
dan sulit bicara karena tonsilitis
atau infeksi akut
yang bersumber
dari kelenjar
mucous weber
dari atas
tonsilnya,
sumbernya dari
bakteri aerob dan
anaerob yg ada di
peritonsilar, nyeri
telinga, menggigil,
muntah. Bisa
terjadi di kepala
dan leher, bisa
terjadi di spasium
parafaringeal.

Mumps Pembengkakan di Infeksi virus,


leher, demam, telinga sakit dan
trismus terangkat.
Limfadenitis Bengkak dileher, Konsistensi lunak,
demam, nyeri bila disebabkan
ditekan, nadi cepat infeksi
strepcococcus,
protozoa dan
jamur
Karsinoma lidah Bengkak sampai Konsistensi
leher jaringan,
penyebab mutasi
p53
penggunaan
gigi palsu yang
tidak tepat,
teriritasi,
pemnggunaan
tembakau, tanpa
ada pus jaringan
membengkak
Selulitis Infeksi dibawah kulit Kelopak mata
dan jaringan lunak, atas dan bawah
gejala hampir sama tertutup
yaitu sulit bernafas,
demam, kulit
kemerahan, etiologi
dari streptokokus
dan staphylokokus.

Abses spasium Sakit, berdenyut di


submasseter mandibular,
trismus, infesi m3
melalui permukaan
lateral ramus
keatas spasium.
Abses Dari infeksi Infeksi dari m2
submandibula odontogenik dari dan m3
abses dental ke
periodontal,
perikoronitis gigi
p/m rahang bawah
e) Penatalaksanaan Angina Ludwig
Penatalaksaan Angina Ludwig memerlukan tiga fokus
utama, yaitu:

a. Menjaga patensi jalan napas.


b. Terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk
mengobati dan membatasi penyebaran infeksi.
c. Dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan
submental.

Pada pasien yang sangat memerlukan bantuan


pernapasan, kontrol jalan nafas idealnya dilakukan di ruang
operasi, untuk dilakukan nasotrakeal intubasi, orotrakeal
intubasi atau trakeostomi jika diperlukan.

Apabila jalan nafas telah diamankan, diberikan


antibiotik intravena secara agresif harus dilakukan. Terapi
awal ditargetkan untuk bakteri gram positif dan bakteri
anaerob pada rongga mulut. Pemberian beberapa antibiotik
harus dilakukan, yaitu penisilin G dosis tinggi, ampisislin
apabila alergi diganti sefalosporin atau gentamisin dan
metronidazone, klindamisin, sefoksitin, piperasilin-tazobaktam,
amoksisilin klavulanat, dan tikarsilin klavulanat. Antibiotik
seperti penisilin diberikan sementara sampai dilakukan
pemeriksaan laboratorium (kultur bakteri dan sensitivitas)
untuk mengetahui antibiotic dan dosis yang tepat untuk
pasien. Untuk mengurangi gejala demam dan edema dapat
diberikan paracetamol dan dexamethasone.

Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi


supuratif, bukti radilogis adanya penumpukan cairan didalam
soft-tissue, krepitus, atau aspirasi jarum purulen. Drainase
juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah pemberian
terapi antibiotic. Mencabut gigi yang terinfeksi juga penting
untuk proses drainase yang lengkap, setelah itu dipasangkan
rubber drain untk mencegah penutupan insisi. Pelu diingat
apabila gigi penyebab infeksi bersifat akut tidak boleh
dilakukan ekstraksi karena dikhawatirkan akan menyebbakan
sepsis.

Untuk pasien penderita Angina Ludwig dengan


Diabetes Mellitus bisa dilakukan :

 Deteksi dan klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan


history, temuan klinis, dan cek gula darah
 Monitoring dan control hiperglikemia
 Monitoring HbA1c yaitu Glycated Haemoglobin atau
hemoglobin yang berikatan dengan glukosa, konsentrasi
glukosa darah rata-rata.
 Pada pasien dengan gangguan insulin disarankan untuk
makan sebelum tindakan dilakukan, janjikan tindakan
pada pagi hari, menyediakan gula atau karbohidrat
sebagai preventif jika terjadi hipoglikemia, ingatkan dan
pantau hipoglikemia, dan pemilihan obat yang tepat.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan


antibiotic yang tepat yaitu efektivitas obat, resiko resistensi
kuman minimal, toksisitas obat rendah, stabilitas tinggi, dan
masa kerja yang lama.

Pasien dengan tatalaksana insisi dan eksplorasi abses


dengan anestesi local dan pemberian antibiotic spectrum luas
dapat diberikan seftriakson dan metronidazole.

Pasien DM yang rentan infeksi dan mengalami


komplikasi dapat diberi perhatian khusus. Insisi dan eksplorasi
abses pada pasien dapat menimbulka stress pada pasien
sehingga dapat memicu peningkatan kadar glukosa darah.
Pasien DM tipe ll yang akan menjalani insisi dapat
ditatalaksana berdasaran obat yang biasa digunakan, kadar
glukosa darah, lamanya prosedur bedah, dan tersedianya
tenaga ahli.

Kadar glukosa darah harus dimonitor sebelum dan


sesudah dioperasi pada semua pasien DM. kadar glukosa
perioperative sebaiknya antara 120-180mg/dl. Pada bedah
minor, hiperglikemia perioperative ditatalaksana dengan
memberikan dosis kecil insulin masa kerja pendek secara
subkutan 4-10 unit. Harus diperhatikan resiko hipoglikemia.
Setelah prosedur bedah minor obat antidiabteik yang biasa
digunakan dapat dimulai setelah pasien mulai makan.
Pemberian insulin selama perawatan bertujuan supaya kadar
glukosa darah lebih terkontrol sehingga penekanan
respon imun akibat hiperglikemia dapat dihambat dan
penyembuhan infeki bisa lebih cepat.

Tindakan insisi dan ekplorasi pasien bedah darurat


dengan kontrol glukosa bukan kontraindikasi tetapi perlu
dipertimbangkan.
f) Pencegahan Angina Ludwig
 Pencegahan dari Angina Ludwig dapat dilakukan dengan
control ke dokter gigi secara rutin untuk menangani
masalah gigi dan mulut
 Melakukan tindakan restorasi untuk karies

B. Kerangka Konsep

Gigi berlubang

dikorek dengan menggunakan tusuk gigi


bengkak sampai leher, sulit bernafas, sulit
makan, nyeri tenggorokan

Flegmon / ludwig angina

Etiologi Patogenesis Penatalaksanaan Pencegahan

BAB III
KESIMPULAN

Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat,


potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan
submandibular.

Angina Ludwig biasanya disebabkan oleh infeksi odontogenik, khususnya


dari gigi molar kedua atau ketiga rahang bawah. Infeksi biasanya disebabkan oleh
bakteri aerob dan anaerob gram negatif seperti streptococcus dan staphylococcus
aureus dengan faktor predisposisi penyakit sistemik seperti diabtes mellitus.

Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam,


takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu
adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior leher,
demam, disfagia, trismus, dan nyeri pada gigi..

Pada penatalaksanaan Angina Ludwig difokuskan pada pemberian jalan


nafas, karena obstruksi jalan nafas merupakan tingkat kematian tertinggi pada kasus
ini. Apabila jalan nafas telah diamankan, dapat dilakukan pemberian antibiotik
intravena dengan spectrum luas. Drainase diindikasikan jika terdapat infeksi
supuratif, bukti radilogis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus,
atau aspirasi jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan
setelah pemberian terapi antibiotik. Sedangkan untuk penderita dengan penyakit
sistemik atau diabetes mellitus dapat dilakukan tindakan bedah minor dengan
melakukan pertimbangan dan perhatian khusus pada pasien seperti monitoring
glukosa darah sebelum dan sesudah tindakan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, B., 2005. Odontogenik Infection. Head and Neck Surgery. 4 ed.
Pennsylvanya: Elsener Mosby.

Kremer, M.J; Blair, T;, 2006. Ludwig angina: forewarned is forearmed. J Am Assoc
Nurse Anesth, Issue 74, pp. 445-451.

M, A., 2015. Phlegmon Dasar Mulut Odontogenik : Laporan Kasus. volume 5 no. 19.

M, A., 2015. Phlegmon Dasar Mulut Odontogenik : Laporan Kasus. volume 5 no. 12.

Mathew , G., Ranganathan, K. & Gandhi, S., 2012. Odontogenic maxillofacial space
infections at a tertiary referral centre in Northern India: a five year retrospective
study. International Journal of Infectious Diseases, Issue 16, pp. 296-302.

ME, Ocasio Tasco; M, Martinez; A, Cedeno; A, Torres Palacios; E, Alicea;, 2005.


Ludwig's angina: an uncommon cause of chest pain. South Med J, Volume 98(5), p.
561.

N, Y., 2010. Penatalaksanaan Tindakan Bedah Minor pada Penderita DM tipe 2.


Jurnal THT-KL.

N, Y., 2010. Penatalaksanaan Tindakan Bedah Minor pada Penderita DM tipe ll.
jurnal THT-KL.
Ramesh, C., Suresh, V., Ramesh, B. & Suresh, K., 2012. Ludwig's Angina – An
emergency: A case report with literature review. J Nat Sci Biol Med, 2(3), pp. 206-
208.

SP, Rahardjo, 2008. Penatalaksanaan Angina Ludwig dan Abses leher dalam
sebagai komplikasi infeksi Odontogenik. Dexa Media Jurnal Kedokteran dan
Farmasi, Volume 21, pp. 9-32.

SP, Raharjo, 2013. Infeksi Leher Dalam. 1 ed. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wolfe , M., Davis, J. & Parks, S., 2011. Is surgical airway necessary for airway
management in deep neck infections and Ludwig angina. Journal of Critical Care,
Volume 26, pp. 11-14.

YC, Soni; HD, Pael; HB, Pandya; HS, Dewan, 2014. Ludwig's angina: diagnosis and
management- clinical review. J Res Adv Dent, Volume 3(2s), pp. 6-131.

Anda mungkin juga menyukai