Anda di halaman 1dari 28

RESUME PBL BLOK 6.

1
SKENARIO 3
NYERI KEPALA HEBAT PASCA PERSALINAN

Disusun oleh
Nama : Susilawati Affanin
Npm : 117170066
Blok : 6.1
Tutor : dr. M. Hasbi Trijati WD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020

Adanya sindroma HELLP (Hemolysis; Elevated liver enzymes; Low platelet).


Skenario 3

Nyeri Kepala Hebat Pasca Persalinan

Seorang perempuan berusia 30 tahun P2A0 diantar suaminya ke IGD RS dengan keluhan nyeri
kepala hebat. Keluhan disertai muntah-muntah dan sempat kejang 1x. pasien baru melahirkan 1
hari yang lalu di bidan. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 160/110 mmHg,
denyut nadi 100x/menit, RR: 26x/menit dan suhu 37,4C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
sianosis pada bibir, tinggi fundus uteri setinggi pusat, lochia tidak berbau. Dokter melakukan
beberapa pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab keluhan pada pasien tersebut.

STEP 1

1. Lochia : cairan secret dari cavum uteri.

STEP 2

1. Apa saja penyebab dan factor risiko keluhan pada kasus?


2. Bagaimana mekanisme nyeri kepal hebat, muntah-muntah, kerjang serta sianosis pada
pasien?
3. Intepretasi dari pemeriksaan fisik dan bagaimana mekanisme terjadinya sign?
4. Apasaja pemeriksaan lanjutan yang dilakukan oleh dokter?
5. Apa saja perubahan pada masa nifas?

STEP 3

1. Penyebab : belum ada penyebab pasti.


Fr: hamil usia lebih dari 35 attau kurangdari 20, obesitas, adanya Riwayat eclampsia
sebelumnya. Riwayat DM gestasional, hipertensi kronik, gangguan pada pembuluh darah.
Riwayat penyakit lain( ginjal dll), factor genetic, Riwayat keluarga eclampsia/
preeclampsia. Iskemik plasenta
2. Nyeri kepala : adanya impuls nosireseptor dan mekanoreseptor di meningen sehingga
thalamus terangsang dan terjadi persepsi nyeri.
Muntah : impuls berjalan melalui n vagus dan dipersepsi di medulla oblongata reaksi
otot abdomen yang bergerak terbalik
Kejang : peningkatan kebutuhan o2 di otak yang tidak tercukupi sehingga iskemik
kejang . spame pada pembuluhdarah resistensi meningkat kebutuhan meningkat
pemasukan berkurang anoksia kejang
Sianosis : tidak tercapainya perfusi di daerah bibir  kebiruan
3. Nifas: tinggi fundus uteri setinggi umbilicus, akan berkurang setelah 2 minggu post
partus. 1 minggu brada di pertengahan pusat, 2 minggu di atas simpisis pubis, 6 minggu
kembali normal.
Lochia: berasal dri mukosa rahim pada bagian superfisial, interpretasi: berwarna merah
kecoklatan( rubra), lochia coklat( serosa), lochia alba( putih kekuningan)
Frekuensi nafas: karena vasokonstriksi sehingga hipoksia kompensasinya
meningkatkan frekuensi nafas
Tekanan darah : vasokonstriksi kerja jantung meningkat peningkatan tekanan darah
4. Pemeriksan lanjutan : lab darah ( hb turun, enzim heparmeningkat, trombositopenia)
Pemeriksaan urin( proteinuria)
Pemeriksaan fungsi ginjal ( serum kreatinin meningkat)
Pemeriksaan usg: untuk melihat plasenta dan janin, djj dan pertumbuhan janin
Ct-scan : curiga ada komplikasi pada jar. Otak
5. Fisiologis :
System reproduksi :
- Uterus
- Lochia
- Servik
- Vulva dan vagina
- Perineum dan payudara

Payudara: memproduksi asi

System pencernaan

Tanda-tanda vital

System moskuloskeletal

Non reproduksi: traktus urinarius dan endokrin


Perubahan bb

STEP 4

1. Fr:
- Genetic : pada ibu yang mengalami eklampsi maka mempunyai kemungkinan
anaknya akan mengalami eklampsi saat melahirkan
- Iskemik plasenta: tidak semua arteri spiraris mengalami invasi oleh trophoblast
terjadi kekakuan endotelmenghasilkan ros dan no  stress vaskuler 
- Eclampsia di mulai dari usia kehamilan 20 minggu sampai 28 hari post partum
2. Nyeri kepala : adanya impuls nosireseptor dan mekanoreseptor di meningen sehingga
thalamus terangsang dan terjadi persepsi nyeri.
Muntah : impuls berjalan melalui n vagus dan dipersepsi di medulla oblongata
reaksi otot abdomen yang bergerak terbalik refluks
Kejang : peningkatan kebutuhan o2 di otak yang tidak tercukupi sehingga iskemik
kejang . spasme pada pembuluhdarah resistensi meningkat kebutuhan meningkat
pemasukan berkurang anoksia kejang
Sianosis : tidak tercapainya perfusi di daerah bibir  kebiruan
Nyeri kepala : adanya impuls nosireseptor dan mekanoreseptor di meningen sehingga
thalamus terangsang dan terjadi persepsi nyeri.--> kornu dorsalis
Keruskan endotel pd  penurunan perfusi ketidak seimbangan elektrolit
penururan asam bikarbonat kejang
Kerusakan endotel  menurunkan prostasiklin vasokonstriksi vasospasme
kejang.
3. Nifas: tinggi fundus uteri setinggi umbilicus, akan berkurang setelah 2 minggu post
partus. 1 minggu brada di pertengahan pusat, 2 minggu di atas simpisis pubis, 6
minggu kembali normal.
Lochia: berasal dri mukosa rahim pada bagian superfisial , interpretasi: berwarna
merah kecoklatan( rubra beberapa 1-3 hari postpartum), lochia coklat( serosa 7-14
hari ), lochia alba( putih kekuningan lebih dari 14 hari postpartum)
Frekuensi nafas: karena vasokonstriksi sehingga hipoksia kompensasinya
meningkatkan frekuensi nafas
Tekanan darah : vasokonstriksi kerja jantung meningkat peningkatan tekanan
darah
4. Pemeriksan lanjutan :
- lab darah ( hb turun, enzim heparmeningkat, trombositopenia)
- Pemeriksaan urin( proteinuria)
- Pemeriksaan fungsi ginjal ( serum kreatinin meningkat)
- Pemeriksaan usg: untuk melihat plasenta dan janin, djj dan pertumbuhan janin
- Ct-scan : curiga ada komplikasi pada jar. Otak
5. Fisiologis :
System reproduksi :
- Uterus : kembali normal (involusi) 4-6 minggu,
Komplikasi masa nifas : subinvolusi (tidak kembali ke normal ukuran uterus).
Bayi bahir: tfu setinggi pusat
1 minggu
2 minggu
6 minggu : tfu normal
Adanya autolisis sel sehingga akan normal
- Lochia:
Rubra : merah kehitaman
Sanginolenta: merah kecoklatan
Serosa kekuningan/ kecoklatan
Alba putih
- Servik
- Vulva dan vagina
- Perineum
- Payudara :
- Endometrium: regenerasi

Payudara: memproduksi asi –> tidak menstruasi

System pencernaan : konstipasi


Tanda-tanda vital : suhu normal setelah 2 jam, nadi normal 60-80 kali permenit, td akan
normal, pernapasan lambat atau normal

System moskuloskeletal : ligament akan menciut dan pulih kembali

Non reproduksi: traktus urinarius ( terjadi diuresis yang banyak )

Endokrin: kadar steroid menurun karena adanya pengeluaran plasenta, prolactin serum
menurun saat persalinan, oksitosin meningkat menghambat keluarnya gnrh, fsh dan lh

Perubahan bb: adanya penurunan bb 5-6 kg , 2-3 kg dari diuresis

Komplikasi nifas: pembengkakan payudara ( tersumbat) , perdarahan postpartum, endometritis,


preeklampsi, isk, servisitis, Vaginitis.

Mind map

organ reproduksi

sistem urinari
perubahan
fisiologis
sistem
kardiovaskular
masa nifas komplikasi
sistem respirasi
pemeriksaan
penunjang

STEP 5

1. Komplikasi masa nifas ( etiologi – tatalaksana)


- Uterus : sub involusi, atonia uteri
- Purpura infeksi : endometritis, mastitis, vaginitis, isk
- Plasenta ; retensio plasenta,
- Robekan jalan lahir,
2. Perubahan fisiologis pada masa nifas

STEP 6
BELAJAR MANDIRI
Refleksi Diri
Alhamdulillah pbl sKenario 3 pertemuan pertama berlajan cukup lancar. Selanjutnya, saya akan
lebih mengerti lagi mengenai materi persalinan ini.

STEP 7
1. Komplikasi masa nifas
• Uterus
1. Subinvolusi Uteri
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/proses
involusi rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya,sehingga proses pengecilan uterus
terhambat.1
• Etiologi dan faktor resiko
- Status gizi ibu nifas buruk
Kebutuhan energi untuk menunjang proses kontraksi uterus pada proses involusi
menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat menyebabkan proses
kontraksi tidak maksimal, sehingga involusi uterus terus berjalan lambat.1
- Ibu tidak menyusui bayinya
- Kurang mobilisasi
- Usia
Usai 20 – 30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses
involusi yang baik. Hal ini disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus
mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang. Pada
usia kurang dari 20 tahun elastisitasnya belum maksimal karena organ reproduksi
yang belum matang. Sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi komplikasi saat
sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun,
menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal.1
- Multiparitas
• Patofisiologi
- Untuk memenuhi kebutuhan saat ibu hamil, darah banyak dialirkan ke uterus dapat
mengadakan hipertropi dan hiperplasi, setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi,
maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Demikian dengan adanya hal-
hal tersebut uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot–otot
uterus mengalami atrofi kembali ke ukuran semula.
- Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun mengakibatkan pembuluh
darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus,
menyebabkan permasalahan lainnya baik itu infeksi maupun inflamasi pada bagian
rahim terkhususnya endometrium.1
• Manifestasi klinis
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4-6 minggu pasca
nifas.
a. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen atau pelvis dari yang
diperkirakan atau penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.
b. Keluaran lochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu
kebentuk lochia alba.
c. Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari postpartum atau
lebih dari 2 minggu pasca nifas
d. Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan
e. Leukore dan lochia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi
f. Pucat, pusing, dan tekanan darah rendah
g. Bisa terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyak (>500 ml)
h. Nadi lemah, gelisah, letih, ektremitas dingin1

• Penatalaksanaan

- Pemberian antibiotik
Hampir sepertiga kasus infeksi uterus pascapartum disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis, jadi terapi azythromycin atau doxycycline merupakan terapi empiris yang
sesuai.1

- Pemberian uterotonika
a. Oksitosin
b. Metilergonovine 0,2 mg setiap 3 sampai 4 jam selama 24 sampai 48 jam
- Pemberian transfusi
- Dilakukan kuretase bila disebabkan karena tertinggalnya sisa-sisa plasenta.1

2. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir.2

• Etiologi dan faktor resiko

1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :


a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b. Kehamilan gemelli
c. Janin besar (makrosomia)
2. Kala satu atau kala 2 memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi (grande multipara)
7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia
atau eklamsia.
8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda (<20 tahun dan >35 tahun)
9. Ada mioma uteri
10. Ada riwayat atonia uteri

• Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun
sehingga sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus.2

Over distensi  menghambat aktin myosin  kontraksi uterus menurun

Sensitivitas oksitosin menurun  kontraktilitas menurun

Magnesium sulfat kompetitif Reseptor kalsium

• Diagnosis

1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

Tanda dan gejala atonia uteri:


1. Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin
sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.

2. Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik, disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
menggumpal.
4. Terdapat tanda-tanda syok
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keringat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi 30 x/menit atau lebih
f. Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/jam)               

       Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir  ternyata perdarahan masih aktif
dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah
keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.2

• Penatalaksanaaan

a) Posisi trandelenburg, pasang oksigen dan memasang venous line

b) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika perdarahan
terus berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa
plasenta, sisa plasenta tersebut dikeluarkan, uji pembekuan darah sederhana.

c) Merangsang kontraksi uterus dengan:

- Pemijatan/massase uterus dan merangsang putting susu

- Pemberian oksitosin infus 20 IV dalam 500 cc RL 40 tetes/menit atau 10 U IM

d) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan kompresi bimanual internal atau kompresi
aorta abdominalis.

e) Jika perdarahan masih berlangsung dapat dilakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.
f) Jika tindakan diatas gagal  histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam
jiwa.2

• Purpura infeksi

3. Endometritis

Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang disebabkan oleh infeksi bakteri
pada jaringan, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48-72 jam setelah
melahirkan.5
• Etiologi (staphylococcus)

Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter foetus,


Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan
oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli
dan Fusobacterium necrophorum.5

• Faktor Resiko

a) Persalinan pervaginam
b) Persalinan seksio sesarea
c) Bakteri

Meskipun pada serviks umumnya terdapat bakteri, kavum uteri biasanya steril
sebelum selaput ketuban pecah. Sebagai akibat proses persalinan dan manipulasi
yang dilakukan selama proses persalinan tersebut, cairan ketuban dan mungkin
uterus akan terkontaminasi oleh bakteri aerob dan anaerob. Bakteri anaerob yang
terbanyak adalah peptostreptokokus sp dan peptohokus sp. Selain itu, juga terdapat
dan Clostridium sp. Bakteri aerob gram positif yang sering ialah enterococcus dan
grup β Streptokokus, sedangkan bakteri gram negatif yang sering ialah E. Coli.
d) Aborsi
e) Kelahiran kembar
f) Kerusakan jalan lahir
g) Kelanjutan retensio plasenta yang mengakibatkan involusi pasca persalinan menjadi
menurun.5
• Patofisiologi
Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat implantasi
plasenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan. Bakteri yang berkoloni di serviks
dan vagina mendapatkan akses ke cairan ketuban pada waktu persalinan, dan pada saat
pascapersalinan akan menginvasi tempat implantasi plasenta yang saat itu biasanya
merupakan sebuah luka dengan diameter 4 cm dengan permukaan luka yang
berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan
tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen. Infeksi uterus
pascaoperasi sesar umumnya akibat infeksi pada luka operasi selain infeksi yang
terjadi pada tempat implantasi plasenta.1

• Manifestasi klinis

Demam berkisar melebihi 38-39 oC, menggigil. Demam biasanya timbul pada hari ke-
3 disertai nadi yang cepat. Mengeluarkan keputihan (leukorea). Penderita biasanya
mengeluhkan adanya nyeri abdomen yang pada pemeriksaan bimanual teraba agak
membesar, nyeri, dan lembek. Lokhia yang berbau menyengat dan purulent (bukan
merupakan tanda pasti). Pada infeksi oleh grup A β-hemolitik streptokokus sering
disertai lokhia bening yang tidak berbau. Dapat terjadi penyebaran: miometritis (pada
otot rahim), parametritis (sekitar rahim), salpingitis (saluran otot), Ooforitis (indung
telur).
- Endometritis kronik
Banyak perempuan dengan endometritis kronik tidak mempunyai keluhan. Keluhan
klasik endometritis kronik adalah perdarahan vaginal intermenstrual. Dapat juga
terjadi perdarahan pasca senggama dan menoragia. Perempuan lain mungkin
mengeluh nyeri tumpul pada perut bagian bawah terus-menerus. Endometritis
menjadi penyebab infertilitas yang jarang. Sebelumnya memiliki riwayat kanker
serviks atau kanker endometrium. Gejala berupa noda darah yang kotor dan keluhan
sakit perut bagian bawah, leukorea serta kelainan haid (menorrhagi, metrorhagi).
- Endometritis akut
Gejala klinis umumnya adalah demam tinggi dan lochea berbau (kadang-kadang
keluar fluor yang purulent), lochea lama berdarah.
Jika endometritis terjadi bersama PID akut maka biasa terjadi nyeri tekan uterus.
Sulit untuk menentukan apakah radang tuba atau endometrium yang menyebabkan
rasa tidak enak pada panggul.
• Tatalaksana
Doksisiklin 2 x 100 mg PO/hari selama 10 hari. Terapi endometritis akut: uterotonika,
istirahat (letak flowler), antibiotik. Terapi endometritis kronik: perlu dilakukan kuratase.

4. Mastitis

Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang
terjadi pada saat masa nifas atau hingga 3 minggu setelah bersalin, mungkin disertai
infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa
infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena
saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI
tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis
tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi.
• Etiologi
Akibat ketidakseimbangan antara susu yang diproduksi dan konsumsi susu oleh si bayi.
• Faktor resiko
- Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
- Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
- Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek. Biasanya mulai
terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam
atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
- Pengosongan payudara yang tidak sempurna
- Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik.
Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting
terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
- Ibu atau bayi sakit.
- Frenulum pendek.
- Produksi ASI yang terlalu banyak.
- Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
- Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada
mobil.
- Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur, serpihan kulit,
dan lain-lain.
- Penggunaan krim pada puting.
- Ibu stres atau kelelahan.
- Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.
• Patofisiologi

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang
berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen
(terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk memicu respons
imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan
terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus
laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus
(periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang
paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus.
Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat
menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis
tuberkulosis mencapai 1%.

• Manifestasi klinis
- Demam dengan suhu >38,5 oC
- Menggigil
- Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
- Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
- Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena
ASI terasa asin
- Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu
diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila: pengobatan dengan antibiotik tidak
memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari terjadi mastitis berulang mastitis terjadi
di rumah sakit penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat. Bahan
kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung
menggunakan penampung urin steril.
• Pencegahan
- Menjaga higenitas
- Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah
dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan.
- Sebelum memerah ASI, pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran
hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang.
• Tata laksana
- Ibu istirahat, konsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi seimbang
- Teknik menyusui yang benar
- Antibiotik : dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.
- Analgesik : ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI
sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.
- Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI.
Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi
nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
membuat rasa nyeri bertambah.

5. Vaginitis
Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina. Vaginitis dapat terjadi secara
langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum.
• Etiologi

Sekitar 90% dari semua kasus vaginitis dianggap disebabkan oleh 3 penyebab:
vaginosis bakteri, kandidiasis vagina (atau kandidiasis vulvovaginal [VVC]), dan
infeksi Trichomonas vaginalis (trikomoniasis). Vaginosis bakteri adalah penyebab
paling umum dari vaginitis, terhitung 50% dari kasus. Vaginosis bakteri disebabkan
oleh pertumbuhan berlebih dari organisme seperti Gardnerella vaginalis, spesies
Mobiluncus, Mycoplasma hominis, dan spesies Peptostreptococcus.
• Faktor Resiko
1. Zat atau benda yang bersifat iritatif
- Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
- Sabun cuci dan pelembut pakaian
- Pembilas vagina
- Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat.
• Patofisiologi
- Pada kehamilan normal, cairan vagina bersifat asam (pH 4-5), karena adanya
peningkatan kolonisasi Lactobacillus (flora normal vagina) yang memproduksi
asam laktat.
- Keadaan asam yang berlebih ini membuat Lactobacillus tumbuh subur, sehingga
mencegah terjadinya pertumbuhan berlebihan bakteri patogen.

- Lactobacillus diketahui sebagai mikroorganisme yang mempertahankan


homeostasis vagina dengan menghasilkan asam laktat dan memproduksi H 2O2 yang
akan menghambat pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme lainnya, sehingga
menurunkan risiko persalinan preterm.

- Apabila jumlah bakteri Lactobacillus menurun, maka keasaman cairan vagina


berkurang dan mengakibatkan bertambahnya bakteri lain, seperti antara lain
Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan Bacteroides sp. Adanya
perubahan flora vagina menyebabkan terjadinya vaginosis.
• Manifestasi klinis

Vaginosis Bakterialis: asimtomatis, duh tubuh berwarna putih keabu-abuan, cair dan
banyak, serta berbau amis.

Kriteria Amsel dikatakan positif jika ditemukan 3 dari temuan di bawah ini:
- pH vagina > 4,5
- Menunjukkan >20% per HPF “clue cells” pada eksaminasi wet mount.
- Positif amin atau tes whiff.
- Homogen, tidak kental, cairan putih seperti susu pada dinding vagina.

• Tatalaksana

- Metronidazole 2 x 500 mg PO/hari selama 7 hari, atau


- Clindamycin krim 2% 5 gr secara intravaginal selama 7 hari.

6. ISK (Infeksi Saluran Kemih) pada masa nifas

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran kemih.
Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relatif tinggi dan hal ini dihubungkan
dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan,
pemeriksaan dalam yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau kateterisasi yang
sering.1

• Etiologi
Penyebab infeksi saluran kencing pada masa nifas, yaitu:
- Bakteri Escherecia coli
Bakteri ini dapat berasal dari flora usus yang keluar sewaktu buang air besar, dan jika
bakteri berkembang biak akan menjalar ke saluran kencing dan naik ke kandung
kemih dan ginjal,ini lah yang menyebabkan ISK.
- Trauma kandung kemih waktu persalinan. Pada masa nifas dini, sensivitas kandung
kemih terhadap tegangan air kemih didalam vesika sering menurun akibat trauma
persalinan atau analgesia epidural atau spinal.
- Pemeriksaan dalam yang sering
- Kontaminasi kuman dari perineum
- Kateterisasi yang sering
- Sectio Cessaria.
• Faktor resiko
- Trauma kandung kemih waktu persalinan
- Kontaminasi kuman dari perineum
- Kateterisasi yang sering dan teknik katerisasi kurang benar. Kateter menjadi rute
masuknya organisme, dapat menyebabkan iritasi lokal pada uretra atau kandung
kemih.
- Nutrisi yang buruk
- Persalinan lama
- Episiotomi
- Higiene perinium yang buruk (cuci tangan kurang benar, kebiasaan mengelap
perinium dari arah belakang ke depan).1
• Patofisiologi
Ada 3 cara terjadinya ISK,yaitu :
- Penyebaran melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke
bagian saluran kemih.
- Penyebaran melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke kandung
kencing atau ginjal.
- Terjadi migrasi kuman secara asenden (dari bawah ke atas) melalui uretra, ke
kandung kencing (buli-buli) dan ureter ke ginjal.

• Manifestasi klinis

Gejala / tanda ISK sebagai berikut: demam (> 38 °C), urgensi, frekuensi, disuria, nyeri
suprapubik, atau nyeri sudut costovertebral. Gejala infeksi mungkin melibatkan saluran
kemih bawah dan menyebabkan sistitis, atau mungkin melibatkan kaliks ginjal, pelvis
dan parenkim dan menyebabkan pielonefritis.
• Diagnosis
Harus didasarkan pada urinalisis dan biakan spesimen urin yang didapat dari kateter atau
didapat secara bersih (clean-catch). Jika biakan menunjukkan >100.000 koloni/ml,
diperlukan uji sensitifitas untuk menentukan respons terhadap berbagai zat anti-infeksi.1

• Tatalaksana

Infeksi saluran kemih awal dapat diobati dengan ampisillin 4 x 250 mg PO sehari atau
nitrofurantoin 4 x 100 mg PO sehari. Gantilah dengan obat lain sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboratorium tetapi obati selama 2 minggu. Untuk mengatasi keluhan
urgensi dan urinary frequency, berikan piridium 4 x 100 mg sehari.1

• Plasenta

7. Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari
30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.2

• Etiologi

- Penyebab fungsionil
1. Kontraksi uterus/His kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
2. Plasenta adhesive yaitu plasenta yang sukar terlepas karena
- Tempatnya : insersi di sudut tuba
- Bentuknya : plasenta membranacea , plasenta anularis
- Ukurannya plasenta sangat kecil
- Sebab patolog-anatomis

Implementasi dari plasenta yang terlalu dalam. Plasenta melekat erat pada dinding
uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium sampai di
bawah peritoneum (plasenta akreta-percreta). Jika plasenta yang sudah lepas dari
dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III ,akibatnya terjadi lingkaran kontriksi
pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta).2
• Faktor Resiko

• Faktor maternal
- Gravida berusia lanjut, pada wanita dengan meningkatnya usia dan jumlah
kehamilan terjadi penurunan kecukupan decidua secara progresif.
- Multiparitas, pada wanita dengan meningkatnya usia dan paritas terjadi penurunan
kecukupan decidua secara progresif.
• Faktor uterus
- Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus
- Bekas pembedahan uterus
- Anomali uterus
- Tidak efektif kontraksi uterus
- Pembentukan contraction ring
- Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
- Bekas pengeluaran plasenta secara manual
- Bekas endometritis
• Faktor plasenta
- Plasenta previa, pada wanita yang pernah mengalami placenta previa,
pengembangan decidua pada segmen bawah uterus lebih buruk.
- Implantasi cornual
- Plasenta akreta
- Kelainan bentuk plasenta2
• Patofisiologi

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinue, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta
berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding
uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang
terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pada plasenta selalu
terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus
terbuka. Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena
uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik. Dan apabila sebagian besar
plasenta sudah lepas, tetapi sebagian kecil melekat pada dinding uterus, dapat timbul
perdarahan dalam masa nifas.

• Diagnosis

- Tanda dan gejala yang selalu ada:

a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit

b. Perdarahan segera

c. Kontraksi uterus tidak baik

- Tanda dan gejala yang kadang-kadang ada:

a. Tali pusat putus akibat tarikan berlebihan

b. Inversio uterus akibat tarikan

c. Perdarahan lanjutan

• Tatalaksana2
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta
belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Tindakan penanganan retensio plasenta: bila placenta tidak lahir dalam 30 menit
sesudah lahir, atau terjadi perdarahan sementara placenta belum lahir, lakukan:
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. Pastikan bahwa kandung kencing
kosong dan tunggu terjadi kontraksi, kemudian coba melahirkan plasenta dengan
menggunakan peregangan tali pusat terkendali.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Manual plasenta :
1) Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2) Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci
hama.
3) Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta
dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir
(uterus) dan membawa infeksi
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
Atau :
1. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede.
2. Mengeluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta).
3. Memberikan transfusi darah bila perdarahan banyak.
4. Memberikan obat-obatan misalnya uterotonika dan antibiotik.2
2. Perubahan fisiologis pada masa nifas
Perubahan sistem reproduksi
 Uterus
- Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya uterus dan jalan lahir
setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.1
- Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a. Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b. Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
esterogen saat pelepasan plasenta.
c. Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali
lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena
penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d. Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi
situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.1
 Lokia
- Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia.
- Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam
yang ada pada vagina normal.
- Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sangoilenta, serosa dan alba.
Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:1

Gambar 2.1 Tahap-Tahap Lokia1

 Vagina dan perineum


- Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan,
setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor.
- Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga.
- Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah
menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara.
- Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan
pertama.
- Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami
robekan.1

Perubahan sistem pencernaan

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya


tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan,
kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4
hari untuk kembali normal. Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem
pencernaan, antara lain:1

 Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan.
 Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
 Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan
lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.

Perubahan tanda-tanda vital

 Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celsius. Sesudah partus dapat naik
kurang lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8
derajat celcius. Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali
normal.
 Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan, denyut
nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat.
 Tekanan darah
Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan
tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan.
 Pernafasan
Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu
dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.1
Laktasi dan Menyusui
a) Persiapan payudara untuk laktasi
Selama kehamilan, estrogen kadar tinggi mendorong perkembangan ekstensif duktus,
sementara progesteron kadar tinggi merangsang pembentukan alveolus-lobulus.
Peningkatan konsentrasi prolaktin dan human chorionic somatomammotropin (hCS) juga
berperan dalam perkembangan kelenjar mammaria dengan menginduksi sintesis enzim-
enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi susu.
b) Stimulasi laktasi oleh pengisapan
Setelah produksi susu dimulai sesudah pelahiran, dua hormon berperan penting untuk
mempertahankan laktasi, yaitu :
1. Prolaktin, yang meningkatkan sekresi susu.
2. Oksitosin, yang menyebabkan ejeksi susu atau milk down.
Menyusui juga menguntungkan bagi ibu. Pelepasan oksitosin yang dipicu oleh menyusui
mempercepat involusi uterus. Selain itu, pengisapan oleh bayi menekan daur haid karena
prolaktin menghambat GnRH, sehingga sekresi LH dan FSH juga tertekan. Karena itu, laktasi
cenderung mencegah ovulasi, menurunkan kemungkinan kehamilan berikutnya. Tanpa
pengisapan, sekresi prolaktin tidak terangsang sehingga stimulus utama untuk sintesis dan
sekresi susu yang berkelanjutan lenyap. Dan juga menyebabkan tidak terjadi pelepasan
oksitosin dan ejeksi susu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.Bina Pustaka; 2009.


2. Yuliawati & Anggraini Y. Hubungan Riwayat Pre Eklamsia, Retensio Plasenta, Atonia
Uteri dan Laserasi Jalan Lahir dengan Kejadian Perdarahan Post Partum pada Ibu Nifas.
Jurnal Kesehatan. 2015 April; 6(1): 75-82.
3. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri Williams. Volume I Edisi
23. Jakarta: EGC; 2015.
4. Gardella C, Eckert LO, Lentz GM. Infeksi Saluran Genital: Vulva, Vagina, Serviks,
Sindrom Syok Toksik, Endometritis, dan Salpingitis. Dalam: Lobo RA, Gershenson DM,
Lentz GM, Valea FA, eds. Ginekologi Komprehensif . Edisi ke-7. Philadelphia, PA:
Elsevier; 2017.
5. IDAI. Mastitis : Pencegahan dan Penanganan. Jakarta: IDAI; 2013.
6. Medscape. Vaginitis [document on internet] 04 Des 2018 [diunduh 20 April 2020].
Tersedia dari: https://emedicine.medscape.com/article/257141-overview
7. Sherwood, L. Fisiologi Manusia (Dari Sel ke Sistem). Jakarta : EGC ; 2015.

Anda mungkin juga menyukai