Anda di halaman 1dari 10

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO.

2, DESEMBER 1999: 31 - 39

THE LOST-CITY DAN LOST-SPACE KARENA PERKEMBANGAN


PENGEMBANGAN TATA-RUANG KOTA
Kasus: Koridor Komersial Jalan Tunjungan, Kotamadya Surabaya

Benny Poerbantanoe
Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur – Universitas Kristen Petra

ABSTRAK
Kota adalah arsitektur. Arsitektur yang bukan sekedar gambar (wujud fisik-visual) dari kota yang bisa
dilihat saja, melainkan juga sebagai suatu konstruksi. Yaitu konstruksi dari kota sepanjang waktu (Aldo Rossi,
1980).
Kota merupakan karya seni yang sempurna, yang dibuat hanya oleh orang-orang yang benar-benar
mengerti tentang urban. Konsep kota atau tepatnya urban-artefak sebagai karya seni selalu muncul dan
diketemukan dalam bentuk-bentuk yang bervariasi ; dalam segala jaman dan kehidupan sosial-religius. Urban-
artefak selalu berkaitan dengan tempat, peristiwa dan wujud-kota.
Kota pada umumnya mempunyai sifat dinamis, alias tidak statis. Oleh karena itu tidaklah berlebihan
apabila terdapat pernyataan umum yang menyebutkan bahwa; kota itu adalah lambang perjalanan sejarah,
teknologi dan jamannya.
Namun jika disimak dari sistem-sejarah maupun sistem-visual. Banyaknya ruang fisik dan sosial telah
berubah baik secara kwalitas maupun kwantitas, sebagai konsekwensi logis adanya pertumbuhan (perkembangan
dan pengembangan) dari ruang fisik dan sosial, yang belum dikelola secara benar dan baik. Bisa mengganggu
keseimbangan , serta merusak kesan dan memori publik tentang identitas dan citra. Yang akhirnya akan dapat
melahirkan apa yang disebut dengan lost space.
Surabaya adalah salah satu kota besar di Indonesia, yang memiliki beberapa artefak-urban yang spesifik.
Salah satunya yaitu jalan Tunjungan; yang pernah didesain serta dikembangkan pada masa pemerintahan
Gemeente, sebagai "koridor komersial" Belanda dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Walaupun tidak
sampai tersentuh oleh tangan Thomas C. Karsten, seorang planolog Belanda yang berkarakteristik untuk desain
kota-kota kolonial di Indonesia sebagaimana kota-kota besar lainnya, seperti; Medan, Jakarta, Bandung,
Semarang, Malang, Ujung-pandang.
Bagi generasi tua, Surabaya kini kemudian terkenal dengan dengan julukan the lost city, karena
menurunnya beberapa kwalitas artefak-urban yang dimilikinya. Dimana salah satunya adalah koridor komersial
jalan Tunjungan tersebut diatas.

Kata kunci: Koridor jalan Tunjungan, Kotamadya Surabaya, Kota yang hilang (Lost-City), Ruang luar yang
mubasir (Lost-space)

ABSTRACT
Every town hss its own architectural performance. And architecture is not merely a physical landscape of
buildings in a town,, as seen by the observer, but it has a deeper mening, which displays the art of structures and
constructions. It is a sequence of buildings along the course of its history (Aldo Rossi, 1980).
A Town is a complete work of art, performed by men of urban knowledge. Tehe concept of a town or urban
workmanship arises from time to time as a work of art in multiple variations, together and according to spirit of
the time, included its aspects of belief and religion. The urban work of art or urban artefact is always related to
location, historical events and the spesific urban look.
Generally a town has particular rythm and dynamics, at least it does not remain static. Therefore it is quite
right, when we say, that a town represents the course of its history and technology during the period of its
existence.
But when we scrutinise alongthe historical and visual systems, it turns out that so many physical and
sociqal spaces have been altered with regard to their quality and quantity, as result mis management ot the
physical and social spaces by less careful urban reformists. they may bring about certain inbalancy in the
system, destroying public imagination and memory about the identity and message conceived at the time of their
construction. At the this may affect a condition, commonly called the lost space.
Surabaya is one of the larger towns in Indonesia, which afrtime possessed a number of urban artefacts and
workmanship. One of which is the Tunjungan Street, designed and developed by the Gemeente Administration of
the Duutch as comercial corriodor of the town, with all its advantages and shortcomings. In spite of the fact that
it has never been touched by the hands of the prominent urban planner Mr. Thomas C. Karsten, who has
prepared and worked out the architecture of the bigger towns of the former Netherlands Indies like Medan,
Jakarta, Bandung, Semarang, Malang and Ujung Pandang with their respective spesific colonial character
impression.
For the aging generation of the town, Surabaya is called with much regret as the lost city, because of the
declining quality of some of its urban artefacts, which once has been their pride and their joy. The
abovementioned commercial corridor of Jalan Tunjungan is an example of a lost space.

Keywords: Tunjungan street, Surabaya, Lost-City, Lost-space

32 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 31 - 39

PENDAHULUAN • merupakan kawasan unik yang memang sejak


awal dirancang untuk kegiatan komersial
Visualisasi "Soerabaja Tempo Doeloe" sekaligus sebagai urat nadi kota.
melalui pameran foto sering digelar dan
dihadirkan kembali oleh berbagai kalangan Koridor jalan Tunjungan agaknya layak
kelompok masyarakat pada event-event penting untuk diidentifikasi sebagai sebuah koridor
seperti dalam rangka menyambut dan komersial bersejarah bagi kota Surabaya. Hal
memperingati; hari ulang tahun (HUT) kota tersebut menjadi lebih signifikan bila dilihat dari
Surabaya, hari kemerdekaan Republik Indonesia, sudut; kwalitas sejarah, kwalitas estetika,
hari Pahlawan, dan lain-lain sebagaimana juga kwalitas sosial, dan kwalitas ilmu pengetahuan
dilakukan untuk kota-kota besar lainnya di yang melekat padanya.
Indonesia maupun manca negara. Foto-foto yang Kwalitas sejarah, koridor komersial jalan
sebagian dibuat oleh Klossterman (warga Tunjungan merupakan saksi dan bukti perkem-
Belanda), seolah menyadarkan akan banyaknya bangan kota Surabaya. Di sini telah nama tercatat
bangunan-gedung lama dan bersejarah yang tokoh Dan peristiwa yang mempunyai signi-
lenyap dari kota Surabaya. Dari catatan fikansi sejarah bertaraf nasional.
Klossterman, pada tahun 1940-an di Surabaya Kwalitas Estetika, karakter bangunan di
ada sekitar 550 bangunan-gedung yang spesifik. koridor komersial jalan Tunjungan yang
Tetapi lebih dari 300 bangunan-gedung itu kini terbentuk dari struktur koridor komersial sejak
telah digerus jaman, entah diruntuhkan atau awal keberadaannya telah membentuk karakter
sekedar berganti wajah. The lost city, alias "yang arsitektur yang unik dan khas, yang diwakili oleh
telah hilang" dari kota ini. Itulah agaknya yang tiga langgam arsitektur, yaitu; Empire style ,
ingin ditunjukkan dari penyelenggaraan pameran Arsitektur Indische, Arsitektur New Bouven. Ciri
atas adanya; pesan Klossterman (1998) masing-masing langgam yang dibentuk oleh
sehubungan dengan catatannya itu, yang menitip- elemen-elemen arsitekturnya mempunyai karak-
kan agar bangunan-gedung (lama, bersejarah) ter yang khas Dan unik sehingga memberikan
perlu dirawat. Bukan saja sebagai tujuan wisata, kwalitas signifikansi yang tinggi bagi kroridor ini
tetapi juga sebagai penghormatan warga terhadap secara keseluruhan.
peninggalan sejarah (pendidikan). Hanya untuk Kwalitas Sosial. Koridor komersial jalan
tujuan wisata serta penghormatan warga terhadap Tunjungan sejak awal keberadaannya hingga kini
peninggalan sejarah (pendidikan) sajakah, telah berperan sebagai koridor sosial tempat
adanya fisik bangunan-gedung yang telah hilang orang meluangkan waktu, berbelanja atau hanya
dari kota ini perlu dicermati kembali? sekedar lewat. Walaupun kwalitas tersebut
Adakah dampak lain yang bisa muncul, mengalami fluktuasi sejalan dengan perkem-
serta perlu dipreventif-diantisipasi dari adanya bangan sejarah. Kridor ini sebagai bagian
fisik bangunan-gedung yang telah hilang itu, penting dari kota Surabaya tetap memiliki
guna perjalanan bagi kehidupan kota Surabaya signifikansi sosial yang tinggi (ingat lagu; Rek
selanjutnya ? ayo rek, mlaku-mlaku nang Tunjungan).
Kwalitas Ilmu Pengetahuan. Di koridor
komersial jalan Tunjungan terdapat beberapa
KORIDOR KOMERSIAL BERSEJARAH tetenger sejarah yang menandai perjuangan
JALAN TUNJUNGAN bangsa Indonesia melawan penjajahan. Ini
mewarnai koridor ini sebagai saksi sejarah
Koridor jalan Tunjungan adalah bagian kota perkembangan kota Surabaya dan Perjuangan
yang telah menjadi saksi pertumbuhan Bangsa Indonesia, yang sekaligus menjadikan-
(perubahan) Surabaya, sejalan dengan bergulir- nya sebagai museum hidup yang dapat berfungsi
nya waktu. Kawasan koridor jalan Tunjungan sebagai ajang pendidikan srekaligus kesenangan
dianggap istimewa sebagai warisan dan bukti bagi masyarakat kota.
sejarah masa lalu karena ; Kini koridor komersial jalan Tunjungan
• merupakan bagian dari pusat kota Surabaya terkesan telah berkembang serta dikembangkan
yang menjadi bagian perkembangan kota tanpa didesain dan distrukturkan, dengan
Surabaya dari arah Utara ke Selatan, serta mencermati kawasan dan bangunan yang telah
berfungsi sebagai kawasan komersial. ada terlebih dahulu secara komprehensif.
Perlindungan, peningkatan dan kesinambungan
dari perbaikan koridor jalan Tunjungan yang

32 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
THE LOST-CITY DAN LOST-SPACE KARENA PERKEMBANGAN PENGEMBANGAN TATA-RUANG KOTA
(Benny Poerbantanoe)

merefleksikan elemen ; budaya kota, sosial, tapak di koridor Tunjungan), 1941-1945 (masa
ekonomi, politik dan sejarah arsitektur sebagai pendudukan oleh tentara Jepang, tidak terjadi
upaya agar segala sesuatu yang berkaitan dengan banyak perubahan di koridor jalan Tunjungan),
warisan budaya tidak hilang serta dapat 1946-1970 (karena kondisi politik & ekonomi,
tertampilkan seperti apa adanya, tampak belum pada periode ini Tunjungan tidak banyak
dilakukan secara terpadu. mengalami perubahan), 1971-1997 (booming
Pentingnya melihat kawasan yang berkaitan minyak, Tunjungan berkembang pesat, karakter
dengan; sistem-budaya dan sistem-visual arsitektur asli bangunan komersial banyak
tampak belum disadari dengan sepenuhnya oleh ditutupi oleh tata informasi aluminium).
pengelola kota . Sebagai upaya untuk tetap dapat Dari perkembangan tata-bangunan, menurut
mempertahankan wujud budaya yang ada dan R.Nugaraha dkk, (1998) di koridor jalan
hidup di suatu kawasan pada wilayah perkotaan, Tunjungan yang diklasifikasikan menurut
walaupun kegiatan yang ada mungkin saja bisa periode-periode; 1906-1920, 1921-1940, 1940
berubah. (71) - 1997, bila dicermati dapat dilihat adanya
Sistem-budaya yang mencakup interaksi pertumbuhan tipologi bangunan. Dari awalnya
manusia dengan tapak di kota tempat manusia yang dimulai dengan; tipe bangunan-tunggal
tinggal, dimana terjadi perubahan-perubahan karena tanah untuk kaveling yang masih luas,
sejalan dengan perkembangan kegiatan manusia kemudian berkembang menjadi bangunan-deret
dari masa lalu hingga kini, yang meliputi ; (street oriented building) karena pesatnya
pembabakan sejarah (kebijakan politik & kegiatan komersial. Dan yang akhirnya terlihat
pengembangan), perkembangan kota, per- sekarang adalah perubahan yang mengarah
kembangan tata-bangunan, perkembangan kepada sistem-blok (mini megastruktur).
fungsi-bangunan, kegiatan kawasan, per- Dari perkembangan fungsi bangunan,
aturan pemerintah & dampaknya, nama & menurut R.Nugaraha dkk, (1998) di koridor jalan
peristiwa, agaknya masih belum seutuhnya Tunjungan yang diklasifikasikan menurut
dicermati serta dijadikan sebagai dasar bagi periode-periode; 1906-1940, dekade 1940,
perencanaan dan perancangan pengembangan dekade 1970 hingga sekarang, dapat dilihat
koridor komersial jalan Tunjungan di masa kini adanya perkembangan dari sekedar fungsi
dan yang akan datang. Agar tetap berjati diri komersial (dagang) menjadi fungsi perkantoran,
serta berkelanjutan. hiburan dan perhotelan (jasa).
Menurut R.Nugraha dkk, (1998) dari Dari perkembangan peraturan peme-
pembabakan sejarah , bila dicermati terlihat rintah daerah dan dampak yang ditim-
adanya perubahan-perubahan politik yang bulkannya, menurut R.Nugaraha dkk, (1998),
berpengaruh pada keputusan pengembangan kota baik pada dekade 1970 an , dekade 1980 an serta
Surabaya (termasuk koridor jalan Tunjungan) dekade 1990 an. Bila dicermati dapat terlihat
pada periode-periode ; pra 1870, 1870-1905, bahwa adanya; penghapusan jalur trem-listrik,
1906-1940, 1941-1945, 1945-1970, 1971-1997. perubahan arus lalu-lintas dari dua arah menjadi
Pemberlakuan Undang-undang Gula & Agraria, satu arah, penetapan Tunjungan sebagai salah
pemberian peran yang lebih besar kepada satu CBD dari 7 CBD kota berdampak kepada ;
Swasta, meningkatnya tata guna-lahan, pem- gerbang koridor menjadi tinggal satu dari arah
bongkaran Benteng kota Surabaya telah utara saja, kegiatan komersial menjadi ramai
mendorong dan menjadikan kota semakin hanya pada jam-jam pulang kantor saja,
berkembang luasannya (diawali ke arah selatan, intensitas komersial mulai merosot.
linier mengikuti alur Kalimas dan seterusnya ke Dari nama dan peristiwa, menurut
segala arah). R.Nugraha dkk, (1998), dapat diketemukan dan
Dari perkembangan kota Surabaya, dikenali nama-nama arsitek belanda yang banyak
menurut R. Nugaraha dkk, (1998), dapat berkarya di Indonesia, dimana karyanya juga
dicermati pula adanya pertumbuhan fisik-spasial mewarnai koridor komersial jalan Tunjungan di
yang terkait dengan pembabakan sejarah, pada masa lalu. Seperti misalnya Cp. W. Schoemaker
periode-periode; pra 1870 (Surabaya mulai dengan desain bangunan Java Store nya, T.H
dirasakan memerlukan pemekaran), 1870-1905 Van Oyen dengan desain kantilever lebih dari 2
(Surabaya dimekarkan ke arah, Tunjungan meter untuk bangunan Helenndorn nya (toko
tumbuh menjadi koridor komersial), 1906-1940 Sentral). Sementara itu koridor jalan Tunjungan
(tumbuh dan stabilnya perekonomian kota pada masa perang kemerdekaan Indonesia juga
mendorong terjadinya perubahan bangunan dan

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 33
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 31 - 39

dikenal sebagai tempat dan terjadinya peristiwa kepentingan komersial tanpa memperhatikan
insiden Bendera 19 September 1945. estetika Bentang langit, menurut R. Nugraha
Demikian pula halnya dengan sistem-visual dkk, (1998). Bentang langit (skyline) di koridor
meliputi; langgam arsitektur, wajah jalan, komersial jalan Tunjungan didominasi oleh garis
rongga, tata-informasi (signage), bentang- horizontal yang dinamis dan ritmis. Garis
langit (skyline), bentuk massa, setbeck dan tersebut dibentuk oleh menara-menara bangunan
arcade, tampak juga diabaikan. berlanggam New Bouwen yang menjadi ciri kahs
Menurut R.Nugaraha dkk, (1998), dari koridor komersial jalan Tunjungan. Hal ini
perkembangan langgam arsitektur yang menjadi keunikan skyline Koridor Tunjungan.
terklasifikasi dari periode-periode; 1870-1905, Pada perkembangannya bangunan-bangunan
1906-1940, 1941-1945 & 1946-1970 serta 1970- baru tidak lagi mempertahankan ritme ini
1997, bila dicermati secara seksama dapat sehingga merusak keunikan skyline Tunjungan.
dideskripsikan adanya tiga langgam yang hadir Bentuk massa, menurut R. Nugraha dkk,
menjadi warna serta mewakili keunikan karakter (1998). Bentuk/masa bangunan di koridor
arsitektur di koridor komersial jalan Tunjungan, komersial jalan tunjungan didominasi oleh
yaitu ; Empire style, Indische dan Nieuwe bentuk bangunan persegi plastic platonic. Yang
Bouwen. Yang kemudian banyak dirobohkan menjadi masalah adalah perkembangan baru
untuk digantikan dengan yang baru. tidak memperhatikan bentuk massa bangunan
Dari wajah jalan, menurut R. Nugraha dkk, yang telah ada di koridor tersebut. Sedangkan
(1998); yang terbentuk dari deretan bangunan yang bisa disebut potensi dalam hal ini adalah
komersial berlantai 2 dan tiga, sudut jalan bahwa pengembangan bangunan selanjutnya
diakhiri oleh bangunan sudut sebagai penanda haruis memperhatikan bentuk massa eksisting
dengan ciri bangunan lebih besar/tinggi (atau agar karakter unik koridor komersial jalan
bangunan dengan menara), fasade bangunan tunjungan tetap dapat dipertahankan.
didominasi oleh bukaan/rongga yang membentuk Set Back dan Arcade, menurut R. Nugaraha
ritme, pola-pola horizontal dan vertikal terlihat dkk, (1998). Arcade terdapat pada sebagian
jelas dan tegas membentuk ritme bangunan segmen. Bagian sisi timur lebih banyak memiliki
disepanjang koridor, yang merupakan ciri khas arcade dibandingkan dengan sisi barat. Setback
dan keunikan wajah koridor komersial jalan bangunan terdapat pada ruang-0ruang yang
Tunjungan. Pada perkembangannya penghadiran digunakan untuk trotoir dan pelebaran jalur
bangunan baru tidak lagi memperhatikan pejalan kaki.
ketinggian dan ritme pola-pola horizontal dan Sementara itu dari deskripsi analitis
vertikal yang telah ada. kwantitatif tentang "bangunan" di koridor
Rongga, menurut R.Nugaraha dkk, (1998). komersial jalan Tunjungan pada tahun 1998,
Salah satu elemen wajah bangunan adalah (dapat ditunjukkan situasi-kondisi yang tersisa
bukaan atau rongga. Persentase rongga atau sejak pertama kali dikembangkan secara legal
bukaan tersebut merupakan perbandingan formal sebagai kawasan komersial pada tahun
besarnya rongga terhadap luas fasade keseluruh- 1906, sebagai berikut dibawah ini, (R. Nugraha
an. Pada wajah di koridor jalan Tunjungan, unsur dkk., 1998);
rongga merupakan unsur yang mendominasi
secara khas, karena terbentuk oleh tonjolan dan A. Kualitas Sejarah
• tidak mempunyai nilai historis (52 %).
relung yang berulan-ulang (ritmis) dengan
• berumur hampir 50 tahun (15,1 %).
dominasi pola-pola horizontal. Unsur rongga
• telah berumur 50 tahun (9,2 %).
yang sedemikian rupa merupakan ciri khas
arsitektur modern, dalam hal ini arsitektur Nieuw • berumur 50 tahun, memiliki langgam
Bouwen. arsitektur 1 atau 2 atau 3 (17,1 %).
Tata Informasi, menurut R.Nugaraha dkk, • berumur 50 tahun, memiliki karakter
(1998). Tata informasi atau signage .di koridor arsitektur unik, dan berhubungan dengan
nama atau peritiwa.
komersial jalan Tunjungan dapat dilihat sebagai
adanya ; pola-pola horizontal dan vertikal yang
membagi fasade menjadi bidang-bidang untuk B. Kualitas Estetika
(a). Karakter Arsitektural
signage, serta signage merupakan bagian dari
fasade arsitektural yang unik. Pada perkem- • tidak memiliki langgam 1 atau 2 atau
bangannya signage telah menutupi seluruh 3 (47 %).
fasade bangunan semata-mata untuk memenuhi

34 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
THE LOST-CITY DAN LOST-SPACE KARENA PERKEMBANGAN PENGEMBANGAN TATA-RUANG KOTA
(Benny Poerbantanoe)

• memiliki < 50 % ciri langgam 1 atau • dapat diakses dengan mudah, sumbangan
2 atau 3, bukan dari masanya (16,2%) kepada kepentingan umum dan mem-
• memiliki > 50 % ciri langgam 1 atau punyai fungsi sosial (1,3 %).
2 atau 3, dari masanya, berpenam-
pilan biasa (11,8 %). D. Kualitas Fungsional
• memiliki . 50 % ciri langgam 1 atau 2 • tidak berfungsi sama sekali (7,9 %).
atau 3, dari masanya, berpenampilan • tidak berfungsi dengan baik (26, 3 %).
tidak biasa (9,2 %). • berfungsi. Jika komersial : toko tetap buka
• memiliki > 50 % ciri langgam 1 atau (48,7 %).
2 atau 3, dari masanya, berpenam- • berfungsi dengan baik. Jika komersial :
pilan unik (15, 8 %). toko tetap buka, pengunjung yang tetap
(b). Jumlah Lantai banyak (14,5%).
• berlantai > 5 (2,6 %). • berfungsi dengan baik sekali. Pengunjung
• berlantai 4 (5,4 %). banyak, menjadi obyek turis (2,6 %).
• berlantai 1 (15,7 %).
• berlantai 2 (47,4%). E. Kualitas Struktur
• berlantai 3 (28,9 %) • rusak (2,6 %).
(c). Lokasi Dalam Blok • rusak dan perlu diperbaiki (6,6 %).
• tidak ada hubungan dengan bangunan • baik (76,3 %).
sekitar (5,2 %). • baik, bangunan lama yang telah diperbaiki
• bangunan tunggal (9,3 %). atau bangunan yang
• diantara dua bangunan (63,2 %) • masih baru (7,9 %).
• bangunan sudut tunggal (17, 1 %). • baik sekali, bangunan lama yang telah
• bangunan sudut berhubungan dengan dipugar (6,6 %).
bangunan sekitar (5,2 %).
(d). Bukaan / Rongga
• bukaan 20 % dari facade (2,6 %). MELEMAHKAN IDENTITAS DAN CITRA
• bukaan 20%-29% dari facade
(14,6%). Bangunan-gedung (bentuk & masa bangun-
• bukaan 30%-39% dari facade an beserta fungsinya) adalah salah satu unsur-
(40,&%). sinergis pembentuk arsitektur-kota, di samping
• bukaan 40%-49% dari facade (35,%). unsur-unsur lainnya seperti; ruang-luar yang
• bukaan 50%-59% dari facade (6,6%). terbentuk (exterior space), sirkulasi (kendaraan
(e). Tanda (Signage) & pedestrian) serta pelataran parkir,
• menutupi seluruh bangunan (60 %). penghijauan & masalah ekosistem, unsur-
• terbaca, tidak menutupi seluruh unsur penunjang lainnya (utilitas-kota dll),
bangunan, tidak harmonis serta berbagai unsur non-fisik yang mem-
• dengan facade (7,2 %). pengaruhi pembentukan asitektur-kota
• terbaca, harmonis dengan facade (Danisworo, 1990).
(13,2 %). Kota adalah arsitektur. Arsitektur yang
• terbaca, harmonis dengan facade, bukan sekedar gambar visual dari kota yang bisa
menarik (11,8 %). dilihat saja, melainkan sebagai suatu konstruksi.
• terbaca, harmonis dengan facade, Yaitu konstruksi dari kota sepanjang waktu. Kota
menarik dan baik secara adalah karya seni manusia yang sempurna, yang
• estetika (7,8 %). dibuat hanya oleh orang-orang yang benar-benar
mengerti tentang urban.
C. Kualitas Sosial Konsep kota tepatnya artefak-urban sebagai
• secara fisik tidak dapat diakses dengan karya seni selalu muncul dan diketemukan dalam
mudah (3,9 %). bentuk-bentuk yang bervariasi, dalam segala
• dapat diakses dengan prosedur (5,8 %). jaman dan kehidupan sosial-religius. Artefak-
• dapat diakses dengan mudah (46 %). urban selalu berkaitan dengan suatu tempat,
• dapat diakses dengan mudah, memberi peristiwa dan wujud kota.
sumbangan kepada kepentingan umum, Pada awalnya, manusia membangun rumah
misal ; arkade, kanopi atau trotoar yang untuk menyediakan lingkungan-binaan (terbatas)
lebih lebar atau setback (43 %). yang lebih menyenangkan, guna melindungi diri

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 35
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 31 - 39

dari cuaca-iklim mikro yang tidak diinginkannya, dari sifat bahwa tempat (lahan/ruang daratan) itu
beserta pengaruh-gangguan luar lainnya. Dan terbatas dan tidak dapat diproduksi lagi.
kemudian akhirnya menciptakan lingkungan- Turunnya kwalitas (estetika) dan kwantitas
binaan yang lebih luas, ditambah dengan tujuan tempat pada giliran berikutnya akan juga
untuk estetika. semakin meningkatkan kwantitas dan kwalitas
Di jaman perunggu manusia mengadap- pengaruh-gangguan terhadap manusia dan
tasikan lingkungannya untuk memenuhi aktivitasnya, termasuk pada tempat itu sendiri.
kebutuhan-sosial nya melalui pembangunan Sehingga apabila pada awalnya pengadaan
lingkungan-binaan (terbatas) secara sederhana. rumah sebagai lingkungan buatan terbatas yang
Rumah adalah yang pertama kali dibuat, lebih menyenangkan, guna melindungi diri dari
berfungsi untuk melindungi diri dari cuaca-iklim pengaruh-gangguan cuaca-iklim mikro secara
mikro, beserta pengaruh-gangguan lingkungan sederhana dan terbatas. Kini akhirnya telah
luar lainnya. Selanjutnya karena perkembangan menjadi berkembang serta meluas, untuk tujuan
waktu dan ruang, pengadaan rumah (urban- dan guna menjawab tuntutan kebutuhan sosial,
nucleus) berkembang menjadi sebuah tipe-upaya ekonomi, fisik manusia yang makin majemuk,
(metoda-membangun) oleh manusia dalam akan terciptanya sebuah lingkungan-binaan yang
mengatasi pengaruh-gangguan alam serta kondusif dan akomodatif bagi terjaminnya akses
kebutuhan lainnya, yang lebih luas dan tidak bagi kehidupan. Lingkungan-binaan (kota, desa,
terbatas. Sampai kemudian pada akhirnya ada rumah, bangunan-gedung lainnya) yang merupa-
kuil dan beberapa bangunan yang menjadi serta kan sinergi fungsi dari; wadah-aktivitas, filter-
dijadikan tipologi dari bangunan di sekitarnya. lingkungan, simbol-budaya/teknologi/jamannya
Tipologi berkembang menurut perkembangan dan sarana-investasi (Sullivan,1970), yang ber-
kebutuhan dan estetika (penggabungan dari makna bagi terjaminnya; keamanan/ keselamatan
bentuk dan cara hidup masyarakat yang ada pada & kesehatan publik, keseimbangan-lingkungan
saat itu), dimana masing-masing lingkungan- serta keberlanjutan kehidupan.(3-K).
sosial tertentu akan mempunyai tipologi tertentu Nilai dan prinsip yang terkandung dari
pula. Termasuk tipe-upayanya. Sehingga pada tipologi tersebut diatas terus tumbuh berkembang
dasarnya konsep dari tipologi serta tipe-upaya dan dapat berubah, yang akhirnya kemudian
dapat menjadi pedoman bagi pembangunan serta diakui sebagai tipologi dari suatu arsitektur
pengembangan arsitektur dan lingkungannya tertentu (karena karakteristik dan kespesifi-
(yang secara lebih luas dikenal sebagai tata- kannya, yang kemudian dijadikan sebagai
ruang). artefak-urban (kolektif, individu) dari lingkungan
Tata-ruang, baik perkotaan maupun per- yang bersangkutan. Dan seterusnya menjadi
desaan adalah wujud struktural dan pola kesan serta dijadikan oleh publik sebagai
pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun identitas/tetenger dan citra
tidak direncanakan. Sedangkan yang dimaksud Oleh sebab itu, bagi Surabaya khususnya di
ruang adalah wadah yang meliputi ruang; koridor komersial bersejarah jalan Tunjungan,
daratan, lautan dan udara sebagai satu kesatuan banyaknya bangunan-gedung (lama, bersejarah)
wilayah tempat manusia dan mahluk hidup "yang telah hilang" akan bisa menurunkan
lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta kwalitas artefak-urban serta arsitektur-kota,
memelihara kelangsungan hidupnya (pasal 1, melemahkan identitas dan citra yang telah lama
ayat 1 UURI 24/1992). hidup dan melekat padanya, serta makna
Tata-ruang (kota) itu tersusun dari adanya tentang 3-K.
komponen-komponen; tempat, manusia beserta Menurut Tricart (19..), ada tiga klasifikasi
kegiatannya; dimana komponen-komponen ter- skala yang dapat dipakai untuk melihat kwalitas
sebut mempunyai sifat dinamis, saling kehomogenan dan interaksi sosial antar bagian
mempengaruhi dan dipengaruhi, serta saling arsitektur-kota, termasuk artefak-urban dalam
mengakibatkan, karena perkembangan waktu pembentukan identitas dan citra, yaitu; skala-
(Pattrick Geddes, 1940). jalan (termasuk area terbangun dan ruang-
Pesatnya pertumbuhan manusia beserta terbuka disekitarnya), skala-istrik (kumpulan
kegiatannya baik di perkotaan maupun perdesaan blok-blok dengan karakternya) dan skala kota
akan berpengaruh terhadap turunnya kwalitas (kumpulan distrik-distrik). Disamping dalam
(estetika) dan kwantitas tempat sebagai wadah klasifikasi pengenalan secara semata-mata pada
maupun akses bagi kehidupan. Sebagai akibat lingkup tempat yang kita kenali dengan baik
(Aldo Rossi, 1980).

36 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
THE LOST-CITY DAN LOST-SPACE KARENA PERKEMBANGAN PENGEMBANGAN TATA-RUANG KOTA
(Benny Poerbantanoe)

Bangunan-gedung merupakan unsur utama Karakteristik dan kespesifikan kehidupan masya-


pembentuk ruang-luar (exterior-space) pada rakat yang berkaitan dengan tempat, peristiwa
lingkungan-binaan perkotaan (arsitektur-kota/ dan wujud kota itulah yang menjadi tujuan dari
artefak-kota). Bentuk dan masa bangunan akan wisata.
mempengaruhi kwalitas ruang luar yang
terbentuk. Bentuk, masa, kepadatan, tinggi
bangunan-gedung itu lazimnya diatur melalui LOST SPACE
ketata-kotaan. Namun yang menentukan kwalitas
ruang-luar bukan hanya bentuk, masa, kepadatan Pada saat ini, para perencana-perancang
dan tinggi bangunan-gedung itu saja, tetapi; (arsitektur) kota menemui aneka-ragam tan-
fungsi, intensitas penggunaan serta arsitekturnya. tangan guna menciptakan lingkungan-binaan
Misalnya ; perihal warna, tekstur, bentuk-tampak kolektif yang berarti bagi pertumbuhan serta
(facade), gaya, teknologi. keberlanjutan kehidupan manusia. Seringkali
Contoh, apabila di suatu bagian kota lama hasil-hasil dari para perencana-perancang itu
(tua) yang memiliki banyak bangunan-gedung menjadi buruk dalam wujud maupun denah (tata-
dengan dominasi arsitektural yang karakteristik ruang) bagi penggunaan untuk aktivitas kehi-
(seperti langgam; empire style , arsitektur dupan secara publik .
indische dan arsitektur new bouven pada Karena dinamika perkembangan-pengem-
bangunan-gedung bangunan-gedung di koridor bangan tata-ruang kota yang sering terjadi,
komersial jalan Tunjungan), ada sebagian dari bangunan-gedung bisa menjadi "terisolasi"
bangunan-gedung bangunan-gedungnya itu yang dalam sebuah lansekap-kota dan bukannya
dihilangkan, atau ditambah/disisipi bangunan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari satu
baru yang tidak sesuai dengan dominasi kesatuan yang lebih besar dari sebuah artefak-
karakteristik yang ada. Maka akan rusaklah urban dan arsitektur-kota yang antara lain terdiri
karakteristik dan kespesifikan suasana ling- dari; masa-bangunan beserta fungsinya, ruang-
kungan yang semula dimiliki kota lama itu. luar yang terbentuk, sirkulasi (kendaraan &
Hilang dan berubahnya bangunan-gedung; pedestrian) serta pelataran parkir, penghijauan
toko Aurora di pojok koridor jalan Tunjungan- dan masalah ekosistem pada umumnya, unsur-
Tanjunganom, toko Sentral (eks. Hellendorn) di unsur penunjang (utilitas-kota dll.), serta unsur-
pojok jalan Tunjungan-Kenari, pasar Tun- unsur non-fisik yang mempengaruhi pem-
jungan di depan hotel Mandarin Mojopahit (eks. bentukan.
hotel Oranye), toko Louvre di pojok jalan Keputusan-keputusan (termasuk penghi-
Tunjungan-Praban dan lain-lain sebagai unsur- langan bangunan-gedung lama-bersejarah)
unsur pembentuk arsitektur-kota. Dalam klasi- seringkali diambil dengan hanya melihat denah
fikasi skala-jalan bisa disebut sebagai menurun- rancangan dua demensi secara fungsi, tanpa
kan kwalitas karakter serta kespesifikan, yang memperhitungkan hubungan tiga demensi
merupakan identitas dan citra koridor komersial terhadap bangunan-bangunan lainnya, tanpa pula
jalan Tunjungan sebagai salah satu artefak-urban pengertian yang luas terhadap keberadaan
kota Surabaya. manusia di dalam dan sekitarnya. Sehingga
Seperti halnya juga dengan hilangnya menyebabkan timbulnya anti space atau lost
"gapura-gapura temporer" yang pernah ada space.
seperti; Torii ala Jepang di jembatan jalan Yos Lost-space adalah area urban yang tidak
Sudarso, gapura ala Cina di perbatasan diinginkan, tidak memberi sumbangan positif
Jembatan-Merah dengan jalan Kembang Jepun kepada lingkungan sekelilingnya. Tanpa definisi,
sebagai pintu masuk ke arah kawasan Pecinan tanpa batas yang jelas, serta gagal untuk
(Chinese-Camp), dan juga gapura ke arah menghubungkan elemen-elemen urban secara
kawasan Nyamplungan (Arabisch-Camp) yang bertalian.
waktu itu digunakan sebagai tanda tengah Lost-space dapat terjadi karena; pening-
berlangsungnya event yang berkaitan kegiatan katan intensitas pergerakan kendaraan
tradisional di lokal kawasan yang bersangkutan. bermotor, gerakan arsitektur modern,
Hal itu bisa dibaca sebagai adanya sebuah pembaharuan zoning dan peremajaan kota,
kehidupan tradisional masyarakat setempat privatisasi ruang publik dan perubahan
(peristiwa) yang karakteristik dan spesifik, telah penggunaan lahan (Roger Trancik, 1986).
menjadi tidak berkelanjutan di kota ini. Hilangnya beberapa bangunan-gedung
(lama, bersejarah) tidak tertutup kemungkinan

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 37
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 31 - 39

adalah akibat dari adanya kebijaksanaan kota dengan masalah keamanan dan kesehatan, seperti
untuk mengimplementasi hal-hal seperti yang misalnya untuk keperluan pencahayaan, peng-
menjadi penyebab terjadinya lost-space tersebut hawaan, pengamanan terhadap kebakaran dan
diatas, tanpa sadar karena kebetulan baru gempa.
melihatnya hanya sebagai tuntutan-kebutuhan
akibat perkembangan waktu yang perlu
diakomodasi. DAPAT DIDESAIN DAN
Di dalam sebuah kota, ruang-luar adalah DISTRUKTURKAN
ruang di luar bangunan-gedung, yang meliputi
seluruh ruang diantara bangunan-gedung. Ruang- Ruang-luar yang menampung kegiatan dan
luar ada yang bersifat publik, seperti misalnya ; diperuntukkan bagi publik, seyogyanya dapat
jalan, taman, sungai. Ada yang bersifat milik diatur untuk mendapatkan kwalitas ruang dan
pribadi (privat); seperti misalnya; halaman lingkungan yang tertentu. Dalam hal ini
rumah. terjadinya hubungan timbal balik antara ruang-
Adapula milik pribadi tapi diatur demi luar dengan bangunan-gedung; bentuk dan masa
kepentingan umum, seperti tanah-sempadan. bangunan yang menentukan kwalitas ruang luar
Serta ada juga ruang luar yang terjadi akibat yang terjadi, dan sebaliknya ruang luar menentu-
dibongkarnya bangunan-bangunan tertentu dan kan penting tidaknya kedudukan bangunan-
bekas yang ditinggalkannya belum segera gedung dalam lokasi yang bersangkutan. Ruang-
dibangun kembali. Di Surabaya banyak kita luar dengan kwalitas yang baik merupakan hal
temui dan umum dikenal sebagai "lahan-tidur". yang penting bagi kota, karena kwalitas yang
Ruang-luar di kota pada umumnya merupakan baik akan turut menentukan dan merangsang
eleman buatan/direncanakan (exterior-space), terjadinya kegiatan pada ruang-luar tersebut.
namun ada kalanya juga terjadi sebagai lemen Pada kasus koridor komersial jalan
alamiah, seperti; sungai atau lembah yang Tunjungan, yang pada awalnya sepanjang
melalui kota. koridor jalan tersebut adalah ruang-luar yang
Ruang-luar juga dapat diketegorikan ber- bisa disebut sebagai bersifat publik, karena
dasarkan fungsi suatu kawasan tertentu di dalam tatanannya yang mampu meransang terjadinya
kota, seperti misalnya ruang-luar kawasan; kegiatan shopping-street. Namun yang kini
perumahan, perdagangan, perkantoran, industri, terjadi sepanjang koridor komersial jalan
rekreasi dan lain-lain. Di dalam ruang-luar yang Tunjungan telah berubah dan cenderung meng-
berada di kawasan dengan fungsi yang berbeda arah menjadi lost-space.
tentu akan dapat dijumpai adanya kegiatan yang Penghapusan trem-listrik (kereta rel listrik/
berbeda pula. KRL), perubahan arus lalu-lintas yang diikuti
Perbedaan kegiatan ini juga menyebabkan dengan semakin meningkatnya intensitas lalu-
bentuk, karakter dan kwalitas ruang-luar yang lintas kendaraan bermotor, telah menjadikannya
dibutuhkan juga saling berbeda satu sama tidak nyaman lagi untuk hidupnya kegiatan
lainnya, demikian juga suasana yang ditimbulkan shopping-street oleh publik.
oleh kegiatan tersebut. Dengan demikian tiap- Karakter arsitektur asli bangunan bangunan
ruang luar mempunyai karakteristik yang sesuai komersial di koridor Tunjungan banyak yang
dengan fungsi bagian kota dimana ruang-luar ditutupi oleh tata informasi aluminium. Fungsi
tersebut berada. Karakteristik ruang-luar koridor komersial banyak yang telah berubah menjadi
komersial jalan Tunjungan (lama) jelas berbeda fungsi perkantoran. Sementara penghilangan
ruang-luar koridor jalan Mayjen. Soengkono. bangunan-gedung lama sebagai elemen-elemen
Berbeda pula dengan koridor jalan Kembang mayor pembentuk dan pelingkup yang signi-
Jepun (lama). Meski sama-sama kemudian fikan, seperti toko; Aurora, Sentral, Pasar-
ditetapkan sebagai sentral bisnis distrik bagi kota Tunjungan, Louvre dan lain-lainnya, menyusul
Surabaya. kemudian Metro(?) atas nama tuntutan
Ruang-luar diantara bangunan-gedung ada kebutuhan peremajaan dan intervensi gerakan
yang berisikan kegiatan atau fungsi tertentu bagi arsitektur modern yang menjurus ke arah
publik (aktif), disamping ada pula yang bersifat privatisasi ruang publik serta sentralisasi-isolasi
pasif yang terbentuk diantara bangunan-gedung. kapling, adalah indikasi adanya degradasi pada
Ruang-luar diantara bangunan-gedung yang kualitas sejarah dan estetika. Yang semakin
bersifat pasif dan tidak berisi kegiatan tertentu lengkap mengantar ke arah pudarnya unity
biasanya dibutuhkan atau terjadi sehubungan kelompok serta sequences yang spesifik dan

38 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
THE LOST-CITY DAN LOST-SPACE KARENA PERKEMBANGAN PENGEMBANGAN TATA-RUANG KOTA
(Benny Poerbantanoe)

karakteristik dari koridor Tunjungan sebagai 5. Lynch, Kevin, Image Of The City,
salah satu artefak-urban, khususnya dalam skala- Cambrigde, Mass; The Massachusetts
jalan. Institut of Technolog Press, USA. 1979.
Penghadiran superblok dalam wujud
bangunan berlantai banyak yang dapat melayani 6. Lynch, Kevin, A Good City Form,
kebutuhan belanja publik dalam satu atap ala Cambrigde, Mass; The Massachusetts
Tunjungan-Plaza, pembangunan hotel di bekas Institut of Technolog Press, USA. 1980. pp
lahan toko Aurora dan Louvre sebagai sebuah 46.
super-blok (sebagai bentuk implementasi 7. Nugraha, Robby, Koridor Komersial
gerakan arsitektur modern, peremajaan kota dan Bersejarah Tunjungan-Surabaya, Tugas
perubahan zoning, privatisasi ruang publik), AR. 568- Pemugaran Bangunan dan
terlihat telah menjadi katalisator bagi proses Lingkungan, Program Magister Arsitektur,
transformasi ruang-luar, koridor komersial jalan Program Pasca Sarjana ITB. 1998.
Tunjungan dari sebuah shopping-street menuju
sebuah lost-space. 8. Sanoff, Henry, Visual Research Methods in
Design, Van Nostrand Reinhold, New York.
1991.
REKOMENDASI
9. Trancik, Roger, Finding Lost Space
Theories of Urban Design, New York
Untuk mencegah semakin meluasnya the
Nostrad Reinhold Company Inc., USA.
lost city yang akan bisa melahirkan lost space,
1986.
maka setiap upaya pengembangan kota
terbangun perlu didahului dengan mengiden- 10. Tange, Kenzo, Towards and Urban Design,
tifikasi signifikansi budaya yang mencakup Journal, Japan Arhitecture. 1971.
sistem-budaya dan sistem-visual secara kompre-
hensif, melalui pendekatan; figure ground,
lingkage dan place theory. Dengan dasar
pemikiran; bahwa dalam proses dinamis suatu
kota cenderung menuju pada evolusi daripada
preservasi dan monumen-monumen yang ber-
evolusi tidak hanya tampil sebagai hasil
preservasi tetapi harus tampil sebagai elemen
pengembangan yang propelling (Aldo Rossi,
1982).

DAFTAR PUSTAKA

1. Aldo Rossi, Architehture Of The City,


Cambridge, Mass; Massachusetts Institut of
Technolog Press, USA. 1982.
2. Broadbent, Emerging Concepts In Urban
Space Design, London, Van Nostrad
Reinhold Company Inc, USA. 1990.
3. Danisworo, Muhammad, Urban Landscape
Sebagai Komponen Penentu Kualitas
Linkungan Kota , makalah, Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik UK. Petra,
Surabaya. 1989.
4. Lynch, Kevin, Managing The Sense of
Region, Cambrigde, Mass; The Massa-
chusetts Institut of Technolog Press, USA.
1978.

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 39
http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

Anda mungkin juga menyukai