Anda di halaman 1dari 4

Skandal Jiwasraya

Kasus perusahaan asuransi pelat merah PT Asuransi Jiwasraya Persero tidak kunjung
usai. Regulator dianggap tidak serius dan saling lempar tanggung jawab menangani persoalan
ini. Bahkan, orang dalam Istana dikabarkan terlibat dalam persoalan tersebut.
Kronologis kasus ini berawal dari kegagalan bayar polis Jiwasraya kepada nasabah dan
bank sebagai mitra penjual produk senilai Rp802 miliar yang jatuh tempo pada 2018. Jumlah
tersebut terus meningkat menjadi Rp 12,4 triliun hingga akhir Desember 2019.
Kesalahan tata kelola bahkan fraud terjadi pada perusahaan tersebut. Berbagai upaya
penyelamatan dilakukan salah satunya dengan mengganti direksi perusahaan tersebut. Tiga kali
direksi berganti kinerja positif Jiwasraya belum juga tampak.
Kini, persoalan Jiwasraya mendapat perhatian dari parlemen. Sejumlah fraksi-fraksi
DPR mengusulkan pembentukan panitia khusus untuk menyelamatkan Jiwasraya.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan secara informal saat ini sudah
ada tiga fraksi yang mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait kasus PT.
Asuransi Jiwasraya (Persero). "Kalau secara informasi, mungkin baru 2-3 fraksi (usulkan
pembentukan Pansus Jiwasraya), namun nanti kita lihat secara formalnya," kata Dasco seperti
dikutip dari Antara, Senin (30/12).
Dasco mengatakan salah satu fraksi yang mengusulkan pembentukan Pansus Jiwasraya
tersebut adalah Fraksi Partai Gerindra. Namun dirinya enggan mengungkapkan dua fraksi
lainnya. Dia menjelaskan, penyampaian usulan pembentukan Pansus Jiwasraya dilakukan
ketika masa sidang, sedangkan saat ini DPR sedang masa reses hingga 10 Januari 2020.
Menurut dia, dalam masa sidang mendatang Pimpinan DPR akan melaksanakan Rapat
Pimpinan (Rapim), dan dalam rapat tersebut akan terlihat secara formal fraksi apa saja yang
mengusulkan pembentukan Pansus Jiwasraya.
"Ini ada tata kelola keuangan di bawah Komisi XI, lalu akuntabilitas keuangan dibawa
ke Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan ada Komisi VI sehingga nanti tiga
unsur tersebut perlu digabungkan dan mekansime penggabungan itu ada di Pansus," ujarnya.
Dasco menjelaskan, Komisi XI dan Komisi VI DPR RI sudah meminta membuat surat
untuk mengadakan audit secara khusus terhadap Jiwasraya. Menurut dia, kemungkinan dalam
Rapim DPR di masa sidang mendatang, Komisi XI dan Komisi VI akan mengusulkan secara
resmi pembentukan Pansus Jiwasraya.
"Kalau nanti sudah didalami, baru kita tahu uang larinya ke mana dan untuk apa. Jadi
sebaiknya berbagai polemik tidak perlu berkembang karena akan memanaskan suasana,"
katanya.
Menurut dia, permasalahan Jiwasraya harus segera dicarikan solusinya karena yang
menjadi korban adalah para nasabah yang banyak kehilangan uangnya.

Analisis:

Perusahaan asuransi pelat merah PT Asuransi Jiwasraya Persero merupakan badan


usaha milik negara yang mana sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara dan perusahaan
asuransi jiwa lokal terbesar di Indonesia serta satu-satunya perusahaan Asuransi Jiwa milik
pemerintah Republik Indonesia. Maka jika pekerja PT Asuransi Jiwasraya melakukan tindak
pidana negara mengalami kerugian. Badan Usaha Milik Negara ini beroperasi dalam bidang
jasa keuangan dan asuransi, demi memberikan layanan yang prima Jiwasraya mengembangkan
beragam produk baik individu maupun grup atau kelompok dan DPLK. Jiwasraya tidak hanya
memberikan pelayanan kepada pegawai negeri maupun kalangan atas, namun Jiwasraya juga
memberikan pelayanan untuk masyarakat menengah kebawah sebagai target atau pangsa pasar.

Awalnya PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bukan Perusahaan Perseroan (Persero),


namun setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1972 PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) berubah status menjadi Perusahaan Perseroan Asuransi Jiwasraya. Selain
perubahan status awal mulanya namanya bukan Jiwasraya, namun seiring perubahan zaman
dan kebutuhan makan ada sebuah perubahan. Seperti kebanyakan perusahaan BUMN lainnya
PT Asuransi Jiwasraya dipimpin oleh jajaran direksi. Hexana Tri Sasongko kini ditetapkan
sebagai Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berdasarkan Surat Keputusan
Menteri BUMN Nomor 286/MBU/11/2018 tanggal 5 November 2018. Selain direktur utama
ada beberapa jajaran di bawah direktur utama, seperti direktur investasi dan teknologi
informasi, direktur pemasaran ritel, direktur pemasaran korporat, direktur teknik, direktur
keuangan, dan direktur kepatuhan. Jumlah karyawan PT Asuransi Jiwasraya berjumlah 1.135
pada tahun 2016. Walaupun PT Asuransi Jiwasraya milik pemerintah namun mempunyai anak
usaha yaitu PT Mitrasraya Adhijasa. Pada tahun 2016 PT Asuransi Jiwasraya memperoleh
pendapatan sebesar Rp 21.12 triliun dan laba bersih sebesar Rp 1.72 triliun. Sehingga pada
tahun 2016 total aset PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 38.62 triliun dan total ekuitasnya
sebesar Rp 5.411 triliun.

Kasus yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak kunjung usai. Kasus ini
terjadi berawal dari kegagalan bayar polis PT Asuransi Jiwasraya kepada nasabah dan bank
sebagai mitra penjual produk. Kasus ini tak kunjung usai disebabkan karena regulator dianggap
tidak serius dan saling lempar tanggung jawab serta ada orang dari dalam istana yang ikut
terlibat. Selain itu tata pengolahan perusahaan sudah fraud. Praktisi hukum menyebutkan kasus
PT Asuransi Jiwasraya bukan tindak pidana korupsi melainkan tindak pidana penipuan,
penggelapan, dan pencucian uang (https://www.beritasatu.com/nasional/604881-praktisi-
hukum-kasus-jiwasraya-bukan-tindak-pidana-korupsi). Hal tersebut membuat kasus PT
Asuransi Jiwasraya diselesaikan lewat hukum pidana bukan perdata, karena kasus ini bukan
soal harus membayar utang kepada nasabah dan bank melainkan tindakan para pejabat yang
melakukan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang.

Gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya kepada nasabah dan mitra sebesar Rp 802
miliar yang jatuh tempo pada 2018 terus meningkat menjadi Rp 12,4 triliun pada akhir
Desember 2019. Kasus ini juga bisa dikatakan wanprestasi, kenapa? Karena dalam pelayanan
terhadap nasabah dan mitra ada perjanjian tertulis dan kesepakatan. Namun dalam
pelaksanaannya mengingkari perjanjian atau melakukan kelalaian dengan sengaja. Masalah ini
bisa diselesaikan dengan musyawarah, namun bila masalah ini tidak bisa dimusyawarahkan
maka bisa diproses secara hukum perdata.

Dalam perkembangan penyidikan pada kasus PT Asuransi Jiwasraya menyebutkan


adanya oknum atau orang yang terlibat dalam kasus ini. Hal ini membuat praktisi hukum
menyebutkan adanya tindak pidana penipuan, pengelapan, dan pencucian uang. Masalah
tersebut membuat kasus PT Asuransi Jiwasraya msuk dalam ranah hukum pidana. Pada pasal
378 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) menyebutkan “Barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atraupun dengan rangkaian
kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanay, atau
supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”. Dari pasal tersebut bila melakukan tindak
pidana penipuan akan dikenakan hukuman penjara.

Masalah PT Asuransi Jiwasraya yang tak kunjung selesai walaupun sudah tiga kali
berganti direksi mendapat perhatian dari parlemen. Sejumlah fraksi DPR mengusulkan
pembentukan panitia khusus guna untuk menyelamatkan Jiwasraya. Menteri BUMN Erick
Thohir mengatakan akan membentuk holding asuransi sebagai solusi gagal bayar PT Asuransi
Jiwasraya. Nantinya holding asuransi dapat menghimpun dana yang bisa digunakan untuk
membayar ganti rugi nasabah.
Undang-Undang yang menyangkut kasus PT Asuransi Jiwasraya tidak hanya pasal 378
KUHP. Kejaksaan Agung diminta menerapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Anda mungkin juga menyukai