Anda di halaman 1dari 17

Ceramah Agama Remaja di Masa Modern

Bismillahirrohmannirohim...

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Tanam pinang rapat-rapat

            Agar puyuh tak dapat lompat

                        Jawablah salam saya dengan semangat

            Jikalau anda umat Muhammad

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Bismillahirohmannirohim, alhamdulillahirobbil ‘alamin, assolatu wassalamu alla


ashrofil an biya’i wal mursalin wa alla alihi wa sobh’i rosulillahi ‘ajmain, amma-ba’du...

Pertama-tama dan paling utama marilah sama-sama kita panjatkan puja-puji


syukur kehadirat Allah SWT, karena pada kesempatan yang berbahagia ini kita dapat
bertemu dan berkumpul bersama di hall SMPN6 kebanggaan kita ini dalam keadaan
sehat wal’afiat. Mudah-mudahan dengan kehadiran kita semua dirahmati Allah SWT,
serta membawa kebaikan dunia dan akhirat. Amiiin...

Selanjutnya shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada best of the
best man Nabi Muhammad SAW karena beliaulah yang membawa misi ajaran agama
islam sampai kepenjuru pelosok dunia, sehingga kini kita berada didalam kesejukan dan
kedamaian dibawah naungan islam.

Ibu-ibu dan bapak guru yang saya hormati... Serta teman-teman semua yang saya
sayangi...

Pada kesempatan yang singkat izinkan saya menyampaikan ceramah pada hari ini
dengan judul:

“Remaja di Masa Modern”

Mendengar kata remaja maka pikiran kita akan terbayang pada sesosok anak
manusia yang sedang mengalami masa pubertas atau dalam kamus gaul biasanya kita
kenal dengan sebutan ABG. Remaja adalah harta kekayaan yang paling berharga bagi
dunia. Mereka adalah generasi penerus bangsa, bahkan calon pemimpin dunia. Jika
remaja baik remaja, maka dunia pun akan berseri menghadapi masa depan yang aman,
tentram, dan penuh keadamaian.
Kita semua pastinya ingin jadi remaja yang unggul, Bukan??? Insya Allah kita
semua bisa menjadi a winner and student idol. Tapi bagaimana caranya??? Apakah
dengan “duduk manis” di kelas atau dengan menjadi “kutu buku” kita bisa
meraihnya??? Tentu tidaak... Tau gak sih Gaul itu kunci sukses nomor 1 buat jadi
pelajar unggulan di era informasi... Kenapa begitu??? Karena untuk jadi bintang pelajar
dan idola disekolahkita harus ada strategi, Antara lain......

1.     Gaul dengan orangtua.. Kenapa??? Pasalnya remaja yang karab dengan orangtua pasti
akan mendapat ridho Allah yang lebih besar dari tiap do’a tulus yang orangtua
panjatkan. Terdapat dalam hadist ini:

“Ridhar Robbi fii ridhal waalidain”

Artinya: Ridho Allah terletak pada ridho kedua orangtua.

(HR. Tabharani dari Ibnu Amr r.a.)

2.     Gaul dengan guru.. Kenapa??? Guru kan orangtua kita setelah ayah dan ibu. Kalo
guru-guru kita sudah ridho sama kita sama kita, bayangin aja betapa lancarnya mereka
dalam mendidik kita dengan penuh kasih sayang dan hasilnya sungguh banyak ilmu dan
pengetahuan yang bisa kita dapat dari mereka. Terdapat dalam hadist ini:

“Man allamanii harfan faqad kuntu ‘abdan”

Artinya: siapa yang mengajarkanku satu huruf saja maka aku rela menjadi hamba
sahaya baginya.

(HR. Ali bin abi thalib r.a.)

3.     Gaul dengan teman. Kita lebih sering ngabisin waktu dengan teman kan? Teman sejati
adalah teman yang saling mendukung, saling menguatkan dan saling menolong untuk
bersama-sama menjadi remaja unggulan. Tapi awas! Sebagian dari teman kita hanya
mau gaul demi kesenangan saja. Ketika kita sedih dan perlu ditemani mereka justru
meninggalkan kita. Bahkan ada juga teman yang menghalang-halangi dan
mempengaruhi kita disaat kita sedang menjalankan ibadah puasa misalnya ada teman
yang mengajak kita bermain petasan atau mercun saat orang beribadah... Masya Allah..
semoga kita tidak meniru hal buruk yang dapat merugikan diri kita sendiri...

Teman-teman semua yang dirahmati Allah...

Semakin lama kita hidup, semakin jauh kita melangkah, semakin banyak yang
kita tau, tapi awas jangan sampai terjerumus dalam hal-hal yang membuat kita rugi.
Rugi lahir maupun rugi bathin. Apalagi saat ini dibulan ramadhan, yang mana kita
benar-benar diuji oleh Allah SWT apakah kita termasuk orang beriman dan sabar...
Sekarang ini zamannya modern bang, serba canggih kak, serba teknologi dek...
Mau bicara sambil tatap muka tinggal 3G atau bisa juga dengan skype, mau tau tentang
dunia yang “up tu date” tinggal browsing di internet, mau tau kabar sanak family yang
berjauhan tinggal telepon, mau tau status teman dan upload foto terbaru tinggal online
di facebook sambil chattingan, suntuk di rumah tinggal sms-an... Masya Allah... Serba
mudah yaa...

Mengapa disetiap mudah terbit susah???

Mengapa disetiap kemajuan tinggal kemunduran???

Hanya ada satu kuncinya... Apa? Jawabannya hati... Mengapa hati??? Karena hati kita
telah dibutakan nikmatnya dunia.

Teman-teman yang berbahagia...

Rasulullah SAW pernah bersabda “Kullu mauluddin, yu ladul alla fitrah, Fa


ab’wahu bi wahu hidanihi, ai yunaf shirronnihi, aiyu umat insannihi.”  

Yang artinya: setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orangtuanyalah yang
menjadikannya Yahudi/Nasrani/Majusi.

Oleh karenanya, jangan tunggu sampai besok. Mulailah dari sekarang. Marilah
kita menjaga keimanan kita agar terhindar dari rayuan indah gombalnya dunia. Mulai
sekarang, siapkanlah diri menyongsong kesuksesan! Giatlah belajar. Teraturlah jalani
kehidupan dan sering-seringlah berdo’a. Insya Allah, kamu pasti sukses. Hidup kita ini
indah jadi jangan sia-siakan karena sedetikpun kita berada didunia itulah namanya
kehidupan.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Lebih dan kurangnya ceramah saya ini
saya mohon dimaafkan.

Jalan-jalan ke Bukittinggi

Singgah dulu ke Pariaman

Bagus tidaknya ceramah saya ini

Yang penting bisa nambah pengalaman.

Wabillahi Taufik wal hidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.


PENTINGNYA KEJUJURAN DEMI TEGAKNYA DUNIA DAN AGAMA

Oleh
Syaikh Rabi Bin Hadi Al Madkhali

Sifat jujur merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia. Kehidupan dunia tidak akan
baik, dan agama juga tidak bisa tegak di atas kebohongan, khianat serta perbuatan curang.

Jujur dan mempercayai kejujuran, merupakan ikatan yang kuat antara para rasul dan orang-orang
yang beriman dengan mereka. Allah berfirman.

َ‫ك َجزَ آ ُء ْال ُمحْ ِسنِين‬ َ ِ‫ق بِ ِه أُوْ لَئ‬


َ ِ‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُونَ لَهُم َّمايَ َشآءُونَ ِعن َد َربِّ ِه ْم َذل‬ َ ‫ص َّد‬
َ ‫ق َو‬ ِّ ‫َوالَّ ِذي َجآ َء بِال‬
ِ ‫ص ْد‬

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi
Rabb mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik”. [Az zumar:33-34].

Karena (tingginya) kedudukan perbuatan jujur di sisi Allah, juga dalam pandangan Islam serta
dalam pandangan orang-orang beradab dan juga karena akibat-akibatnya yang baik, serta bahaya
perbuatan bohong dan mendustakan kebenaran; saya ingin membawakan naskah ini. Saya ambil
dari Al Qur’an, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sejarah beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sejarah dan kenyataan hidup orang-orang jujur dari kalangan shahabat
Rasulullah. Dan hanya kepada Allah, saya memohon agar menolong dan memberikan taufiq
kepada saya dalam menyampaikan nasihat dan penjelasan kepada kaum muslimin semampu
saya. Dan saya memohon kepada Allah, agar Ia menjadikan kita orang-orang jujur yang bertekad
memegang teguh kejujuran, serta menjadikan kita termasuk orang orang yang cinta kebenaran,
mengikutinya serta mengimaninya. Karena keagungan nilai dan kedudukan perbuatan jujur di
sisi Allah dan di sisi kaum muslimin, Allah menyifatkan diriNya dengan kejujuran (benar-pent).
Allah berfirman.

َ‫ق هللاُ فَاتَّبِعُوا ِملَّةَ إِب َْرا ِهي َم َحنِيفًا َو َما َكانَ ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين‬ َ ْ‫قُل‬
َ ‫ص َد‬

“Katakanlah:”Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.” Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus,
dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik”. [Ali Imran :95]

Ini adalah pujian dari Allah untuk diriNya dengan sifat agung ini. Allah jujur (benar-pent) dalam
semua beritaNya, syari’ahNya, dalam kisah-kisahNya tentang para nabi dan umat-umat mereka.
Allah berfirman.

ُ ‫َو َم ْن أَصْ َد‬


‫ق ِمنَ هللاِ َح ِديثًا‬

“Dan siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah”. [An Nisa:89].

ُ ‫َو ْع َد هللاِ َحقًّا َو َم ْن أَصْ َد‬


ً‫ق ِّمنَ هللاِ قِيال‬
“Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya
daripada Allah”. [An Nisa :122].

َ‫صا ِدقُون‬
َ َ‫ك َجزَ ْينَاهُ ْم بِبَ ْغيِ ِه ْم َوإِنَّا ل‬
َ ِ‫َذل‬

“Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan sesungguhnya Kami
adalah Maha Benar”. [Al An’am:146].

Demikianlah Allah menyifatkan diriNya dengan sifat agung ini. Dia jujur dalam ucapan,
perbuatan, janji, ancaman dan jujur dalam pemberitaan tentang kehidupan para nabi dan para
wali-waliNya serta Allah jujur dalam pemberitaan tentang musuh-musuhNya yang kafir.

Allah juga menyifatkan para nabiNya dengan sifat jujur. Lalu Dia mendukung para nabi itu
dengan mukjizat dan tanda-tanda agung sebagai bukti kejujuran (kebenaran) mereka, dan untuk
menghancurkan kebohongan para musuh Allah.

Diantara bentuk dukungan terbesar Allah kepada para nabi, ialah pemusnahan musuh-musuh
Allah dengan topan, angin ribut, petir, gempa bumi, ada yang di tenggelamkan ke tanah dan air.
Sementara para nabi dan pengikut mereka diselamatkan. Semua ini merupakan bukti dari Allah
atas kejujuran para nabiNya, bahwa mereka benar utusanNya dan (sebagai) penghinaan kepada
musuh Allah dan musuh para rasul.

Diantara para nabi yang disifati dengan sifat jujur dalam Al Qur’an, yaitu: Ibrahim, Ismail dan
Idris. [1] Allah menyifatkan mereka dengan sifat jujur. Ini menunjukkan kokohnya sifat itu pada
diri mereka. Dan bahwasanya perkataan, perbuatan, janji serta perjanjian-perjanjian mereka,
semuanya tegak di atas kejujuran.

Semua ayat dalam Al Qur’an, yang dengannya Allah menantang manusia dan jin untuk membuat
yang serupa dengannya -namun mereka tidak bisa- merupakan bukti terbesar atas kejujuran
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa dia benar-benar Rasulullah dan penutup para
nabi. Dan persaksian Allah bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam penutup para nabi,
juga merupakan bukti besar atas kejujurannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena tidak ada
seorangpun yang mengaku menjadi nabi setelah beliau, kecuali pasti Allah Azza wa Jalla
membuka kedoknya dan menyingkapkan aib serta kebohongannya. Bahkan tidak ada seorangpun
yang berdusta atas nama beliau dengan membawakan sebuah perkataan yang disandarkan kepada
nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melainkan pasti Allah membuka kedoknya dengan penjelasan
para pengikut risalahnya yang jujur, yaitu para ahli hadits dan yang lainnya.

Allah berfirman, dalam memujinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kebenaran serta kejujuran
yang beliau bawa.

َ‫ق ْال ُمرْ َسلِين‬


َ ‫ص َّد‬ ِّ ‫بَلْ َجآ َء بِ ْال َح‬
َ ‫ق َو‬

“Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan raul-rasul
(sebelumnya)”. [As Shaffat:37].
Kedudukan yang tinggi ini, Allah Azza wa Jalla berikan kepada hamba sekaligus rasulNya ;
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Azza wa Jalla juga menerangkan sifat hamba-hambaNya yang beriman, yang jujur dalam
keimanan, perbuatan, perjuangan dan perjanjian-perjanjian mereka.

َ‫ص َدقُوا َوأُوْ لَئِكَ هُ ُم ْال ُمتَّقُون‬ َ ِ‫أُوْ لَئ‬


َ َ‫ك الَّ ِذين‬

“Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa”. [Al Baqarah:177].

َ ِ‫يل هللاِ أُوْ الَئ‬


َ‫ك هُ ُم الصَّا ِدقُون‬ ِ ِ‫إِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا بِاهللِ َو َرسُولِ ِه ثُ َّم لَ ْم يَرْ تَابُوا َو َجاهَدُوا بِأ َ ْم َوالِ ِه ْم َوأَنفُ ِس ِه ْم فِي َسب‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. [Al Hujurat:15].

Allah juga berfirman memuji Muhajirin yang faqir dan semua sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. (Mereka) merupakan orang-orang jujur ; Anshar ataupun Muhajirin.

‫صرُونَ هللاَ َو َرسُولَهُ أُوْ لَئِكَ هُ ُم‬


ُ ‫ار ِه ْم َوأَ ْم َوالِ ِه ْم يَ ْبتَ ُغونَ فَضْ الً ِّمنَ هللاِ َو ِرضْ َوانًا َويَن‬ ُ ِ َ‫لِ ْلفُقَ َرآ ِء ْال ُمه‬
ِ َ‫اج ِرينَ الَّ ِذينَ أ ْخ ِرجُوا ِمن ِدي‬
َ‫الصَّا ِدقُون‬

“Bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka
(karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan
Rasul-Nya.Mereka itulah orang-orang yang benar”. [Al Hasr : 8].

Dan sungguh semua sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendapat pengakuan
dan pujian dari Allah dalam Al Qur’an. Mereka juga dipuji oleh Rasulullah n dalam banyak
hadits.

Diantara sifat mereka yang paling nampak dan jelas ialah kejujuran. Agama tidak akan bisa
tegak, begitu juga dunia tidak akan baik, kecuali dengan sifat ini. Para shahabat yang jujur ini
serta para pewaris mereka telah menyampaikan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya kepada kita
dengan penuh kejujuran serta amanah.

Para ulama juga menukilkan buat kita sejarah kehidupan para sahabat Radhiyallahu anhum,
perlombaan mereka dalam kebaikan dan kebaikan mereka (lainnya) yang mengungguli semua
umat. Jadilah mereka umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia.

Kita sudah faham pujian Allah kepada mereka secara umum dengan sifat-sifat terpuji.
Diantaranya adalah kejujuran. Dan makalah saya ini, tidak akan cukup untuk menyebutkan
semua hadits shahih tentang fakta-fakta kejujuran mereka. Namun saya akan menyebutkan kisah
tiga orang shahabat sebagai contoh. Kisah mereka terkumpul dalam satu kejadian. Dan sahabat
yang paling menonjol diantara tiga orang tersebut adalah Ka’ab Bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ;
seorang sahabat yang diselamatkan dari neraka, kemunafikan, murka Allah dan murka RasulNya
berkat kejujurannya. Kisah sahabat ini sudah sangat terkenal. Haditsnya juga masyhur dan
panjang. Karena keterbatasan tempat, saya akan memilih dan menyampaikan potongan-potongan
hadits ini, yang menunjukkan kedudukan sahabat ini beserta temannya dalam peristiwa ini,
supaya kaum muslimin bisa mengambil pelajaran dan contoh dari para sahabat yang jujur ini.
Kisahnya sebagai berikut.

Pertama. Dari Abdullah bin Ka’ab, beliau berkata: Saya mendengar Ka’ab Bin Malik
menceritakan kisahnya ketika tidak ikut serta dalam perang Tabuk. Ka’ab berkata,”Sebenarnya
saya tidak pernah tertinggal dari Rasulullah dalam satu peperanganpun, kecuali perang Tabuk.
Hanya saja, saya pernah tidak ikut perang Badr, namun pada saat itu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mencela siapapun yang tidak ikut. Karena Rasulullah keluar hanya untuk
meghadang kafilah (kelompok dagang) Quraisy, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala
mempertemukan mereka dengan musuhnya tanpa terduga. Dan sungguh saya telah ikut
menyaksikan Bai’atul ‘Aqabah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kami
berbai’at untuk Islam, dan saya tidak suka malam ’Aqabah itu disamakan dengan perang Badr,
walaupun perang ini lebih sering diingat oleh manusia. Dan pengalamanku ketika tidak ikut
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Tabuk, bahwasanya saya belum pernah
merasa lebih kuat dan lebih mampu dibandingkan keadaan saya sewaktu tidak ikut perang ini.
Demi Allah, saya tidak pernah menyediakan dua kendaraan untuk berperang, kecuali menjelang
perang Tabuk ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan berperang dalam musim yang
sangat panas dan akan menempuh perjalanan yang sangat jauh, serta akan menghadapi musuh
yang sangat besar. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
perintahnya kepada kaum muslimin agar mengadakan persiapan perang. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada pengikutnya jalur perjalanan mereka. Dan kaum muslimin
yang ikut Rasulullah dalam perang ini banyak sekali, sehingga tidak mungkin diingat oleh
seorang penghafalpun,” Ka’ab mengatakan,”Sebagian orang yang ingin tidak ikut dalam perang
ini menyangka tidak akan ketahuan, kecuali ada wahyu.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan perang ini pada musim buah, sementara
saya lebih cenderung kepada buah-buahan itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
kaum muslimin telah mengadakan persiapan dan saya ingin pulang untuk persiapan. Kemudian
saya pulang, tetapi saya tidak melakukan apa-apa. Saya berkata dalam hati, “Saya mampu untuk
melakukan itu, jika saya mau.” Keadaan seperti itu terus berlarut sampai Rasulullah dan kaum
muslimin sudah siap untuk berangkat. Keesokan harinya, Rasulullah dan kaum muslimin
berangkat. Sementara saya belum siap sama sekali. Kemudian saya pulang, tetapi saya tidak juga
mempersiapkan diri. Keadaan itu berlarut terus sehingga berangkatlah semua pasukan. Saya
ingin berangkat menyusul mereka, seandainya saya mau berbuat, namun akhirnya saya tidak
mampu berbuat apa-apa. Setelah Rasulullah berangkat perang, saya sangat sedih dan kalau
keluar rumah, saya tidak mendapatkan seorang yang bisa saya jadikan panutan, kecuali orang-
orang munafik atau orang-orang lemah yang mendapatkan keringanan dari Allah’.

Dalam potongan kisah ini, terdapat isyarat kedudukan Baia’tul ‘Aqabah dalam diri Ka’ab Bin
Malik Radhiyallahu ‘anhu. Karena bai’ah ini (artinya) banyak berfungsi sebagai pondasi yang
sangat kokoh, yang mendasari hijrahnya para sahabat ke Madinah. Mendasari pertolongan dari
kaum Anshar. Yang mendasari tegaknya Daulah Islamiyah. Juga mendasari jihad dan kekuatan
Islam dan muslimin.
Bertolak dari bai’ah ini, peperangan terus meletus, penghancuran orang yang murtad serta
pengiriman bala tentara ke beberapa penjujur alam untuk membuka mata hati dengan cahaya
Islam dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya Islam. Berdasarkan hal-hal ini,
Ka’ab bin Malik menyadari, betapa besar makna Bai’atul Aqabah ini, yang tidak bisa digantikan.

Ka’ab bin Malik menceritakan sebab absennya pada perang Tabuk dengan benar, dengan bahasa
gamblang penuh kejujuran, keluar dari hati penuh iman. Berbeda dengan para munafiq pengecut;
mereka mencari-cari alasan dusta yang kemudian disingkap Allah dalam waktu singkat. Allah
menyiksa dan menempatkan mereka di neraka. (Perhatikan beberapa point berikut ini, pent.).

1. Dia (Ka’ab bin Malik) menjelaskan dengan gamblang, ketidak ikutannya bukan karena
kemiskinan atau karena fisik. Sebelum perang Tabuk, ia pernah ikut beberapa peperangan,
padahal kondisinya tidak sebaik ketika perang Tabuk. Dia katakan,“Bahwasanya saya belum
pernah merasa lebih kuat dan lebih mampu dibandingkan keadaan saya sewaktu tidak ikut
perang ini. Demi Allah, saya tidak pernah menyediakan dua kendaraan untuk berperang, kecuali
menjelang perang Tabuk ini.”

2. Dia juga menyebutkan beberapa sebab yang mempengaruhi tekadnya untuk jihad, yaitu
kondisi yang sangat panas, jarak perjalanan yang jauh terbentang antara Madinah dan Tabuk,
serta jumlah pasukan Romawi dan orang Arab yang bersekutu dengan Romawi.

3. Ka’ab juga menjelaskan faktor yang mungkin paling penting dari faktor absennya, yaitu
baiknya musim buah. Kemudian beliau menjelaskan sesuatu yang sangat mungkin
disembunyikan, namun jiwanya yang jujur menolak kebohongan itu dan menjelaskan,‘saya
cenderung kepada buah-buahan itu’, maksudnya hawa nafsunya lebih cenderung kepada buah-
buahan. Ini merupakan tingkat kejujuran yang sangat jarang dicapai orang.

4. Dia menyebutkan pertarungan jiwanya, antara keinginan menyusul Rasulullah dan para
mujahidin dengan keinginan untuk duduk-duduk di bawah naungan rerimbunan dan buah yang
baik.

5. Akhirnya, ia menceritakan penyesalannya dan perasaan tersiksa yang menimpanya akibat


tidak ikut perang. Karena ia tidak menemukan satu panutan pun dalam hal ini, kecuali orang-
orang munafiq dan beberapa orang yang mendapatkan keringanan dari Allah. Ini merupakan
bukti hatinya yang tanggap dan imannya yang jujur.

Kedua : Kemudian Ka’ab bin Malik bercerita: Setelah ada berita, bahwa Rasulullah akan datang
dari Tabuk, maka datanglah kesedihan saya dan hampir saja aku berdusta. Lalu saya berkata
dalam hati,”Apa yang bisa menghindarkan saya dari murkanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam
besok?” Saya sudah minta tolong kepada keluargaku yang cerdas untuk mencarikan alasan.
Setelah ada yang mengatakan, Rasulullah hampir sampai, hilanglah niatku untuk berbohong dan
saya yakin, bahwa saya tidak akan bisa selamat dari murka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
selama-lamanya. Maka saya bertekad untuk berkata sejujurnya.

Pagi harinya Rasulullah datang. Seperti biasanya, jika baru pulang dari safar, beliau datang ke
masjid dan shalat dua raka’at, kemudian duduk untuk (keperluan) umatnya. Pada saat itu, orang-
orang yang tidak ikut perang datang menyampaikan alasan dan mereka bersumpah. Jumlahnya
sekitar 80. Rasulullah n menerima alasan mereka, membai’at mereka dan memohonkan ampun
buat mereka, serta menyerahkan urusan batin mereka kepada Allah k .
Sewaktu saya menghadap beliau dan mengucap salam, beliau tersenyum sinis seraya
berkata,”Kemarilah!” Saya mendekat dan duduk di hadapannya. Beliau bersabda kepada
saya,”Apa yang menyebabkanmu tidak ikut? Bukankah engkau telah berbai’at?” Saya
menjawab,”Wahai Rasulullah, demi Allah, seandainya saya duduk di hadapan penduduk dunia
selain engkau, niscaya saya akan mengemukakan alasan untuk menghindarkan diri dari
kemurkaannya, karena saya bisa berdebat. Tetapi demi Allah, saya tahu, seandainya saya
berdusta yang membuat tuan ridha dan menerima alasan saya, namun nanti Allah akan memurkai
saya lewat tuan. Dan jika saya bercerita sejujurnya, niscaya tuan akan merasa iba pada diri saya.
Sungguh saya hanya mengharapkan ampunan dari Allah. Demi Allah, sesungguhnya saya tidak
mempunyai alasan. Demi Allah, saya tidak pernah merasa lebih kuat dan mudah (sebelumnya)
dibandingkan ketika saya tidak ikut perang bersama Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,”Orang ini sudah berkata jujur. Pergilah (menunggu) sampai Allah
memberikan keputusan tentangmu.” Sayapun berdiri dan pergi.

Dalam potongan hadits di atas, Ka’ab menyebutkan posisinya yang baru, ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para mujahidin pulang membawa kemuliaan, kemenangan dan
pahala. Manfaat apakah yang diperoleh Ka’ab dari ketertinggalannya itu, meskipun penyebab
tidak ikutnya adalah (karena) musim buah-buahan? Dan siapakah figur selain orang-orang
munafiq dan kaum muslimin yang lemah? Hati Ka’ab Bin Malik meradang karena rasa
menyesal.

Pada saat yang sama, syetan berbicara dan membisikkan kata-kata bohong. Akan tetapi, berkat
karunia Allah dan pemeliharaanNya, (maka) niat bohong dan kebathilan telah lenyap dari
hatinya, karena kelurusan iman dan keikhlasannya. Lalu Allah membimbingnya ke arah faktor
keselamatan terbesar setelah iman, yaitu kejujuran -terutama ketika (menghadapi) bahaya dan
kejadian-kejadian yang menakutkan.

Dan perkataan Ka’ab Bin Malik Radhiyallahu ‘anhu : Setelah ada yang mengatakan, Rasulullah
hampir sampai, hilanglah niatku untuk berbohong dan saya yakin, bahwa saya tidak akan bisa
selamat dari murka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama-lamanya. Maka saya bertekad
untuk berkata sejujurnya. Pagi harinya Rasulullah datang. Seperti biasanya, jika baru pulang dari
safar, beliau datang ke masjid dan shalat dua raka’at.

Ka’ab menyebutkan satu perubatan sunnah yang hampir terlupakan, atau sudah terlupakan oleh
banyak kaum muslimin, yaitu shalat dua raka’at di masjid, ketika baru datang dari perjalanan
jauh.

Ka’ab juga menceritakan sikap orang-orang munafiq, mereka berdusta dan berpura-pura, lalu
menguatkan dusta mereka itu dengan sumpah, sehingga tidak ada alasan bagi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali menerima alasan dan menyerahkan urusan hati mereka
kepada Allah Azza wa Jalla Yang Mengetahui perkara ghaib, Dia Maha Tahu pengkhianatan
mata dan juga Tahu yang terbetik dalam hati. Sedangkan Ka’ab, dengan ilmunya, dia mengetahui
bahwa dusta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan bisa menyelamatkannya
dari murka Allah dan RasulNya, walaupun didukung dengan sumpah. Dia mengetahui itu semua
berkat taufiq dari Allah. Lalu dia menjelaskan penyebab ketidak ikutannya dengan benar.

Ketiga : Ka’ab berkata: Genap sudah limapuluh malam masa pengucilan saya. Pagi harinya saya
melakukan shalat shubuh di tingkat atas rumahku. Ketika saya duduk dalam keadaan yang telah
diceritakan Allah, dada saya terasa sempit, dunia terasa sempit padahal luas, tiba-tiba saya
mendengar orang berteriak di atas ketinggian,”Wahai Ka’ab Bin Malik, bergembiralah!” Saya
segera bersujud (bersyukur). Saya tahu, pasti telah datang masa bahagia.

Ka’ab berkata,“Setelah shalat subuh, Rasulullah memberitahukan kepada jama’ah, bahwa Allah
telah menerima taubat kami. Lalu para sahabat menyampaikan berita gembira itu kepada kami.
Ada yang pergi kepada kedua temanku, ada yang bergegas ke saya dengan mengendarai kuda.
Ada juga yang dari Aslam datang kepadaku, dia menaiki gunung (lalu berteriak), suaranya jauh
lebih cepat dibandingkan kuda.

Ketika orang yang saya dengar suaranya itu sampai kepadaku, baju yang saya kenakan saya
lepas dan saya pakaikan padanya, sebagai balasan kabar gembira ini. Demi Allah, saya tidak
punya pakaian yang lain saat itu. Saya meminjam dua potong pakaian, lalu berangkat menemui
Rasulullah. Para sahabat berkelompok-kelompok menemuiku, seraya berucap,”Selamat atas
diterimanya taubatmu oleh Allah,” sampai saya masuk masjid. Disana Rasulullah sedang duduk
bersama para sahabat. Thalhah Bin Ubaidillah bangkit, menyalamiku dan mengucapkan selamat.
Demi Allah, tidak ada seorang Muhajirin pun yang berdiri selain Thalhah.

Abdullah bin Ka’ab berkata,”Ka’ab Bin Malik tidak pernah melupakan sambutan Thalhah.”

Ka’ab Bin Malik berkata: Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah, dengan wajah
ceria tanda bahagia, Rasul bersabda.

َ‫ك ُم ْن ُذ َولَ َد ْتكَ أُ ُّمك‬


َ ‫أَ ْب ِشرْ بِ َخي ِْر يَوْ ٍم َم َّر َعلَ ْي‬

“Aku sampaikan kabar gembira kepadamu dengan hari yang paling baik sejak kamu dilahirkan
ibumu.”

Akupun bertanya,”Apakah ini dari engkau, ataukah dari Allah?” Beliau menjawab,”Bukan
dariku, tetapi dari Allah.” Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika bahagia, wajahnya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersinar bagaikan belahan bulan.

Ka’ab bin Malik bercerita: Kami tahu tanda kebahagian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu.
Setelah duduk di hadapan beliau, saya mengatakan,”Wahai Rasulullah, diantara bentuk taubatku
adalah melepaskan kekayaanku sebagai shadaqah kepada Allah dan RasulNya!” Beliau
menjawab,”(Jangan), tahanlah sebagian hartamu! Itu lebih baik buatmu.” Ka’ab bekata,”Saya
katakan,’Saya menahan hartaku yang di Khaibar.’

Ka’ab mengakui secara jujur penyebab ketidak ikutannya dalam perang Tabuk. Begitu juga yang
dilakukan dua sahabatnya: Murarah Bin Rabi’ dan Hilal Bin Umayyah. Lalu Rasulullah
memerintahkan kepada kaum muslimin untuk memutuskan komunikasi dengan mereka dan
mengisolir mereka. Para sahabat melaksanakan perintah itu, meskipun diantara mereka termasuk
keluarga dekat. Ini semua mereka lakukan dalam rangka mentaati Allah dan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pemutusan komunikasi terus berlanjut, sementara wahyu dari
Allah belum juga turun. Ujian dan masa-masa sulit itu berlangsung selama limapuluh hari.

Berita pemboikotan ini tersebar sampai ke telinga penguasa Nasrani Ghasan. Dia menyangka, ini
merupakan kesempatan untuk memalingkan Ka’ab dan mengajaknya bergabung bersama
mereka, untuk memuliakan Ka’ab –menurut mereka. Namun keimanannya kepada Allah serta
RasulNya, (dia) menolak tawaran syaitani ini. Dan Ka’ab juga menyadari, bahwa ini juga
sebentuk ujian.

Sebagaimana diceritakan Ka’ab, bahwa masa sulit ini berakhir pada hari ke limapuluh dengan
diterimanya taubat mereka oleh Allah. Sementara kondisi mereka –sebagaimana cerita Ka’ab-
sebagaimana Allah sebutkan dalam Al Qur’an, jiwa terasa sesak dan bumi terasa sempit padahal
luas.

Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bahagia dengan karunia yang Allah
berikan kepada kawan-kawan mereka, yaitu berupa penerimaan taubat, diridhai Allah dan
RasulNya. (Mendengar ini), para sahabat berlomba-lomba memberikan ucapan selamat. Ada
diantara mereka yang pergi dengan jalan kaki, sehingga ia terlambat, lalu naik ke gundukan
barang dan berteriak sehingga suaranya mendahului sahabat yang pergi ke Ka’ab dengan
menunggang kuda. (Ketika) Ka’ab pergi menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di
tengah perjalanan para sahabat memberikan ucapan selamat kepadanya. Kemudian dia
menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wajah beliau bersinar penuh bahagia.
Beliau bersabda,”Aku menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan hari yang paling baik
sejak kamu dilahirkan ibumu.” Bagaimana tidak?! Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menyelamatkannya dari kebinasaan, berkat kejujurannya. Sungguh, ini merupakan hari yang
lebih baik dari hari bai’atnya ketika masuk Islam, yang merupakan peristiwa yang lebih
dicintainya daripada ikut perang Badr. Karena sangat bahagia dengan taubat dan nikmat dari
Allah ini kepadanya, ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, diantara bentuk taubatku adalah
kulepaskan kekayaanku sebagai shadaqah kepada Allah dan RasulNya.” Harta ini yang
menyebabkannya tidak ikut dalam jihad. (Demikian) ini merupakan bukti lain dari kejujuran
taubat dan kesungguh-sungguhannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Tahanlah sebagian hartamu” Lalu, apa yang
diperbuat Ka’ab? Dia melepaskan semua hartanya yang di Madinah dan menyisakan yang di
Khaibar, yang mungkin tidak menjadi penyebab absennya dalam jihad.

Keempat : Kemudian Ka’ab memberitahukan faktor utama keselamatannya yaitu,”Wahai


Rasulullah, sesungguhnya saya diselamatkan Allah berkat kejujuran, dan sungguh diantara
bentuk taubatku adalah tidak akan berbicara pada sisa umurku, kecuali berbicara dengan jujur.”

Lalu ia melanjutkan ceritanya: Demi Allah, sejak saya bercerita jujur kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang ini, saya tidak pernah mengetahui seorang
muslimin pun yang diuji Allah dengan ujian yang lebih baik daripada ujian Allah kepadaku.
Demi Allah, sejak saat itu, saya tidak pernah sengaja berbuat dusta sampai sekarang ini. Dan
sungguh saya berharap, agar Allah menjaga saya pada usia yang masih tersisa. Kemudian Allah
berfirman (yang artinya): Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat)
kepada mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi meraka, padahal bumi itu luas
dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui
bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepadaNya saja. Kemudian Allah
menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. [At Taubah:118-119].

Ka’ab berkata: Demi Allah, Allah tidak memberikan nikmat yang lebih agung kepada saya
setelah Islam, selain nikmat kejujuran saya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sehingga saya tidak berbuat dusta yang menyebabkan saya celaka sebagai para pendusta itu.
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman kepada para pendusta dengan firman yang sangat
jelek. Allah berfirman (artinya): Kelak mereka bersumpah kepadamu dengan nama Allah,
apabila kamu kembali kepada meraka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah
kepada mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahannam;
sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu, agar
kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha terhadap mereka, maka
sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu. [At Taubah:95-96]

Demikian ini balasan bagi para pendusta, meskipun dusta mereka itu hanya sekedar mencari
muka dan alasan. Akan tetapi istighfar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak
berguna untuk mereka, baik ketika mereka masih hidup ataupun ketika mereka sudah meninggal.
Allah berfirman.

ِ َ‫ا ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم أَوْ الَتَ ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم إِن تَ ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم َس ْب ِعينَ َم َّرةً فَلَن يَ ْغفِ َر هللاُ لَهُ ْم َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم َكفَرُوا بِاهللِ َو َرسُولِ ِه َوهللاُ الَيَ ْه ِدي ْالقَوْ َم ْالف‬
َ‫اسقِين‬

“Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun kepada mereka
(adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuhpuluh kali, namun
Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena
mereka kafir kepada Allah dan RasulNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang
fasik”. [At Taubah:80].

Dalam kisah ini terdapat pelajaran bagi orang-orang yang tidak membersihkan jiwa mereka
dengan tauhid, iman, berlaku jujur dan amal shalih. Dan terkadang ada diantara para pendusta ini
berkeyakinan, bahwa perbuatan bohong dan perbuatan menipu yang mengakibatkan Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memaafkan mereka dan memohonkan ampun buat mereka, ini
semua akan menyelamatkan mereka dari adzab Allah dan penghinaan Allah di dunia dan akhirat.
(Bahkan sebaliknya, pent.) Allah hancurkan angan-angan mereka itu dan Allah menyiksa mereka
di dunia dan akhirat. Dan istighfar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mereka, sama
sekali tidak bermanfaat.

Kenyataan ini dijelaskan Allah dalam surat At Taubah dan lain-lainya. Kemudian dipertegas
dengan sabda Rasulullah kepada kaum Quraisy dan anggota keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ”Belilah (bebaskanlah) diri kalian dari (adzab) Allah, saya tidak akan bisa
memberikan manfaat sedikitpun buat kalian dari sisi Allah.”
Maka waspadalah orang-orang yang dusta –kapanpun dan di manapun- dalam iman, keyakinan,
perkataan dan persaksian-persaksian mereka! Kedustaan ini telah menyeret kepada kebinasaan,
(sebagaimana) yang menimpa para pendusta terdahulu.

Disini juga terdapat kabar gembira bagi orang-orang yang jujur dalam iman, Islam, perbuatan,
ucapan dan persaksian mereka, dengan terhindar dari kebinasaan; sebagaimana Ka’ab dan kedua
sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum. Mereka selamat berkat kejujuran, pada saat kondisi menuntut
orang yang lemah iman dan berjiwa lemah untuk berbuat dusta. Allah berfirman.

َ‫َّض َي هللاُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوا َع ْنهُ َذلِك‬ ُُ َّ‫ص ْدقُهُ ْم لَهُ ْم َجن‬
ِ ‫ات تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا ْاألَ ْنهَا ُر خَ الِ ِدينَ فِيهَآ أَبَدًا ر‬ ِ َ‫ال هللاُ هَ َذا يَوْ ُم يَنفَ ُع الصَّا ِدقِين‬
َ َ‫ق‬
ْ ْ
‫الفَوْ ُز ال َع ِظي ُم‬

“Allah berfirman:”Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran
mereka. Bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun ridha terhadapnya.
Itulah keberuntungan yang paling besar”. [Al Maidah:119].

BUAH KEJUJURAN : KEBERUNTUNGAN


Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari-Muslim, dari Thalhah bin Ubaidillah, ia mengatakan: Ada
seorang lelaki dari Najd datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan
rambut acak-acakan. Kami mendengar gema suaranya, tetapi kami tidak faham, sampai ia
mendekat kepada Rasulullah. Ternyata ia bertanya tentang Islam, maka Rasulullah
bersabda,”(Islam itu) shalat lima kali sehari-semalam.” Orang itu bertanya,”Apakah ada
kewajiban (shalat) lainnya atas saya?” Rasulullah menjawab,”Tidak ada, kecuali engkau mau
melaksanakan yang sunnah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Dan puasa
Ramadhan.” Dia bertanya,”Apakah ada kewajiban (puasa) lainnya atas saya?” Rasulullah
menjawab,”Tidak ada, kecuali engkau mau melaksanakan yang sunnah.”

Thalhah mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan zakat, orang itu
bertanya,”Apakah ada kewajiban (zakat) lainnya atas saya?” Rasulullah menjawab,”Tidak ada,
kecuali engkau mau melaksanakan yang sunnah.”

Thalhah mengatakan: Kemudian orang itu pulang sambil berkata,”Demi Allah, saya tidak akan
menambah dan juga tidak akan menguranginya.” Rasulullah bersabda.

‫ق‬ َ ‫أَ ْفلَ َح ِإ ْن‬


َ ‫ص َد‬

“Dia beruntung, jika ia jujur”

Dalam kitab Shahih Muslim terdapat hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Sesungguhnya kami dilarang bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu. Dan kami sangat heran
pada kedatangan seorang laki-laki badui menghadap Rasulullah, seraya bertanya,”Wahai
Rasulullah, seorang utusanmu telah mendatangi kami dan mengatakan, bahwa engkau mengaku
diutus Allah.” Rasulullah bersabda,”Dia benar.” Orang itu bertanya,”Siapakah yang menciptakan
langit?” Rasulullah n menjawab,”Allah.” Orang itu bertanya (lagi),”Siapakah yang menciptakan
bumi?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Allah.” Orang itu bertanya
(lagi),“Siapakah yang menancap gunung dan menciptakan semua yang ada di sana?” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Allah.” Lelaki tadi mengatakan,”Demi Dzat yang
menciptakan langit, bumi dan yang menancapkan gunung, apakah Allah (yang benar-benar)
mengutusmu?” Rasul menjawab,”Ya.” Lelaki itu berkata,”Utusanmu juga mengaku, bahwa
wajib atas kami untuk shalat lima kali sehari-semalam.” Rasulullah menjawab,”Dia benar.”
Orang itu bertanya lagi,”Demi Dzat Yang mengutusmu, apakah Allah yang memerintahkanmu
melakukan ini?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Ya.” Lelaki itu
berkata,”Utusanmu juga mengaku, bahwa wajib atas kami zakat dari harta kami.” Rasulullah
menjawab,”Dia benar.” Orang itu bertanya lagi,”Demi Dzat Yang mengutusmu, apakah Allah
yang memerintahkanmu melakukan ini?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Ya.”
Lelaki itu berkata,”Utusanmu juga mengaku, bahwa wajib atas kami untuk puasa bulan
Ramadhan dalam setahun.” Rasulullah menjawab,”Dia benar.” Orang itu bertanya lagi,”Demi
Dzat Yang mengutusmu, apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan ini?” Beliau n
menjawab,”Ya.” Lelaki itu berkata,”Utusanmu juga mengaku, bahwa wajib atas kami untuk haji
bagi siapa saja yang mampu.” Rasulullah menjawab,”Dia benar.” Orang itu bertanya lagi,”Demi
Dzat Yang mengutusmu, apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan ini?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Ya.”

Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata: Kemudian orang itu pergi dan berkata,”Demi Dzat yang telah
mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak akan menambah dan tidak menguranginya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

َ‫ق لَيَ ْد ُخلَ َّن ْال َجنَّة‬ َ ‫لَئِ ْن‬


َ ‫ص َد‬

Jika ia jujur, pasti dia akan masuk syurga.

Kedua penanya dalam hadits di atas adalah orang cerdas. Keduanya telah diberi Allah
kecerdasan, kecerdikan dan pertanyaan yang baik, terutama penanya yang kedua. Ada yang
mengatakan, ia adalah Dhamam Bin Tsa’labah Al Hudzali. Orang pertama bertanya tentang
syariat Islam. Maka Rasulullah menjawab dengan hal-hal yang diwajibkan atas seorang hamba,
berupa rukun agama ini setelah syahadatain. Karena sang penanya zhahirnya seorang muslim,
maka Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, bahwa Islam itu adalah kewajiban-
kewajiban (yang telah disebutkan) ini.

Sang penanya pertama ini, juga mengakui hal serta konsisten melaksanakannya. Karenanya, ia
ingin tahu, adakah kewajiban lain disamping rukun-rukun yang telah disebutkan ini? Dan Rasul
menjawab, tidak ada, kecuali perbuatan sunnah.

Ketika Rasulullah telah membedakan antara yang wajib dengan yang sunnah, sang penanya tadi
bersumpah, bahwa ia tidak akan menambah dan juga tidak akan mengurangi. (Mendengar
sumpah ini), Rasulullah menjawab untuk memberikan kabar gembira berupa pahala yangbesar
bagi si penanya dan umat Islam yang melaksanakan kewajiban-kewajiban ini dengan benar, dia
beruntung, jika ia jujur. Maksudnya, perbuatannya sejalan dengan perkataannya. Inilah sebuah
kejujuran. Jadi keberuntungan terwujud dari kejujurannya dalam berbuat dan berkata. Dan
penanya pertama ini sudah diberi kejujuran oleh Allah.
Sedangkan penanya kedua, pertanyaannya lebih dalam dan luas dibandingkan dengan pertanyaan
orang pertama. Penyusun kitab At Tahrir, yaitu Muhammad Bin Ismail Al Asfahani
mengatakan,“Ini menunjukkan baiknya pertanyaan orang ini, keindahan kalimat dan urutannya.
Dia pertama kali menanyakan tentang kejujuran utusan yang ditugaskan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk mengajak mereka masuk Islam; “Apakah ia jujur, bahwa engkau utusan
Allah?” Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Dia benar.” Kemudian orang itu
bertanya tentang pencipta langit dan bumi dan siapakah yang menancapkan gunung-gunung,
karena orang ini seperti halnya orang Arab lainnya yang beriman kepada tauhid rububiyah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab setiap pertanyaan dengan kalimat Allah.

Kemudian, orang itu memastikan kebenaran syari’at-syari’at Islam yang disampaikan oleh
utusan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti: shalat, zakat dan puasa. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, dia benar.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah selesai menjawab pertanyaan-


pertanyaannya, orang itu berkata,”Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, saya
tidak akan menambah dan tidak menguranginya.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,”Jika ia jujur, pasti dia akan masuk syurga.”

Alangkah besarnya buah kejujuran ini ; jujur dalam i’tiqad, jujur dalam berbicara dan dalam
beramal.

Ini adalah sebagian manfaat kejujuran. Kejujuran akan membimbing si pelaku kepada bir
(perbuatan taat) di dunia yang merupakan induk perbuatan baik, dan juga akan mendapatkan
kedudukan yang tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla. Jadi orang-orang yang jujur akan kekal di
surga. Mereka mendapatkan kesenangan yang sangat diidamkan, yang melebihi kedudukan ini,
yaitu keridhaan Allah.

Perbuatan jujur membimbing si pelaku kepada perbuatan bir, kemudian ke syurga. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

‫ق يَ ْه ِدي إِلَى ْالبِرِّ َوإِ َّن ْالبِ َّر يَ ْه ِدي إِلَى ْال َجنَّ ِة‬
َ ‫ص ْد‬
ِّ ‫إِ َّن ال‬

“Sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing ke perbuatan bir, dan perbuatan bir akan
membimbing masuk surga”.

Di antara manfaat kejujuran, ialah mendapatkan ridha Allah, kemudian akan dimasukkan ke
dalam surga. Allah berfirman, yang artinya: ” Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun
ridha terhadapnya. Itulah keberuntungan yang paling besar”. [Al Maidah:119].

Berbahagialah orang-orang yang jujur. Semoga Allah dengan karunia dan rahmatNya,
menjadikan kita termasuk orang-orang yang jujur. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha
Dermawan dan Maha Pemurah.
‫وصلى هللا على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم‬

(Diterjemahkan dari Majalah Al Ashalah dengan sedikit perubahan, Edisi 28/Tahun ke 5, 15


Jumadil Akhirah 1420 H, Halaman 51-62)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VII/1423H/2002M. Diterbitkan Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 08121533647, 08157579296]
________
Footnote
[1]. Lihat firman Allah dalam QS Maryam ayat 41, 54 dan 57

26 November 2010  in category Akhlak 

« Previous Bai’at : Antara Yang Syar’i Dan Yang Bid’ah


Perpecahan Sebagai Sunnah KauniyahNext »
Pencarian
Category
Archives

Read more https://almanhaj.or.id/2907-pentingnya-kejujuran-demi-tegaknya-dunia-dan-


agama.html

Anda mungkin juga menyukai