Anda di halaman 1dari 8

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

SEMESTER GENAP T.A 2020/2021

Jurusan/Program Studi : Teknik Informatika/Teknologi Informasi


Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Kode Mata Kuliah : PIP22720
Semester/Kelas : II (A B C D)
Hari/Tanggal :Jum’at/ 07Mei 2021
Waktu : 08.00 s. d 09.30 WITA
SifatUjian : Close Book

Kerjakan soal – soal berikut secara mandiri dan dilarang bekerja sama!

1. Jelaskan Pentingnya Mempelajari Pendidikan Agama Islam di


Perguruan Tinggi ! (skor 10)
2. Jelaskan bagaimana kita merasakan Keberadaan Tuhan dari sudut
pandang : a. Psikologis b. Sosiologis (Skor 10)
3. Jelaskan Pembuktian Keberadaan Tuhan ! (skor 10)
4. Jelaskan Karakteristik Insanul Kamil ! (skor 10)
5. Apa yang dimaksud Ihsan dalam Trilogi Agama dalam Islam ? (Skor
10)

***Selamat Mengerjakan***
Nama : DIAGNE ALYA FIDIAN
NIM : 2001301091
Kelas : 2C – Teknologi Informasi
UTS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JAWABAN

1. Jelaskan Pentingnya Mempelajari Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi !


(skor 10)
Jawaban :
Mempelajari Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi sudah disebutkan di
dalam landasan hukum yang dibuat oleh pemerintah, yaitu SURAT EDARAN
RISTEKDIKTI Nomor: 435/B/SE/2016 Bahan ajar mata kuliah wajib umum.
Mempelajari Kuliah PAI di Perguruan Tinggi adalah sangat penting. Tujuan umum
PAI di Perguruan Tinggi adalah memberikan landasan pengembangan kepribadian
kepada mahasiswa agar menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional, dan
dinamis berpandangan luas, ikut serta dalam kerjasama antar umat beragama dalam
rangka pengembangan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi serta seni untuk
kepentingan nasional. Syahidin mengungkapkan tujuan khusus mata kuliah PAI di
Perguruan Tinggi adalah sebagai berikut:
a. Membentuk manusia bertakwa, yaitu manusia yang patuh dan takwa kepada Allah
dalam menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim
yakni pembinaan akhlakul karimah;
b. Melahirkan para agamawan yang berilmu. Bukan para ilmuwan dalam bidang
agama, artinya yang menjadi titik tekan PAI di Perguruan Tinggi adalah
pelaksanaan agama di kalangan calon para intelektual yang ditunjukkan dengan
adanya perubahan perilaku mahasiswa ke arah kesempurnaan akhlak;
c. Tercapainya keimanan dan ketakwaan pada mahasiswa serta tercapainya
kemampuan menjadikan ajaran agama sebagai landasan penggalian dan
pengembangan disiplin ilmu yang ditekuninya. Oleh sebab itu, materi yang
disajikan harus relevan dengan perkembangan pemikiran dunia mereka;
d. Menumbuh suburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan
disiplin serta cinta terhadap agama dalam pelbagai kehidupan peserta didik yang
nantinya diharapkan menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah, taat pada
perintah Allah dan Rasul-Nya.

Kesimpulannya, Mempelajari Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan


Tinggi itu sangat penting, karena bertujuan untuk membina kepribadian
mahasiswa secara utuh dengan harapan bahwa kelak akan menjadi ilmuwan yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, dan mampu mengabdikan ilmunya
untuk kesejahteraan umat manusia.

2. Jelaskan bagaimana kita merasakan Keberadaan Tuhan dari sudut pandang : a.


Psikologis b. Sosiologis (Skor 10)
Jawaban :
a. Dari Susut Pandang Psikologi, Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta
cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba
syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man
ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga :

a) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain,
b) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan
c) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang
lain/diri sendiri.

Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Allah SWT, maka ia lebih suka berbicara
dengan Allah Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan
Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Allah SWT daripada
perintah yang lain saat itulah kehadiran Allah dapat kita rasakan.

b. Dari Sudut Pandang Sosiologi, Berbeda dengan perspektif Psikologis, sosiologi


memandang agama tidak berdasarkan teks keagamaan (baca kitab suci dan
sejenisnya), tetapi berdasarkan pengalaman konkret pada masa kini dan pada masa
lampau. Dalam sosiologi, agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang
diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Perilaku individu dan sosial digerakkan
oleh kekuatan dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang
menginternalisasi sebelumnya. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan
secara dialektik (komunikasi dua arah). Ketiganya berdampingan dan berhimpit saling
menciptakan dan meniadakan. Hingga kini Agama menjadi sesuatu yang tak
terpisahkan dalam tiap sendi kehidupan manusia. Bahkan manusia yang menganggap
dirinya sebagai manusia yang paling modern sekalipun tak lepas dari Agama. Hal ini
membuktikan bahwa Agama tidaklah sesempit pemahaman manusia mengenai
kebenaranya. Agama tidak saja membicarakan hal-hal yang sifatnya eskatologis,
malahan juga membicarakan hal-hal yang logis pula. Agama juga tidak hanya
membatasi diri terhadap hal-hal yang kita anggap mustahil. Karena pada waktu yang
bersamaan Agama juga menyuguhkan hal-hal yang riil. Begitulah Agama, sangat
kompleks sehingga betul-betul membutukan mata yang sanggup “melek” (keseriusan)
untuk memahaminya. Dalam Sosiologis, Agama dipandang sebagai sistem
kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Berkaitan dengan
pengalaman manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Oleh karena itu,
setiap perilaku yang diperankan akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran
Agama yang dianut. Perilaku individu dan sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam
yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Agama yang menginternalisasi sebelumnya.
Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara dialektik. Ketiganya
berdampingan dan berhimpit saling menciptakan dan meniadakan.

3. Jelaskan Pembuktian Keberadaan Tuhan ! (skor 10)


Jawaban :
a. Dalil Fitrah, Manusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala
disadari atau tidak, Firman Allah Dan (ingatlah), ketika Tuhan mu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil ke saksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhan Mu?”
Merekka menjawab : “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi”.(al-
A’raf:172) Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : “Siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah
mereka dapat dipalingkan dari menyembah Allah)?, (az- Zukhruf:87).Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang
menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Al-Bukhari).
b. Dalil Akal, Di antara langkah yang bias di tempuh untuk membuktikan adanya
Tuhan melalui akal adalah dengan beberapa teori, antara lain :

1. Teori Sebab, Segala sesuatu pasti ada sebab yang melatar belakanginya.
Adanya sesuatu pastia ada yang mengadakan, dan adanya perubahan pasti ada
yang mengubahnya.Mustahil sesuatu ada dengan sendirinya.Mustahil pula
sesuatu ada dari ketiadaan.
2. Teori Keteraturan, Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari,
bumi, bulan, dan bintang-bintang bergerak dengan sangat teratur. Keteraturan
ini mustahil berjalan dengan sendirinya, jika tanpa ada yang mengatur
3. Teori Naqli, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan
langit dan bumi dalam dalam enam masa, lalu Dia bersemayam diatas ‘Arsy.
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan –Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang(masing-masing)
tunduk kepada perintah –Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (al-A’raf:54).Ayat
ini menjelaskan bahwa Allah swt., adalah pencipta semesta alam dan seisinya,
dan Dia pulalah yang mengaturnya.

c. Dalil Inderawi, Bukti inderawi tentang wujud Allah swt., dapat dijelaskan melalui
dua fenomena:
1. Fenomena Pengabulan Do’a, Kita dapat mendengar dan menyaksikan
terkabulnya do’a orang-orang yang berdo’a serta memohon pertolongan –
Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah:
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdo’a, dan kami
memperkenankan do’anya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya
dari bencana yang besar.” (Al-Anbiya: 76).
2. Fenomena Mukjizat, Kadang-kadang para nabi di utus disertai dengan
tanda-tanda adanya Allah secara inderawi yang disebut mukjizat. Mukjizat
ini dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang
jelas tentang wujud yang Mengurus para nabi tersebut, yaitu Allah swt.
Contoh : “Ketika Allah swt., memerintahkan Nabi Musa as. Agar
memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulnya, lalu terbelahlah laut
itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalu-jalur
itu menjadi seperti gunung-gunug yang bergulung.
4. Jelaskan Karakteristik Insanul Kamil !
Jawaban :
Untuk mengetahui ciri-ciri Insan Kamil dapat ditelusuri pada berbagai pendapat yang
dikemukakan para ulama yang keilmuannya sudah diakui, termasuk di dalamnya aliran-
aliran. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal, Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada
pendapat kaum Mu’tajzilah. Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara
optimal dapat mengetahui bahwa segala perbuatan baik seperti adil, jujur, berakhlak
sesuai dengan esensinya dan merasa wajib melakukan hal semua itu walaupun tidak
diperintahkan oleh wahyu. Manusia yang berfungsi akalnya sudah merasa wajib
melakukan perbuatan yang baik. Dan manusia yang demikianlah yang dapat
mendekati tingkat insan kamil. Dengan demikian insan kamil akalnya dapat
mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung
pada esensi perbuatan tersebut.
2. Berfungsi Intuisinya, Insan Kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi
yang ada dalam dirinya. Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia
(rasional soul). Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa
manusianya, maka orang itu hampir menyerupai malaikat dan mendekati
kesempurnaan.
3. Mampu Menciptakan Budaya, Sebagai bentuk pengamalan dari berbagai potensi
yang terdapat pada dirinya sebagai insan, manusia yang sempurna adalah manusia
yang mampu mendayagunakan seluruh potensi rohaniahnya secara optimal.
Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-sifat semacam ini
tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia
tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap
berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini
melahirkan peradaban. Tetapi dalam kacamata Ibn Khaldun, kelengkapan serta
kesempurnaan manusia tidaklah lahir dengan begitu saja, melainkan melalui suatu
proses tertentu. Proses tersebut sekarang ini dikenal dengan revolusi.
4. Menghiasi Diri Dengan Sifat-Sifat Ketuhanan, Manusai merupakan makhluk yang
mempunyai naluri ketuhanan (fitrah). Ia cenderung kepada hal-hal yang berasal dari
Tuhan, dan mengimaninya. Sifat-sifat tersebut membuat ia menjadi wakil Tuhan di
muka bumi. Manusia seabagai khalifah yang demikian itu merupakan gambaran
ideal. Yaitu manusia yang berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai
kelompok masyarakat maupun sebagai individu. Yaitu manusia yang memiliki
tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak yang bebas.
5. Berakhlak Mulia, Insan kamil juga adalah manusia yang berakhlak mulia. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ali Syari’ati yang mengatakan bahwa manusia yang
sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran, kebajikan dan keindahan.
Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni. Semua ini dapat dicapai
dengan kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas. Manusia yang ideal (sempurna)
adalah manusia yang memiliki otak yang briliyan sekaligus memiliki kelembutan
hati. Insan Kamil dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang
tinggi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memiliki kedalaman
perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan, kemiskinan,
kebodohan, dan kelemahan.
6. Berjiwa Seimbang, Menurut Nashr, bahwa manusia modern sekarang ini tidak jauh
meleset dari siratan Darwin. Bahwa hakikat manusia terletak pada aspek
kedalamannya, yang bersifat permanen, immortal yang kini tengah bereksistensi
sebagai bagian dari perjalanan hidupnya yang teramat panjang. Tetapi disayangkan,
kebanyakan dari merekan lupa akan immortalitas yang hakiki tadi. Manusia modern
mengabaikan kebutuhannya yang paling mendasar, yang bersifat ruhiyah, sehingga
mereka tidak akan mendapatkan ketentraman batin, yang berarti tidak hanya
keseimbangan diri, terlebih lagi bila tekanannya pada kebutuhan materi kian
meningkat, maka keseimbangan akan semakin rusak.
Kutipan tersebut mengisyaratkan tentang perlunya sikap seimbang dalam
kehidupan, yaitu seimbang antara pemenuhan kebutuhan material dengan spiritual
atau ruhiyah. Ini berarti perlunya ditanamkan jiwa sufistik yang dibarengi dengan
pengamalan syari’at Islam, terutama ibadah, zikir, tafakkur, muhasabbah dan
seterusnya.
5. Apa yang dimaksud Ihsan dalam Trilogi Agama dalam Islam ? (Skor 10)

Jawaban :

Ihsan dalam Trilogi Agama Islam, Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan - yuhsinu
- ihsanan yang artinya kebaikan atau berbuat baik. Menurut istilah, ihsan ialah berbakti
dan mengabdikan diri kepada Allah SWT atas dasar kesadaran dan keikhlasan. Pelakunya
disebut Muhsin. Ihsan atau kebaikan tertinggi adalah seperti disabdakan Rasulullah Saw:
"Ihsan hendaknya kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika
kamu tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (HR. Bukhari). Selain
dalam hal ibadah kepada Allah SWT, ihsan juga bermakna akhlak atau perilaku baik
kepada sesama sebagai pengamalan iman dan Islam. Rasulullah Saw bersabda,
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir, hendaknya ia tidak
menyakiti tetangganya, barangisiapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir,
hendaknya ia memuliakan tamunya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan kepada
hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam.” (Muttafaq ‘alaih). Ihsan adalah sebuah
tujuan akhir dari trilogi nilai keilahian, dimana ihsan merupakan sebuah pencapaian akhir
seorang hamba Allah dalam setiap tindak lakunya setelah melalui fase iman dan islam.
Seseorang yang berada dalam tingakan ihsan akan senantiasa terbuka mata hatinya
(musyahadah basyirah) dengan hijab dari pandangan selain Allah, sehingga dalam segala
aktifitas yang dijalaninya termasuk berkenaan dengan perintah Allah SWT (ibadat) orang
tersebut akan senantisa mengingat Asma dan Dzat Allah SWT dan seakan-akan merasa
bahwa dirinya akan selalu bersama Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai