Anda di halaman 1dari 4

Sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati, hari ini kami akan menerima penjelasan

atau orientasi mengenai lembaga KKPPMP dari Romo Paschal dan pater Popong. Topik yang
akan dibahas dalam pertemuan dengan Romo Paschal adalah Orientasi KKPPMP. Lembaga ini
didirikan sejak 1965 oleh Konsili Vatikan II dimana konsili merasa perlu membentuk suatu
badan yang bertugas secara khusus untuk mewujudkan keadilan sosial internasional. Kemudian
tahun 1967 Paus Paulus VI membentuk komisi kepausan “Justitia Et Pax” (Komisi Keadilan
Perdamaian. Tahun 1988 Paus Yohanes Paulus II membentuk komisi kepausan (Pontifical
Council) “Pastoral Care Of Migrants An Itinerant People). Tahun 2000 KWI Membentuk Komisi
KKP dan PMP. Tahun 2007 KKP-PMP disatukan menjadi KKPPMP sampai sekarang yang
dipimpin oleh Pastor Crisanctus Pascalis Saturnus.

Lembaga ini khusus menangani buruh dan migran di Pulau Batam. Untuk mendukung
tercapainya tujuan yang maksimal maka KKPPMP menyediakan Shelter sebagai rumah singgah
bagi para korban perdagangan manusia sebuah tempat perlindungan bagi para korban. KKPPMP
sendiri merupakan bidang pelayanan dalam Gereja Katolik yang bergerak untuk masyarakat.
Komisi ini berhubungan dengan persoalan ketidakadilan dan perdamaian yaitu persoalan buruh
migran yang rentan terhadap perdagangan orang dan bahaya lain yang dapat ditimbulkan karena
migrasi.

Penjelasan berikutnya tentang perbedaan perdagangan manusia, sebuah kasus dapat


disimpulkan sebagai perdagangan manusia yaitu apabila memenuhi tiga poin yaitu proses, cara
dan tujuan. Namun apabila seorang anak yang berusia 18 tahun ke bawah jika proses dan caranya
ditemukan maka dapat disimpulkan perdagangan manusia. Perdagangan manusia dilakukan
untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi meliputi, setidaknya, eksploitasi prostitusi terhadap orang
lain atau bentuk lain eksploitasi seksual lainnya, kerja atau layanan paksa, perbudakan atau
praktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh. Maka
ketika sedang menemukan kasus terlebih dahulu diidentifikasi dan mencari data yang jelas untuk
memperoleh penanganan yang tepat.

Jam 16.00 WIB mendapat penjelasan dari Pater Popong mengenai institusi dan akreditasi
LSM. Dalam KKPPMP saat ini belum memperoleh akreditasi karena lembaga ini terikat dengan
gereja Katolik yaitu di bawah naungan keuskupan Pangkal Pinang. Akreditasi sangat penting
karena sekalipun pimpinan dipecat institusi tetap jalan dan mendapat badan hukum. Kalau tidak
ada dana akan sangat sulit untuk memperoleh subsidi dan menjalankan proposal. Adapun yang
harus diakreditasi dalam sebuah institusi yaitu jasa, fasilitas, visi dan misi, jaringan. Jaringan
sangat penting untuk dalam sebuah institusi karena penting kerjasama dalam menangani sebuah
kasus. Dalam setiap instutisi harus ada pimpinan, layanan, handbook, pernyataan visi dan misi,
fasilitas dan jaringan.

Khusus untuk pelayanan pengungsi harus ada kolaborasi dengan lembaga migrasi,
pemerintah dan PBB. Resolusi dan dokumen sangat diperlukan untuk kasus migran kemudian
harus dibuat profil kasus yaitu data empiris dan anekdotal. Contohnya seperti Jeremi seorang
Afrika, sebelum laporan disampaikan ke PBB terlebih dahulu harus melengkapi dokumen yang
bersangkutan. Maka anggota PBB di negaranya dan kedutaan indonesia akan meneliti dan
mencari kebenaran laporan migran yang bersangkutan. Kalau kita bekerja dalam LSM harus ada
standar pendidikan atau memiliki pengetahuan. Oleh sebab itu jika sebuah lembaga ikut campur
dalam urusan migran harus ada persiapan yang maksimal yaitu setiap staff harus memiliki
kemampuan dan standar pendidikan yang memadai. Selain itu staff juga harus mengikuti
pelatihan-pelatihan seperti seminar, workshop dan pelatihan-pelatihan lainnya dan yang sangat
penting adalah harus menguasai bahasa.

Pada pukul 09.00 WIB kami selesai makan pagi. Seperti biasa selesai makan kami tidak
langsung melakukan pekerjaan. Kami melanjutkan diskusi mengenai KKPPMP bersama dengan
Romo Paschal dan Pater Popong yaitu perbedaan penyelundupan dan perdagangan manusia.
Selain itu Romo Paschal dan Pater Popong menceritakan kampung Vietnam Pulau Galang. Pulau
Galang merupakan sebuah pulau yang jadi saksi korban Perang Vietnam pada masa lampau dan
menyimpan banyak kisah sejarah. Peristiwa itu mengingatkan kembali betapa kejamnya tentara
komunis Vietnam sehingga harus melarikan diri dan mengungsi ke Indonesia setelah sekian lama
di lautan tanpa tujuan kemana akan pergi.
Jam 10.20 WIB kami kembali berdiskusi dengan Romo Paschal dengan topik Prosedur
Standar Operasional Pelayanan Terpadu bagi Saksi/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan
Orang. Proses penanganan korban yang dilakukan adalah korban yang datang sendiri melalui
proses rujukan maupun yang diperoleh melalui penjangkauan dilaksanakan proses identifikasi
yang meliputi screening, assesment dan rencana intervensi sesuai dengan kebutuhan korban. Jika
korban mempunyai luka fisik akan diberikan rehabilitasi kesehatan. Jika memerlukan konseling
maka korban masuk tahapan rehabilitasi sosial. Jika korban memerlukan bantuan hukum, maka
bantuan ini diberikan untuk memperoleh keadilan dipersidangan. Proses terakhir adalah proses
reintegrasi sosial, di mana korban disatukan kembali dengan keluarga serta pengupayaan agar
korban dapat diterima kembali oleh keluarga dan masyarakat. Selain itu juga dilakukan
pemberdayaan ekonomi dan pendidikan.

Kemudian Romo Paschal melanjutkan dengan menghimbau kami agar menemukan


sebuah ayat Alkitab agar menjadi sebuah pegangan dan refleksi dalam membela kemanusiaan
secara khusus kami sebagai calon pelayan Tuhan.

Selanjutnya kegiatan dilanjutkan dengan pertemuan kepada Paper Popong dengan topik
Migran dan Pengungsi dengan dasar Alkitab Matius 25:35. Pengungsi dan Migran dalam arti
sosiologi adalah sama hanya dibedakan oleh Undang-undang dan hukum masing-masing.
UNHCR terus menerus secara aktif mempromosikan aksesi terhadap dua instrumen hukum
internasional: Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967. Konvensi 1951
memberikan definisi pada Pasal 1. Penekanan dalam definisi terletak pada perlindungan orang-
orang dari persekusi politik dan bentuk persekusi lainnya. Seorang pengungsi, menurut Konvensi
1951 dan Protokol 1967 adalah seseorang yang tidak dapat atau tidak bersedia pulang kembali ke
Negara asalnya karena memiliki ketakukan yang mendasar karena adanya persekusi yang
disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau
pendapat politik.

Saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi dan Protokol tentang status pengungsi.
Namun dengan adanya peran United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di
Indonesia jika ditemukan para pendatang atau pencari suaka. UNHCR akan mengindentifikasi
pencari suaka untuk status pengungsi di Indonesia sesuai dengan kebutuhan perlindungan.
Pencari suaka adalah orang yang melarikan diri dari negaranya ke negara lain mengajukan
permohonan suaka yaitu untuk perlindungan Internasional di negara tujuan.

Anda mungkin juga menyukai