PENDAHULUAN
Berpijak dari tujuan Suistainable Development Goals (SDGs) no.3 poin ke 2 bahwa
pada tahun 2030, target SDGs adalah mengakhiri kematian yang dapat dicegah pada bayi
baru lahir dan balita, dimana setiap negara mentargetkan untuk mengurangi kematian
neonatal setidaknya menjadi kurang dari 12 per 1000 kelahiran dan kematian balita menjadi
serendah 25 per 1000 kelahiran. 2
Menurut Atmawikarta (2006), sasaran kesehatan dalam pembangunan SDM ini adalah
menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) dari 35 menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup dan
menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut target Millenium Development Goals sampai dengan tahun 2015 adalah mengurangi
angka kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga dari tahun 1990 yaitu sebesar 20 per 1000
kelahiran hidup (Sistiarani, 2008). Menurut SDKI 2002-2003, 57% angka kematian bayi
terjadi pada umur di bawah satu bulan yang antara lain disebabkan gangguan perinatal dan
bayi dengan berat badan lahir rendah. Proporsi bayi berat lahir rendah dalam skala nasional
adalah sebesar 7,3 pada tahun 1986-1991, sejumlah 7,1 pada tahun 1989-1994, dan pada
tahun 1992- 1997 sebesar 7,7 (SDKI dalam Atmarita, 2005). Bayi berat lahir rendah
dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat lahir rendah karena prematur (usia kandungan
< 37 minggu) atau bayi berat lahir rendah karena Intrauterine Growth Restriction (IUGR),
yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang (Ahmad et al, 2007). Angka
bayi berat lahir rendah di negara berkembang empat kali lebih besar dibandingkan negara
maju dan meningkat 6,6 kali pada kasus bayi berat lahir rendah yang dilahirkan cukup bulan
(IUGR) (Setyowati et al, 1996). Menurut Behrman et al (1999), di negara- negara
berkembang, sekitar 70% bayi berat lahir rendah adalah IUGR atau kecil untuk masa
kehamilan. Bayi yang tergolong IUGR mempunyai morbiditas dan mortalitas lebih besar
daripada bayi dengan pertumbuhan umur yang tepat (Behrman et al, 1999). Selain itu, IUGR
dapat berakibat jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak di masa depan, pertumbuhan
lambat, dan intelektual yang lebih rendah dari bayi yang beratnya normal, serta dapat
mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga
membutuhkan biaya perawatan yang tinggi 1
1
Prevalensi IUGR di dunia adalah 6 kali lebih tinggi di negara berkembang, (75%) di
antaranya berada di Asia. Menurut data World Health Organisation (WHO) tahun 2013,
prevalensi IUGR di Indonesia meningkat sekitar 30-40%. Angka pasti insiden IUGR sulit
diketahui karena pencatatan tentang usia gestasi tidak tesedia di negara yang sedang
berkembang 2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. D
Umur : 37 tahun
No. MR : 01 08 26 27
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
ANAMNESIS
Seorang pasien 37 tahun datang ke PONEK IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tanggal 15 Mei 2020 pukul 22.30 WIB dari RS Aisyah Pariaman dengan diagnosa
G4P3A0H3 gravid aterm + IUGR + Oligohidramnion berat + Pneumonia
PRIMARY SURVEY
Airway : paten
DIAGNOSIS
3
SIKAP
Rencana : SC Cito
Pasien datang ke RS Aisyah pariaman dengan keluhan keluar air-air dari kemaluan sejak
8 jam yang lalu, pasien juga dicurigai covid karena ada riwayat batuk dan pasien di ro.
Thorax dan ditegakkan diagnosa PDP COVID-19. Untuk penanganan lebih lanjut pasein
dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Pasien dirujuk dengan terpasang infus .
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru,hati, ginjal, DM, hipertensi sebelumnya.
Tidak ada anggota keluarga menderita penyakit keturunan, menular dan kejiwaan.
4. Hamil Sekarang
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
• KU Kes TD HR RR T
• TB : 155 cm
• BB sebelum hamil : 58 kg
• BB sesudah hamil : 71 kg
5
• LILA : 25 cm
Status Obstetrikus
Abdomen :
• Genitalia
• Inspekulo :
• Portio : MP, sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-) laserasi (-),
• VT : pembukaan 2-3, portio medial, effacement 30-40%, selaput ketuban (-), sisa
jernih, teraba kepala H 1-2
6
LABORATORIUM
• Hb: 10,2
• Leukosit : 14.650
• Trombosit : 178.000
• Ht: 31%
• B/E/NB/NS/L/M : 0/0/2/80/12/6
• PT: 9,3
• APTT: 21,2
• SGOT/SGPT: 10/8
• Ur/ cr: 18/0,7
• GDR: 116
• Na/K/Cl: 140/3,5/110
• HIV : NR
• HBsAg: NR
CARDIOTOKOGRAFI
7
Interpretasi :
Kesan : Kategori I
USG : 15/5/2020
8
9
Interpretasi USG:
• Biometri :
• BPD : 8,54 cm
• AC : 28,17 cm
• FL : 5,97 cm
• EFW : 1947 gr
• HL : 5,18
• AFI : 2,44 cm
• SDAU : 2,27
Kesan :
10
Ro Thorax :
HASIL KONSUL
Therapy :
- Swab di IGD
- Rawat isolasi covid
11
- Rawat bersama dengan paru
Konsul Anak
Pasien wanita umur 37 tahun dengan diagnosis G4P3A0H3 37-38 minggu + oligohidramnion
+ IUGR + PRM 8 jam + PDP covid 19, bayi yang akan dilahirkan DJJ 134-144x/menit,
taksiran berat badan janin 1947 gram.
- Hipotermi
- Lipoglikemi
- Distress nafas
- Asfiksia
- Infeksi intra atau post partum
T:
DIAGNOSIS
G4P3A0H3 parturien aterm 37-38 minggu kala I fase laten + Riwayat PRM 8 Jam + PDP
COVID-19 + suspek IUGR
Rencana :
SC CITO
12
Dilakukan tindakan aseptic, antiseptic dan dipasang duk steril di area operasi –
BB : 2100 gr
PB : 48 cm
A/S : 7/9
Plasenta lahir dengan sedikit tarikan ringan pada tali pusat, lengkap 1 buah ukuran 18 x 15 x
2.5 cm, berat 400 gram, Panjang Tali Pusat 50 cm, insersi parasentralis.
Dilakukan tubectomi pomeroy pada kedua tuba Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
13
Ibu dan anak dalam perawatan
• Inj. Ceftriaxon 2 x 1 g iv
Hematokrit : 32
Trombosit : 187.000 mm
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Sekali sebulan, satu telur dilepaskan dari ovarium menuju tuba falopii. Setelah
berhubungan seksual, sperma bergerak dari vagina melalui serviks dan uterus menuju tuba
falopii, dimana satu sperma membuahi sel telur. Telur yang telah dibuahi (zigot) membelah
berulang kali saat bergerak ke bawah saluran tuba ke rahim. Pertama, zigot menjadi bola sel
solid. Kemudian menjadi bola sel berongga yang disebut blastokista. Di dalam rahim,
blastokista tertanam di dalam dinding rahim, berkembang menjadi embrio yang melekat pada
plasenta dan dikelilingi membran yang berisi cairan. Embrio tumbuh dengan panjang 0,2 mm
saat 3-4 minggu setelah HPHT.5,6
Saat 5-6 minggu setelah HPHT, embrio berubah bentuk dari piringan datar menjadi
berbentuk lengkung seperti huruf C. Organ mulai terbentuk. Pada titik ini, embrio
14
memanjang, pertama menunjukkan bentuk manusia. Segera setelah itu, area yang akan
menjadi otak dan spinal cord (neural tube) mulai berkembang. Jantung dan pembuluh darah
utama mulai berkembang lebih awal, sekitar hari ke16. Jantung mulai memompa cairan
melalui pembuluh darah di hari ke 20, dan sel darah merah pertama muncul pada hari
berikutnya. Pembuluh darah terus berkembang di dalam embrio dan plasenta. Hampir seluruh
organ selesai terbentuk sekitar 10 minggu setelah pembuahan (setara dengan kehamilan usia
12 minggu). Pengecualiannya yaitu otak dan spinal cord, yang terus membentuk dan
berkembang selama kehamilan. Sebagian besar malformasi (cacat lahir) terjadi selama
periode ketika organ terbentuk. Pada masa itu, embrio paling rentan terhadap efek obat-
obatan, radiasi, dan virus. Karena itu, wanita hamil tidak boleh diberikan vaksinasi virus
hidup atau minum obat apa pun selama periode ini kecuali jika demikian dianggap penting
untuk melindungi kesehatannya.5
Sekitar usia kehamilan 16-20 minggu biasanya wanita hamil dapat merasakan gerakan
janin. Wanita yang pernah hamil sebelumnya bisa merasakan gerakan sekitar 2 minggu lebih
cepat dibanding wanita yang hamil untuk pertama kalinya. Kulit janin tertutup oleh sesuatu
yang disebut vernix caseosa yang sedikit mirip keju krim. Rambut yang sangat halus yang
disebut lanugo menutup seluruh tubuh janin. Pada usia kehamilan 24 minggu janin memiliki
kemungkinan bertahan hidup di luar uterus. Paru-paru janin akan terus matang hingga
mendekati waktu persalinan. Otak akan mengakumulasi sel-sel baru sepanjang kehamilan dan
1 tahun pertama setelah kelahiran.5,6
Usia kehamilan 25-26 minggu sel-sel paru mulai menghasilkan surfaktan. Sejumlah
besar surfaktan diperlukan untuk menjaga paru-paru agar tetap terbuka saat bernapas setelah
lahir. Lemak secara bertahap terbentuk di bawah kulit. Janin dapat mengisap jari atau tangan,
dan akan berkedip dan bergerak terkejut atas respon dari suara keras di sekitar perut ibunya.
15
Usia kehamilan 29-30 minggu otak janin dapat mengontrol suhu tubuh dan mengatur
pernapasan reguler.7
Pada usia 33-34 minggu paru-paru terus tumbuh dan membuat lebih banyak surfaktan.
Surfaktan membantu paru-paru janin tetap terbuka apabila janin dilahirkan pada saat ini. Pada
usia 35-36 minggu paru-paru dan sistem saraf terus tumbuh. Janin mulai terlihat chubby.
Rambut kepala mulai terlihat normal. Berat janin berkisar 2500 gram. Pada usia 37-38
minggu, dalam hampir setiap kasus, paru-paru janin sudah matang pada titik ini. Janin turun
ke panggul ibu. Ibu dapat merasakan peningkatan tekanan pada kandung kemih. Rambut
lanugo hampir menghilang semua kecuali di bahu dan lengan atas. Janin dapat dilahirkan saat
ini atau dapat bertahan dalam rahim sambil menunggu lebih banyak lemak terbentuk di
bawah kulit. Periode 39-40 minggu setelah HPHT merupakan fase kehamilan aterm.
Kebanyakan bayi lahir pada periode ini. Rata-rata panjang CRL 360mm. Rata-rata berat bayi
aterm sekitar 3400 gram.6
IUGR ( Intra Uterine Growth Restriction) adalah suatu diagnosis bahwa janin
memiliki berat badan kurang dari persentil ke-10 pada usia kehamilannya. IUGR mengacu
pada penyimpangan dan penurunan pertumbuhan janin yang diharapkan.8
Lubchenco dan rekan (1963) telah mempublikasikan secara detail perbandingan usia
kehamilan dengan berat bayi yang diharapkan sesuai usia kehamilan. Battaglia dan
Lubchenco (1967) kemudian mengklasifikasikan neonatus yang kecil masa kehamilan
(KMK) memiliki berat lahir di bawah persentil 10 sesuai usia kehamilan yang seharusnya.
Bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah yang mengalami KMK sering dianggap
mengalami pertumbuhan janin terhambat. Bayi dengan kondisi seperti ini memiliki risiko
mengalami kematian neonatus. Contohnya, angka kematian bayi (AKB) dengan KMK yang
lahir di usia kehamilan 38 minggu mencapai 1% dibandingkan 0,2% bayi yang lahir dengan
berat badan lahir yang sesuai.7
16
Banyak neonatus dengan berat badan lahir di bawah persentil 10 tidak mengalami
hambatan pertumbuhan yang patologis, tetapi memang memiliki tubuh yang kecil karena
faktor biologis yang normal. Sebanyak 70% bayi dengan KMK memiliki kondisi yang
normal dan dianggap memiliki pertumbuhan yang sesuai jika etnis, paritas, berat, dan tinggi
badan maternal dipertimbangkan. Bayi yang kecil tetapi normal ini tidak menunjukkan bukti
adanya gangguan metabolik postnatal yang umumnya berhubungan dengan gangguan
pertumbuhan. Lebih lagi, bayi KMK secara intrinsik dalam waktu 2 tahun masih lebih kecil
dibandingkan bayi yang lahir sesuai usia kehamilannya, tetapi bayi KMK tersebut tidak
menunjukkan perbedaan risiko metabolik 7
17
Tabel 1. Faktor resiko IUGR
18
Gambar 2. Patofisiologi IUGR secara skema
a. IUGR tipe I atau tipe Simetrik Terjadi pada kehamilan 0-20 minggu, terjadi gangguan
potensi tubuh janin untuk memperbanyak sel (hiperplasia), umumnya disebabkan oleh
kelainan kromosom atau infeksi janin. Gangguan Aliran Uteroplasenta Aliran Nutrien untuk
Janin Turun Pertumbuhan Janin Turun Kebutuhan Nutrien-Oksigen dan Energi meningkat
Glikogen dan Lipid Faktor pertumbuhan Jaringan Subkutan Kerangka organ vital ( otak-
jantung-hepar-ginjal) Hipoglikemia, Hipoksemi, Asidosis, Kematian Janin
b. IUGR tipe II atau tipe Asimetrik Terjadi pada kehamilan 28-40 minggu, yaitu gangguan
potensi tubuh janin untuk memperbesar sel (hipertrofi), misalnya pada hipertensi pada
kehamilan disertai dengan insufisiensi plasenta.
c. IUGR tipe III atau diantara kedua tipe tersebut Terjadi pada kehamilan 20-28 minggu,
yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi antara gangguan hiperplasi dan hipertrofi sel,
misalnya pada malnutrisi ibu, kecanduan obat atau keracunan.
19
a. IUGR ( Intra Uterine Growth Restriction) adalah suatu diagnosis bahwa janin memiliki
berat badan kurang dari persentil ke-10 pada usia kehamilannya. IUGR mengacu pada
penyimpangan dan penurunan pertumbuhan janin yang diharapkan (UCSF Children’s
Hospital, 2004).
b. AGA (Appropriate for Gestational Age) berat badan lahir adalah antara persentil ke-10 dan
ke-90 untuk usia kehamilan bayi (UCSF Children’s Hospital 2004).
c. LGA(Large for Gestational Age) Berat badan lahir > persentil ke90 untuk usia kehamilan
(UCSF Children’s Hospital 2004).
d. SGA (Small for Gestational Age) didefinisikan sebagai pertumbuhan pada persentil ke-10
atau kurang untuk berat semua janin pada usia kehamilan. Tidak semua janin yang SGA
patologis, mungkin hanya konstitusional kecil (Michael G Ross, 2013)
Tabel 2. Estimasi berat janin dalam gram sesuai kehamilan pada kehamilan kembar
20
a. Janin
1. Janin kematian dan kelahiran mati
2. Janin tidak dapat pantau secara akurat
3. Apgar score Rendah
4. pH pusar rendah
b. Neonatal
1. Lahir prematur dan komplikasi yang menyertainya
2. Lahir asfiksia
3. Kematian
4. Hipoksia Iskemik Ensefalopati (HIE)
5. Perinatal stroke dan kejang
6. Perkembangan saraf terhambat
7. Sindrom Aspirasi Mekonium
8. Hipoglikemia
9. Hipotermia
c. Jangka Panjang
1. Peningkatan risiko hipertensi
2. Risiko penyakit jantung iskemik meningkat
3. Peningkatan risiko Non-insulin Dependent Diabetes Mellitus
Walaupun pemeriksaan tunggal dengan biometri atau doppler dapat secaratepat dalam
membantu penegakkan diagnosa IUGR, skrining dari IUGR sangat penting
untuk mengidentifikasi janin dengan resiko tinggi. Secara umum skrinngdilakukan dengan
cara mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang dilakukansecara rutin pada waktu
pemeriksaan antenatal (PAN) sejak usia kehamilan 20minggu sampai aterm.
Pada wanita yang mempunyai resiko untuk terjadinya IUGR sebaiknyadilakukan
pemeriksaan USG serial sepanjang kehamilannya. Pemeriksaanskrining IUGR terutama
dilakukan pada kehamilan trimester ke-2 (18 minggu - sampai 20 minggu) untuk evaluasi ada
tidaknya malformasi, dan kehamilan multipel. Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan pada
21
usia kehamilan 28 minggusmpai 32 minggu untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan,
pertumbuhanasimetris dan retribusi darah ke organ penting, antara lain otak, jantung
dankelenjar adrenal.
Pengukuran TFU, secara normal dilakukan dalam 3 minggu, pada usiakehamilan 20
minggu sampai 38 minggu. Jika TFU kurang dari atau sama dengan3 cm lebih rendah dari
yang diharapkan pada usia kehamilan tertentu, maka kitamulai mencurigai adanya IUGR.
Pencegahan IUGR idealnya dilakukan sebelum konsepsi. Kondisi medis ibu, obat-
obatan, dan nutrisi dioptimalkan, berhenti merokok merupakan hal yang penting. Faktor
risiko lain mengikuti kondisi maternal, seperti profilaks antimalaria untuk wanita yang
tinggal di daerah endemis dan koreksi defisiensi nutrisi. Untuk catatan, tatalaksana hipertensi
ringan-sedang tidak menurunkan insiden IUGR. Pengukuran usia kehamilan yang akurat
merupakan hal yang penting selama kehamilan awal. Evaluasi USG serial biasanya
digunakan namun interval terbaik antar pemeriksaan masih belum jelas ditentukan. ACOG
(2015) menyatakan jika pertumbuhan normal selama kehamilan sekarang setelah kehamilan
sebelumnya mengalami IUGR, maka Doppler velocimetry dan surveilans janin tidak
diindikasikan. Metanalisis terbaru dari 45 percobaan yang melibatkan 20.909 wanita
melaporkan bahwa aspirin dosis rendah yang dimulai sebelum usia kehamilan 16 minggu
berhubungan secara signifikan dengan risiko rendah IUGR. Akan tetapi, ACOG tidak
menyarankan penggunakan aspirin dosis rendah untuk profilaks pada wanita dengan riwayat
IUGR sebelumnya 10,12
22
3.9 Pemeriksaan dan Intervensi Obstetri 5,11
23
e. Pengukuran Doppler Velocimetry IUGR tipe II yang terutama disebabkan oleh
infusiensi plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara Doppler USG. Peningkatan
resistensi perifer dari kapiler-kapiler dalam rahim akan ditandai dengan penurunan
tekanan diastol sehingga S/D ratio akan naik, demikian juga Pulsatility Index (PI) dan
Resitence Index (RI). Pada akhir-akhir ini Doppler USG dianggap sebagai metode
yang paling dini mendiagnosis adanya gangguan pertumbuhan sebelum terlihat tanda-
tanda lainnya. Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi
dengan pemeriksaan KTG satu minggu kemudian. Hilangnya gelombang diastole/
Absent End-Diastol Flow (AEDF) akan diikuti dengan kelainan pada kardiotografi
(KTG) 3-4 hari kemudian. Gelombang diastol yang terbalik/ Reduced End-Diastol
Flow (REDF) akan disertai dengan peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-
72 jam. Dengan demikian pemeriksaan Doppler USG dapat digunakan untuk
mengetahui etiologi, derajat penyakit dan prognosis janin dengan IUGR.
f. Pemeriksaan pembuluh darah arteri
1) Arteri umbilikalis Pada kehamilan yang mengalami PJT, maka gambaran
gelombang Dopplernya akan ditandai oleh menurunnya frekuensi akhir diastolis. Pada
preeklampsia dan adanya IUGR akan terlihat gambaran gelombang diastolis yang
rendah (reduced), hilang (absent), atau terbalik (reversed). Hal ini terjadi akibat
adanya perubahan-perubahan pada pembuluh darah di plasenta dan umbilikus.
Adanya sklerosis yang disertai dengan obliterasi lapisan otot polos pada dinding
arteriole vili khorialis sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan perifer
pada pembuluh-pembuluh darah ini. Sampai pada saat ini pemeriksaan arteri
umbilikalis untuk mendiagnosis keadaan hipoksia janin pada kasus preeklampsi atau
IUGR masih menjadi cara pemeriksaan yang terpilih oleh karena lebih mudah
mendapatkannya dan mudah interpretasinya Hilang atau terbaliknya gelombang
diastol arteri umbilikalis berhubungan dengan peningkatan kesakitan kematian
perinatal. Kejadian hilang atau terbaliknya gelombang diastol arteri umbilikalis, akan
disertai dengan peningkatan kejadian perdarahan serebral, anemia dan hipoglikemia.
Doppler Velocimetry pada arteri umbilikalis pada kehamilan resiko tinggi merupakan
predictor keluaran perinatal. Pulsatility Index (PI), Systolic/Diastolic ratio (S/D ratio)
dan Resistence Index (RI) mempunyai sensitifitas 79%, spesifitas 93%, PPV 83%,
NPV 91% dan Kappa Index 73%.
2) Arteri Serebralis Media (MCA) Sirkulasi serebral pada kehamilan trimester I,
akan ditandai oleh gambaran Absent of End-Diastolic Flow (AEDF), kemudian
24
gelombang diastol mulai akan terlihat sejak akhir trimester I. Doppler velocimetry
pada serebral janin juga membantu mengidentifikasi fetal compromise pada
Kehamilan Risiko Tinggi (KRT). Jika janin tidak cukup mendapatkan oksigen akan
terjadi central redistribution dari aliran darah dengan meningkatnya aliran darah ke
otak, jantung dan glandula adrenal. Hal ini disebut brain-sparing reflux atau brain-
sparing effect, yaitu redistribusi aliran darah ke organorgan vital dengan cara
mengurangi aliran darah ke perifer dan plasenta. Pada janin yang mengalami
hipoksia , maka akan terjadi penurunan aliran darah uteroplasenter. Pada keadaan ini,
gambaran Doppler akan memperlihatkan adanya peninggian resistensi atau
peninggian indeks pulsatilitas arteri umbilikasis yang disertai penurunan resistensi
sirkulasi serebral yang terkenal dengan fenomena “brain sparing effect” (BSE) yang
merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan aliran darah ke otak
dan organ-organ penting lainnya. Pada keadaan hipoksia yang berat, hilangnya 43
fenomena Brain-Sparing Effect (BSE) merupakan tanda kerusakan yang irreversible
yang mendahului kematian janin.
3) Cerebroplacental ratio (CPR) Pemeriksan rasio otak/plasenta (CPR) janin (yaitu
nilai PI arteri serebralis media (MCA)/nilai PI arteri umbilikalis) merupakan alternatif
lain untuk mendiagnosis IUGR. Pemeriksaan CPR bermanfaat untuk mendeteksi
kasus IUGR yang ringan. Janin yang mengalami PJT akibat insufisiensi plasenta
kehamilan ≤ 34 minggu seringkali disertai dengan gambaran doppler arteri
umbilikalis yang abnormal. Apabila terjadi gangguan nutrisi kehamilan ≥ 34 minggu,
bisa terjadi gambaran doppler arteri umbilikalis masih normal walaupun respons
MCA abnormal. Oleh sebab itu nilai CPR bisa abnormal pada janin dengan IUGR
yang ringan. Apabila sudah ditemukan AEDF/REDF pada arteri umbilikalis maka
pemeriksaan CPR tidak diperlukan lagi (Harkness, 2004).
g. Pemeriksaan pembuluih darah vena
1) Vena umbilikalis Dalam keadaan normal, pada kehamilan trimester I, terlihat
gambaran pulsasi vena umbilikalis sedangkan pada kehamilan >12 minggu gambaran
pulsasi ini menghilang dan diganti oleh gambaran continuous forward flow. Pada
keadaan insufisiensi uteroplasenta, gambaran pulsasi VU akan terlihat (kembali) 44
pada trimester II-III dan gambaran ini menunjukkan keadaan hipoksia yang berat
sehingga sering dipakai sebagai indikasi untuk menentukan terminasi kehamilan.
2) Duktus venosu (DV) Arantii, pada akhir-akhir ini banyak menarik perhatian para
ahli untuk diteliti karena perannya yang penting pada keadaan hipoksia janin. Apabila
25
terjadi keadaan hipoksia, maka mekanisme spingter di percabangan VU ke vena
hepatika akan bekerja sebaliknya akan terjadi penurunan resistensi DV sehingga darah
dari plasenta (VU) akan lebih banyak diteruskan melalui DV langsung ke atrium
kanan dan atrium kiri melalui foramen ovale. Dengan demikian gambaran penurunan
resistensi DV yang menyerupai gambaran mekanisme BSE, merupakan pertanda
penting dari adanya hipoksia berat pada IUGR. Dalam keadaan normal, gambaran
arus darah DV ditandai oleh adanyan gelombang “A” dari takik akhir diastol. Pada
keadaan hipoksia seperti pada preeklamsi atau PJT, maka akan terjadi pengurangan
aliran darah yang ditandai dengan pengurangan atau hilangnya gambaran gelombang
“A”. Pada hipoksia yang berat bisa terlihat gambaran gelombang A yang terbalik.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemeriksaan Doppler DV 45 merupakan prediktor
yang terbaik dibandingkan dengan Doppler arteri uterina dan kardiotografi (KTG).
26
3.8 PENATALAKSANAAN IUGR13
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien 37 tahun datang ke PONEK IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tanggal 15 Mei 2020 pukul 22.30 WIB dari RS Aisyah Pariaman dengan diagnosa
G4P3A0H3 gravid aterm + IUGR + Oligohidramnion berat + Pneumonia
Dari anamnesa, Pasien datang ke RS Aisyah pariaman dengan keluhan keluar air-air
dari kemaluan sejak 8 jam yang lalu, pasien juga dicurigai covid karena ada riwayat batuk
dan pasien di ro. Thorax dan ditegakkan diagnosa PDP COVID-19. Untuk penanganan lebih
lanjut pasein dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Pasien dirujuk dengan terpasang infus .
Dari primary survey didapatkan keadaan umum sedang, pasien compos mentis,
kooperatif, TD : 120/70 mmHg, Nadi : 84x/menit, RR: 22x/menit, O2 5-10L/menit via NRM.
Pasien dikonsulkan cito ke spesialis paru, spesialis anak, spesialis anastesi, dan diputuskan
untuk dilakukan SC CITO atas indikasi PRM 8 jam. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
ukuran TFU 26 cm yang sesuai dengan masa kehamilan 8 bulan, DJJ : 130 - 142 x/i, HIS : 2-
3x/30”/sedang , dan tanda-tanda inpartu.
Sehubungan dengan kasus ini, ada beberapa hal yang akan didiskusikan antara lain :
Diagnosa pada pasien ini adalah G4P3A0H3 parturien aterm 37-38 minggu kala I fase
laten + Riwayat PRM 8 Jam + PDP COVID-19 + suspek IUGR. Hal ini berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
28
didapatkan telah keluarnya air-air dari kemaluan pasien sejak 8 jam sebelum masuk Rumah
sakit, yang setelah dilakukan pemeriksaan Nitrazin test menunjukkan hasil test positif.
Pada pasien ini juga menunjukkan hasil pemeriksaan foto Thorax dengan kesan
pneumoni, sehingga diagnosa diarahkan ke suspect Covid 19.
Juga dari pemeriksaan fisik dimana didapatkan TFU 26 cm, yang mana tidak sesuai
dengan usia kehamilan 37-38 minggu (33 cm), dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG,
dengan hasil BPD : 8,54 cm, FL : 5,97 cm, AC: 28,17 cm, sehingga didapatkan kesan gravid
32-33 minggu sesuai biometri. Hasil pemeriksaan fisik dan citra USG janin yang tidak sesuai
dengan masa kehamilan menyebabkan timbulnya kecurigaan IUGR. Penyebab IUGR pada
kasus ini perlu didalami dan dicari tahu lebih lanjut.
Kondisi pasien saat awal datang ke PONEK IGD menunjukkan tanda-tanda inpartu
dan pecah ketuban dini. Dari pemeriksaan fisik dan USG didapatkan tanda-tanda suspect
IUGR. Maka pasien langsung dikonsulkan ke bagian anak, untuk menyikapi langkah
perawatan selanjutnya pada bayi. Juga dari hasil foto rontgen didapatkan kecurigaan
pneumonia yang mengarah ke diagnosa covid 19. Untuk itu pemeriksaan awal pada pasien ini
menggunakan protap covid dan pasien langsung dikonsulkan ke DPJP Covid 19 dan ACC
rawat bersama bagian Paru.
Pasien dengan suspect IUGR adalah salah satu indikasi dari dilakukan terrminasi
kehamilan melalui SC. Sehingga SC menjadi pilihan terminasi utama dan paling tepat pada
pasien dengan suspect IUGR.
29
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosa pada pasien ini adalah G4P3A0H3 parturien aterm 37-38 minggu kala I fase
laten + Riwayat PRM 8 Jam + PDP COVID-19 + suspek IUGR. Hal ini berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang.
2. IUGR ( Intra Uterine Growth Restriction) adalah suatu diagnosis bahwa janin
memiliki berat badan kurang dari persentil ke-10 pada usia kehamilannya. IUGR
mengacu pada penyimpangan dan penurunan pertumbuhan janin yang diharapkan.
3. Penatalaksanaan pada pasien IUGR harus bersifat terintegrasi dan komprehesif.
Mengingat kondisi bayi yang harus mendapatkan perawatan intensif segera setelah
lahir.
4. Pilihan terminasi perabdominam segera pada pasien ini sudah tepat karena pasien
sudah dalam kondisi inpartu dengan kehamilan suspect IUGR. Sehingga terminasi
yang paling aman dan tepat melalui sectio caesaria
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkjosastro, G.H.W., (2008). Korelasi antara fraksi ejeksi jantung dengan kadar
endothelin-1 darah tali pusat pada pertumbuhan janin terhambat dan normal. Maj
Obstet Ginekol Indonesia, 32(3), pp.131–138.
2. Wiknjosastro Gulardi, H. (2008) "Pertumbuhan Janin Terhambat Dalam Buku Ilmu
Kebidanan." Jakarta: Bina Pustaka: hal 696-717
3. Beckmann CRB, Ling FW, Herbert WNP, Laube DW, Smith RP. Fetal Growth
Abnormalities: Intrauterine Growth Restriction and Macrosomia. In: Horowitz L,
Ferran A, editors. Beckmann and Ling's Obstetrics and Gynecology. 8 ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2019. p. 350 - 61. 3.
4. Coady AM, Bower S. Fetal Growth. In: Yu CKH, Bower S, editors. Twining’s
Textbook of Fetal Abnormalities. 3 ed. London: Elsevier; 2015.
5. Sharma D, Shastri S, Sharma P. Intrauterine Growth Restriction: Antenatal and
Postnatal Aspects. Clin Med Insights Pediatr. 2016;10:67-83. 85 14.
6. Dutta DC. DC Duttas's Textbook of Obstetrics and 8ed. New Delhi: Jaypee Health
Sciences Publisher Ltd.; 2015. 803 p.
7. Cunningham FG, Lenovo KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM, et al.
Williams Obstetrics. 25 ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018. 1870 - 87 p.
8. Muhammad Taj., Khattak Asmat Ara., Shafiq-ur-Rehman., 2009. Mortality And
Morbidity Pattern In Small For Gestational Age And Appropriate For Gestational Age
Very Preterm Babies: A Hospital Based Study. J Ayub Med Coll Abbottabad;21(2)
9. Ho J., 2001. Mortality And Morbidity Of The Small For Gestational Age (SGA) Very
Low Birth Weight (Vlwb) Malaysian Infant. Singapura Med J Vol.42(8) pp:355-359
10. Djaja Sarimawar., Soemantri Soeharsono., 2001. Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir
(neonatal) dan Sistem Pelayanan Kesehatan yang Berkaitan di Indonesia (skrt 2001).
Buletin Penelitian Kesehatan Vol.31 No. 3 pp:155
11. Atmawikarta, Arum. 2009. Pengembangan Database Pembangunan Bidang Kesehatan
dan Gizi Masyarakat. Direktorat Kesehatan Dan Gizi Masyarakat Bappenas
12. Kramer MS: (1987)., Determinants of low birth weight: methodological assessment
and meta-analysis. B World Health Organ 65:663–737.
13. Kementrian Kesehatan, (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013
31