Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN

Seorang Wanita 42 Tahun dengan Faringitis Kronik Granulosa


Eksaserbasi Akut et causa Iritasi Makanan Pedas

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan


Ilmu Kesehatan THT-KL Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji kasus : Dr. Dina Suryaningrum, Sp.THT–KL, MSi.Med


Pembimbing : dr. Viika Miftakhul Umami
Dibacakan oleh : Ajeng Indraswari Fiananda
22010114210170
Dibacakan tanggal : 18 Agustus 2015

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus Seorang Wanita 42 Tahun dengan Faringitis Kronik Granulosa


Eksaserbasi Akut et causa Iritasi Makanan Pedas.

Penguji kasus : Dr. Dina Suryaningrum, Sp.THT–KL, MSi.Med


Pembimbing : dr. Viika Miftakhul Umami
Dibacakan oleh : Ajeng Indraswari Fiananda
Dibacakan tanggal : 18 Agustus 2015
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan di Departemen Ilmu Kesehatan
THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang, 18 Agustus 2015


Mengetahui

Penguji kasus, Pembimbing,

Dr. Dina Suryaningrum, Sp.THT–KL, MSi.Med dr. Viika Miftakhul Umami


NIP 1980100 3 201212 2 004 NIP 19840508 200903 2 007
LAPORAN KASUS
Seorang Wanita 42 Tahun dengan Faringitis Kronik Granulosa
Eksaserbasi Akut et causa Iritasi Makanan Pedas

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. I.S.U
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo, Jawa Tengah
Pekerjaan : Wiraswasta
No. CM : C546806

Masalah Aktif Masalah Pasif

1. Nyeri telan 5
2. Sering konsumsi makanan pedas 5
3. Riwayat sakit seperti ini dalam 2 tahun
terakhir 5
4. Pemeriksaan fisik pada mukosa faring
posterior didapatkan adanya granulasi (+)
dan hiperemis (+) 5
5. Faringitis kronik granulosa eksaserbasi akut
et causa iritasi makanan pedas

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 12 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB di Poliklinik
THT-KL RSUP Dr. Kariadi Semarang
Keluhan Utama : Nyeri telan

Riwayat Penyakit Sekarang :

1
Pasien mengeluh nyeri telan sejak + 3 hari yang lalu dirasakan terus –
menerus sepanjang hari, mengganggu aktivitas makan dan minum. Nyeri
telan dirasa memberat jika makan makanan pedas dan menjadi ringan saat
pasien minum minuman hangat. Pasien sering mengkonsumsi makanan pedas
hampir setiap hari.
Pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya dan hilang timbul pada 2
tahun terakhir dan belum pernah berobat. Gejala lain seperti pilek (-), bersin-
bersin (-), demam nglemeng (+), batuk (-), suara serak (-), sering berdehem
(-), sulit menelan (-), terasa adanya lendir di tenggorok (+), tenggorok terasa
panas (+), tenggorok terasa gatal (-), rasa mengganjal tenggorok (+), batuk
setelah makan/berbaring (-), kesukaran bernapas atau tersedak (-), nyeri dada
atau rasa asam naik ke tenggorok (-), nyeri gigi (-), gusi bengkak (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat maag disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat alergi makanan disangkal
- Riwayat batuk lama, TB paru dan penyakit kronik lainnya disangkal
- Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat maag disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat alergi makanan disangkal
- Riwayat batuk lama, TB paru dan penyakit kronik lainnya disangkal
- Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung disangkal

2
Riwayat Sosial Ekonomi :
- Pasien tinggal dengan seorang suami dan dua orang anak yang belum
mandiri. Pasien bekerja sebagai pengusaha pengemasan produk teh memakai
masker saat bekerja . Biaya pengobatan mandiri.
Kesan : sosial ekonomi cukup

- Lain-lain : -

PEMERIKSAAN FISIK
(Tanggal 12 Agustus 2015, pukul 13.00 di Poliklinik THT-KL RSUP
Dr.Kariadi Semarang)
Status Praesen
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,8 ˚C
Nadi : 84 x/menit RR : 20 x/menit
VAS : 3
Pemeriksaan fisik : Kepala : mesosefal
Thoraks : Cor : tidak diperiksa
Paru : tidak diperiksa
Abdomen : tidak diperiksa
Ekstremitas : tidak diperiksa

Status Lokalis:
Telinga:

Gambar :

Bagian Telinga Telinga kanan Telinga kiri

3
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Daerah preaurikula fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
tekan tragus (-) tekan tragus (-)
Normotia, hiperemis (-), Normotia, hiperemis (-),
Aurikula edema (-), nyeri tarik (-), edema (-), nyeri tarik (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Daerah retroaurikula fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
tekan (-) tekan (-)
Nyeri tekan (-), nyeri Nyeri tekan (-), nyeri
Mastoid
ketok (-), fistel (-) ketok (-), fistel (-)
Serumen minimal, edema Serumen (-), edema (-),
CAE / MAE (-), hiperemis (-), furunkel hiperemis (-), furunkel (-),
(-), discaj (-) discaj (-)
Putih mengkilat (+), reflek Putih mengkilat (+), reflek
Membran timpani cahaya (+), posisi jam 5, cahaya (+), posisi jam 7,
retraksi (-), perforasi (-) retraksi (-), perforasi (-)

Hidung:
Gambar :

Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri


Inspeksi : Bentuk (N), simetris, deformitas (-),
benjolan (-), warna kulit sama dengan kulit sekitar,
Hidung Luar
allergic crease (-), nasal salut (-)
Palpasi : os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
Maxillaris : Nyeri tekan (-/-), Nyeri ketok (-/-)
Sinus
Frontalis : Nyeri tekan (-/-), nyeri ketok (-/-)
Rinoskopi Anterior
Discaj (-) (-)

4
Hiperemis (-), livid (-), Hiperemis (-), livid (-),
Mukosa
edema (-) edema (-)
Mukosa hiperemi (-), Mukosa hiperemi (-),
Konka livid (-), hipertrofi (-), livid (-), hipertrofi (-),
atrofi (-) atrofi (-)
Tumor Massa (-) Massa (-)
Deviasi (-), benda asing Deviasi (-), benda asing
Septum nasi (-), perdarahan (-), (-), perdarahan (-),
perforasi (-) perforasi (-)
Palatal Phenomena (+) (+)

Tenggorok:
Gambar :

Bagian (Orofaring) Keterangan


Palatum Bombans (-), hiperemis (-)
Arkus Faring Simetris, uvula ditengah, reflek muntah (+) normal
Mukosa Hiperemis (+), Post nasal drip (-)
Mukosa Faring
Granulasi (+)
Posterior
Tonsil Ukuran T1 Ukuran T1
Peritonsil Edema (-), hiperemis (-), fluktuasi (-)

Nasofaring : tidak dilakukan

Laringofaring: tidak dilakukan

Laring : tidak dilakukan

Supraglotis : tidak dilakukan

Glotis : tidak dilakukan

Subglotis : tidak dilakukan

5
Kepala dan Leher :
Kepala : mesosefal
Mata : allergic shinner (-)
Wajah : simetris, perot (-), deformitas (-)
Leher anterior : pembesaran nnll (-)
Leher lateral : pembesaran nnll (-)
Lain-lain : (-)
Gigi dan Mulut
Gigi geligi : karies (-), plak (-), gigi goyang (-)
Lidah : simetris, tidak ada deviasi
Palatum : bombans (-)
Pipi : mukosa buccal : hiperemis (-), stomatitis (-)

 RINGKASAN
Seorang wanita, 42 tahun datang dengan keluhan adanya odinofagi sejak +
3 hari yang lalu, terasa terus menerus, mengganggu aktivitas makan dan
minum. Nyeri telan dirasa memberat jika memakan makanan pedas dan
menjadi ringan saat pasien meminum minuman hangat. Pasien sering
mengkonsumsi makanan pedas hampir setiap hari. Pernah mengalami sakit
seperti ini sebelumnya dan hilang timbul pada 2 tahun terakhir dan belum
pernah berobat. Gejala lain yang didapatkan yaitu demam nglemeng,
terasa adanya lendir di tenggorok, tenggorok terasa panas, rasa mengganjal
di tenggorok.
Pada pemeriksaan fisik pada mukosa faring posterior didapatkan adanya
granulasi (+) dan mukosa hiperemis (+)

 DIAGNOSIS BANDING :
Faringitis kronik granulosa eksaserbasi akut et causa iritasi makanan pedas
Faringitis kronik granulosa eksaserbasi akut et causa iritasi okupasional
Faringitis kronik granulosa eksaserbasi akut et causa infeksi bakteri

6
 DIAGNOSIS KERJA:
Faringitis kronik granulosa eksaserbasi akut et causa iritasi makanan pedas

 RENCANA PENGELOLAAN :
1. Pemeriksaan Diagnostik
S:-
O : Swab tenggorok, skin prick test

2. Terapi :
 Methylprednisolone 4mg/ 12 jam p.o
 Paracetamol 500 mg / 8 jam p.o
 Vitamin C 250 mg/12 jam

3. Pemantauan
 Keadaan umum, tanda vital, keluhan pasien, progresivitas penyakit,
respon terapi dan efek samping terapi

4. Edukasi :
 Pasien diberitahu bahwa pasien mengalami radang tenggorok yang
disebabkan oleh kebiasaan makan makanan pedas.
 Pasien diedukasi untuk menghindari makanan dan minuman yang
bersifat iritatif seperti makanan pedas, makanan dan minuman
terlalu panas, alkohol dan rokok.
 Pasien diinformasikan untuk minum obat secara teratur, dan
kontrol apabila obat habis.

5. Prognosis :
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Fungsionam : ad bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong
dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan
ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler
ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga
setinggi vertebra servikalis ke-6.1,2
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh

8
selaput lendir, fascia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fascia
bukofaringeal.1,2
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari muskulus konstriktor faring
superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan
berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot
bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama
lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah
untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh nervus vagus.1,2

Gambar 1. Otot-otot Faring dan Esofagus

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring,


Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring).

9
Gambar 2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari


nasofaring ini antara lain :
- batas atas : basis kranii
- batas bawah : palatum molle
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral
faring dengan resesus faring yang disebut fossa rosenmulleri, kantong rathke,
yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,
suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba eustachius, koana,
foramen jugularis, yang dilalui oleh nervus glossopharyngeus, nervus vagus dan
nervus asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os
temporalis dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.1,2

10
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan
laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula,
tonsil lingual dan foramen sekum.
Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Batas-
batas dari laringofaring antara lain, yaitu :
- batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikoidea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis 1,2

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu
menelan, resonansi suara dan artikulasi. 1,2

B. Faringitis
Faringitis adalah inflamasi pada faring. Faringitis terjadi karena hidup pada
lingkungan yang tidak higienis, korosif, trauma, dingin yang berlebihan, infeksi
virus, bakteri, jamur dan lain-lain. Ada dua jenis faringitis, yaitu faringitis akut
dan kronis. 3
1. Faringitis Akut
Faringitis akut sangat sering ditemukan dan memiliki etiologi bervariasi
seperti virus, bakteri, jamur atau lainnya. Faringitis dengan penyebab virus lebih
sering ditemukan. Faringitis streptokokus akut (streptokokus beta haemolitikus
grup A) perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan demam rematik dan
glomerulonefritis post streptokokus.1

11
Faringitis dapat terjadi pada tingkat keparahan yang berbeda. Infeksi ringan
biasanya disertai dengan gejala rasa tidak nyaman di tenggorokan, malaise dan
demam subfebris. Faring mengalami pembengkakan tetapi tidak ada
limfadenopati. Infeksi sedang sampai berat dapat disertai dengan gejala rasa sakit
di tenggorokan, disfagia, sakit kepala, malaise dan demam tinggi. Mukosa faring
eritema, terdapat eksudat dan pembesaran tonsil dan didapatkan folikel limfoid
pada faring posterior, kasus yang berat menunjukkan edema dari palatum molle
dan uvula dengan pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Pada
pemeriksaan klinis tidak dapat dibedakan infeksi virus atau infeksi bakteri, tetapi
infeksi virus umumnya ringan dan disertai dengan rhinorrhoea dan suara serak
sedangkan infeksi bakteri lebih berat. Faringitis yang disebabkan bakteri
1
gonococcus dapat ringan dan bahkan mungkin asimtomatik.
Kultur dari swab tenggorok sangat membantu dalam diagnosis faringitis
bakterial. Hal ini dapat mendeteksi 90% dari Grup A Streptococcus. Difteri dapat
dikultur pada media khusus. Swab dari kasus yang diduga faringitis gonokokal
harus dikultur segera. Kegagalan kultur bakteri menunjukkan etiologi faringitis
adalah virus.1
Penatalaksanaan secara umum yaitu dengan istirahat cukup, banyak minum,
kumur dengan larutan saline atau irigasi faring dan pemberian analgesik. Rasa
tidak nyaman di tenggorok pada kasus yang berat dapat dikurangi dengan
lignokain sebelum makan untuk memudahkan menelan.1
Faringitis streptokokus (Grup A, beta-haemolyticus) dapat diberikan
penisilin G 200.000 - 250.000 unit per oral empat kali sehari selama 10 hari atau
benzathine penisilin G 600.000 unit setelah intramuskular untuk pasien dengan
berat badan <60 kg dan 1,2 juta unit setelah intramuskular untuk pasien dengan
berat badan >60 kg pada individu yang sensitif dengan penisilin, atau dapat
diberikan eritromisin 20 - 40 mg / kg berat badan setiap hari, dalam dosis oral
selama 10 hari. Pada faringitis difteri diberikan oleh antitoksin difteri dan
penisilin atau eritromisin. Faringitis gonokokal dapat diberikan penisilin atau
tetrasiklin pada dosis umum.1

12
2. Faringitis Kronik
Faringitis kronik adalah suatu kondisi infeksi (bakteri atau virus) atau iritasi
(kimia atau fisik) yang melibatkan inflamasi pada mukosa faring menetap selama
minimal satu tahun, selama lebih dari enam jam sehari, selama lebih dari dua
minggu bulan, selama lebih dari tiga bulan dalam setahun. 4
Faktor-faktor predisposisi terjadinya faringitis kronik : 1
1) Infeksi persisten pada daerah sekitar faring
Pada rinitis dan sinusitis kronik, discarj purulen dapat mengalir turun menuju
faring sehingga selalu menjadi sumber infeksi. Hal ini menyebabkan
hipertrofi pada lateral band faring. Sama halnya dengan tonsilitis kronik dan
infeksi pada gigi dapat menyebabkan faringitis kronik dan sakit tenggorok
yang rekuren.
2) Napas lewat mulut
Bernapas melalui mulut dapat membuat faring kontak dengan udara yang
belum disaring, dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu tubuh sehingga
membuatnya lebih rentan terhadap infeksi. Pernapasan mulut dapat
disebabkan :
 Obstruksi pada cavum nasi seperti : polip , rhinitis alergi atau vasomotor,
hipertrofi konka, septum deviasi atau tumor.
 Obstruksi pada nasofaring, misalnya adenoid atau tumor.
 Gigi yang menonjol sehingga menyebabkan maloklusi
 Kebiasaan tanpa adanya gangguan secara anatomis
3) Iritasi kronik
Merokok berlebihan, mengunyah tembakau, minuman alkohol, makanan yang
sangat pedas dapat menyebabkan faringitis kronis.
4) Polusi dari lingkungan
Lingkungan yang berasap atau berdebu dan asap industri mungkin juga dapat
menyebabkan faringitis kronis.
Tingkat keparahan gejala pada faringitis kronik bervariasi pada individu.
Gejala yang mungkin dapat timbul yaitu : 1
1. Rasa tidak nyaman atau nyeri di tenggorok

13
2. Rasa mengganjal pada tenggorok
3. Tidak dapat berbicara lama dikarenakan nyeri
4. Batuk
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah
rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap
yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya
faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya
tersumbat. 5

a. Faringitis Kronik Hipertrofi


Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk
yang berdahak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan
lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak
rata dan berglanular. 5

Gambar 4. Granulasi pada mukosa faring posterior 2

14
Gambar 5. Granulasi pada mukosa faring posterior 1

Gambar 6. Faringitis kronik e.c iritasi kronik 6

Terapi lokal dengan menggunakan kaustik faring dengan memakai zat kimia
larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis
diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk
antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.5
Terapi faringitis kronik tipe hipertrofi yaitu : 1
1) Faktor-faktor penyebab harus dihindari
2) Kumur dengan larutan saline hangat pada pagi hari dapat meredakan rasa
nyeri di tenggorok
3) Kauter granulasi limfoid disarankan. Tenggorokan disemprot dengan
anestesi lokal dan jaringan granulasi diberi perak nitrat 10-25%.
Elektrokauter atau diathermy nodul mungkin memerlukan anestesi umum

b. Faringitis Kronik Atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.
Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya
mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering. 5

15
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik
atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.5 Kalium
iodida 325 mg, diberikan secara oral selama beberapa hari membantu untuk
merangsang sekresi dan mencegah pengerasan kulit.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Dhingra PL on Diseases of Pharynx and Larynx, ms 525-8, Diseases of


Ear, Nose and Throat 5th Edition
2. Probst R. 2006. Basic Otorhinolaryngology 2nd edition. Thieme
3. Dr. Goswami K.K. A Chronic Pharyngitis: A Rare Case Report. Scholars
Journal Medical Case Report 2014; 2(5):345-347
4. Ferrara,L. Approach Under The Form Of Semiquantitative Cytological
Evaluation For Chronic Pharyngitis. European Scientific Journal.2006
5. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi
ke Tujuh. 2012. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Bull, TR.Color Atlas of ENT Diagnosis 4th edition. 2003. Thieme New
York

16
17

Anda mungkin juga menyukai