Anda di halaman 1dari 13

Penegakkan Diagnosis Okupasi pada Pajanan Psikososial

Titus mulyadhanada 102014073


Felix Jordan wangsa 102016049
Andika prasetyo Arifin 102016244
Harfi sefriyanti Rahman 102016102
Wahyu ari Agustina 102016102
Novia dwi anggraini 102016195
Siti cantika 102016243
Kelompok A2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: bellavya.2016fk162@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Faktor psikologis memainkan peran besar dalam pekerjaan. Konflik mental mungkin didasarkan
atas pekerjaan itu sendiri, mungkin bersumber kepada sesama pekerja atau atasan, mungkin pula
berpangkal kepada peristiwa di rumah tangga atau dalam pergaulan hidup dalam masyarakat.
Seseorang yang dipaksa bekerja dan dengan demikian yang bersangkutan terpaksa bekerja akan
udah menjadi lelah. Bekerja secara terpaksa dikarenakan oleh tidak menyukai pekerjaan, sekedar
memenuhi dorongan kebutuhan, adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu dan atau alasan lain.
Menghadapi pekerjaan yang bertimbun menyebabkan timblnya kelelahan terlebih dahulu
sebelum pekerjaan mulai dikerjakan. Sehingga factor psikososial dapat menganggu performa
kerja. Untuk dapat mendiagnosis pasien dengan pajanan psikososial perlu di lakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasikannya secara tepat yang terdiri dari tujuh langkah pendekatan klinis.

kata kunci: psikososial, stress, pekerjaan


abstrack

Psychological factors played a great role in the work of .Of mental conflict maybe are to be
based on of the very works themselves , maybe to its full implementation is to others as well a
workman or consult higher levels of government , maybe even berpangkal to events in the house
of a flight of stairs or in intercommunication amid live in a society .Someone who were forced to
work and thus it to relevant national authorities forced to work in order will stop it faint or
become tired .Worked in inner cities and are forced to the deserted condition was because by a
dislike of work , much more than rattle off a key time ahead of the needs of human resources to
fulfill this , there was pressure from pihak-pihak specific cases and or for any other reason
.Facing a chorus of work that you do that bertimbun cause to timblnya exhaustion up before a
job began to work .So that factor psikososial can be area which disturbs job performance .To
can actually diagnose what a patient with exposure psikososial need to actions have been held
by an approach systematic manner to get the information necessary spare parts and the
menginterpretasikannya in an unerring manner consisting of a seven step clinical building on
the approach taken .

Key words: psycosocial , stress, labor

Pendahuluan

Faktor psikologis memainkan peran besar dalam menimbulkan kelelahan. Sering kali pekerja
tidak mengerjakan sesuatu apa pun juga, karena merasakan kelelahan. Sebabnya ialaha adanya
konflik mental (batin). Konflik mental mungkin didasarkan atas pekerjaan itu sendiri, mungkin
bersumber kepada sesama pekerja atau atasan, mungkin pula berpangkal kepada peristiwa di
rumah tangga atau dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Seseorang yang dipaksa bekerja
dan dengan demikian yang bersangkutan terpaksa bekerja akan udah menjadi lelah. Bekerja
secara terpaksa dikarenakan oleh tidak menyukai pekerjaan, sekedar memenuhi dorongan
kebutuhan, adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu dan atau alasan lain. Menghadapi pekerjaan
yang bertimbun menyebabkan timblnya kelelahan terlebih dahulu sebelum pekerjaan mulai
dikerjakan. Berkecambuknya kekhawatiran juga menjadi sebab timbulnya rasa lelah.
Ketidakserasian yang berkelanjutan tanpa adanya penyelesaian yang tuntas dengan sesama
pekerja atau atasan menguras banyak energi dan sangat melelahkan.
Dalam skenario, seorang laki-laki 53 tahun, datang ke klinik dengan keluhan sering sulit tidur
sejak 1 tahun terakhir. Dan makin sering sejak 1 bulan terakhir. Pekerjaannya sebagai seorang
manajer marketing sebuah perusahaan garmen di karawang, sejak 1 tahun. Dia tinggal di Bogor,
sehingga setiap hari dia harus berangkat sebelum pukul 6.00, untuk menghindari kemacetan.
Kira-kira 1 bulan yang lalu isterinya meninggal dunia karena ca paru

Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasikannya secara tepat yang terdiri dari tujuh langkah pendekatan klinis.

1. Diagnosis klinis

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas
penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah
diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.1

a) Anamnesis

Menanyakan data-data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan. Serta menanyakan
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit
keluarga. 1

Pada pasien yang diduga mengalami penyakit akibat kerja, maka riwayat pekerjaan harus
ditanyakan lebih lengkap. Menggali lebih dalam sudah berapa lama pekerjaannya yang sekarang,
pekerjaan terakhir sebelum pekerjaan sekarang apa. Jenis pekerjaan dan berbagai alat serta bahan
yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut, jumlah jam kerja atau jam giliran kerja,
kemungkinan bahaya yang dialami, hubungan gejala dan waktu kerja, apakah ada pekerja lain
yang mengalami hal sama.2

Pada scenario, pasien berusia 53 tahun, datang ke klinik dengan keluhan sering sulit tidur sejak 1
tahun terakhir. Dan makin sering sejak 1 bulan terakhir. Pekerjaannya sebagai seorang manajer
marketing sebuah perusahaan garmen di karawang, sejak 1 tahun. Dia tinggal di Bogor, sehingga
setiap hari dia harus berangkat sebelum pukul 6.00, untuk menghindari kemacetan. Kira-kira 1
bulan yang lalu isterinya meninggal dunia karena ca paru

b) Pemeriksaan fisik

Pemeriksan fisik yang dilakukan adalah tanda-tanda vital meliputi suhu, pernapasan, nadi, dan
tekanan darah. Naik atau turunnya suhu dipengaruhi oleh berbegai hal seperti umur, aktivitas
tubuh, jenis kelamin, dan sebagainya. Pengukuran dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu di
mulut, anus, ketiak, dan telinga. Pernapasan normal pada dewasa adalah 16-20 x/menit.
Menghitung pernapasan lebih baik dilakukan tanpa diketahui oleh orang yang diperiksa agar
tidak membiaskan hasil. Nilai denyut nadi merupakan salah satu indikator untuk menilai sistem
kardiovaskular. Nilai normal pada orang dewasa adalah 70-80 x/menit. Tekanan darah
menunjukkan nilai sistole dan diastole. Nilai normal pada orang dewasa adalah sekitar 120/80
mmHg.3

c) Pemeriksaan penunjang

Bahan pemeriksaan penunjang diambil dari darah, feses, urin, atau dalam organ tubuh untuk
dilihat jenis racun yang terdapat pada sumber-sumber tersebut untuk memastikan bahwa telah
terjadi keracunan, apalagi jika kadarnya dalam tubuh melebihi NAB.4

d) Pemeriksaan tempat kerja

Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat individu bekerja. Dilihat
penerangannya, kelembaban tanah dan udara, penempatan alat dan bahan yang digunakan,
terdapat atau tidaknya fasilitas untuk mencuci/membersihkan tubuh jika terkena bahan kimia,
dan lain-lain.1

2. Pajanan yang dialami

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk
dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.

Faktor Fisik
Yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara perkapita atau luas
lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban
udara, tekanan udara, kecepata aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, gelombang
eltromagnetis.4

Faktor Biologis
Semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling sederhana
bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tikatannya.4

Faktor Kimia
Semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau
lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau zat
padat.4

Faktor Ergonomis atau fisiologis

Interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi
mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.4

Faktor Mental dan Psikologis

Reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga
kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain. Stress akibat kerja dapat
menyebabkan gangguan perilaku dan jiwa di lingkungan kerja. Stress akibat kerja didefinisikan
sebagai stress dalam kesehatan kerja akibat ketidakseimbangan antara hasil kerja yang
diharapkan dengan kemampuan untuk merealisasikannya. Stress merupakan problem kesehatan
kerja yang penting karena secara signifikan menyebabkan kerugian ekonomis. Stres kerja
merupakan reaksi pekerja terhadap situasi dan kondisi di tempat kerja yang berdampak fisik dan
psikososial bagi pekerja. Klasifikasi stress menurut Hans Selye adalah distress yang destruktif,
dan eustress yang positif. Terdapat 3 aspek yang dapat menjadi dampak stress kerja yaitu gejala
fisiologis seperti peningkatan debar jantung, dan pernapasan serta tekanan darah; gejala
psikologis seperti ketidakpuasan dan marah – marah; serta gejala perilaku antara lain meliputi
perubahan kebiasaan makan, banyak merokok, gangguan tidur, tidak masuk kerja, dan
penurunan prestasi kerja.4

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang di derita 1

 Dari penelitian yang dilakukan oleh Stefanie Schütte et al, terhadap pekerja di eropa,
buruknya mental health seperti stress yang dialami oleh pekerja di eropa sebagian besar
adalah disebabkan oleh pajanan psikososial. Factor ini berhubungan dengan tuntutan
pekerjaan, relasi antara atasan dan rekan sekerja, jam kerja dan banyak factor lainnya.5
 Pada penelitian yang dilakukan oleh YuichiroOtsuka et, al, terhadap populasi umum di
Jepang, gejala insomnia seperti kesulitan masuk tidur, kesulitan mempertahankan waktu
tidur, dan bangun terlalu pagi, adalah kejadian yang berhubungan dengan stress yang
dialami oleh individual.6
 Penelitian yang dilakukan oleh K.‐Y. Pan et al. terdapat hubungan antara pekerjaan dan
juga stress, yang akhirnya dapat memicu penyakit lain seperti jantung dan juga
meningkatkan resiko diabetes.7

 Dari penelitian yang dilakukan oleh Hasbi Ibrahim dkk terhadap pekerja di PT. Maruki
Internasional Indonesia Makassar, didapatkan bahwa ada hubungan antara lingkungan
kerja, terhadap stress.8

 Dapi penelitian yang dilakukan oleh Enny Nurcahyani dkk, terdapat hubungan antara
tingkat stress dengan performa kerja.9

4. Pajanan yang dialami cukup besar


Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit
tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka
pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit
akibat kerja. Hal ini dapat diperkuat juga dengan mengetahui patofisiologis penyakit serta
pemakaian alat pelindung diri.1

5. Peranan faktor individu

Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit. Dalam
hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu diketahui riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap
pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan terkait tempat
kerja penderita, kebiasaan berolahraga.1

6. Faktor lain di luar pekerjaan

Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang makan
makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah, hobi individu, apakah individu
memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama.1

Dalam scenario diketahui isteri pasien meninggal akibat ca paru

7. Diagnosis Okupasi

Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi
yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu
pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya
memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari
pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan
data epidemiologis.1

Berdasarkan 7 langkah diagnosis yang dilakukan pasien didiagnosis dengan stress yang
diperberat kerja

Penyebab Stress

Stresor Psikologis

Stressor emosional dan mental, dapat berupa kondisi yang tidak menyenangkan. Misalkan suatu
promosi dapat mengakibatkan sebuah stress karena perubahan posisi. Masalah-masalah dalam
pekerjaan lain, seperti pidah bagian, menganggur, pensiun dan juga stres yang ditimbulkan oleh
masalah individual, seringkali menjadi kerentanan timbulnya gangguan psikologis.10

Sistem tugas

 Kerja lembur. Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering, apalagi bila
jumlah jam kerja menjadi berlebihan, ternyata tidak hanya mengurangi kualitas dan
kuantitas hasil kerja. Tetapi juga sering meningkatkan jumlah absensi dengan alasan sakit
atau kecelakaan kerja.
 Tugas kerja malam. Kerja malam merupakan tugas yang berat bagi pekerja, dan sering
mengakibatkan timulnya gangguan fisik akibat kurang tidur, serta perubahan tingkah laku
yang mengakibatkan individu untuk menggunakan alcohol dan obat-obatan terlarang.
Serta perubahan kebiasaan makan
 Kecepatan mesin. Kecepatan kerja yang hanya berdasarkan pada kapasitas kecepatan
mesin, sangat menguras energy fisik dan psikologis, karena harus terpaku untuk
menyesuaikan kecepatan mesin, ban berjalan, atau proses produksi sehingga pekerja tidak
mungkin meninggalkan tempatnya.
 Gerakan tangan yang berulang secara monoton. Gerakan ini juga terkadang disertai posisi
kerja yang janggal, atau sambil membawa atau menahan beban. Sering kali memberatkan
pekerja
 Kekangan. Kekangan menyebabkan tidak adanya kebebasan berkerja, misalnya tahapan
pekerjaan yang mempunyai jadwal tugas yang ketat dan mendetail. Pekerjaan tersebut
misalkan pemeliharaan atau perawatan mesin kapal terbang yang harus berkerja
berdasarkan checklist.
 Komunikasi yang menjemukkan. Pekerjaan yang memerlukan kontak yang memberatkan
karena harus bernegosiasi untuk perihal yang sulit diterima atau tidak selaras dengan
kehendak lawan bicara. Pekerjaan yang memiliki stresor tersebut seperti manajer
pemasaran, personil promosi obat-obatan

Volume pekerjaan

Volume kerja juga dapat menjadi stressor yaitu jika pekerjaan tersebut merupakan volume
kerja yang berlebihan dan terlalu banyak dibatasi oleh waktu. Misalkan pekerjaan tersebut
dilakukan secara tergesa-gesa karena waktu yang terbatas. Tetapi volume kerja yang sangat
kurang dapat menimbulkan stress karena menyebabkan kurangnya rangsangan untuk bekerja,
kurangnya variasi, tidak ada kreativitas atau tuntutan mengatasi masalah.10

Kondisi fisik atau lingkungan

Adanya ancaman terpajan kondisi fisik tempat kerja yang kurang menyenangkan atau kontak
dengan bahan beracun misalkan:

 Bekerja pada tempat yang sunyi atau terpencil, seperti pekerjaan yang membutuhkan
kesendirian dan tak memiliki kesempatan berkomunikasi dengan orang lain atau
pekerja pada situasi yang sulit atau terancam bahaya sehingga tidak memungkinkan
pekerja mencari pertolongan
 Tempat kerja yang jauh atau tempat kerja yang sulit di jangkau
 Pajanan ditempat kerja. Pajanan di tempat kerja umumnya dalam bentuk pajanan fisik
dan kimiawi, seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, tempat kerja yang
sempit dan berdesakan, ventilasi buruk, penerangan kurang baik, vibrasi, masalah-
masalah ergonomic, tempat kerjja yang bising, debu kerja, dan substansi kimia yang 10
berbahaya.

Mekanisme Stress

Hampir setiap pekerjaan selalu memiliki “agen stress” yang potensial, dan masing-masing jenis
pekerjaan memiliki variasi tingkatan stressornya. Pada umumnya, stress pada pekerja terjadi
karena interaksi pekerja dengan pekerjaan atau lingkungan kerja, yang ditandai dengan
penolakan diri sehingga terjadi penyimpangan secara fungsional. Dengan kata
lain, stress merujuk pada kondisi internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap
perasaan yang mengancam terhadap kondisi fisik dan atau psikis, atau label untuk gejala
psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan atau hal lain yang
sejenis .Dalam kaitannya dengan pekerjaan dijelaskan bahwa stress kerja sebagai suatu kondisi
yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan kerja, sehingga menimbulkan
persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis,
psikologis dan sosial.11

Stress dengan berbagai dimensinya dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai sudut pandang,


diantaranya: (1) stress dipandang sebagai suatu stimulus atau variabel bebas yang mempengaruhi
keberadaan individu, (2) stress dipandang sebagai respon atau variabel tergantung, serta
(3) stress merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan.11

Sudut pandang stress sebagai stimulus dapat digambarkan bahwa stress itu berasal dari


lingkungan. Kejadian atau peristiwa yang muncul di lingkungan (stressor) dapat menimbulkan
perasaan tidak enak atau tegang, cemas, dan lain-lainya yang dapat menjadi bencana besar dalam
kehidupan seseorang. Menurut model ini, bila individu secara terus menerus bertemu dengan
sumber stressor yang potensial, kemungkinkan akan terjadi perubahan keseimbangan dalam
individu tersebut. Contoh sumber stressor yang potensial tersebut adalah fasilitas penunjang
pekerjaan yang minim, kondisi pekerjaan yang tidak baik, dan situasi lingkungan yang tidak
memuaskan (tekanan di lingkungan kerja). Perbedaan individual, tingkat toleransi, dan harapan-
harapannya tetap menjadi pertimbangan sendiri.11

Penatalaksana Stress akibat kerja


Dokter perusahaan seringkali sukar mendiagnosis atau menggambarkan dengan jelas
berkembangnya stress seseorang individu ditempat kerja karena gejala yang timbul, terutama
dapat mempengaruhi kondisi fisik. Oleh sebab itu, pada awal diagnosis seringkali penyakit-
penyakit organic dipertimbangkan sebagai penyebabnya, misalkan gejala sakit kepala biasanya
dianggap sebagai akibat penyakit tekanan darah tinggi, sakit pinggang akibat pengapuran tulang
belakang atau akibat scoliosis, dan sebagainya. oleh sebab itu pentinya melakukan tujuh
langkahh diagnosis pada pasien.

Bila pasien menemui dokter saat gejala stress baru timbul, beberapa pertanyaan langsung pada
akar masalah dapat menolong untuk mengidentifikasi pencetus stress. Pada saat ini, nasehat
medis yang memadai dapat mengatasi masalah jangka pendek atau jangka panjang. Selanjutnya,
pasien ini membutuhkan atensi yang lebih besar dan investigasi lanjutan guna mencegah
berkembangnya stress yang dialami.

Beta bloker dan anti depresan dapat mengatasi gejala stres dalam jangka waktu pendek, tetapi
sangat tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka panjang. Karena obat tersebut hanya bisa
mengatasi keluhan dari pasien, namun tidak mengatasi akar masalahnya. Obat tersebut juga
dapat menyebabkan ketergantungan.

Guna mendorong terjadinya perubahan perilaku kerja dan persepsi terhadap respon biologis,
pasien dinasehatkan untuk datang diam-diam secara regular, biasanya 1 jam dalam seminggu,
untuk bimbingan dan konseling oleh dokter perusahaan. Terutama untuk kasus-kasus dengan
akar masalah psikologis seperti kesulitan interpersonal atau perilaku ketergantungan alcohol atau
obat-obat terlarang.

Pelatihan manajemen stress dapat dilaksanakan secara berkelompok pada 6 sampai 12 pekerja
yang memiliki indikasi adanya gejala stress akibat kerja. Materi pelatihan yang perlu diajarkan
seperti, teknik fisiologis untuk mengurangi serangan stress, misalnya teknik relaksasi, meditasi,
atau latihan pernafasan. Pembentukan diri kembali, macam-macam keterampilan kerja
(misalkan; manajemen waktu, skala prioritas, dan lain-lain), serta keterampilan interpersonal
(misalkan latihan berpidato, presentasi, tata cara mengikuti rapat dll).

Pasien perlu dianjurkan untuk meciptakan keseimbangan stress ditempat kerja, seperti aktivitas
relaksasi ditempat kerja. Beberapa teknik relaksasi ditempat kerja dapat disarankan, seperti
istirahat pendek tetapi sering, misalkan setiap 5 menit setiap jam kerja, sedikit latihan fisik pada
pekerja di depan komputer, olah pernafasan yang rutin bermanfaat untuk mencegah serangan
stres

Gaya hidup yang sehat diluar tempat kerja juga harus disarankan, seperti olahraga rutin,
makanan sehat, berhenti merokok dan minum beralkohol, penyaluran hobi, dan pasien
dianjurkan memperbanyak komunikasi dengan keluarga dan teman-teman.10

Kesimpulan

Berdasarkan kasus dan yang telah dijelaskan, seorang 53 tahun dengan keluhan kesulitan tidur
sejak 1 tahun dan semakin berat bulan terakhir, diagnosis 7 langkah okupasi didapatkan
menderita stres yang diperberat kerja

Daftar Pustaka

1. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC; 2009.h.615-19.
2. Sarafino, EP. Health psychology: Biopsychosocial Interactions.Ed. 2. Singapore: John
Wiley & Sons, Inc; 1994. H. 74.
3. Smet B. Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia; 1994. H. 178.
4. Suma’mur. Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: CV. Sagung
Seto; 2009. H. 74, 396-404.
5. Schütte S et al. Psychosocial work exposures among European employees: explanations
for occupational inequalities in mental health. Journal of public health (serial on internet).
2015 sep (cited 2019 oct 14 ); 37(3). Available from:
https://academic.oup.com/jpubhealth/article/37/3/373/2362784  

6. Yuichirootsuka et, al. Relationship between stress coping and sleep disorders among the
general Japanese population: a nationwide representative survey. Elsevier journal and
book (serial on internet). 2017 sep (cited 2019 oct 14): 37(1).h.37-38: available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1389945717302575

7. K.‐Y. Pan  et al. Work‐related psychosocial stress and the risk of type 2 diabetes in later
life. Journal of interna medicine. (serial on internet). 2017 april (cited 2019 oct 15):
available from: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/joim.12615

8. Hasbi Ibrahim dkk. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Pekerja
Factory 2 PT. Maruki Internasional Indonesia Makassar Tahun 2016. Public Health
Science Journal. 2016 jun; 8(1): 60-80
9. Enny Nurcahyani dkk. Hubungan tingkat stres kerja dengan kinerja perawat. Jurnal care.
2016; 4(1);42-50

10. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Penerbit buku kedokteran EGC; Jakarta 2009

11. Niven. Health psychology: An Introduction for Other Health Case Profesionals. Jakarta:
ECG;2009

Anda mungkin juga menyukai