Anda di halaman 1dari 14

BAB I

ASAL-USUL BAHASA

1. Pendahuluan
Asal-usul bahasa adalah aspek bahasa yang paling banyak
dipertentangkan oleh para ahli. Hasil kajian tentang hal ini pun tidak
memuaskan karena sulitnya para penyelidik mencapai kesepakatan
tunggal. Bagaimana bahasa itu mulai ada? Untuk jawaban ini ada
beberapa teori tentang asal bahasa. Ada yang lucu, “aneh bin ajaib”,
sampai ada yang berbau ilmiah. Karena alasan inilah, Masyarakat
Linguistik Prancis pernah melarang anggotanya mendiskusikan asal
bahasa karena dianggap hanya spekulasi yang tiada artinya.
Terlepas dari kontroversi di atas, Dr. Jacob pernah mengemukakan
bahwa bahasa berkembang perlahan-lahan dari sistem tertutup ke sistem
terbuka antara 2 juta sampai 0,5 juta tahun yang lalu, tetapi baru dianggap
sebagai proto-lingual antara 100.000 hingga 40.000 tahun yang lalu.
Perkembangan yang penting baru terjadi sejak Homo Sapiens, tetapi
perkembangan bahasa yang pesat barulah di zaman pertanian (Jacob
dalam Keraf, 1983 :2).
Karena tidak adanya data tertulis mengenai bagaimana timbulnya
bahasa umat manusia dahulu kala, maka telah dilontarkan berbagai
macam teori mengenai hal itu. Teori yang ada itu secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam dua fase yaitu (1) divine origin phase atau fase
berdasarkan kedewaan, kepercayaan, mistik, takhyul, dan (2) organic
phase atau fase organis.

2. Divine Origin Phase


Fase ini berlangsung sebelum abad ke 18. Pada fase ini, manusia
masih dianggap memiliki kebudayaan primitif. Menurut teori antropologi,
kebudayaan primitif lebih banyak meyakini keterlibatan Tuhan, Dewa, Nabi
dan sejenisnya dalam permulaan sejarah berbahasa manusia. Oleh

1
karena itulah, asal usul bahasa berdasarkan hal ini sering dianggap hanya
sekadar cerita rekaan oleh para ilmuwan modern. Cerita tentang asal
bahasa banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Bahkan, hampir
setiap daerah sebenarnya memiliki cerita tentang ini. Beberapa cerita
tentang asal bahasa ini akan disajikan secara ringkas di bawah ini.
Pada abad ke 17, seorang penyelidik bahasa dari Swedia, Andreas
Kemke, menyatakan bahwa di surga, Tuhan berbicara dalam bahasa
Swedia, Nabi Adam berbahasa Denmark, sedangkan naga berbahasa
Perancis. Dengan demikian, ketiga bahasa itulah dianggap pertama kali
ada di muka bumi ini. Dan, bahasa swedia dianggap sebagai bahasa
Tuhan. Sebelumnya, seorang Belanda bernama Goropius Becanus
mengemukakan bahwa bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi di
surga adalah bahasa Belanda. Dalam versi ini, tentu saja, bahasa
Belandalah yang pertama ada.
Cerita dari Mesir lain lagi. Ceritanya begini. Pada abad ke 17 SM,
raja Mesir yang bernama Psammetichus mengadakan penyelidikan
tentang bahasa pertama. Menurut sang Raja kalau bayi dibiarkan maka ia
akan tumbuh dan berbicara bahasa asal. Untuk penyelidikan itu diambillah
dua bayi dari keluarga biasa dan diserahkannya kepada seorang gembala
untuk dirawatnya. Gembala itu dilarang berbicara sepatah kata pun
kepada bayi-bayi tersebut. Setelah sang bayi berusia dua tahun, mereka
secara spontan menyambut si gembala tadi dengan berkata “becos”.
Setelah kejadian itu, segera si gembala tadi menghadap Sri Baginda Raja
dan diceritakannya tentang bayi itu. Raja Psammetichus segera
menelitinya dan berkonsultasi dengan para penasehatnya. Menurut
mereka becos berarti roti dalam bahasa Phrygia; dan inilah bahasa
pertama di bumi ini. Cerita ini diturunkan kepada orang-orang Mesir kuno
sehingga menurut mereka bahasa Phrygia (Mesir) adalah bahasa yang
pertama ada di muka bumi ini.
Kaisar Cina T’ien-tzu, anak Tuhan (menurut Versi Cina), katanya
mengajarkan bahasa pertama pada manusia. Ada juga versi lain, seekor

2
kura-kura diutus Tuhan membawa bahasa (tulisan) kepada orang-orang
Cina. Di Jepang pun bahasa pertama dihubungkan-hubungkan dengan
Tuhan mereka, yang biasa disebut Amaterasu. Orang-orang Babilonia pun
percaya bahwa bahasa pertama berasal dari Tuhan mereka, yang
disebutnya Nadu. Di India pun cerita tentang bahasa juga ada.
Begitulah pandangan orang-orang jaman dahulu tentang asal
bahasa. Mereka selalu mengaitkan keberadaan bahasa dengan
kepercayaannya kepada Tuhan atau pun hal-hal yang berbau mistik, gaib,
dan tahyul. Dari cerita tadi, tampaknya masing-masing pemakai bahasa
menganggap bahasa merekalah yang pertama ada.

3. Organic Phase
Organic Phase atau fase organis dimulai pada akhir abad ke 18.
Pada fase ini spekulasi tentang asal-usul bahasa berpindah dari wawasan
keagamaan, mistik, dan tahyul ke alam baru yang disebutnya sebagai
alam organis. Pengutamaannya adalah berdasarkan pada logika dan hasil
observasi terhadap kenyataan bahasa yang ada. Hasilnyapun relatif lebih
akurat dan lebih dapat diterima oleh akal sehat karena mengandung nilai
keilmiahan.
Pada fase ini ada beberapa teori tentang asal usul bahasa yang
dikemukakan oleh para pakar. Di bawah ini, dikemukakan 11 teori tentang
asal usul bahasa.

3.1 Teori Tekanan Sosial


Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith. Teori ini beranggapan
bahwa bahasa manusia timbul karena adanya kebutuhan untuk saling
memahami pada manusia primitif. Apabila mereka ingin menyatakan objek
tertentu, maka mereka terdorong pula untuk mengucapkan bunyi-bunyi
tertentu. Bunyi-bunyi yang selalu mengiringi mereka untuk menyatakan
objek yang mereka kenal dengan baik akan dipolakan oleh anggota
kelompoknya dan akan dikenal sebagai tanda bahasa untuk menyatakan

3
hal itu. Misalnya, ketika orang-orang jaman dulu pergi ke sungai untuk
mandi, tiba-tiba ada seorang yang menemukan benda besar yang keras
dengan warna hitam di dasar sungai. Lalu orang yang menemukan itu
ingin mengatakan temuannya kepada rekan-rekannya, karena benda itu
belum punya nama, maka si penemu itu kemudian menyampaikan nama
benda itu dengan kata yang berbunyi batu, oleh teman-temannya bunyi
batu itu kemudian dipakai untuk menyebut benda tersebut. Demikianlah
seterusnya yang terjadi dengan objek-objek lainnya. Teori ini
beranggapan bahwa tekanan sosiallah yang menyebabkan timbulnya
bahasa. Tekanan sosial ini memaksa manusia untuk mencipta bunyi-bunyi
untuk objek yang dijumpainya atau pun kegiatan yang dilakukan.

3.2 Teori Onomatopetik atau Ekoik


Teori onomatopetik atau ekoik ini adalah teori imitasi suara yang ada
di alam ini. Teori ini diperkenalkan oleh J.G. Herder. Teori ini mengatakan
bahwa objek-objek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang
dihasilkan oleh objek-objek itu. Objek-objek yang dimaksud adalah bunyi-
bunyi binatang atau peristiwa-peristiwa alam. Manusia berusaha meniru
bunyi tokek, cecak, atau desis angin, debur gelombang, dan lain-lainnya,
kemudian menyebut objek-objek atau perbuatannya dengan bunyi-bunyi
itu. Misalnya, karena binatang tertentu suaranya cek-cek-cek, maka
disebut cecak, karena suaranya tokek, tokek, tokek, maka kemudian diberi
nama tokek. Demikian pun dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia
seperti berkokok, berkukuruyuk, mencicit, menggelegar, dan lain-lainnya.
Seorang penganut lain dari teori ini yaitu Whitney mengatakan
bahwa dalam setiap tahap pertumbuhan bahasa, banyak kata baru
muncul dengan cara ini. Miasalnya, pada anak-anak yang berusaha
meniru bunyi mobil, kereta api, dan lain-lainnya.
Teori ini ditolak oleh penentang-penentangnya dengan alasan bahwa
tidak mungkin dan juga tidak logis bahwa bahasa manusia, yang
merupakan mahluk yang lebih tinggi kedudukannya meniru bunyi dari

4
mahluk yang lebih rendah. Max Muller bahkan secara agak kasar
mengatakan bahwa teori ini hanya berlaku bagi kokok ayam dan bunyi itik,
padahal kegiatan bahasa lebih banyak terjadi di luar kandang ternak.
Karena dianggap lebih banyak berhubungan dengan binatang tadi maka
teori ini sering juga diejek dengan nama teori bow-bow oleh Max Muller.
Walaupun cukup banyak ada kritik terhadap teori ini, tetapi
kenyataannya memang cukup banyak kata-kata dalam setiap bahasa
yang merupakan tiruan bunyi dari bunyi-bunyi yang ada di alam ini. Dalam
bahasa Indonesia pun, kata-kata onomatope ini cukup banyak. Bahkan,
sampai sekarang pun ada muncul kata-kata baru yang merupakan hasil
tiruan dari bunyi objek atau peristiwa tersebut.

3.3 Teori Pooh-pooh atau Teori Interjeksi


Teori interjeksi bertolak dari asumsi bahwa bahasa lahir dari ujaran-
ujaran instingtif karena tekanan-tekanan batin, perasaan yang mendalam,
dan rasa sakit yang dialami manusia.
Pada waktu seseorang merasakan sesuatu, maka ada
kecenderungan untuk mengungkapkan perasaannya itu dengan
menunjukkan ekpresi wajah atau bagian tubuh tertentu disertai dengan
bunyi-bunyi yang keluar dari mulut atau hidungnya. Misalnya, pada waktu
seseorang jijik terhadap sesuatu hal, maka biasanya orang itu akan
secara spontan menggerakkan bagian-bagian tertentu dari tubuhnya
disertai dengan ucapan ih atau iih, atau kalau di dunia barat diungkapkan
dengan pooh, sehingga teori ini sering juga disebut dengan nama teori
pooh-pooh. Kalau seseorang sedang jengkel, maka dia melakukan
gerakan tertentu, misalnya membanting sesuatu sambil mengeluarkan
suara brengsek atau kalau penonton sepak bola, misalnya sedang
jengkel, mereka biasanya mengucapkan ooo.... Kalau sedang heran,
seseorang bisa juga mengucapkan wah, kalau sakit aduh..., dan
sebagainya.

5
Demikianlah anggapan teori ini bahwa bahasa lahir dari adanya
tekanan-tekanan batin, atau perasaan yang mendalam, atau rasa sakit
yang dialami manusia. Tekanan seperti disebutkan tadi memunculkan
kata-kata yang digolongkan ke dalam interjeksi atau kata seru. Kata seru
ini memang oleh beberapa ahli ditolak sebagai satu kelas kata, tetapi
dalam kenyataan masih ada beberapa ahli yang tetap mempertahankan
kelas kata ini. Kata seru merupakan bahasa yang utuh yang komplit untuk
menyatakan perasaan, sehingga jenis kata ini disebut bahasa afektif.
Bahasa afektif ini tidak hanya terjadi pada orang-orang yang kurang
terpelajar dan belum berkembang, tetapi juga terjadi pada orang-orang
terpelajar dan yang sudah maju dalam perkembangannya. Dengan alasan
inilah kritik yang menyatakan bahwa teori ini hanya berlaku bagi orang-
orang yang tidak terpelajar dan belum berkembang, ditolak oleh penganut
teori interjeksi ini.

3.4 Teori Nativistik atau Teori ding-dong


Teori ini dikemukakan oleh Max Muller. Pada awalnya ia mengeritik
teori onomatopetik dan teori interjeksi, kemudian ia sendiri menciptakan
teori nativistik atau ding-dong ini.
Sebagai dasar teorinya, Muller mengemukakan asumsi bahwa
terdapat suatu hukum yang meliputi hampir seluruh jagat raya ini, yaitu
bahwa setiap barang akan mengeluarkan bunyi kalau dipukul. Tiap barang
memiliki bunyi yang khas. Karena bunyi-bunyi yang khas itu, manusia lalu
memberikan responnya atas bunyi tersebut. Karena manusia memiliki
kemampuan ekspresi artikulatoris, maka responsnya juga diberikan
melalui ekspresi artikulatoris kepada apa yang diterima melalui panca
inderanya. Kemampuan ini bukan buatan manusia sendiri tetapi suatu
insting. Sebab itu, bahasa juga merupakan suatu produk dari insting
manusia, suatu kemampuan yang berada dalam keadaannya yang
primitif. Dengan insting ini, setiap impresi dari luar akan mendapatkan
ekspresi vokalnya dari dalam. Kesan yang diterima oleh panca inderanya

6
itu bagaikan pukulan pada bel sehingga melahirkan ucapan yang sesuai.
Berdasarkan hal itu, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa mulai
dengan akar, dan akar itu adalah bunyi yang khas atau bunyi pokok.
Kurang lebih ada empat ratus bunyi pokok yang membentuk bahasa
pertama ini. Misalnya sewaktu orang primitif melihat seekor serigala,
pandangannya ini menggetarkan bel yang ada pada dirinya secara insting
sehingga terucapkanlah kata wolf (serigala, ing). Teori ini sedikit sejalan
dengan teori Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah.

3.5 Teori ’Yo-He-Ho’


Teori ini menyimpulkan bahwa bahasa pertama lahir dalam suatu
kegiatan sosial. Sekelompok orang primitif dahulu bekerja sama. Mereka
selalu bersama-sama mengerjakan pekerjaan-pekerjaan semacam itu.
Untuk memberi semangat kepada sesamanya, mereka akan
mengucapkan bunyi-bunyi yang khas, yang dipertalikan dengan pekerjaan
itu. Kita pun mengalami kerja serupa, misalnya sewaktu mengangkat kayu
besar, maka kita biasanya secara spontan mengeluarkan ucapan-ucapan
atau bunyi-bunyi tertentu karena terdorong gerakan otot. Misalnya, iaaat...
atau do...rong (dorong). Ucapan-ucapan semacam itu kemudian menjadi
nama untuk pekerjaan itu, seperti diam, angkat, dan lain-lainnya.

3.6 Teori Isyarat dan Teori Isyarat Oral


Teori ini menganggap bahwa bahasa manusia bermula dari isyarat-
isyarat yang digunakan oleh manusia primitif yang menciptakan bahasa.
Itu berarti isyaratlah yang lebih dahulu ada dibandingkan bahasa. Para
pendukung teori ini menunjukkan penggunaan isyarat oleh berbagai
binatang, dan juga sistem isyarat yang digunakan oleh orang-orang
primitif. Salah satu contoh adalah bahasa isyarat yang dipakai oleh suku
Indian di Amerika Utara sewaktu mereka berkomunikasi dengan suku-
suku yang tidak sebahasa dengannya. Namun, menurut Darwin, walaupun
isyarat itu dipergunakan dalam berkomunikasi, dalam beberapa hal isyarat

7
tidak dapat digunakan, umpamanya orang tidak dapat memberikan isyarat
di tempat gelap, atau kalau kedua tangan telah memegang benda
tertentu, atau kalau yang diajak berkomunikasi tidak melihat isyarat atau
kalau orang yang diajak berkomunikasi itu buta.
Isyarat yang digunakan oleh manusia dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis, yaitu : (1) gerakan mimetik berupa gerakan-gerakan atau
ekspresi wajah seseorang untuk menyatakan emosi atau pun perasaan,
(2) gerakan pantomimetik berupa gerakan-gerakan tubuh, dan (3) gerakan
artikulatis, beruapa gerakan alat-alat ucap manusia. Isyarat artikulatoris
inilah yang menjadi cikal bakal bahasa manusia sekarang ini. Gerakan
artikulatoris ini dipakai karena adanya keadaan seperti di atas (tempat
gelap, tangan berisi barang, orang tidak melihat isyarat atau buta).
Keterbatasan isyarat mimetik dan pantomimetik inilah yang mendorong
digunakan isyarat artikulatoris berupa bahasa lisan. Inilah alasan teori
isyarat lisan atau oral tersebut mengenai asal-usul bahasa.

3.7 Teori Permainan Vokal


Pendukung teori ini menyimpulkan bahwa bahasa primitif
menyerupai bahasa anak-anak sebelum mereka merangkai bahasanya
seperti bahasa orang dewasa. Pada awalnya, bahasa manusia yang
sekarang adalah berupa dengungan dan senandung yang tidak
berkeputusan dan tidak mengungkapkan pikiran apa pun. Hal ini mirip
dengan senandung atau nyanyian orang-orang tua untuk membuai dan
menyenangkan anaknya (seorang bayi) supaya tidak menangis. Dengan
demikian, bahasa dianggap timbul dari permainan vokal.
Organ-organ bicara mula-mula dilatih dalam permainan vokal itu
untuk mengisi waktu senggang. Setelah organ bicara itu cukup terlatih
(lentur) barulah dipakai untuk menciptakan ujud ungkapan-ungkapan
setengah musik. Ujud ungkapan ini berupa ungkapan yang bersifat puitis.
Dari wujud ini berkembanglah keharmonisan bunyi dan makna.
Sehubungan dengan ini, Jepersen beranggapan bahwa bahasa manusia

8
mula-mula lebih bersifat puitis, dalam permainan yang riang gembira,
dalam cinta remaja yang ceria, dalam suatu impian yang romantik. Contoh
bahasa seperti ini, dapat kita perhatikan bahasa mantra tradisional dari
dukun atau pawang.

3.8 Teori Kontrol Sosial


Teori ini beranggapan bahwa bahasa adalah media utama yang
memungkinkan manusia bekerja sama. Dengan demikian, bahasa adalah
alat untuk melakukan kontrol sosial terhadap tingkah laku manusia. Oleh
karena itulah, bahasa itu mula-mula muncul untuk membantu manusia
bekerja sama dalam mencapai tujuan. Kontrol sosial itu dapat berupa
meminta pertolongan, membantu sesama, bekerja bersama, melindungi
diri dan kelompok, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini mengharuskan
manusia menciptakan suatu media yang dapat menampung segala
maksud tersebut sehingga tercipta suatu harmonisasi kehidupan bersama.
Media untuk menampung hal itu adalah bahasa.
Kontrol sosial ini sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh manusia.
Hampir semua mahluk hidup di bumi ini mempunyai keinginan dan cara
tersendiri untuk melakukan kontrol sosial. Binatang pun mempunyai
ujaran-ujaran yang berfungsi sosial. Misalnya, panggilan induk ayam
ketika seekor elang melintas di atasnya, membangkitkan respons tertentu
pada anak-anaknya untuk mencari tempat persembunyian. Kontrol sosial
ini tentunya berwujud teriakan yang sangat sederhana karena
kemampuan artikulatoris dan intelektualnya yang tidak berkembang
seperti manusia.
Pada manusia, kontrol sosial itu diwujudkan dengan bunyi-bunyi
yang dihasilkan oleh alat-alat ucapnya yang sudah lebih sempurna dan
dilatih sehingga lentur. Selain itu, otak manusia yang berkembang
akhirnya membantu mereka menciptakan suatu tanda bahasa yang nyaris
sempurna untuk kegiatan komunikasi sosial tersebut.

9
3.9 Teori Kontak
Teori ini sebagian kecilnya mirip dengan teori tekanan sosial, tetapi
pada bagian lainnya menyerupai teori kontrol sosial, sehingga dapat
dikatakan sebagai sintesis antara kedua teori tersebut.
Menurut teori ini, bahasa itu muncul karena adanya keinginan pada
manusia untuk mengadakan kontak yang tak terbatas. Kontak itu
dibedakan atas tiga jenis yaitu (1) kontak spasial (kontak karena
kerapatan fisik), (2) kontak emosional, (3) kontak intelektual.
Pada tahap yang sangat rendah, yaitu pada tahap instingtif,
kebutuhan untuk mengadakan kontak ini tampaknya dapat dipenuhi oleh
kontak spasial yaitu kontak berupa kerapatan jarak fisik. Tetapi, semakin
berkembang kehidupan itu maka manusia memerlukan kontak secara
emosional. Pada tingkat ini kepuasan itu akan tercapai karena adanya
kedekatan emosional dengan orang lain. Kedekatan ini akan menimbulkan
saling pengertian, simpati, dan empati pada orang lain. Kontak emosional
ini akan dapat mengalahkan kontak spasial. Sebagai contoh, dua orang
sebut saja si A yang tinggal di Bali dan si B yang tinggal di Jakarta merasa
secara emosional sangat dekat karena mereka berdua saling menyayangi.
Sebaliknya, si C dan si D yang tinggal satu rumah justru merasa asing
karena secara emosi mereka bermusuhan.
Dengan demikian, kontak emosional adalah hal yang esensial pada
tingkah laku berbahasa. Bahasa hanya mungkin ada bila ada hubungan
personal antara orang-orang yang mampu berbicara.
Aspek terakhir dari kontak yang sangat esensial bagi perkembangan
bahasa adalah kontak intelektual. Kalau kontak emosional berfungsi untuk
menyampaikan emosi, maka kontak intelektual ini berfungsi untuk bertukar
pikiran. Seorang anak manusia yang tak pernah terlibat dalam jaringan
kontak intelektual dengan orang-orang lain, tidak akan memahami
pengaruh bahasa sebagai alat untuk komunikasi intelektual. Kontak
emosional dan kontak intelektual inilah yang mendorong lahirnya suatu
alat komunikasi berupa bahasa.

10
3.10 Teori Hockett-Ascher
Teori ini dikembangkan oleh Charles F. Hockett dan Robert Ascher.
Mereka ini mensintesiskan beberapa penelitian para ahli, seperti
penelitian antropologi, arkeologi, fosil-fosil secara geologis, dan lain-
lainnya lagi.
Pada prinsipnya, para ahli menerima bahwa mahluk yang disebut
proto hominoid sudah memiliki semacam “bahasa” sebagai alat
komunikasi. Sistem komunikasinya itu disebut call atau panggilan.
Proto hominoid itu tidak mampu berbicara. Mereka menggunakan
sistem komunikasi atau call yang sederhana, yang hanya terdiri dari enam
tanda distingtif atau pembeda. Keenam sistem call atau panggilan itu
adalah :
1. call untuk menandakan adanya makanan,
2. call untuk menyatakan adanya bahaya,
3. call untuk menyatakan persahabatan atau keinginan untuk
bersahabat,
4. call untuk perhatian seksual,
5. call untuk menyatakan kebutuhan akan perlindungan keibuan,
6. call yang tidak mempunyai arti dan hanya menunjuk di mana
gobbon atau jenis proto hominoid itu berada; call ini berfungsi untuk
menjaga agar anggota kelompok tidak terpisah terlalu jauh ketika
mereka bergerak di antara pohon-pohonan.
Call inilah yang merupakan cikal-bakal bahasa manusia. Prosesnya
adalah sesuai dengan proses evolusi proto hominoid itu sampai menjadi
manusia seperti sekarang ini.
Mahluk proto hominoid yang dulunya hidup dipohon-pohon mulai
turun ke tanah dan membentuk kelompok-kelompok. Dalam kehidupannya
ini, mereka mulai berkurang menggunakan mulutnya untuk memegang
makanan karena mereka tidak perlu lagi bergelayutan dengan kedua
tangannya di atas pohon. Akibat dari ini tentu saja mulutnya mulai
menganggur. Dari sana, mahluk itu kemudian memanfaatkan mulutnya

11
untuk mengeluarkan bunyi-bunyi yang lebih bervariasi. Call yang dulunya
hanya bersifat tertutup diarahkan kepada sistem yang bersifat lebih
terbuka yang menjadi ciri dari bahasa manusia.
Call yang bersifat tertutup maksudnya adalah hanya dipakai untuk
menyatakan satu panggilan saja. Secara prinsip, proto hominoid tidak
mampu mengeluarkan tanda yang memiliki ciri-ciri gabungan dari dua
jenis call atau lebih. Misalnya, jika ia berjumpa dengan makanan dan
menghadapi bahaya pada waktu yang bersamaan, maka ia hanya
menggunakan salah satu call, bukan menggabungkan kedua-duanya,
atau bagian dari keduanya.
Sementara itu, call terbuka maksudnya adalah kita (manusia) dapat
dengan bebas mengucapkan apa yang belum pernah kita ucapkan atau
dengar sebelumnya, sementara maknanya dapat juga dipahami dengan
mudah. Oleh karena itu, sistem call dan bahasa manusia memiliki
perbedaan minimal dalam dua hal, yaitu :
1. sistem call tidak mengandung ciri pemindahan, bahasa justru
memiliki ciri ini. Ciri pemindahan mengandung pengertian bahwa
kita dapat berbicara dengan bebas mengenai suatu hal yang jauh
letaknya dari pandangan kita, atau sesuatu yang berada pada
masa lampau, atau masa yang akan datang. Proto hominoid tidak
dapat melakukan itu.
2. Ujaran dari suatu bahasa terdiri dari susunan unit-unit tanda yang
disebut fonem yang tidak mengandung makna, tetapi berfungsi
untuk memisahkan ujaran-ujaran yang bermakna. Jadi, bahasa
memiliki dua struktur, yaitu struktur yang tidak mengandung makna
dan struktur yang mengandung makna.
Demikianlah pandangan teori ini bahwa bahasa itu berkembang dari
sistem call yang tertutup menuju ke bahasa yang merupakan sistem call
yang terbuka. Perkembangan itu terjadi sejalan dengan perkembangan
mahluk yang disebut proto hominoid sampai menjadi manusia yang dapat
berpikir seperti sekarang ini.

12
Rangkuman
Asal usul bahasa merupakan salah satu kajian linguistik yang
banyak diperdebatkan oleh para linguis. Bahkan, para linguis Prancis
pernah melarang anggotanya untuk membicarakan asal-usul bahasa.
Terlepas dari larangan masyarakat linguis Prancis tersebut, Dr.
Jacob mengemukakan bahwa bahasa berkembang dari sistem tertutup
menuju sistem terbuka antara 2 juta sampai ½ juta tahun yang lalu, tetapi
bari dianggap sebagai protolingual antara 100.000 hingga 40.000 tahun
yang lalu. Perkembangan pesat terjadi ketika zaman pertanian mulai
berkembangan di kalangan manusia di bumi ini.
Dari jangka waktu tersebut hingga sekarang, teori asal-usul bahasa
selanjutnya dapat dikelompokkan menjadi dua fase. Fase pertama yaitu
fase yang berkembang sebelum abad ke 18. Fase ini disebut fase
kedewaan atau lebih dikenal dengan Divine origin phase. Fase ini
dipengaruhi oleh kebudayaan primitif. Pada fase ini, manusia lebih banyak
meyakini keterlibatan Tuhan, Dewa, Nabi dan sejenisnya dalam
perkembangan bahasa. Dengan dasar kepercayaan seperti itu, maka
asal-usul bahasa selalu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat gaib
kadang-kadang juga tidak masuk akal menurut pola pikir manusia modern.
Fase ke dua adalah fase organis atau organic phase. Fase ini
dimulai pada akhir abad ke 18. Pada fase ini, spekulasi tentang asal-usul
bahasa berpindah dari wawasan keagamaan, mistik, tahyul menuju alam
baru yang disebut alam organis. Teori asal-usul bahasa yang muncul
paswa fase ini didasarkan pada pola berpikir logis dengan mendasarkan
diri pada pengamatan.
Pada fase organis ini muncul beberapa teori asal-usul bahasa, yaitu
(1) Teori Tekanan Sosial yang dikemukakan oleh Adam Smith, (2) Teori
Onomatopetik atau Teori Ekoik yang dikemukakan oleh J.G. Herder yang
kemudian ditentang oleh Max Muller, (3) Teori Pooh-Pooh atau Teori
Interjeksi, (4) Teori Nativistik atau Teori Ding-Dong oleh Max Muller, (5)

13
Teori Yo-He-Ho, (6) Teori Isyarat dan Isyarat Oral, (7) Teori Permainan
Vokal, (8) Teori Kontrol Sosial, (9) Teori Kontak, (10) Teori Hocket-Asher.

Tugas Latihan
1. Jelaskan perbedaan pandangan mengenai asal-usul bahasa antara
divine origin phase dan organic phase!
2. Kapan bahasa mulai berkembang dengan pesat dan mengapa pada
saat itu?
3. Jelaskan secara singkat pandangan teori-teori pada fase organis (10
teori) mengenai asal-usul bahasa. Sedapat mungkin berikan contoh-
contohnya!
4. Apa perbedaan alat komunikasi yang dipakai oleh binatang dengan
bahasa manusia?

14

Anda mungkin juga menyukai