Anda di halaman 1dari 15

ETNOKOREOLOGI

DOSEN PENGAMPU:
Regaria Tindarika, M.Pd

OLEH:

Deni Slamet (F1111181023)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI PERTUNJUKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Etnokoreologi.

Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya berbagai sumber


referensi. Oleh karena itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada ibu
Regaria Tindarika, M.Pd selaku dosen pengampu.

Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya
sebagai penyusun dan umumnya bagi pembaca dalam menambah pengetahuan
tentang “Etnokoreologi”. Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saya mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.

Pontianak, Agustus 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

A.LATARBELAKANG..............................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3

A.PENGERTIAN ETNOKOREOLOGI MENURUT PARA AHLI..........3

B.SEJARAH ETNO KOREOLOGI............................................................4

C. ILMU DISIPLIN DALAM ETNOKOREOLOGI..................................6

BAB 3 PENUTUP...................................................................................................8

A.KESIMPULAN........................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

PILIHAN GANDA................................................................................................10

BIODATA..............................................................................................................12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Apresiasi dan Kreasi (seni daerah setempat, nusantara dan mancanegara)


adalah kompetensi utama yang terdapat dalam pendidikan seni menurut
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Adapun standar kompetensi lulusan
menurut Kurikulum 2013 menekankan pada penguatan kompetensi sikap (belajar
mengapa), kompetensi keterampilan (belajar bagaimana), dan kompetensi
pengetahuan (belajar apa). Akibatnya, pendidikan harus diarahkan pada
penguatan keterampilan kreatif dengan merangsang siswa untuk mengamati,
menanya, mencoba/mengolah, menalar, dan menyaji.

Proses pembelajaran dalam penguatan keterampilan mengamati yang


diakhiri dengan keterampilan menyaji menjadi tantangan tersendiri bagi guru.
Mengamati penampilan seni lalu merangsang siswa bertanya untuk
menumbuhkan sikap menghargai selanjutnya merangsang siswa untuk
menyajikannya kembali, memerlukan kemampuan guru yang luwes, dan terampil.
Mengapa demikian, karena guru selayaknya membuat siswa berperilaku kreatif
melalui tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban benar, mentolerir jawaban
yang nyeleneh, menekankan pada proses bukan hasil saja, memberanikan siswa
unuk mecoba menentukan sendiri yang kurang jelas/kurang informasi, memiliki
interpretasi sendiri terkait pengetahuan atau kejadian dan, memberikan
keseimbangan antara kegiatan terstruktur dan kegiatan spontan/ekspresif.

Mengamati dan menyaji seperti halnya apresiasi dan kreasi dalam seni tari
adalah dua kompetensi yang berbeda yang memerlukan analisis yang berlainan.
Pengalaman terpetik dari lapangan dalam pendidikan seni tari adalah tidak adanya
relevansi antara kedua kompetensi tersebut. Bahkan, para siswa mencari sendiri
pelatih tari untuk menampilkan kreasi tari yang baru. Makalah ini mencoba
mengurai dan memandu para pendidik dan praktisi untuk mengamati dan

1
menganalis tari dengan kajian etnokoreologi serta menyajikannya dalam
perspektif pembelajaran seni tari.

Mengamati seni tari adalah kegiatan apresiasi yang bertujuan untuk


menumbuhkan sikap menghargai. Untuk dapat menghargai seni, seseorang harus
memahami seni itu sendiri. Darimana (daerah/budaya, masyarakat
pendukungnya), seni tersebut berasal, kapan diciptakan, siapa penciptanya,
bagaimana penampilan seni tersebut dan sebagainya, Untuk sampai pada taraf
pemahaman tari etnis yang komprehensif, diperlukan pengkajian dan diantaranya
dengan pendekatan etnokoreologi.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETNOKOREOLOGI MENURUT PARA AHLI

Etnokoreologi berasal dari kata etno yang berarti etnis, koreo berarti tari.
Dengan demikian etnokoreologi mengandung arti ilmu tentang tari-tari etnis.
Dalam hal ini etnokoreologi berbeda dengan koreologi yang cenderung mengkaji
tari khususnya Ballet. Apabila koreologi analisisnya hanya geraknya saja, maka
analisis etnokoreologi menyertakan juga keterlibatan masyarakat pendukung tari
itu sendiri. Hal tersebut tentu ada sebabnya. Pertama tari adalah produk sebuah
masyarakat. Kedua, sebagai produk masyarakat mengandung nilai-nilai yang
dianut masyarakat tersebut. Ketiga, nilai yang dianut masyarakat satu dengan
masyarakat lainnya itu berbeda. Keempat, menilai/mengapresiasi sebuah tari etnis
tidak bisa berlaku umum harus dengan acuan nilai yang dianut masyarakat
pemilik budaya tarinya.

Dalam hal ini Marco DeMarinis seorang ahli linguistik yang meneliti seni,
menyimpukan bahwa seni pertunjukan adalah sebuah entitas yang multilapis.
Lebih lanjut Marinis menyatakan bahwa analisis seni pertunjukan terdiri atas
analisis teks yang berlapis yang terdiri dari gerak, musik, rias-busana, lighting,
pola lantai, dll. analisis konteks tari yang dibantu dengan disiplin sejarah,
antropologi, sosiologi, estetika etnis, arkeologi, dll. Dengan demikian idealnya
untuk mengapresiasi sebuah tari diperlukan pendekatan multidisiplin.
Pemahamanan tersebut diperlukan oleh seorang guru seni yang handal agar dapat
meningkatkan kompetensi profesionalnya.

Gertrude P. Kurath juga pernah memperkenalkan istilah etnokoreografi


(ethnochoreography) sebagai pendanaan dari istilah “etnologi tari”, yang
didefinisikan sebagai pengkajian ilmiah tentang tari mengenai segala hal penting

3
yang berkaitan dengan kebudayaan, fungsi-fungsi keagamaan atau
simbolismenya, atau bahkan juga kedudukannya dalam masyarakat.

Istilah etnokoreografi juga pernah digunakan oleh Anya Peterson Royce


dalam bukunya The Anthropology of Dance. Hanya saja, berbeda dengan Kurath,
Royce menggunakan istilah ini khusus untuk menyebut sistem analisis struktural
yang lebih terkait dengan konsepsi-konsepsi gerak masyarakat pribumi.

Demikian pula I Made Bandem, dalam bukunya yang berjudul Etnologi


Tari Bali, memperkenalkan istilah Kurath etnokoreografi, tetapi yang
dimaknainya sebagai konsep-konsep tentang penciptaan tari suatu bangsa.

Di Inggris istilah choreology juga pernah digunakan secara agak luas,


tetapi dimaknai sebagai “ sistem notasi tari” yang menggunakan garis-garis
pendek (sticks) yang diciptakan oleh istri-suami Joan dan Rudolf Benesh. Bahkan,
tempat pelatihan dalam penggunaan sistem ini didirikan pula di London yaitu
“Institute of Choreology”.

B. SEJARAH ETNOKOREOLOGI

Dunin menelusuri kemunculan etnochoreologi kembali ke tahun 1950-an,


dengan publikasi oleh dua saudara perempuan Janković di Serbia dan oleh
Gertrude Kurath di Amerika Serikat, dan peran yang dimainkan oleh Maud
Karpeles di Inggris.

Dunin menjelaskan bahwa Janković bersaudara dan Gertrude Kurath tidak


pernah bertemu tetapi mereka terhubung melalui International Folk Music
Council (IFMC), yang disumbangkan oleh Maud Karpeles untuk diluncurkan
pada tahun 1947.

Maud Karpeles, sebagaimana dikisahkan Dunin, Meneliti tarian rakyat di


Inggris bersama Cecil Sharp sejak 1911.

Setelah kematian Cecil Sharp, Maud Karpeles terus meneliti tari tetapi
hubungannya membawanya melakukan perjalanan ke luar negeri, ke Praha dan

4
Prancis, yang memberinya visi yang lebih luas tentang tari di luar bentuk bahasa
Inggris.

Selanjutnya, Dunin Melanjutkan, 'perluasan visi' Karpeles mungkin


memengaruhi langkah selanjutnya, dengan memandu penggabungan “English
Folk Dance Society (EFDS) dan Folk-Song Society (FSS)” ke dalam English Folk
Dance and Song Society (EFDSS) pada tahun 1932, yang kemudian
menyelenggarakan festival tarian rakyat Eropa pada tahun 1935.

Sekitar 500 penari dari 16 negara yang berbeda, menurut Dunin


mengambil bagian yang, sebelum pulang ke rumah, mendirikan badan informal
bernama 'International (Advisory) Folk Dance Council'.

Dunin kemudian menjelaskan bahwa, setelah gangguan yang disebabkan


oleh Perang Dunia Kedua, Dewan Tarian Rakyat Internasional (Penasihat)
berkumpul kembali di London pada tahun 1947, memutuskan konstitusi Dewan
Musik Rakyat Internasional (Tari dan Lagu).

Dunin menulis bahwa Karpeles memprakarsai sebuah kelompok untuk


studi tari, sebagai bagian dari IFMC, dengan jangkauan internasional, yang
termasuk dalam daftar nama untuk kerjasama internasionalnya, Janković (untuk
Yugoslavia) dan Gertrude Kurath (untuk Amerika Serikat).

Memang, kelompok studi etnochoreology bagian dari IFMC


dikembangkan lebih lanjut pada tahun 1962 oleh sekelompok sarjana tari Eropa
Timur yang dikoordinasikan, antara tahun 1962 dan 1981, oleh Vera Proca-
Ciortea dari Rumania (Giurchescu dan Torp, 1991; Dunin, 2014).

Pada tahun 1981, International Folk Music Council (IFMC) berganti nama
menjadi International Council for Traditional Music (ICTM) (Dunin, 2014, h.
202) dan kelompok etnochoreology menjadi ICTM Study Group on
Ethnochoreology seperti yang masih dikenal hingga saat ini.

Etnochoreology bukan hanya studi atau katalogisasi dari ribuan bentuk


eksternal tarian — gerakan tarian , musik, kostum, dll. —Di berbagai belahan

5
dunia, tetapi upaya untuk memahami tarian sebagaimana yang ada dalam
peristiwa sosial dari komunitas tertentu serta dalam sejarah budaya komunitas.
Tarian bukan hanya representasi statis dari sejarah , bukan hanya gudang makna,
tetapi penghasil makna setiap kali diproduksi — bukan hanya cermin hidup dari
suatu budaya, tetapi bagian yang membentuk budaya, kekuatan di dalam budaya:

“Kekuatan tari terletak pada tindakan pertunjukan oleh penari dan


penonton, dalam proses memahami tarian… dan dalam menghubungkan
pengalaman tari dengan kumpulan ide dan pengalaman sosial lainnya”

Pada tahun 1962, Dewan Internasional untuk Musik Tradisional


membentuk kelompok kerja yang meletakkan dasar-dasar bidang ini dan
mendefinisikan etnochoreology sebagai ilmu. Anca Giurchescu , yang kemudian
menjabat sebagai ketua Kelompok Studi Etnochoreology dari tahun 1998 hingga
2006, adalah anggota komite tahun 1962.

C. ILMU DISIPLIN DALAM ETNOKOREOLOGI

Etnokoreologi dapat dipandang sebagai sebuah cabang dari disiplin


koreologi atau cabang dari disiplin antropologi budaya, sebagaimana
etnomusikologi. Dari satu sisi etnomusikologi dapat dipandang sebagai cabang
dari antropologi, khususnya etnoart, yang bertujuan mempelajari musik dari
berbagai macam suku bangsa.

Kalau ethnoart dapat didefinisikan sebagai sebuah cabang ilmu


pengetahuan yang mempelajari berbagai macam bentuk dan jenis kesenian yang
non-Barat, maka etnokoreologi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah cabang
atau ranting ilmu pengetahuan yang mempelajari tari-tarian dari berbagai macam
suku bangsa non-Barat.

Etnokoreologi sebagai sebuah sub-sub-disiplin juga harus memiliki dua


obyek, yakni (a) obyek material dan (b) obyek formal. Obyek materialnya adalah
keseluruhan jenis ‘tarian’ yang ada pada berbagai suku bangsa di dunia. Apakah
suku-suku bangsa ini akan dibatasi hanya pada suku-suku bangsa non-Barat,

6
ataukah akan mencakup juga di dalamnya orang-orang Barat, hal itu tergantung
pada kesepakatan di antara para ahli etnokoreologi sendiri.

Obyek formal atau paradigma yang ada pada etnokoreologi juga tidak
berbeda dengan paradigma yang ada dalam etnoart dan etnosains, karena
etnokoreologi merupakan salah satu sub-disiplinnya. Meskipun demikian,
etnokoreologi juga dapat menggunakan paradigma-paradigma lain yang sudah ada
dalam antropologi budaya.

7
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Etnokoreologi berasal dari kata etno yang berarti etnis, koreo berarti tari.
Dengan demikian etnokoreologi mengandung arti ilmu tentang tari-tari etnis.

Dunin menelusuri kemunculan etnochoreologi kembali ke tahun 1950-an,


dengan publikasi oleh dua saudara perempuan Janković di Serbia dan oleh
Gertrude Kurath di Amerika Serikat, dan peran yang dimainkan oleh Maud
Karpeles di Inggris.

Pada tahun 1962, Dewan Internasional untuk Musik Tradisional


membentuk kelompok kerja yang meletakkan dasar-dasar bidang ini dan
mendefinisikan etnochoreology sebagai ilmu. Anca Giurchescu , yang kemudian
menjabat sebagai ketua Kelompok Studi Etnochoreology dari tahun 1998 hingga
2006, adalah anggota komite tahun 1962.

Etnokoreologi dapat dipandang sebagai sebuah cabang dari disiplin


koreologi atau cabang dari disiplin antropologi budaya, sebagaimana
etnomusikologi. Dari satu sisi etnomusikologi dapat dipandang sebagai cabang
dari antropologi, khususnya etnoart, yang bertujuan mempelajari musik dari
berbagai macam suku bangsa.

Etnokoreologi sebagai sebuah sub-sub-disiplin juga harus memiliki dua


obyek, yakni (a) obyek material dan (b) obyek formal. Obyek materialnya adalah
keseluruhan jenis ‘tarian’ yang ada pada berbagai suku bangsa di dunia. Apakah
suku-suku bangsa ini akan dibatasi hanya pada suku-suku bangsa non-Barat,
ataukah akan mencakup juga di dalamnya orang-orang Barat, hal itu tergantung
pada kesepakatan di antara para ahli etnokoreologi sendiri.

8
DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made dan Fredrick Eugene deBoer. 1995. Balinese in Transition :


Kaja and Kelod. Edisi Kedua, Kuala Lumpur : Oxford University Press.
1996. Etnologi Tari Bali. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 2013. : Penulisan Buku


Kurikulum 2013. Jakarta, 3-5 September 2013

Marinis, Marco De. 1993. The Semiotics of Performance. Terj. Aine O’Healy.
Bloomington dan Indianapolis : Indiana University Press, 1993.

Maquet, J. 1971. Introduction to Aesthetics Antropologhy. Massachusetts :


Addisons - Wesley

9
PILIHAN GANDA

1. pengkajian ilmiah tentang tari mengenai segala hal penting yang berkaitan
dengan kebudayaan, fungsi-fungsi keagamaan atau simbolismenya, atau bahkan
juga kedudukannya dalam masyarakat merupakan definisi etnokoreologi
menurut...

a. Soedarsono
b. Gertrude P. Kurath
c. Anya Peterson Royce
d. Anca Giurchescu

2. siapa yang memperkenalkan istilah ”Kurath etnokoreografi” dalam pengkajian


tentang etnokoreologi.....
a. Soedarsono
b. I Made Bandem
c. Anya Peterson Royce
d. Anca Giurchescu

3. Etnokoreologi berasal dari kata etno dan koreo yang berarti ......
a. etnis dan tari
b. tari dan etnis
c. etnis dan gerak
d. gerak dan etnis

4. tokoh yang pernah menjabat sebagai ketua Kelompok Studi Etnochoreology


dari tahun 1998 hingga 2006 adalah
a. Soedarsono
b. I Made Bandem
c. Anya Peterson Royce
d. Anca Giurchescu

10
5. Etnokoreologi sebagai sebuah sub-sub-disiplin juga harus memiliki dua obyek,
yakni....
a. formal dan nonformal
b. material dan nonmaterial
c. material dan formal
d. semua benar

11
BIODATA

NAMA : Deni Slamet

NIM : F1111181023

TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR : Naram, 10 Desember1998

JENIS KELAMIN : Laki - Laki

ALAMAT : Singkawang

Kel/Desa : Naram Hulu

Kecamatan : Singkawang Utara

Kabupaten/kota : Singkawang

ALAMAT(Sekarang) : Sungai Raya Dalam, Dango 1 No. B22

AGAMA : Islam

PEKERJAAN : Belum Bekerja

RIWAYAT PENDIDIKAN : -SDN 04 Singakawang Utara

-SMPN 8 Singkawang

-SMAN 3 Singakawang

-Universitas Tanjungpura

12

Anda mungkin juga menyukai