DISUSUN OLEH :
NIM 043510812
( FHISIP )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
penyertaan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Seni Pertunjukan Ketoprak. Dan
juga kami berterima kasih pada dosen matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang
telah membimbing kami menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai pertunjukan ketoprak. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
anda dari perbaikan makalah diwaktu yang akan datang.
Kata Pengantar.............................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii
Bab 1 Pendahuluan...................................................................................................... 1
Bab 2 Pembahasan...................................................................................................... 5
Bab 3 Penutup............................................................................................................... 24
Kesimpulan..................................................................................................................... 24
Daftar Pustaka............................................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
1
Masunah, Juju dan Tati Narawati, Seni dan Pendidikan Seni (Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Seni dan Tradisional (P4ST) UPI, 2003), hlm. 35
2
Tim Peneliti Universitas Udayana, Peranan Kesenian dan Kebudayaan : Sebagai Media Diplomasi
dan Komunikasi Antarbangsa, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri, 1988),
hlm. 17
Dalam era modern ini seni pertunjukan tradisional kian tenggelam dan tergusur.
Seni pertunjukan tradisional juga kurang diminati oleh generasi muda sekarang.
Generasi muda sekarang lebih memilih menonton bioskop, konser music dan
sebagainya. Adanya media massa elektronik seperti televisi juga menjadi kemunduran
seni pertunjukan tradisional. Meskipun seni pertunjukan tradisional tayang di televisi
namun, tetap saja masyarakat lebih memilih drama ataupun sineteron yang lebih sering
ditayangkan dan banyak sekali di televisi. Sementara itu peminat seni pertunjukan
tradisional hanya beberapa seglintir orang, mungkin hanya beberapa orang tua yang
melihat seni pertunjukan tradisional hanya untuk mengenang masa-masa mudanya.
Meski seni pertunjukan melakukan pengembangan agar terlihat modern agar menarik
perhatian dan peminat maupun generasi pemuda, tetap saja seni pertunjukan
tradisional tergusur oleh perkembangan zaman yang kian modern ini.
Menggali nilai-nilai tradisi di era modernisasi seperti saat ini sama halnya
memasuki dua ruang tak berpintu. Masing-masing memiliki dunia sendiri-sendiri yang
menutup kemungkinan terjadinya kompromi. Untuk saat ini, keduanya tak mungkin
bertemu karena tak ada jalan pada masing-masing ruang untuk keluar maupun
membuka diri. Keduanya mendiami dunia yang berbeda dan bersikukuh dengan
ideologi masing-masing yang berbeda pula. Di Indonesia, hal inilah yang terjadi 3. Dalam
kaitannya dengan ketoprak sebagai salah satu produk kebudayaan nasional, penafsiran
kembali nilai-nilai konvensional dapat dilakukan dengan menelusuri sejarah seni tradisi
ini terbentuk. Catatan sejarah diperlukan dalam upaya mengembangkan dan mereka-
reka kembali nilai-nilai tradisi untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pengkajian seperti ini penting selain sebagai bentuk dokumentasi juga sebagai salah
satu upaya untuk mencari kebenaran yang sejati tentang hakikat seni tradisi ketoprak.
Apalagi, hal yang sama jarang sekali dilakukan oleh peneliti lain. Tidak sekadar itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan penerangan kepada masyarakat bahwa
bangsa ini memiliki satu seni tradisi yang luar biasa, yaitu ketoprak.
3
Chafit Ulya, “Kajian Historis Dan Pembinaan Teater Tradisional Ketoprak” (Tesis) (Surakarta:
Universitas Sebelas Maret, 2011), hlm 14
2. Bagaimana eksistensi dari Seni Pertunjukkan Ketoprak?
1.3Tujuan Penelitian
PEMBAHASAN
Jawa sebagai suatu masyarakat budaya yang ditinjau dari segi historisnya
ternyata sangat tua, memiliki seni tradisional budaya yang sangat banyak sekali
macamnya, yang meliputi seni rupa, seni tari, seni sastra dan seni teater (drama).
Termasuk dalam kategori seni rupa antara lain adalah seni ukir dan seni tatah. Wayang
kulit, jatilan, reog termasuk dalam kategori seni tari. Seni sastra berupa bentuk-bentuk
puisi seperti khinanti, pangkur, dan bentuk-bentuk prosa seperti babad dan cerita
rakyat. Dalam seni pertunjukan/teater Jawa ada ketoprak, wayang wong dan juga
ludruk.
Ketoprak sendiri merupaka salah satu seni masyarakat tradisonal yang pernah
cukup popular di masyarakat Jawa pada tahun 1970-1980an. Pada saat itu ketoprak
yang pada awalnya merupakan kesenian yang dipentaskan di jalanan (ngamen/ongkek)
kemudian bisa berkembang menjadi seni pertunjukan yang dipentaskan di panggung
bahkan masuk layar televisi.4 Dianggap sebagai salah satu seni ‘perlawanan’ terhadap
seni keraton, semisal wayang kulit, ataupun wayang wong. Ketoprak dapat diartikan
sebagai seni drama panggung tradisional atau sandiwara khas masyarakat Jawa Tengah.
Kesenian ini diperkirakan mulai ada kira-kira tahun 1887 di suatu desa bagian selatan
Yogyakarta, yang pada waktu itu dimainkan oleh anak-anak pada saat terang bulan
dengan iringan lesung dan bunyi bunyian lainnya yang dapat diketemukan. 5
Sebagai salah satu seni tradisional yang mungkin banyak dianggapsebagai salah
satu seni perlawanan terhadap seni keraton, sejarah mencatat justru sebaliknya.
Meskipun kesenian ketoprak merupakan tradisi masyarakat agraris, sejarah lahirnya
kesenian ketoprak modern tak bisa lepas dari peran Keraton Kasunanan Surakarta pada
awal abad ke-20. Karena salah satu bukti tertua justru mencatat bahwa Ketoprak pertaa
kali di pentaskan di keraton Surakarta. Kristian Haryanto, anggota Dewan Kesenian
Surakarta dan salah satu pemain gender terbaik di kota itu, mengatakan bahwa seorang
4
Evie Nur Afifah, 2014, Seni Ketoprak Di Era Modernisasi (Studi Kasus Di Lingkungan Balaikambang
Kodya Surakarta), Jurnal FKIP UNS Surakarta.
5
Juli Christanto, 1992, Peluang Pengembangan Seni Tradisional Ketoprak Sebagai Atraksi Wisata,
Skripsi Universitas Kristen Petra, hlm. 2.
pejabat Kasunanan telah membina seniman-seniman ketoprak lesung, kemudian
mementaskan di kediamannya pada 1908. Pentas mereka masih menggunakan lesung,
belum menggunukan iringan gamelan. Baru pada periode 1925-26 M, pertunjukan
ketoprak tak hanya menggunakan iringan musik lesung, tetapi juga gamelan sederhana,
juga alat musik gesek dan petik dari Eropa. Tema cerita, tata kostum dan tata pentas
pun mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.6
Banyak sumber yang mengatakan bahwa pencipta dari kesenian ketoprak tidak
dapatdiketahui hingga kini. Hanya disebutkan bahwa ketoprak lahir dari masyarakat
Jawa Tengah pada awal abad 20. Namun, Juli Christanto dalam skripsinya menyebutkan
bahwa asal mula ketoprak lahir di Surakarta pada tahun1908, diciptakan oleh
almarhum Raden Mas
Tumenggung
Wreksodiningrat. Pada tahun
1908 Raden Mas Turnenggung
Wreksodiningrat mengadakan
latihan ketoprak. Dalam
latihan itu menggunakan alat
tetabuhan; sebuah lesung,
sebuah. terbang (rebanal,
sebuah seruling. Lakon yang
dibawakan menceritakan seorang petani sedang mencangkuldi sawah disusul istrinya
dengan membawa makanan. Menampilkannya dengan menari, kadang-kadang
menarinya dilebih-lebihkan hingga lucu. Penonton menyebut sebagaitontonan
'badutan'. Dialog dalam permainan, sebagaiandalam bentuk nyanyian atau tembang,
tetapi berbentukdialog sehari-hari atau dalam bahasa Jawa disebut'gancaran'. Pentas
pertama pada tahun 1909 untuk meramaikan perkawinan agung 'Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Arya Paku Alam VI I' dengan putri 'Sri Susuhan Paku Buwana X' di
Surakarta bernama 'Gusti Bendara Raden Ajeng Retno Puwoso', bertempat di Kepatihan
6
Mahandis Y. Thamrin, “Ketoprak Jawa Sempat Dibunuh Dua Kali”, dalam
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/04/ketoprak-jawa-pernah-dibunuh-dua-kali. diunduh pada 27
Oktober 2015 pukul 22.23 WIB
Surakarta. Perkawinan tersebut terjadi pada 5 Januari 1909. Sesudah itu Ketoprak
sering dipertunjukkan di istana Surakarta.7
Kemudian mengenai nama ketoprak itu sendiri, salah satu versi menyebutkan
bahwa nama ketoprak sendiri diambil dari bunyi yang dihasilkan dari alat musiknya.
Pada waktu itu ketoprak menggunakan alat musik lesung (alat untuk menumbuk padi),
suling, terbang, kendang. Irama yang dihasilkan “dung.. dung.. prak.. prak... .pating
ketuprak”, sehinga orang menyebutnya ketoprak. Lahirnya ketoprak di ilhami oleh
permainan gejogan dan kotekan, yaitu permainan oleh gadis-gadis desa di waktu bulan
purnama dengan menggunakan lesung dengan ritme yang teratur. Bunyi lesung ini
biasanya juga diiringi oleh nyanyian-nyanyian. Dari gejogan dan kotekan inilah lahir
ketoprak, yang peralatan musiknya ditambah dengan menggunakan kendang dan
seruling, serta dibubuhi cerita pendek di sekitar tempat pertunjukan. 8
7
Juli Christanto, op.cit., hlm. 3.
8
http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id/nasional/ketoprak/ diunduh pada 27 Oktober 2015 pukul
22.39 WIB
pemain mengucapkan dialog-dialognya secara improvisasi atau memakai pola-pola
kalimat tertentu yang dikenal secara tradisi oleh masyarakat. 9
Ibid.
9
2.2 Eksistensi Seni Pertunjukkan Ketoprak
Ketoprak adalah drama tari kerakyatan Jawa Tengah. Cerita yang dipentaskan
oleh kesenian ketoprak beraneka warna. Umumnya sendiri terdiri dari cerita-cerita
local. Dengan begitu cerita-cerita yang menyangkut raja-raja Pajajaran sangat menarik
bagi seniman kesenian Ketoprak. Lakon-lakon tersebut umumnya dikembangkan
begitu rupa sehingga menarik penonton. Judulnya pun diubah-ubah oleh sang sutradara
ketoprak. Cerita-cerita yang ada dalam ketoprak juga dilakonkan oleh dalang wayang
kulit atau wayang krucil.10
Seni Ketoprak yang berkembang saat ini merupakan jenis Ketoprak Gamelan
karena dalam pementasan lakon yang diceritakan berkisah babad tentang kerajaan
yang pernah ada terutama di daerah Jawa dengan iringan alat music berupa gamelan.
Seni Ketoprak yang ada di Balekambang misalnya, seni Ketoprak ini tumbuh dan
berkembang dari rakyat untuk rakyat karena seni ini merupakan sumber hiburan bagi
masyarakat baik bagi seniman maupun penonton. Melalui pementasan lakon dalam
pertunjukan Ketoprak banyak sekali pesan moral atau nasehat yang terkandung di
dalamnya. Nilai yang dipertahankan dalam seni Ketoprak tersebut adalah nilai moral,
nilai pendidikan, nilai sosial-kultural dan nilai estetika atau keindahan. 12
10
Suwardi Endraswara, Metodelogi Penelitian Foklor (Yogyakarta, MediaPressIndo, 2009), hlm. 193-
194
11
Margono, dkk, Seni Rupa dan Seni Teater (Jakarta: Yudhistira), hlm.58
12
Evie Nur Afifah, op.cit., hlm. 8
Di era modernisasi seperti sekarang ini ketoprak dikemas dengan dagelan yang
mana dagelan dan ketoprak tersebut menjadi populer dikalangan masyarakat
Indonesia. Dipandnag dari sudut paedagogis, maka isi dan cerita dagelan serta ketoprak
itu sering mengandung nilai-nilai paedagogis yang baik bagi masyarakat. Bahkan
kadang-kadang isi ceritanya berupa kritikan-kritikan, sindiran-sindiran, dan teladan
terhadap keadaan-keadaan masyarakat pada jamannya. Baik tentang hal-hal yang buruk
maupun yang baik. Dari sudut seni maka dagelan dan ketoprak mempunyai nilai
hiburan yang sehati bagi masyarakat. Oleh karena itu dagelan dan ketoprak perlu
mendapatkan penghargaan yang layak. Selain itu Ketoprak Mataraman juga terkenal di
daerah Yogyakarta. Ketoprak Mataraman ini berfungsi sebagai hiburan dan juga
memberi pendidikan serta bimbingan terutama dalam lapangan budi pekerti. 13
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sejarah Daerah : Daerah Istimewa Yogyakarta ( Jakarta
: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997), hlm.228
adalah ketika kaum muda lebih menyukai budaya populer daripada kesenian
tradisional seperti ketoprak yang menjadi kkebudayaan khas dari negara kita. banyak
faktor yang menyebabkan eksistensi kesenian tradisional semakin kehilangan
kepopulerannya diantaranya adalah:
Budaya populer yang masuk di Indonesia di era modern ini diindikasikan sebagai
penyebab utama meredupnya keberadaan ketoprak. Jika jaman dulu ketoprak
menjadi satu-satunya hiburan yang digemari oleh banyak kalangan, namun sekarang
ini kondisi tersebut menjadi berbanding terbalik. Globalisasi yang menjadikan
segala sesuatu secara instan juga berdampak kepada hiburan masyarakatnya.
Budaya populer telah memunculkan berbagai hiburan urban menjadi hiburan yang
juga dinikmati oleh kalangan bawah. Budaya populer telah menjadikan semua
kalangan masyarakat untuk tunduk terhadap berbagai budaya termasuk juga selera
hiburan yang nge-trend di jaman sekarang ini.14 Hiburan yang disajikan oleh budaya
populer semakin menambah minat masyarakat untuk menikmatinya. Seperti
kehadiran K-pop, Drama Korea, serta hiburan khas budaya populer telah
memposisikan kesenian tradisional semakin tersudut. Akibatnya jika anak mudanya
saja sudah tidak mau menghargai kesenian tradisional maka sudah pasti kesenian
tersebut kehilangan popularitas.
Salah satu alasan mengapa keberadaan ketoprak sering dianggap kesenian kuno
adalah ketoprak sudah tidak relevan lagi dengan keadaan zaman. Hal ini menjadikan
masyarakat cenderung untuk beralih obyek hiburan dari hiburan tradisional
menjadi hiburan modern. Sekarang ini masyarakat lebih suka untuk menonton
konser musik yang ia sukai atau pergi ke bioskop demi menonton film kesukaan.
Implikasi dari meredupnya kesenian ketoprak sudah pasti akan berdampak pada
para penikmatnya. Kurangnya kesadaran mengenai kesenian tradisional akan
menjadi faktor utama dalam kehancuran sebuah kesenian yang sifatnya tradisional.
Kesenian ketoprak yang menampilkan cerita-cerita yang kurang mengikuti trend
14
Dominic Strinati, Populer Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer (Jakarta: Bentang Pustaka),
2002, hlm. 30.
yang sedang berkembang sesuai dengan zamannya akan menyebabkan kehilangan
pengikut khususnya dikalangan para pemuda.
2.3Pelestarian Terhadap Seni Pertunjukkan Ketoprak
Ketoprak merupakan salah satu kesenian tradisional yang berjalan melalui fase
yang panjang, bergerak dari kesederhanaan bahkan cenderung apa adanya,
berkembang dalam penyempurnaan-penyempurnaan, dan berakhirr menjadi sebuah
seni tradisi yang utuh serta diterima sebagai warisan budaya yang memperkaya
khazanah kebudayaan bangsa.15 Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang
bersumber dan berakar dari masyarakat, lingkungan serta telah dirasakan sebagai
miliknya sendiri, kesenian tradisional pada umumnya diterima sebagai warisan yang
dilimpahkan dari generasi tua kepada generasi muda.16
16
ibid
kebudayaan ini tidak menjamin bahwa pelaku seni di negeri tercinta ini memperoleh
kemakmuran.
Saat ini kita sebagai kaum intelektual harus dapat memikirkan agar kesenian
daerah yang kita banggakan tersebut tidak punah, sehingga dengan gampangnya bangsa
asing dapat merebut kesenian kita, seperti yang terjadi beberapa tahun kebelakang.
Generasi muda yang seharusnya melestarikan kebudayaan nenek moyangnya kini telah
terseret arus modernisasi yang dianggap “keren” bagi kehidupan sosial mereka.
Jurnal Manajemen Teori dan Terapan I Tahun 1, No.2, Agustus, 2008, hlm.144
18
ibid, hlm.145
cara, misal melalui iklan di media massa baik cetak, maupun elektronik, pentas keliling
dari kota ke kota. Melalui promosi tersebut, melalui media massa maupun pementasan
keliling ini bertujuan untuk mengenalkan kembali kesenian ketoprak pada masyarakat
luas, sehingga masyarakat lebih mengenal kembali kesenian tradisional bangsanya.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah tetap menjaga eksistensi dari kesenian
tradisional ini, ketoprak. Salah satu caranya adalah menjadikan ketoprak sebagai
kegiatan ekstrakulikuler di sekolah-sekolah, baik sekolah lanjutan, menengah dan
bahkan perguruan tinggi. Pengadaan ketoprak di tengah-tengah kegiatan golongan
muda diharapkan dapat membuat rasa memiliki dan cinta terhadap kesenian ketoprak
selalu tumbuh, sehingga semangat untuk melestarikannya tetap terjaga.
BAB III
PENUTUP
Ketoprak merupakan salah satu seni pertunjukkan yang dianggap oleh sebagian
besar sebagai kesenian kerajaan, namun justru sebaliknya. Ketoprak awalnya merupaan
hiburan bagi rakyat menengah ke bawah. Namun seiring berjalannya waktu, kesenian
ini juga digunakan untuk menyambut tamu dan kemudian dinikmati pula oleh kalangan
keraton.
Seni pertunjukkan ketoprak merupakan kesenian yang cukup eksis sejak lama,
bahjan sejak zaman kolonial Belanda. Namun keeksistensiannya terkalahkan dengan
adanya globalisasi yang masuk di Indonesia. Segala hal yang bersifat modern mampu
menggeser keberadaan ketoprak, terutama oleh pada kalangan muda. Bahkan sekarang
ia mendapat julukan sebagai kesenian yang “ndeso”.
Oleh karena, ada beberapa cara yang dilakukan untuk dapat mempertahankan
seni pertunjukkan ketoprak ini. Misalnya dengan tetap menjadikan meda sosial sebagai
media promosi supaya banyak wisatawan yang tertarik untuk dapat melihat
pertunjukkan ketoprak ini. Selain itu, menjadikan ketoprak sebagai kegiatan
ekstrakulikuler di sekolah-sekolah juga dapat menjadi sarana pelestarian ketoprak ini.
Namun pada dasarnya yang lebih harus diutamakan adalah kesadaran terhadap
kepemilikan ketoprak tersebut, sehingga apabila sudah muncul rasa memiliki maka
akan memudahkan untuk melestarikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Dominic Strinati, Populer Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer Jakarta: Bentang
Pustaka, 2002.
Masunah, Juju dan Tati Narawati, Seni dan Pendidikan Seni, Bandung: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Seni dan Tradisional (P4ST) UPI, 2003.
Tim Peneliti Universitas Udayana, Peranan Kesenian dan Kebudayaan : Sebagai Media
Diplomasi dan Komunikasi Antarbangsa, Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Luar Negeri, 1988.
Amiluhur Soeroso dan Y. Sri Susilo, “Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal Yogyakarta”
dalam Jurnal Manajemen Teori dan Terapan I Tahun 1, No.2, Agustus, 2008.
Chafit Ulya, “Kajian Historis Dan Pembinaan Teater Tradisional Ketoprak” (Tesis),
Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011.
Evie Nur Afifah, “Seni Ketoprak di Era Modernisasi” (Skripsi), Surakarta: Universitas
Sebelas Maret, 2014