Anda di halaman 1dari 32

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

Dosen Pengajar :
Togi Fitri A. Ambarita, M.Psi.
D
I
S
U
S
U
N
OLEH

Kelompok 1:

1. Elsa Dwina Damayana Sihombing (19900058)


2. Anggi Simatupang (19900063)
3. Samuel Manganju Situmorang (19900068)
4. Riana Agtrina Silalahi (19900083)
5. Indah Seri Kita Sembiring (19900092)
6. Icha Mayesti Sinaga (19900099)
7. Grace Aqueena Surbakti (19900116)

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN


FAKULTAS PSIKOLOGI
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

Karunia-nya sehingga penyusunan makalah berjudul “Pengantar Teori Kepribadian dan

Sejarah Kepribadian Menurut Freud” untuk dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami

dari pihak penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu penulisan

makalah ini. Semoga dengan adanya karya ilmiah ini dapat membantu dan menambahkan

wawasan tentang ritme tubuh dan kondisi mental.

Kami penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, maka

saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap makalah ini bermanfaat.

Medan, 8 Oktober 2020

Hormat kami

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori psikoanalitik Sigmund Freud, kompleks Oedipus adalah salah satu teori yang paling
berpengaruh sekaligus memecah belah abad kedua puluh. Freud menciptakan istilah kompleks
Oedipus untuk merujuk pada tahap perkembangan anak laki-laki. Dia merasa bahwa dalam
perkembangan awal, sekitar usia lima anak laki-laki muda ingin memiliki semua cinta ibu
mereka, dengan demikian, kecemburuan menyebabkan mereka membenci dan bahkan secara
tidak sadar berharap untuk kematian ayah mereka.
Namun, konsep tersebut sangat mendominasi cara berpikir modern dari waktu ke waktu.
Khususnya, dalam kasus sastra, hasil dari teori ini cukup jelas, karena, Freud sendiri telah
mengambil akar imajinatif teorinya dari karya sastra Yunani, Sophocles 'King Oedipus. Banyak
penulis modern juga sangat dipengaruhi oleh teori tersebut. Mereka telah berusaha sekuat tenaga
untuk membuktikan universalitas teori Freud. Di antara para penulis D. H. Lawrence luar biasa.
Melalui karya besarnya "Sons and Lovers" Lawrence telah mencoba yang terbaik untuk
universalisasi Freudian konsep ini. Dia mencoba menunjukkan bahwa pahlawannya Paul tidak
pernah bisa keluar dari labirin kompleks Oedipus seperti yang tidak bisa dilakukan oleh Oedipus.
Di sisi lain, juga terlihat jelas bahwa meskipun pandangan Freud telah bertemu dengan
pujian dan penghargaan, tetapi pandangannya juga telah sangat dikritik oleh sejumlah penelitian
ilmiah empiris. C. Boeree dengan demikian dengan sempurna mengatakan, “Buku-buku dan
ceramah Freud membawanya ketenaran dan pengasingan dari arus utama komunitas medis. Dia
menggambar di sekelilingnya sejumlah simpatisan yang sangat cerdas yang menjadi inti dari
gerakan psikoanalitik. Sayangnya, Freud memiliki kecenderungan untuk menolak orang-orang
yang tidak sepenuhnya setuju dengannya. Beberapa berpisah darinya dengan alasan ramah; yang
lain tidak, dan kemudian mendirikan sekolah pemikiran yang bersaing ”(Boeree, 2006). Namun,
kompleks Oedipus Freud dengan demikian menjadi masalah kontroversi besar yang pernah
mengguncang pikiran dan kepercayaan pembaca ketika mereka membaca apa pun yang ditulis
berdasarkan 'kompleks Oedipus'. Oleh karena itu, ini adalah tuntutan waktu yang tak terelakkan
untuk menyelesaikan masalah kontroversial seperti itu jika tidak tetap mengancam peradaban
manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

PSIKOANALISIS

Dari dulu hingga sekarang, orang mencari obat ampuh dan mujarab untuk mengurangi rasa
sakit atau meningkatkan kemampuan. Salah satu orang yang melakukan pencarian tersebut
adalah seorang dokter muda yang ambisius yang percaya bahwa dirinya berhasil menemukan
obat yang memiliki segala manfaat luar biasa tersebut. Oleh karena obat itu di kabarkan berhasil
memompa energi para serdadu yang jatuh kelelahan, maka si dokter memutuskan untuk
memberikan obat tersebut ke sejumlah pasien, rekan kerja, dan temannya. Jika obat itu benar
bekerja seperti yang ia harapkan, maka ia akan mendapatkan ketenaran yang selama ini di
inginkannya.
Setelah mengetahui bahwa obat itu juga ampuh untuk peyakit jantung, kelelahan syaraf,
kecanduan alcohol dan morfin, serta masalah psikologis dan fisiologis lainnya, maka si dokter
memutuskan untuk mencoba obat itu pada dirinya sendiri. Ia merasa cukup puas dengan
hasilnya. Bagi si dokter, obat ini memiliki aroma yang menyenangkan dan menimbulkan efek
yang tidak biasa pada bibir dan mulut. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah, efek
tarapeutik dari obat ini membantunya mengatasi deresi berat yang dialaminya. Dalam surat untuk
tunangannya, yang sudah setahun tak ia jumpai, sang dokter menceritakan bahwa ia terakhir kali
mengalami depresi berat, ia mengonsumsi obat tersebut dalam jumlah sedikit dan hasilnya luar
biasa. ia menulis bahwa jika nanti mereka ‘bersama’, ia akan menjadi laki-laki ‘liar’, akibat obat
tersebut. Ia juga memberitahu tunangannya bahwa ia berniat memberinya sedikit obat untuk
membuatnya ‘kuat’ dan membantunya menambahkan berat badan.
Dokter muda itu kemudian menulis pemflet yang manjabarkan manfaat obat tersebut,
tetapi ia belum menuntaskan eksperimen yang di perlukan untuk mengetahui kegunaan obat itu
sebagai analgesik. Ia menunda eksperimennya karena ia sudah tidak sabar untuk berjumpa
dengan tunangannya. Sementara ia berkunjung, rekanya dan bukan ia menyelesaikan
eksperimen, memublikasikan hasilnya, dan mendapatkan pengakuan yang selama ini di idam-
idamkan oleh si dokter. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1884: obat tersebut adalah kokain: dokter
muda itu adalah Sigmund freud.
A. GAMBARAN UMUM TEORI PSIKOANALIS

Freud, tentunya, sangat beruntung Karena namanya tidak selalu di hubungkan dengan
kokain. Justru namanya terkait erat dengan psikoanalisis, salah satu teori kepribadian yang paling
kondang. Apa yang membuat teori Freud begitu menarik? Pertama, dua batu pijakan
psikoanalisis. Yaitu seks dan agresi merupakan dua hal yang terus popular. Kedua, oleh
pengikutnya yang antusias juga setia, dimana sebagian dari mereka menanggap freud sebagai
tokoh pahlawan yang kesepian seperti dalam mitos, membuat teori ini tersebar luas melampaui
kota asalnya, wina. Ketiga, kepiawaian Freud berbahasa membuat penyajian teorinya begitu
inspiratil dan hidup. Pemahaman Freud tentnag kepribadian manusia di bangun berdasarkan
pengalamannya dengan sejumlah pasien, analisis terhadap mimpinya sendiri, dan bacaanya yang
luas dalam bidang ilmu pengetahuan dan humaniora. Pengalaman pengalaman tersebut menjadi
data dasar untuk mengembangkan teorinya. Bagi Freud, teori berkembang mengikuti kemajuan
observasi. Dan konsep kepribadiannya terus menerus ia revisis selama 50 tahun terakhir
hidupnya. Sekalipun psikoanalisis terus menerus berevolusi , Freud bersikeras bahwa
psikoanalisis tidak menggabung gabungkan berbagai pembahasan yang berbeda (ecclectisme),
dan para pengikut yang bergeser dari ide ide dasarnya lantas di kucilkan Freud, baik dalam
kehidupan professional maupun pribadi.
Sekalipun Freud memandang dirinya sebagai ilmuwan, definisinya tentang sains agaknya
berbeda dengan kebanyakan psikolog saat ini. Freud lebih mengandalkan penalaran deduktif
ketimbang metode penelitian yang ketat, dan observasi ia lakukan secara subjektif terhadapan
sampel pasien yang jumlahnya terbatas dan kebanyakan berasal dari kelas menengah atas juga
kelas atas. Ia tidak menghitung data yang diperolehnya ataupun melakukan observasi dalam
kondisi tertentu. Ia hampir selalu menggunakan pendekatan studi kasus serta kerap merumuskan
hipotesis setelah seluruh fakta terkumpul.

B. BIOGRAFI SIGMUND FREUD

Sigiamund (Sigmund) Freud lahir di tanggal 6 mei 1856 di Freiberg, Moravia, yang kini jadi
bagian dari republik ceko. Para cendikia bersilang pendapat tentang tanggal lahirnya, tanggal
yang pertama disebut, yaitu delapan bulan setelah pernikahan orang tuanya.) Freud adalah anak
sulung dari Jacob dan Amalie Nathanson Freud, meskipun sang ayah telah memiliki dua anak
laki laki dewasa, Emanuel dan Phillip, dari pernikahan sebelumnya. Jacob dan Amalie Freud
mempunyai tujuh anak lagi dalam kurun waktu sepuluh tahun, tetapi Sigmund selalu menjadi
kesayangan ibunya, yang masih belia dan serba memanjakan, yang secara tidak langsung
membuat dirinya berkembang menjadi pribadi yang percaya diri sepanjang hidupnya. Sebagai
remaja yang serba serius dan anak sekolahan, Freud tidak memiliki persahabatan yang erat
dengan adik adiknya. Akan tetapi, ia menikmati hubungan yang hangat dan penuh kasih saying
denga sang ibu sehingga di tahun tahun beikutnya ia melihat hubungan ibu dan anak sebagai
hubungan yang paling sempurna dan paling jelas antara semua hubungan manusia.
Ketika Freud berusia tiga tahun, kedua keluarga Freud meninggalkan Freiberg. Keluarga
Emanuel dan Phillip pindah ke inggris, sedangkan keluarga Jacob Freud pindah ke Leipzig
kemudian ke WIna. Ibukota Austria ini menjadi tempat tinggal Freud selama hampir delapan
puluh tahun, sampai tahun 1983 ketika masuknya Nazi memaksanya pindah ke London, tempat
ia menghembuskan nafas terakhirnya ada tanggal 23 September 1939.
Pada saat Freud berusia setengah tahun, ibunya melahirkan putra kedua, Julius, yang
memberi dampak berarti pada perkembangan jiwa Freud. Sikap Sigmund terhadapn adik laki
lakinya dipenuhi amarah, yang membuatnya diam diam berharap adiknya meninggal duia.
Ketika Julius meninggal dunia di usia enam bulan, Sigmund merasa sangat bersalah karena
menyebabkan adiknya berpulang. Ketika Freud memasuki usia paruh baya, ia mulai memahami
bahwa keinginannya itu tidak membuat adiknya meninggal dunia dan anak anak kerap punya
keinginan akan kematian adik kandungnya. Penemuan ini membebaskan Freud dari rasa bersalah
yang selama ini ia pikul dari kecil hingga dewasa dan analisis tersebut memberi kontribusi pada
perkembangan kejiwaaanya di kemudian hari.
Freud terpikat oleh bidang kedokteran bukan karena ia jatuh cinta dengan praktik kedokteran,
tetapi ia memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang sifat manusia. Ia masuk ke sekolah
kedokteran Universtias Wina, tanpa berniat untuk mempraktikkan kedokteran. Ia justru lebih
tertarik mengajar dan melakukan peneltian fisiologi, yang ia lanjutkan sekalipun ia sudah lulus
dari institut Fisiologi di universitas tersebut. Bisa jadi Freud akan terus menekuni pekerjaanya itu
apabila tidak ada dua factor berikut. Pertama, ia meyakini bahwa, sebagai seorang Yahudi,
kesempatannya untuk maju di bidang akademis terbatas. Kedua, kemampuan ayahnya, yang
selama ini membiayai sekolah kedokterannya, menyediakan dukungan keuangan samakin
menurun. Dengan enggan, Freud meninggalkan dunia laboratorium Dan mempraktikkan ilmu
kedokteran. Ia bekerja selama tiga tahun di rumah sakit umum Wina, menggeluti praktik
berbagai cabang ilmu kedokteran , termasuk Psikiatri dan penyakit syaraf.
Pada tahun 1885, ia mendapatkan hadiah untuk melakukan perjalanan dari Universitas Wina
dan memutuskan untuk belajar dari Paris pada neurolog Prancis terkemuka Jean Martin Charcot.
Selama empat bulan bersama Charcot, ia belajar teknik hinotis untuk menangani Histeria,
kelainan yang umumnya di tandai dengan kelumpuhan atau kelainan fungsi organ organ tubuh
tertentu. Melalui hipnosis, Freud mengetahui penyebab psikogenis dan seksual dari gejala gejala
histeria.
Ketika masih menjadi mahasiswa kedokteran, Freud membangun hubungan professional dan
pribadi yang erat dengan Josef Breuer , dokter terkenal asal Wina yang berusia empat belas tahun
lebih tua dari Freud dan memiliki reputasi keilmuan yang layak di perhitungkan. Breuerlah yang
mengajarkan katersis pada Freud, yaitu proses menghilangkan gejala hysteria dengan cara
“mengungkapkannya”. Sembari menggunakan katarsis, Freud secara bertahap dan penuh
keuletan menemukan teknik asosiasi bebas , yang segera menggantikan posisi hypnosis sebagai
teknik tarapeutik utamanya.
Semenjak awal masa remaja, Freud jelas jelas bermimpi membuat penemuan yang
monumental dan meraih ketenaran. Dalam beberapa kesempatan selama tahun 1880 an dan
1890an, dirinya yakin bahwa ia berada di penghujung penemuan yang ia idam idamkan tersebut.
Kesempatan pertama untuk mendapatkan pengakuan muncul di tahun 1884-1885 ketika ia
bereksperimen dengan kokain, seperti yang telah di paparkan di bagian awal bab ini.
Kesempatan kedua Freud menggapai ketenaran datang tahun 1886 sekembalinya dari paris,
dimana ia belajar dari Charcot mengenai hysteria laki laki. Ia berasumsi bahwa pengetahuan ini
akan membuat dirinya di hormati dan di akui oleh komunitas imperial kedokteran Wina , yang ia
kira akan terpukau dengan pengetahuan seseorang Dr. Freud muda tentang hysteria laki laki.
Dunia kedokteran selama ini meyakini bahwa hysteria adalah kelainan yang terjadi hanya pada
perempuan karena asal katanya sama dengan Rahim dan di akibatkan “Rahim nyasar”, dimana
Rahim berpindah ke sepanjang tubuh peremuan dan menyebabkan berbagai organ mengalami
kelainan fungsional. Akan tetapi, pada tahun 1886, pada saat Freud menyampaikan makalah
tentang hysteria laki laki di depan komunitas tersebut, kebanyak dokter yang hadir sudah akrab
dan mengenali kelainan itu sebagai hysteria laki laki. Oleh karena harapan yang tinggi akan
orisinalitas dan makalah Freud sekedar mengulang sesuatu yang sudah di ketahui banyak orang,
respons dari para dokter Wina terhadap presentasinya tidaklah sesuai dengan angan angan Freud.
Selain itu, pujian terus menerus dari Freud kepada Charcot, yang adalah orang prancis,
menyebabkan para dokter Wina meresons dengan dingin. Sayang sekali, dalam kajian
autobiografinya, Freud justru mengungkapkan cerita yang sama sekali berbeda, menyebut
makalahnya diterima dengan baik karena para anggotanya komunitas tersebut, baru memahami
konsep hysteria laki laki.pemaparan Freud atas peristiwa ini, yang belakangan diketahui sebagai
sebuah kesalahan, sempat bertahan selama beberapa tahun, dan menurut Sulloway, ini
merupakan suatu dari sekian banyak fiksi yang dibangun Freud dan pengikut pengikutnya untuk
memitoskan Psikoanalisis dan menggambarkan si penemu teori ini sebagai seorang pahlawan
yang kesepian. Kecewa karena gagal meraih ketenaran dan sangat terpengaruh oleh adanya
perasaan (mengakui juga menampik) dalam menanggapi sanggahan professional atas
pembelaanya terhadap kokain dan keyakinanya terhadap seks sebagai penyebab neurosis, Freud
merasakan adanya kebutuhan untuk mendekatkan diri pada kolega yang lebih di hormati lagi ia
kemudian beralih pada Breuer, rekannya selama menjadi mahasiswa kedokteran dan dengannya
ia memiliki hubungan pribadi dan Profesional yang terus berlanjut.

C. TINGKAT KEHIDUPAN MENTAL

Sumbangan terbesar Freud pada teori Kepribadian adalah eksplorasinya kedalam dunia tidak
sadar dan keyakinanya bahwa manusia termotivasi oleh dorongan dorongan utama yang belum
atau tidak mereka sadari. Bagi Freud, kehidupan mental terbagi menjadi dua tingkat, alam tidak
sadar dan alam sadar. Alam tidak sadar terbagi menjadi dua tingkat, alam tidak sadar dan alam
bawa sadar. Dalam psikologi Freudian, ketiga tingkat kehidupan mental ini dipahami, baik
sebagai proses maupun lokasi. Tentu saja, keberadaan lokasi dari ketiga ketiga tingkat tersebut
bersifat hipotesis dan tidak nyata ada di dalam tubuh. Sekalipun demikian, ketika membahas
alam tidak sadar, Freud melihatnya sebagai suatu alam tidak sadar sekaligus proses terjadi tanpa
di sadari.

- Alam Tidak Sadar


Alam tidak sadar menjadi tempat dari segala dorongan, desakan maupun insting yang tidak
kita sadari, tetapi ternyata mendorong perkataan, perasaan dan tindakan kita. Sekalipun kita
sadar dalam perilaku kita yang nyata sering kali kita tidak menyadari proses mental yang ada di
balik perilaku tersebut. Misalnya, seorang pria bisa saja mengetahui bahwa ia tertarik kepada
seorang wanita tetapi tidak benar benar memahami alas an dibalik ketertarikkanya, yang bisa
bersifat tidak rasional.
Kadang kadang proses tidak sadar ini lolos sensor dan masuk kea lam sadar secara
terselubung atau dengan wujud yang berbeda. Freud menggunakan analogi seorang penjaga atau
sensor yang menghalangi jalan yang menghubungkan alam sadar dengan alam bawah sadar dan
mencegah agar kenangan yang tidak di inginkan dan memicuh kecemasan tidak bisa masuk ke
kesadaran. Agar bisa masuk ke tingkat alam sadar, maka gambaran tidak sadar ini harus berubah
wujud agar bisa menyelinap masuk ke sensor pertama dan kemudian gambaran tersebut harus
menerobos sensor akhir teatpi selalu muncul dalam bentuk yang berlebihan dan penuh kepura
puraan.

- Alam Bawah Sadar

Alam bawa sadar ini memuat semua elemen yang tak disadari, tetapi bisa muncul dalam
kesadaran dengan cepat atau agak sukar. Isi alam bawa sadar ini datang dari dua sumber, yang
ertama adalah persepsi sadar. Apa yang dipersepsikan orang secara sadar dalam waktu singkat,
akan segera masuk ke dalam alam bawa sadarselagi fokus perhatian berlebih ke pemikiran lain.
Pikiran yang dapat keluar masuk antara alam sadar dan alam bawah sadar umumnya adalah
pikiran pikiran yang bebas dari kecemasan antara gambaran sadar dan dorongan tidak sadar
nyaris sama satu dengan yang lainnya.
Sumber kedua dari gambaran gambaran bawa sadar adalah alam tidak sadar. Freud yakin
bahwa pikiran bisa menyelinap dari sensor yang ketat dan masuk ke dalam alam bawa sadar
dalam waktu yang bersembuyi. Beberapa dari gambaran ini tidak pernah kita sadari karena
begitu kita menyadari bahwa gambaran gambaran tersebut datang dari alam tidak sadar, maka
kita akan merasa semakin cemas, sehingga sensor akhir pun berkerja untuk menekankan
gambaran yang memicu kecemasan tersebut dan mendorongnya kembali kea lam tidak sadar,
sedangkan sejumlah gambaran lain dari alam tidak sadar bisa masuk kea lam sadar, karena
bersembunyi dengan baik dalam bentuk mimpi, salah ucap, ataupun dalam bentuk pertahanan
diri yang kuat.

- Alam Sadar
Alam sadar yang memainkan peran tak berarti dalam teori Psikoanalisis, didefenisikan
sebagai elemen elemen mental yang setiap sata berada dalam kesadaran. Ini adalah salah satunya
tingkat kehidupan mental yang bisa langsung kita raih. Ada dua pintu yang dapat dilalui oleh
pikiran agar bisa masuk ke alam sadar. Pintu pertama adalah pintu yang memalui system
kesadaran perseptual, yaitu terbuka pada dunia luar dan berfungsi sebagai perantara bagi persepsi
kita tentang stimulus dari luar. Dengan kata lain, hal hal yang kita rasakan melalui indra dan
tidak dianggap mengancam, masuk ke dalam alam sadar.
Sumber kedua bagi elemen alam sadar ini datang dari lain struktur mental dan mencakup
gagasan gagasan tidak mengancam yang datang dari alam bawah sadar maupun gambaran
gambaran yang membuat cemas, tetapi terselubung dengan rapi berasal dari alam tidak sadar.
Seperti di jelaskan sebelumnya, gambaran tidak sadar dapat lolos masuk kea lam bawa sadar
karena bersembunyi sebagai elemen elemen yang tidak berbahaya sehingga mampus menembus
sensor utama, setelah masuk ke alam bawa sadar, mereka terus menyelinap melewati sensor
akhir dan masuk kedalam alam sadar. Ketika gagasan gagasan tersebut tiba di alam sadar, maka
gagasan gagasan tersebut sudah berubah wujud dan terselubung dalam bentuk perilaku perilaku
yang defensif ataupun dalam bentuk mimpi.
Ketika ingatan-ingatan tersebut masuk ke alam sadar kita, kita tak mengenali mereka seperti
apa adanya. Kita justru melihatnya sebagai pengalaman yang relative menyenangkan dan tidak
mengancam. Pada kebanyakan kasus, gambaran-gambaran tersebut memiliki motif-motif seksual
atau agresi yang kuat, karena perilaku seksual dan agresi semasa kanak-kanak sering kali
diganjar atau hukuman atau ditekan. Hukuman dan tekanan (suppression) ini sering kali
menciptakan perasaan cemas, dan kecemasaan tersebut kemudian memicu represi (suppression),
yaitu dorongan agar pengalamaan yang tidak diinginkan serta membawa kecemasan masuk kea
lam tidak sadar yang melindungi kita dari rasa sakit akibat kecemasan tersebut.
Akan tetapi, tidak semua proses sadar tersebut muncul dari represi pengalaman masa
kanak-kanak. Freud menyakini bahwa sebagian dari alam tidak sadar kita berasal dari
pengalamaan-pengalamaan nenek moyang kita yang diwariskan dari gererasi ke generasi lewat
proses pengulangan. Ia menyebut warisan gambaran tidak sadar tersebut sebagai peninggalan
filogenetis (phylogenetic endowment) (Freud, 1917/1963, 1933/1964). Penjelasan Freud tentang
peninggalan filogenetis nyaris serupa dengan pemikiran Carl Jung tentang ketidak sadaran
kolektif. Akan tetapi, ada perbedaan penting di antara kedua konsep tersebut. Sementara jung
memberikan penekanan utama pada kesadaraan kolektif, Freud melihat hal yang diwariskan ini
sebagai pilihan trakhir. Artinya, ketika segala penjelasan yang dibangun diatas pengalamaan
pribadi dirasa tidak memadai, barulah Freud berahli pada pengalaman yang diwariskan secara
kolektif untuk memberinya tambahan informasi. Dorongan tidak sadar ini dapat muncul dialam
sadar setelah menjalankan transformasi tertentu. Contohnya, seseorang dapat mengekspresikan
dorongan erotis atau keinginan untuk melukai orang lain dengan cara menggoda atau mengolok-
olok orang lain. Dorongan sejati (seks atau agresi) menjadi terselubung dan tersembunyi dari
alam sadar kedua orang tersebut. Dengan cara inilah, alam tidak sadar seseorang bisa
berkomunikasi dengan alam tidak sadar dari orang lain, dan keduannya sama-sama tidak sadar
akan proses tersebut.
Tentu saja, alam tidak sadar bukan berarti bersifat tidk aktif atau dorman. Dorongan-
dorongan dialam tidak sadar terus menerus berupaya agar disadari, dan kebanyakan berhasil
masuk kealam sadar, sekali pun tak lagi muncul dalam bentuk asli. Pikiran-pikiran yang tak
disadari ini bisa dan memang memotifasi manusia. Apabila tak bisa disembunyikan, rasa marah
seperti ini sudah tentu akan menyebabkan sianak merasas sangat cemas. Oleh karena itu, alam
bahwa sadarnya memotifasinya untuk mengekspresikan rasa marah melalu ungkapan rasa cinta
dan pujian yang berlebihan. Agar selubung itu benar-benar berhasil mengelabui orang tersebut,
maka sering kali perasaan tersebut muncul yang bentuk sama sekalli berbeda dengan perasan
yang sebenarnya, tetapi selalu muncul dalam bentuk yang berlebiihan dan penuh kepura-puraan.
(mekanisme ini dikenal dengan pembentukan reaksi (reaction formation)

D. WILAYAH PIKIRAN
- Id
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari Id ini kemudian akan muncul
ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan, seperti
insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak sadar, mewakili
subjektivitas yang tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik
untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur
kepribadian lainnya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit.
- Ego
Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi
mengikuti prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan
mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang
nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.. Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian,
yang memiliki dua tugas utama ; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau
insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan
dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya
minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki
energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
- Superego
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip
idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari
ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya sendiri.
Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu hal penting – superego tak punya kontak
dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun menjadi tidak realistis.

E. DINAMIKA KEPRIBADIAN

Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi
kepribadian: tetapi kepribadian itu sendiri juga bertindak. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah
dinamika atau prinsip motivasional untuk menerangkan kekuatan kekuatan yang mendorong
tindakan manusia Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan
ketegangan dan kecemasan Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan
dorongan dasar yang mereka miliki

- Dorongan-dorongan
Dorongan bekerja sebagai tekanan motivasional yang konstan. Sebagai stimulus internal.
dorongan ini berbeda dengan stimulus eksternal karena seseorang tak bisa menghindar dari
stimulus internal. Menurut Freud (1933/1964), berbagai macam dorongan bisa digolongkan
berdasarkan dua kategori, yaitu seks atau Eros dan agresi, distraksi, atau Thanatos Dorongan
dorongan ini bermuasal pada id, tetapi berada di bawah kendali ego Masing-masing dorongan
memiliki bentuk energi psikis masing-masing. Freud menggunakan istilah libido untuk dorongan
seks, sedangkan energi untuk dorongan agresi tidak diberi nama Setiap dorongan dasar memiliki
desakan (impetus). Sumber dorongan adalah bagian tubuh yang mengalami ketegangan atau
rangsangan. Tujuan dorongan adalah untuk memperoleh kepuasan dengan cara meredam
rangsangan atau mengurangi ketegangan dan objek dorongan adalah orang atau benda yang
dijadikan alat memperoleh tujuan 1915/1957)
- Seks
Tujuan dorongan seksual adalah kesenangan, tetapi kesenangan ini tidak terbatas pada
pemuasan genital. Freud meyakini bahwa seluruh tubuh dialiri oleh libido. Selain genital. mulut
dan anus juga mampu menghasilkan kesenangan seksual dan dikenal sebagai zona erogenous
(erogenous zones). Tujuan utama dari dorongan seksual (pengurangan ketegangan seksual) ini
tak bisa diubah, tetapi jalur yang ditempuh untuk mencapai tujuan dapat bervariasi. Bentuknya
bisa aktif maupun pasif atau terhambat secara temporer atau permanen (Freud, 1915/1957a).
Oleh karena jalur tersebut fleksibel dan karena kesenangan seksual bisa berasal dari organ selain
genital. maka kebanyakan perilaku yang sebetulnya termotivasi oleh Eros sulit dikenali sebagai
perilaku seksual. Akan tetapi, bagi Freud, apabila ditelusuri, maka semua aktivitas yang
memberikan kesenangan berakar dari dorongan seksual. Objek erotis bisa dengan mudah diubah
atau dipindahkan. Libido bisa diperoleh dari seseorang dan disimpan dalam alam ketegangan
yang bebas mengambang, tetapi bisa juga diarahkan ke orang lain, termasuk diri sendiri.
Contohnya, seorang bayi yang dipaksa untuk melepaskan puting susu sebagai objek seksual, bisa
menggantinya dengan ibu jari sebagai objek kesenangan seksual. Seks bisa muncul dalam
berbagai bentuk, termasuk narsisme, cinta, sadisme, dan masokisme. Dua bentuk terakhir,
memiliki komponen yang besar dari dorongan agresif. Bayi umumnya berpusat pada diri sendiri
(self-centered) karena mereka nyaris sepenuhnya mengarahkan libido pada ego mereka sendiri.
Kondisi seperti ini, yang tergolong universal, dikenal sebagai narsisme pertama (primary
narcissism). Ketika ego berkembang anak biasanya melepaskan narsisme pertamanya dan
mengembangkan ketertarikan sang

Akan tetapi, di masa puber, remaja sering kali kembali mengarahkan libido mereka ke
ego dan memusatkan perhatian mereka pada penampilan dan ketertarikan pribadi lainnya. Ini
membuktikan bahwa kemunculan narsisme sekunder (secondary narcissism) tidak universal,
tetapi kecintaan terhadap diri sendiri hingga taraf menengah umum terjadi pada hampir semua
orang (Freud, 1914/1957). Manifestasi kedua dari Eros adalah cinta, yang berkembang pada saat
orang mengarahkan libido mereka pada objek atau orang selain diri mereka sendiri. Ketertarikan
seksual pertama pada anak-anak adalah pada orang yang merawat mereka, biasanya ibu. Selama
masa bayi, anak dengan jenis kelamin apapun mengalami cinta seksual pada ibu. Tampak jelas
bahwa cinta dan narsisme saling terkait erat. Narsisme mencakup cinta pada diri sendiri dan
muncul dalam semua hubungan seksual. Sadisme menjadi kelainan pada saat taman seksual dari
kesenangan erotis tersebut tersisihkan oleh tujuan merusak (Freud, 19331964

- Agresi
Tujuan dari dorongan merusak, menurut Freud, adalah kembalinya organisme ke kondisi
inorganik. Oleh karena kondisi inorganik yang paling utama adalah kematian, maka tujuan akhir
dari dorongan agresi adalah penghancuran diri. Serupa dengan dorongan seksual, agresi bersifat
fleksibel dan bisa berubah bentuk, misalnya dengan menggoda. bergosip, sarkasme,
mempermalukan orang lain, humor, dan menikmati penderitaan orang lain. Kecenderungan
agresi ada pada semua orang dan hal ini menjelaskan mengapa terjadi perang, pembantaian dan
pencemaran agama.
Dorongan agresif ini juga menjelaskan adanya kebutuhan seseorang untuk membangun
tembok pembatas guna mengendalikan agresi. Persepsi ini sebetulnya merupakan pembentukan
reaksi (reaction formations). Kata kata seperti ini mencakup represi terhadap dorongan yang kuat
untuk menyakit dan juga ekspresi terbuka tentang kecenderungan akan perasaan sebaliknya.
Sepanjang hidup, dorongan untuk hidup dan mati terus bergulat untuk saling menaklukkan. Akan
tetapi, di saat yang sama, keduanya tunduk pada prinsip kenyataan vang mewakili tuntutan dari
dunia luar Tuntutan dunia nyata inilah yang menghambat pemenuhan dorongan seksual maupun
agresi secara langsung, tersembunyi, dan tanpa halangan Hal inilah yang sering kali menciptakan
kecemasan, yang mendorong hasrat hasrat seksual maupun agresi ke alam tidak sadar

- Kecemasan
Dalam mendefinisikan kecemasan, Freud (1933/1964) menjelaskan bahwa kecemasan
merupakan situasi afektif yang dirasa tidak menyenangkan yang diikuti oleh sensasi fisik yang
memperingatkan seseorang akan bahaya yang mengancam. Perasaan tidak menyenangkan ini
biasanya samar-samar dan sulit dipastikan, tetapi selalu terasa. Hanya ego yang bisa
memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun dunia luar
terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan-neurosis, moral, dan realistis. Ketergantungan
ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada
superego memunculkan kecemasan moral, dan ketergantungannya pada dunia luar
mengakibatkan kecemasan realistis. Kecemasan neurosis (neurotic anxiety) adalah rasa cemas
akibat bahaya yang tidak diketahui. Perasaan itu sendiri berada pada ego, tetapi muncul dari
dorongan dorongan id. Seseorang bisa merasakan kecemasan neurosis akibat keberadaan guru,
atasan, atau figur otoritas lain karena sebelumnya mereka merasakan adanya keinginan tidak
sadar untuk menghancurkan salah satu atau kedua orang tua. Semasa kanak-kanak, perasaan
marah ini sering kali dikuti oleh rasa takut akan hukuman dan rasa takut ini digeneralisasikan ke
dalam kecemasan neurosis tidak sadar.

Jenis kecemasan kedua, yaitu kecemasan moral (moral anxiety), berakar dari konflik antara ego
dan superego. Ketika anak membangun superego-biasanya di usia lima atau enam tahun-mereka
mengalami kecemasan yang tumbuh dari konflik antara kebutuhan realistis dan perintah
superego. Kecemasan ini juga bisa muncul karena kegagalan bersikap konsisten dengan apa yang
mereka yakini benar secara moral. Misalnya, tidak mampu mengurus orang tua yang memasuki
usia lanjut. Kategori ketiga dari kecemasan, yaitu kecemasan realistis (realistic anxiety) terkait
erat dengan rasa takut. Kecemasan ini didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan
dan tidak spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri. Misalnya, kita bisa
mengalami kecemasan realistis pada saat berkendara dengan cepat dalam lalu.

F. MEKANISME PERTAHANAN DIRI

Freud pertama kali mengembangkan pemikiran tentang mekanisme pertahanan diri


(defense mechanisms) ini pada tahun 1926 (Freud, 1926/1959. Sekalipun mekanisme pertahanan
ini normal dan digunakan secara universal, apabila digunakan secara ekstrem, maka mekanisme
mekanisme ini akan mengarah pada perilaku yang kompulsif, repetitive, juga neurotis. Oleh
karena kita perlu mencurahkan energi psikis untuk menyusun dan mempertahankan mekanisme
pertahanan, maka semakin defensif kita, semakin berkurang energi psikis yang tersisa pada kita
untuk memuaskan dorongan dorongan id. Sudah tentu. inilah mengapa ego membangun
mekanisme pertahanan-agar kita tak perlu menghadapi Ledakan ledakan seksual dan agresif
secara langsung dan untuk mempertahankan diri sendiri dari kecemasan yang mengikuti
dorongan dorongan tersebut (Freud. 1926/1959a). Mekanisme-mekanisme pertahanan utama
yang diidentifikasi oleh Freud mencakup represi. pembentukan reaksi pengalihan, fiksasi,
regresi, proyeksi, introyeksi, dan sublimasi.

- Represi
Mekanisme pertahanan yang paling dasar, karena muncul juga pada bentuk-bentuk
mekanisme pertahanan lain, adalah represi (repression), manakala ego terancam oleh dorongan-
dorongan id yang tidak dikehendaki, ego melindungi dirinya dengan merepresi dorongan
dorongan tersebut dengan cara memaksa perasaan-perasaan mengancam masuk ke alam tidak
sadar (Freud. 1926/1959a). Ketika anak yang menunjukkan perilaku kekerasan atau seksual
mendapatkan hukuman atau tekanan, mereka kemudian belajar merasa cemas begitu mereka
merasakan dorongan-dorongan tersebut. meyakini kemungkinan kemungkinan berikut ini.
Pertama, di alam tidak sadar, dorongan dorongan ini tetap tak berubah. Kedua, dorongan-
dorongan ini mendesak masuk ke alam sadar dalam bentuk yang tak berubah sehingga justru
menciptakan kecemasan yang lebih besar yang tak bisa dikendalikan oleh orang tersebut.
Akibatnya, orang itu akan dicekam oleh rasa cemasnya sendiri. Ketiga dan yang lebih lazim
terjadi pada dorongan dorongan yang represif adalah bahwa dorongan dorongan tersebut
diekspresikan dalam bentuk-bentuk yang lain atau terselubung Selubung ini sudah tentu haruslah
muncul sedemikian rupa sehingga bisa mengelabui ego. Dorongan yang ditekan ini bisa
tersembunyi menjadi gejala-gejala psikis. Dorongan yang mengalami tekanan tersebut juga bisa
tersalurkan lewat mimpi, salah ucap, ataupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan lainnya.

- Pembentukan Reaksi
Salah satu cara agar dorongan yang ditekan tersebut bisa disadari adalah dengan cara
menyembunyikan diri dalam selubung yang sama sekali bertentangan dengan bentuk semula.
Mekanisme pertahanan seperti ini disebut sebagai pembentukan reaksi (reaction formation)
Perilaku reaktif ini bisa dikenali dari sifatnya yang berlebih-lebihan dan bentuk yang obsesif juga
kompulsif (Freud, 1926/1959a). Contoh dari pembentukan reaksi bisa

- Pengalihan
Freud (1926/1999a) meyakini bahwa pembentukan reaksi terbatas hanya pada satu objek
tunggal. Misalnya, orang yang memiliki rasa cinta yang reaktif akan membanjiri orang yang
diam diam mereka benci dengan perhatian yang berlebihan. Akan tetapi pada pengalihan
(displacement), orang bisa mengarahkan dorongan dorongan yang tak sesuai ini pada sejumlah
orang atau objek sehingga dorongan aslinya terselubung atau tersembunyi. Pada tulisan-
tulisannya, Freud menggunakan istilah "pengalihan untuk berbagai hal. Misalnya, dorongan
kompulsif untuk masturbasi yang diganti menjadi perilaku mencuci tangan yang kompulsif.
Pengalihan juga terlibat dalam pembentukan mimpi Misalnya, ketika seseorang yang bermimpi
memiliki dorongan dorongan destruktif terhadap orang tuanya di mana dorongan tersebut
muncul dalam bentuk seekor anjing atau serigala. Pada kasus seperti ini, mimpi tentang seekor
anjing yang ditabrak mobil mencerminkan keinginan tidak sadar dari orang yang bermimpi tadi
untuk menyaksikan kehancuran orang tuanya.

- Fiksasi
Proses pendewasaan secara psikologis tidaklah bebas dari momen-momen yang penuh
dengan stres maupun kecemasan. Jika melangkah ke tahap perkembangan lebih lanjut
memunculkan kecemasan yang begitu besar, maka ego bisa mengambil strategi untuk tetap
bertahan di tahap psikologis saat ini, yang lebih nyaman. Pertahanan seperti ini disebut sebagai
fiksasi (fixation). Secara teknis, fiksasi merupakan keterikatan permanen dari libido pada tahap
perkembangan sebelumnya yang lebih primitive.

- Regresi
Keadaan dimana seseorang mundur secara mental ke tahap perkembangan sebelumnya. Hal ini
dilakukan karena seseorang tidak sangguo atau mengalami kesulitan untuk maju ke tahap
perkembangan selanjutnya dan kurang matang dalam beradaptasi. Contoh: seorang pria paruh
baya yang tidak merasa dirinya semakin tua, kembali ke fase phallic sehingga ia menunjukkan
kegenitan dan seductiveness.

- Proyeksi
Melakukan proyeksi dengan mengalihkan perbuatan tidak menyenangkan atau kekeliruan kepada
orang lain. Termasuk di dalamnya segala kegelisahan dan perasaan tidak enak yang lain sebagai
akibat dari perbuatan orang lain, dengan kata lain konseli berperilaku selalu menyalahkan pihak
di luar dirinya sebagai penyebab setiap persoalan.

- Introyeksi
Terjadi ketika seseorang memperoleh pendapat atau nilai-nilai orang lain, walaupun
bertentangan dengan dengan sikap/prinsip yang dipegangnya. Konseli dengan pertahanan ini
menerima apa saja yang disarankan oleh orang lain tanpa ada tanggapan dan argumentasi
mengapa menerima pendapat tersebut.

- Sublimasi
Mengubah atau mentransformasikan dorongan-dorongan primitif yang tidak dapat diterima
norma dan masyarakat luas menjadi dorongan atau aktivitas yang sesuai dengan norma dan
budaya yang berlaku. Contoh: seseorang yang karena norma memandang berkelahi adalah
perbuatan buruk, memilih untuk menjadi petinju.

G. TAHAPAN PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL


- Fase Oral
Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun.
Anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat. Freud
menyebutnya sebagai kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika
anak memasukkan benda kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam
mewujudkan rasa nikmat yang menjalar  ke seluruh tubuh anak. Ia merasakan
kenyamanan.
- Tahap Anal
Tahap anal berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan
latihan penggunaan toilet. Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk
mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi
kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus). Mengeluarkan feses dari anus adalah
hal yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari
dalam dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak
melalui saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat
dan tempat yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak,
karena memenuhi harapan orang dewasa di sekitarnya.
- Tahap Phallic
Tahap Pahllic berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area
kenikmatan seksualnya pada alat kelamin. Anak mulai bisa menikmati sentuhan
(rangsangan) pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus
complex, yaitu fase dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa
ayahnya adalah saingan. Pada tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis
envy, yaitu rasa iri anak perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki. Memang terdengar
sarkastik dalam menggambarkan dominasi laki-laki secara kultural, atau kepemimpinan
laki-laki secara historis. Apapun itu, memang terdengar sangat sarkastik.

Fase Falik Laki-laki Fase Falik PerempuaN


- Oedipus complex (hasrat seksual pada - Kompleks kastrasi dalam bentuk rasa isi
ibu/kebencian pada ayah akan penis
- Kompleks kastrasi dalam bentuk - Oedipus complex berkembang sebagai upaya
kecemasan kastrasi menghancurkan untuk mendapatkan penis (hasrat seksual
Oedipus complex pada ayah; kebencian pada ibu)
- Identifikasi kepada ayah - Penyadaran bertahap bahwa hastra Oedipaus
- Superego yang kuat menggantikan complex ini kemudian hilang dengan
Oedipux complex yang nyaris sendirinya
seluruhnya hilang - Identifikasi pada ibu
- Superego yang lemah menggantikan
Oedipus complex yang hilang sebagian

- Tahap Latensi
Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa
pubertas. Sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat seksual justru meningkat
sampai puncaknya pada masa pubertas. Represi seksualitas karena dianggap tabu pada
masa hidup Freud, membuat hasrat seksual harus dikendalikan dan ditekan.
- Tahap Genital
Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak
pubertas. Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk
penyelesaiannya adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui
persenggemaan dengan lawan jenis.

H. PENERAPAN TEORI PSIKOANALISI


- Teknik Terapeutik Awal Freud

Sebelum menggunakan teknik psikoterapi asosiasi bebas yang agak pasif, Freud
bergantung pada pendekatan yang jauh lebih aktif. Freud menggambarkan teknik yang ia
gunakan untuk membuka kenangan masa kanak-kanak yang mengalami depresi. Prosedur yang
sangat sugestif seperti ini memang memberikan hasil yang Freud butuhkan, yaitu pengakuan
akan godaan masa kanak-kanak.
Freud menyatakan bahwa berdasarkan teknik dibawah tekanan ini, pasien-pasiennya
menggambarkan ingatan masa kanak-kanak dimana mereka digoda secara seksual oleh orang
dewasa. Pada saat ia terpaksa harus mengaku bahwa "gambaran-gambaran godaan tersebut tak
pernah terjadi, yang ada hanyalah fantasi yang dibuat oleh pasien-pasien saya karena saya sendiri
boleh jadi memaksakan gambaran godaan tersebut pada mereka, saya merasa kehilangan arah
selama beberapa saat". Akan tetapi, ternyata Freud tak lama kehilangan arah. Hanya dalam
waktu beberapa hari saja, dalam surat tanggal 21 September 1897 kepada Fliess, ia
menyimpulkan bahwa "gejala-gejala neurotis tidak terkait langsung dengan peristiwa-peristiwa
aktual, tetapi pada fantasi". Dan padaa saat itu Freud pertama kali menemukan Oedipus complex.
Seiring dengan berjalannya waktu, Freud kemudian menyadari bahwa taktiknya yang
sangat sugestif dan bahkan penuh paksaan seperti ini memunculkan ingatan tentang godaan pada
para pasien nya dan ia tak punya banyak bukti untuk memastikan apakah ingatan mereka benar-
benar terjadi. Freud semakin meyakini bahwa gejala neurotis terkait dengan fantasi masa kanak-
kanak ketimbang kenyataan material dan ia secara bertahap mengadopsi teknik Psikoterapeutik
yang lebih pasif.

- Teknik Terapeutik Freud yang Berkembang Kemudian


Tujuan utama dari terapi psikoanalisis Freud yang berkembang kemudian adalah
mengungkapkan ingatan yang direpresi melalui asosiasi bebas dan analisis mimpi. Lebih spesifik
lagi, tujuan dari psikoanalisis adalah untuk memperkuat ego, untuk membuatnya mandiri dari
superego, memperluas persepsi, dan mengembangkan organisasinya sehingga ego tersebut dapat
mengambil alih id. Di mana ada id, di situ ada ego" (Freud, 1933/1964, hlm. 80).
Agar penanganan analitis ini berhasil, libido yang semula muncul dalam bentuk gerala
gejala neurotis harus dibebaskan agar dapat melayani ego. Hal ini membutuhkan prosedur dua
tahap "Pertama, semua libido dipaksa pindah dari gejala ke transferens dan fokus di situ; kedua
pergulatan diarahkan pada objek yang baru ini dan melalui proses ini Jibud pan terbebaskan
(Freud. 1917/1963, him 455).
Situasi transference ini sangat penting dalam psikoanalisis, transference (transference)
mengacu pada perasaan seksual atau agresif yang kuat, baik positif maupun negatif. yang
dikembangkan oleh pasien selama penanganan terhadap terapis mereka. Perasaan transferens ini
tidak disebabkan oleh si terapis karena perasaan yang berangkat dari pengalaman masa lalu
pasien, terutama dengan orang tua mereka, hanya sekadar dialihkan kepada si terapis.
Transferens positif memungkinkan pasien untuk menghidupkan kembali pengalaman masa kecil
mereka dalam iklim penanganan analitis yang tak mengancam. Akan tetapi, transferens negatif
(negative transference) dalam bentuk kebencian perlu dikenali oleh terapis dan dijelaskan kepada
pasien agar mereka bisa mengatasi resistensi (resistance) terhadap penanganan (Freud,
1905/1953a, 1917/1963). Resistensi, yaitu beragam respons tidak sadar yang digunakan oleh
pasien untuk menghambat kemajuan mereka sendiri selama terapi, bisa menjadi sinyal positif
karena ini berarti terapi mulai meninggalkan ranah yang superfisial.
Freud (1933/1964) mencatat adanya sejumlah keterbatasan dari penanganan
psikoanalisis. Pertama, tidak semua kenangan masa lalu bisa atau sebaiknya dibawa ke alam
sadar. Kedua, penanganan ini tidak efektif untuk psikosis (psychoses) atau penyakit menetap
dibandingkan dengan masalah-masalah yang terkait dengan fobia, histeria, dan obsesi.
Keterbatasan ketiga, tidak hanya terbatas pada psikoanalisis, yaitu setelah sembuh, pasien bisa
mengalami masalah psikis lain. Menyadari keterbatasan tersebut, Freud merasa bahwa
psikoanalisis bisa digunakan bersama-sama dengan terapi-terapi lainnya. Akan tetapi, ia berulang
kali menekankan bahwa psikoanalisis tidak bisa dipersingkat atau dimodifikasi.
Idealnya, ketika penanganan analitis berhasil, maka pasien tak lagi menderita gejala
gejala yang membuatnya terhambat. Mereka bisa menggunakan energi psikis untuk melakukan
fungsi-fungsi ego dan mercka berhasil mengembangkan ego yang mencakup pengalaman yang
dulunya direpresi. Mereka tidak mengalami perubahan kepribadian yang berarti, tetapi mereka
menjadi seperti apa yang mereka bisa capai dalam kondisi-kondisi van serta mendukung.

- Analisis Mimpi
Freud menggunakan analisis mimpi untuk mengubah muatan manifes pada mimpi
menjadi muatan laten yang lebih penting. Muatan manifes (manifest content) dari mimpi adalah
makna mimpi pada permukaan atau deskripsi sadar yang disampaikan oleh orang yang
bermimpi, sedangkan muatan laten (latent content) berarti hal-hal yang tak disadari.
Asumsi dasar dari analisis mimpi Freud adalah hampir semua mimpi merupakan upaya
pemenuhan keinginan (wish ailments). Sejumlah keinginan tampak jelas dan diungkapkan
melalui muatan manifes, seperti pada orang yang tidur dalam keadaan lapar dan bermimpi
memakan makanan enak yang banyak. Akan tetapi kebanyakan upaya pemenuhan keinginan
diungkapkan melalui muatan laten dan hanya tafsir mimpilah yang bisa mengungkapkan
keinginan tersebut Asumsi bahwa mimpi merupakan upaya pemenuhan keinginan, tidak muncul
pada pasien pasien yang mengalami pengalaman traumatis. Pada orang-orang seperti ini mimpi
muncul mengikuti prinsip kompulsi repetisi (repetition compulsion) ketimbang memenuhi
keinginan. Mtimpi-mimpi seperti ini lazim didapati pada orang-orang yang mengalami kelainan
stres pasca trauma (post traumatic stress disorder) yang berulang kali memimpikan pengalaman
yang menakutkan atau traumatis (Freud, 1920/1955 a. 1933/1961).
Freud meyakini bahwa mimpi dibentuk di alam tidak sadar, tetapi mencoba masuk ke
alam sadar. Agar bisa disadari, mimpi harus bisa menyelinap melewati sensor pertama dan akhir.
Bahkan, saat dalam keadaan tidur pun para penjaga ini tetap waspada sehingga materi-materi
psikis tidak sadar perlu bersembunyi dalam selubung penyamaran Selubung ini bisa bekerja
dengan dua dasar-kondensasi (condensation) dan pengalihan placement)
Pengalihan berarti bahwa gambaran mimpi digantikan oleh gagasan lain yang tidak ada
kaitannya (Freud, 1900/153). Kondensasi dan pengalihan muatan ini berlangsung menggunakan
symbol. Mimpi juga bisa menipu orang yang bermimpi dengan cara menghambat atau
memutarbalikkan perasaan orang yang bermimpi itu. Misalnya, laki-laki yang punya perasaan
ingin membunuh ayahnya memimpikan kematian ayahnya, tetapi dalam muatan manifes mimpi,
ia tidak merasa senang ataupun sedih: artinya perasaannya terhambat. Perasaan tak
menyenangkan juga bisa muncul secara berlawanan dalam tingkat mimpi manifet .
Dalam menafsirkan mimpi, Freud (1917/1963) biasanya mengikuti satu dari metode.
Metode pertama adalah meminta pasien untuk mengaitkan mimpi dengan semua hal yang
berhubungan dengan mimpi tersebut, tanpa memperhatikan apakah hal-hal tersebut benar-benar
terkait atau keterkaitannya tidak logis. Freud meyakini bahwa asosiasi seperti itu
mengungkapkan keinginan tidak sadar yang ada di balik mimpi. Tujuan dari kedua metode
tersebut (asosiasi dan simbol) adalah untuk menelusuri bagaimana mimpi itu terbentuk sampai
akhirnya menjadi muatan laten. Freud (1900/1953, hlm. 608) meyakini bahwa tafsir mimpi
adalah pendekatan yang paling dapat diandalkan untuk mempelajari proses-proses tidak sadar
dan menyebutnya sebagai "jalan agung (royal road) demi mendapatkan pengetahuan tentang
alam tidak sadar.
Pemahaman bahwa mimpi adalah upaya untuk memenuhi keinginan juga berlaku pada
mimpi tentang kecemasan. Penjelasannya adalah kecemasan berada pada sistem bawah sadar,
sedangkan keinginan berada pada alam tidak sadar. Freud (1900/1953) menjelaskan bahwa ada
tiga jenis mimpi tentang kecemasan, yaitu mimpi malu terhadap ketelanjangan diri, mimpi
tentang kematian seseorang yang dicintai, dan mimpi gagal dalam ujian. Pada mimpi malu
terhadap ketelanjangan diri, orang yang bermimpi merasa malu atau rikuh karena merasa
telanjang atau berpakalan tidak layak di hadapan orang asing. Orang yang menatap biasanya
tampak tak peduli, sekalipun orang yang bermimpi itu sangat malu. Mimpi tersebut bermula
pada pengalaman telanjang ketika kanak-kanak di depan orang dewasa. Pada awalnya, anak-anak
tidak merasa malu, tetapi orang dewasa menunjukkan ketidaksetujuan. Freud meyakini bahwa
mimpi bisa memenuhi keinginan dengan dua cara. Pertama, sikap tidak peduli dari orang yang
menatap tersebut memenuhi keinginan infantil, yaitu orang dewasa yang menyaksikan tersebut
tidak memberikan hukuman. Kedua, ketelanjangan tersebut memenuhi keinginan untuk
memamerkan diri sendiri, hasrat yang biasanya ditekan oleh orang dewasa, tetapi muncul pada
anak kecil.
Mimpi tentang kematian seseorang yang dicintai juga berawal dari masa kanak-kanak
dan pemenuhan keinginan. Apabila seseorang memimpikan kematian orang yang lebih muda,
maka alam tidak sadar mengekspresikan keinginan untuk melukai adik yang menjadi saingan
selama periode infantil. Apabila yang meninggal adalah orang yang lebih tua, maka orang yang
bermimpi ini memenuhi keinginan Oedipal akan kematian orang tua. Orang yang bermimpi,
merasa cemas dan berduka selama bermimpi, hal ini karena perasaan tersebut sudah dibalik.
Mimpi akan kematian orang tua ini lazim pada orang dewasa, tetapi hal ini tidak berarti bahwa
orang yang bermimpi tersebut menginginkan orang tuanya meninggal dunia. Mimpi-mimpi
tersebut dimaknai oleh Freud bahwa sebagai anak-anak. orang yang bermimpi tersebut
mengharapkan kematian orang tua, tetapi keinginan tersebut begitu mengancam dirinya sehingga
tak bisa masuk ke alam sadar. Bahkan di masa dewasa pun, keinginan akan kematian biasanya
tidak muncul dalam mimpi, kecuali perasaan yang that diubah menjadi rasa duka cita.
Mimpi Tentang kecemasan ketiga yang lazim, adalah gagal dalam ujian sekolah. Mimpi-
mimpi tersebut biasanya terjadi manakala orang yang bermimpi akan menghadapi tugas yang
sulit. Dengan bermimpi gagal dalam ujian yang sudah berlalu, maka ego bisa memberikan
penjelasan. "Sekalipun saya khawatir, saya sudah lulus ujian ini sebelumnya. Sekarang, saya
cemas menghadapi tugas berikut, tetapi saya pasti akan sukses. Oleh karena itu, saya tak perlu
cemas menghadapi ujian mendatang. Keinginan untuk terbebas dari kecemasan menghadapi
tugas yang sulit pun terpenuhi.
Dengan ketiga jenis mimpi yang lazim ini. Freud mencari keinginan yang tersembunyi di
balik mimpi tingkat manifes. Mencari pemenuhan keinginan tersebut membutuhkan kreativitas
besar. Ringkasnya, Freud meyakin bahwa mimpi dimotivasi oleh upaya memenuhi keinginan.
Muatan laten dan mimpi dibentuk dalam tidak sadar dan biasanya berakar pada pengalaman
masa kanak-kanak, sementara muatan manifes sering kali berawal dari pengalaman sehari-hari.
Tafsir mimpi menjadi "jalan agung" untuk memperoleh pengetahuan akan alam tidak sadar,
tetapi mimpi tak bisa diinterpretasikan jika orang yang bermimpi tadi tidak membangun asosiasi
atas mimpinya. Muatan laten diubah menjadi muatan manifes melalui kerja mimpi (dream work).
Kerja mimpi tersebut mencapa tujuan tersebut melalui proses kondensasi, mengalihkan, dan
menghalangi perasaan. Apa yang tampil dalam mimpi manifes boleh jadi tidak sama dengan
mimpi laten, tetapi Freud meyakini bahwa tafsir mimpi yang akurat akan mampu
mengungkapkan ketertarikan yang tersembunyi apabila kerja mimpi ditelusuri sampai ke akarnya
sehingga gambaran gambaran tidak sadar pun akhirnya terungkap.

- Freudian Slips
Freud meyakini bahwa keliru ucap atau tulis, salah baca, salah dengar, salah menaruh
barang dan selama sejenak melupakan nama atau apa yang ingin dilakukan. yang terjadi sehari
hari, bukanlah sekadar kecelakaan. Akan tetapi justru mengungkapkan tujuan sescorang yang tak
ia sadari. Dalam tulisannya tentang kekeliruan-kekeliruan ini, Freud (1901/1960) menggunakan
sebuah kata dalam bahasa Jerman, yaitu Fehlleistung atau "kekeliruan funga Vaulty function).
Akan tetapi, James Strachey, salah satu penerjemah tulisan-tulisan Freud kemudian menciptakan
istilah parapraxis untuk menyebut apa yang kini banyak dikenal sebagai keliru ucap ala Freud"
(Freudian slips).
Parapraxes atau keliru ucap tanpa sadar begitu lazim terjadi sehingga biasanya tidak kita
perhatikan dan kita pun menampik kemungkinan bahwa mereka punya makna yang tersembunyi.
Akan tetapi, Freud bersikeras bahwa kekeliruan memiliki makna: mereka mengungkapkan tujuan
tidak sadar dari orang tersebut: "Kekeliruan ini bukanlah sekadar kebetulan, tetapi tindakan
mental yang serius: mereka masuk akal; mereka muncul dari tindakan-tindakan lain yang
sejalan-atau tepatnya, tindakan yang sama-sama saling bertentangan dari dua tujuan yang
berbeda" (Freud, 1917/1963, hlm. 44). Salah satu tindakan yang bertentangan ini muncul dari
ketidaksadaran, sedangkan yang lain muncul dari alam bawah sadar. Keliru ucap yang tak
disadari ini serupa seperti mimpi keduanya sama-sama hasil dari alam bawah sadar dan alam
tidak sadar di mana tujuan tidak sadar begitu dominan sehingga mengganggu dan menggantikan
tujuan yang ada di alam bawah sadar.

I. Penelitian Terkait

Dari seluruh teori yang diajukan oleh Freud, bobot ilmiah dari teorinya adalah salah satu
pertanyaan yang paling sering diajukan dan diperdebatkan. Karl Popper, filsuf sains yang
mengedepankan kriteria dapat diulang (falsifiability). membandingkan teori Freud dengan teori
Einstein dan menyatakan bahwa teori Freud tidak bisa diulang sehingga tak bisa digolongkan
sebagai ilmu. Selama abad 20, memang terdapat sederetan akademisi psikologi yang menampik
gagasan Freud karena dianggap sebagai spekulasi yang menarik dan boleh jadi memuat
pemahaman pemahaman tentang sifat manusia, tetapi tidak bisa disebut sebagai ilmu.
Pada akhir periode 1990-an, temuan-temuan dari bidang neurosains dan psikologi kognitif
mulai menyatu dengan proses-proses kognitif dan afektif yang sangat sejalan dengan teori dasar
Freudian. Kesamaan-kesamaan ini kemudian menjadi pondasi dari sebuah gerakan yang diawali
oleh beberapa psikolog kognitif, ilmuwan dibidang saraf, dan psikiater yang meyakini bahwa
teori Freud merupakan salah satu teori integratif yang paling meyakinkan — yang dapat
menjelaskan temuan-temuan di atas. Pada tahun 1999, sekelompok ilmuwan membentuk
perkumpulan Neuro-Psychoanalysis dan menerbitkan jurnal ilmiah dengan nama yang sama.
Untuk pertama kalinya, sederetan psikolog kognitif dan ilmuwan dibidang syaraf, seperti peraih
Nobel untuk bidang fisiologi Eric Kandel, bersama dengan Joseph LeDoux, Antonio Damasio,
Daniel Schacter, dan Vilayanur Ramachandran, menyatakan secara terbuka nilai teori Freud dan
menyatakan bahwa "psikoanalisis merupakan telaah pikiran yang paling koheren dan paling bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan intelektual (sebagaimana dikutip dalam Solms. 2004, hlm. 84).
Ilmuwan dibidang syaraf. Antonio Damasio menulis: "Saya meyakini bahwa kita bisa
menegaskan bahwa pikiran-pikiran Freud tentang kesadaran sejalan dengan pandangan
neurosains kontemporer terkini" (sebagaimana dikutip dalam Solms & Turnbull, 2002. hlm. 93).
Dua puluh tahun lalu, pernyataan seperti yang diungkapkan oleh pakar neurosains ini sama sekali
tak pernah terbayangkan.
Mark Solms boleh jadi merupakan tokoh yang paling aktif mengintegrasikan teor-teori
psikoanalisis dengan penelitian neurosains (Solms, 20002004 : Solms & Turnbull, 2002).
Misalnya. ia berpendapat bahwa konsep-konsep Freudian berikut ini mendapatkan dukungan dari
neurosains modern, yakni motivasi tidak sadar, represi. prinsip kesenangan, dorongan primitif
dan mimpi (Solms, 2004). Serupa dengan pendapat tersebut. Kandel (1999) menyatakan bahwa
psikoanalisis dan neurosains bisa bersama-sama memberikan kontribusi vang berarti pada
delapan domain berikut ini yaitu sifat-sifat proses mental tidak sadar sitat-sitat kausalitas
psikologis: kausalitas psikologis dan psikopatologi: pengalaman masa lalu dan sifat-sifat yang
mendasari kelainan mental, alam bawah sadar, alam tidak sadar, dan korteks prefrontal: orientasi
seksual psikoterapi dan perubahan struktur pada otak serta psikofarmakologi sebagai cabang dari
psikoanalisispsikoanalisis.
Sekalipun ada kesenjangan pada bukti (Hobson, 2004), tumpang tindih antara teori Freud
dengan neurosains cukup memadai atau bahkan meyakinkan untuk melakukan integrasi antara
kedua hal tersebut. Kita sudah membahas sejumlah bukti empiris tentang proses mental tidak
sadar. id dan prinsip kesenangan, ego juga prinsip kenyataan. serta mekanisme pertahanan. juga
tentang mimpi.

- Proses Mental Tidak Sadar


Kebanyakan ilmuwan dan filsuf mengakui dua bentuk kesadaran yang berbeda. Pertama
adalah kondisi tidak sadar atau tidak terjaga dan kedua adalah kondisi sadar. Kondisi tidak sadar
disebut sebagai "kesadaran inti" (core consciousness) sementara kondisi sadar disebut sebagai
kesadaran yang diperluas" (extended consciousness). Batang otak dan sistem yang
mengaktivasinya secara khusus merupakan bagian dari otak yang secara langsung terkait dengan
kesadaran inti atau ketidaksadaran dalam arti kondisi tak terjaga. Misalnya, koma disebabkan
oleh kerusakan pada bagian ini di batang otak sehíngga orang menjadi tidak sadar. Sebaliknya.
kondisi sadar dan bisa berefleksi pada pengetahuan serta diri seseorang merupakan fungsi dari
aktivitas korteks prefrontal (korteks frontal dorsal) (Solms, 2004; Solms & Turnbull, 2002).
Selain itu, tema utama dari psikologi kognitif selama dua puluh tahun terakhir adalah
fenomena proses mental tidak sadar atau apa yang disebut sebagai pikiran dan ingatan yang
"implisit". "tidak sadar", atau otomatis” (Bargh & Chartrand, 1999, Schacter, 1987). Melalu
istilah-istilah ini, psikolog kognitif menjelaskan tentang proses mental yang tidak berada pada
kesadaran, tetapi tidak juga berada di bawah kendali kesadaran dan hal ini mendekati apa yang
disebut oleh Freud sebagai ketidaksadaran. Tentu saja, konsep Freud tentang ketidaksadaran
lebih dinamis, represif juga menghalang-halangi, tetapi-seperti yang akan kita lilhat di bagia
berikut--neurosains kognitif ternyata mengungkapkan ketidaksadaran yang serupa.
- Kesenangan dan Id: Halangan Ego
Temuan dari berbagai program penelitian neurosains menunjukkan bahwa dorongan demi
kesenangan bermula dari neurologis pada dua stuktur otak, yaitu batang otak dan sistem limbik
( Solms, 2004; & Turnbull, 2002). Pada Tahun 1923, ketika Freud mengubah pandangannya
tentang bagaimana pikiran bekerja dan mengusulkan pandangan structural tentang id, ego dan
superego dimana ego menjadi truktur yang sebetulnya tidak disadari, tetapi memiliki fungsi
utama menghalang-halangi dorongan. Apabila bagian otak yang berfungsi menghalangi
dorongan dan implus ini rusak, maka kita bisa melihat adanya peningkatan pada dorongan-
dorongan memuaskan kesenangan yang berbasis pada id. Dalam bahasa Freudia, egonya tak
mampu lagi menghalangi dorongan-dorongan dan insting-insting dasarnya sehingga ia pun
dikendalikan oleh id.
Menurut Solms, hal dasar yang ditemukan pada pasien yang mengalami cidera pada
lobus frontalnya adalah ketidakmampuannya untuk tetap “berpegang pada kenyataan” Reality-
bound) atau ego dan kecenderungannya untuk memaknai segala peristiwa melalui “keinginan”
atau id, yaitu bahwa mereka menciptakan kenyataan sesuai dngan keinginan atau kemauan
mereka sendiri. Semua ini menurut Solms, mendukung pemikiran Freud tentang prinsip
Kesenangan dari id dan prinsip kenyataan dari ego.

- Represi,Halangan, dan Mekanisme Pertahanan


Salah satu komponen utama dari teori Freud adalah mekanisme pertahanan, khususnya
represi. Alam tidak sadar secara aktif (dinamis) memastikan pikira, perasaan, maupun dorongan
yang tidak menyenangkan atau mengancam tidak masuk kea lam sadar. Wilayah mekanisme
pertahanan menjadi area kajian yang aktif digali oleh para pakar kepribadian. Dari perspektif
neuropsikiologis, Solms (2004) melaporkan kasus-kasus yang menggali wilayah otak yang dapat
berimplikasi pada bagaimana mekanisme pertahanan digunakan dan dipertahankan. Solms
(2004) secara khusu menggambarkan kasus-kasus yang menunjukkan terjadinya represi
terhadap informasi yang dianggap tidak menyenangkan ketika terjadi kerusakan di hemisfer
sebelah kanan dan jika daerah yang rusak tersebut mengalami stimulasi secara srtifisial, maka
represi pun hilang, dengan kata lain kesadaran muncul kembali. Kajian yang dilakukan oleh
Howard Shevrin dan rekan menggali tentang aspek-aspek neurofisiologis yang melandasi
represi. Lebih khusus lagi, mereka mencari tau apakah orang-orang dengan kepribadian gaya
represif ini membutuhkan periode stimulasi yang lebih panjang untuk rangsangan-rangsangan
yang dipersepsikan secara sadar. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa secara umum, agar
agar manusia secara sadar bisa mempresepsikan rangsangan yang ada, maka membutuhkan
waktu antara 200 milidetik-800 milidetik. Kajian oleh servin dkk, ini menyangkut 6 subjek
penelitian klinis yang berusia antara 51-70 tahun, yang bertahun-tahun sebelumnya menjalani
operasi untuk mengatasi masalah motoric. Hasil menunjukkan bahwa 6 subjek membutuhkan
waktu selama 200 milidetik – 800 milidetik agar mereka bisa mempersepsikan stimulus secara
sadar. Hasil yang diperoleh menunukkan bahwa gabungan gabungan antara peringkat yang
diberikan oleh ketiga penilai, secara signifikan dan positif terkait dengan waktu yang dibutuhkan
oleh rangsangan tersebut agar dapat dipersepsikan secara sadar. Lebih jauh lagi, hasil kuesioner
Histeroid-Obsesoid yang dinilai secara objektif menegaskan hal tersebut. Dengan kata lain
semakin seseorang gaya kepribadian yang represif, maka semakin lama mereka butuh waktu
untuk mempersepsikan stimulus. Usia dan IQ tidak terkait dengan lamanya waktu yang
dibutuhkan agar rangsangan tersebut disa dipersepsikan.

- Penelitian Tentang Mimpi


Pada tahun 1950-an, kerika fenomena tidur dengan gerakan mata cepat pertama kali
ditemukan dan diketahuiterkait erat dengan mimpi, maka sejumlah peneliti mulai melihat teori
Freud dengan sebelah mata, yaitu teori yang meyakini bahwa mimpi memiliki makna dan
berupaya untuk memenuhu keinginan tidak sadar. Selain itu, penelitian REM menunjukkan
bahwa bukan daerah batang otak yang terkaitdengan kondisi REM dan bukan wilayah-wilayah
kortikal lainyang lebih tinggi. Ranah penelitian Solms adalah mimpi dan, berdasarkan pada
penelitian terkini termasuk penelitiannya sendiri, ia mengambil isu-isu yang terkait dengan
asumsi-asumsi yang diajukan oleh teori sintesis aktivasidengan mimpi. Penting untuk di lihat
bahwa Solms berpendapat, mimpi dan REM bukanlah sutu hal dan tidaklah sama. Selain itu,
mimpi sendiri tidaklah acak. Daniel Wegner dan koleganya menguji satu aspek dari teori mimpi
Freud. Wegner dan koleganya menguji kebenaran pernyataan tersebut dalam kelompok
mahasiswa. Pertama, subjek diberi instruksi sebelum tidur untuk berpikir tentang dua orang,
yaitu seorang dengan sispa mereka pernah “jatuh cinta” dan seorang yang mereka “incar” tetapi
tidak sampai jatuh cinta. Kemudian, subjek-subjek itu diminta untuk melakukan satu dari tiga hal
berikut; supresi, ekspresi, dan menyebutkan. Hasil diperoleh menunjukkan bahwa subjek lebih
banyak memimpikan target yang di supresi dibandingkan dengan target yang tidak disupresi.
Mereka juga lebih banyak bermimpi tentang target-terget yang disupresi ketimbang orang-orang
selain target yang disupresi. Dengan kata lain, mereka lebih mungkin untuk bermimpi tentang
orang-orang yang mereka pikirkan (target), tetapi lebih besar lagi kemungkinan untuk
memimpikan orang-orang yang tidak ingin mereka pikirkan (supresi). Oleh karena itu, pihak
penulis menyimpulkan bahwa pikiran-pikiran yang mengalami supresiakan cenderung untuk
“memantul” dan muncul didalam mimpi. Satu bagian yang kemudian mendapatkan banyak
perhatian adalah tentang sensor mimpi. Sensor mimpi menurut Freud, merupakan mekanisme
yang mengubah muatan laten mimpi menjadi muatan manifest yang lebih bisa diterima dan tidak
terlalu menakutkan. Boag (2006) menyebutkan bahwa satu konseptualisasi dari sensor mimpi
adalah dengan cara memandangnya, seperti mekanisme yang berlaku pada repsesi atau halangan.

J. KRITIK TERHADAP FREUD


- Apakah Freud Memahami Wanita?
Kritik yang kerap ditunjukkan pada Freud adalah ia tidak memahami wanita dan teori
kepribadiannya sangat berorientasi pada laki-laki. Kritik tersebut ada benarnya dan Freud sendiri
mengakui bahwa ia tidak sepenuhnya memahawi jiwa perempuan. Mengapa Freud tidak
memiliki pemahaman yang baik mengenai jiwa feminism? Salah satu jawabannya adalah karena
ia adalah anak pada jamannya. Jaman dimana masyarakat saat itu didominasi oleh laki-laki. Pada
abad ke-19 di Austria, perempuan dipandang sebagai warga kelas dua yang hanya punya sedikit
hak maupun kekuasaan. Wanita tak punya banyak kesempatan untuk menduduki profesi atau
menjadi anggota dari organisasi prosefional seperti Freud’s Wednesday Psyhological Society.
Freud sendiri merupakan laki-laki kelas atas di Wina yang sikap seksualnya dibentuk
ketika masa perempuan diharapkan untuk merawat suami mereka, mengelola rumah tangga,
merawat anak mereka dan mengambil jarak dari urusan pekerjaan suami. Istri Freud sendiri,
Martha, juga mengikuti aturan sosial ini (Gay, 1998)
Mengapa Freud tidak bisa memahami perempuan? Mengingat ia dibesarkan di
pertengahan abad ke-19, penerimaan orang tua terhadap dominasinya atas saudara-saudara
perempuannya, kecenderungannya untuk membesar-besarkan perbedaan antara perempuan dan
laki-laki dan keyakinan bahwa wanita berada pada “wilayah misterius” kemanusiaan, tampaknya
membuat Freud tidak mempunyai pengalaman yang memadai untuk bisa memahami perempuan.
Mendekati ajalnya, ia masih juga bertanya “Apa keinginan seorang wanita?”pertanyaan ini
sendiri mengungkapkan pandangan Freud yang bias terhadap gender yang menduga bahwa
semua anita meninginkan hal yang sama dan apa yang mereka inginkan berbeda dengan laki-
laki.

- Apakah Freud Seorang Ilmuwan?


Kritik terhadap Freud sering kali berkutat pada posisinya sebagai seorang imuwan.
Sekalipun ia berkali-kali bersikeras bahwa ia sejatinya adalah seorang ilmuwan dan bahwa
psikoanalisis adalah ilmu, definisi Freud tentang ilmu peril dijelaskan lebih lanjut. Ketika ia
menyebut psikoanalisis sebagai ilmu , ia mencoba memisahkannya dari filsafatataupun idiologi.
Ia tidak menyebutnya sebagai ilmu alam bahasa Jerman dan budaya memengaruhi Freud pada
saat itu membedakan antara ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Sayangnya, terjemahan James
Strachey membuat Freud tampak sebagai ilmuwan dalam bidang ilmu kemanusiaan, yaitu
seorang humanis atau akademisi dan bukan ilmuwan alam. Berdasarkan cara pandang terhadap
ilmu di jerman pada abad ke-19, sejumlah penulis kontemporer memandang metode dalam
membangun teori adalah kemah dan tidak terlalu ilmiah. Kita sering kali mendengar bahwa ilmu
seharusnya dibangun diatas konsep-konsep yang jelas didefinisikan secara tajam. Sesungguhnya
tidak ada satupun ilmu, termasuk yang paling pasti sekalipun, bisa didefinisikan dengan cara ini.
Awal sejati dari aktivitas keilmuan justru bertumpu pada penggambaran atas fenomena yang
dilanjutkan dengan upaya mengelompokkan fenomeda tersebut, mengklasifikasi, dan
mengorelasi antara satu fenomeda dengan fenomena lain. Bahkan pada tahap deskripsi seperti
ini, sulit untuk menghindari penggunaan gagasan-gagasan abstrak untuk menjelaskan hal-hal
yang ada dalam genggaman, gagasam-gagasan yang datang dari sumber-sumber lain, tetapi yang
jelas bukan dari observasi semata.
BAB III

KESIMPULAN

Memang benar bahwa dalam sejarah psikologi pandangan Freud tentang seksualitas
memiliki pengaruh intensif terhadap sejumlah pemikir. Beberapa pengikutnya tampaknya telah
mendedikasikan semua kreativitas mereka di belakang pembentukan teori seks Freudian. Tetapi
seiring dengan modernisasi psikologi dan proses psikoanalitik, teori-teori seks Freudian telah
kehilangan daya tarik atau penerimaan mereka. Mungkin karena alasan itulah, Joseph Jastrow
yang menjadi pengikut Freud mengatakan bahwa kompleks Oedipus Freud adalah konsep yang
tidak senonoh dan tidak memadai. Tidak mungkin menemukan akar atau asal dari klaim ini.
Setelah pembacaan konstan, kita menjadi hanya dapat mengetahui bahwa itu tidak lain
adalah konsekuensi dari psikoanalisis Freud yang didasarkan pada anggapan pribadinya yang
tidak memiliki bukti (Rahim, 2002). Selain itu, jika kita sampai pada kesimpulan kasus Paul,
kompleks Oedipus dan penyebabnya sudah jelas bagi kita. Paul belum menjadi orang dewasa
normal dengan melupakan beberapa hal masalah seperti anak-anak lain. Itu tidak hanya
ditentukan oleh persalinan ibunya yang tidak normal. Alasannya ada dalam banyak hal; beberapa
berasal dari orang tua; beberapa berasal dari saudara-saudaranya, beberapa bahkan dari
masyarakat, peradaban mekanis, yang menyebabkan tragedi keluarga dan distorsi kepribadian
dan menghancurkan perkembangan orang sehat terhadap roh. Oleh karena itu, mudah untuk
menyadari dan mengenali bahwa hubungan Paul dengan ibu adalah hasil dari banyak penyebab
yang tidak biasa dan abnormal, yang sebagian, luar biasa dan individual daripada universal.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa tidak biasa atau alami bagi orang-orang yang tinggal
di keluarga dan lingkungan yang sehat untuk mengalami masalah emosional yang begitu ganjil
dan kompleks.

Anda mungkin juga menyukai