Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

“TEKNIK PEMBERIAN OBAT”

Disusun oleh :

MUHAMAD FAJAR NOVA ADAM 17040016

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG

TAHUN

2020
I. DASAR TEORI
Pemerian obat secara parenteral merupakan salah satu rute
pemerian obat dimaksudkan untuk mendapatkan efek farmakologi
yang lebih cepat dengan efek terapi yang dikehendaki (Tjay,T.H
dan Rahardja,K, 2007).
Terminology parenteral “di luar usus” tidak mengalami
suatu proses farmakokinetik dalam saluran pencernaan tetapi
langsung kedalam sirkulasi darah. Obat yang disuntikan secara
parenteral adalah suatu yang disuntuikkan melalui lubang jarum
yang runcing ke dalam bagian tubuh pada beebagai tempat dan
kadaan bermacam kedalaman (Ganiswan, 1995).
Beberapa cara pemberian secara parenteral :

Intravena                : disuntikkan kedalam vena

Intramuscular         : disuntikkan kedalam otot

Subkutan                : disuntikkan dibawah kulit

Intraoeritonial        : disuntikkan di sekitar rongga perut

Peroral : disuntikan kedalam mulut

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah


dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang
lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya
diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).

Jenis Hewan Coba:

1. Tikus

Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik, aktifitasnya tidak


terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan
kasar atau dalam keadaan defisiensi nutrisi, cenderung
menjadi galak dan sering menyerang, dapat hidup sendiri di
kandangnya.

2. Mencit

Cenderung berkumpul bersama, penakut fotofobik, lebih


aktif pada malam hari, aktifitas terhambat dengan kehadiran
manusia, dan tidak menggigit. Mencit dan tikus digunakan
sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan
penelitan terutama yang akan diterapkan pada manusia.
Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan
harganya relatip murah, ukurannya kecil sehingga mudah
ditangani, jumlah anak perperanakannya banyak.
Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan
dan perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari
pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya.
( Sundari, 2011).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis


kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari
masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan
oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya.
Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan
atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan
dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya)
dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1998).

Rute pemberian obat :

1. Peroral

Pegang mencit sesuai dengan cara yang disebutkan


sebelumnya sehingga leher mencit dalam keadaan lurus.
Kemudian masukkan suntikan oral kedalam mulut sampai
esophagus (posisi suntikan oral yang dimasukkan tegak
lurus).

2. Subkutan

Obat disuntikkan di bawah kulit daerah tengkuk (di


leher bagian atas) dengan terlebih dahulu mencubit
kulitnya, lalu suntikkan dengan sudut 45 derajat.

3. Intraperitoneal

Hewan dipegang sesuai ketentuan sebagaimana telah


disebutkan sebelumnya. Pada saat penyuntikkan, posisi
kepala lebih rendah dari abdomen yaitu dengan
menunggingkan mencit atau tikus. Jarum disuntikkan
sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen,
posisi jarum agak menepi dari garis tengah  (linea alba)
untuk menghindari agar tidak mengenai organ di dalam
peritoneum.

4. Intramascular
Penyuntikan dilakukan pada otot gluteus maximus
atau bisep femoris atau semi tendinosus paha belakang
dengan jarum panjang 0,5 – 2,0 cm dengan ukuran 24
gaugae.
5. Intravena
Penyuntikan di bagian ekor dengan jarum berukuran
28 gauge dengan panjang 0,5 dan disuntikan pada vena
lateralis ekor.
(Tanu, 2007)

II. PERHITUNGAN
Diketahui :
Dosis untuk mencit 20 g = 15 mg/kg bb
Maka, 15 mg/kg bb X 0,02 kg = 0,3 mg
Faktor konversi mencit – tikus =7
Maka, 0,3 mg x 7 = 2,1 mg
1. Dosis peroral = 190 g
2. Dosis subkutan = 200 g
3. Dosis intravena = 180 g
4. Dosis intrapertoneal = 190 g
5. Dosis Intramaskular = 210 g
Jawab :
1. Peroral : untuk tikus 190 g = 190 g /200 g x 2,1 mg = 1,995 g
2. Subkutan : untuk tikus 200 g = 200 g/200 g x 2,1 mg = 2,1 mg
3. Intravena : untuk tikus 180 g = 180 g/200 g x 2,1 mg = 1,89 g
4. Intraperitoneal : untuk tikus 190 g = 190 g/200 g x 2,1 mg =
1,995 g
5. Intramaskular : untuk tikus 210 g = 210 g/200 g x 2,1 mg =
2,205 g

III. HASIL
Tabel hasil perhitungan dosis mencit – tikus

Mencit 20 g Berat Tikus Rute Pemberian Hasil perhitungan

190 g Peroral 1,995 g

200 g Subkutan 2,1 g

180 g intravena 1,89 g


190 g intraperioneal 1,995 g

210 g Intramaskular 2,205 g

IV. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mempelajari tentang teknik pemberian
obat dengan tujuan agar mahasiswa mampu mengenal teknik-
teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat,
mengevaluasi efek yang timbul akibat pemberian obat obat melalui
rute berbeda dan menyatakan berapa konsentrasi praktis dari
pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya. Pemberian obat
pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan melalui cara peroral,
subkutan, intravena, intraperitoneal dan intramaskular.
Pertama, dengan cara peroral (pemberian obat melalui
mulut masuk kesaluran instestinal) digunakan jarum injeksi yang
berujung tumpul agar tidak membahayakan bagi hewan uji.
Pemberian obat secara per oral merupakan cara pemberian obat
yang umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun
kerugiannya ialah banyak faktor yang dapat mempengaruhi
bioavabilitasnya sehingga waktu yg butuhkan cukup lama.
Kedua, dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui
tengkuk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit).
Keuntungannya obat dapat diberikan dalam kondisi sadar atau
tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian obat perlu
prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi local ditempat injeksi.
Ketiga, pemberian obat dilakukan dengan cara intravena
yaitu dengan menyuntikan obat pada daerah ekor (terdapat vena
letaralis yang mudah dilihat dan dapat membuat obat langsung
masuk ke pembuluh darah). Keuntungannya obat cepat masuk dan
bioavabilitasnya 100%, sedangkan kerugiannya perlu prosedur
steril, sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi, resiko terjadi
kadar obatnya tinggi kalau diberikan terlalu cepat.
Keempat, dengan cara intraperitoneal (injeksi yang
dilakukan pada rongga perut). Cara ini jarang digunakan karena
rentan menyebabkan infeksi. Keuntungannya adalah obat yang
disuntikan dalam rongga peritoneum akan diabsorpsi cepat,
sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
Kelima, dengan cara intramaskular yaitu dengan
menyuntikan obat pada daerah yang berotot seperti paha, atau
lengan atas. Keutungan pemberian obat dengan cara ini, absorpsi
berlangsung cepat, dapat diberikan pada pasien sadat atau tak adar,
sedangkan kerugiannya dalam pemberiannya perlu prosedur steril,
sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi.
Dalam praktikum yang dilakukan, praktikan tidak dapat
mengamati hasil percobaan dikarenakan adanya pandemic covid19,
jadi praktikan hanya membahas secara teoritis tentang teknik
pemberian obat terhadap hewan (Tikus) percobaan. Selain secara
teorits praktikan juga melakukan perhitungan dosis untuk hewan
mencit ke tikus dengan faktor konversi 7, kemudian dilakukan
perhitungan terhadap bobot tikus dan rute pemberian yang berbeda
190 g (peroral), subkutan 200 g, intravena 180 g, intraperitoneal
190 g, dan intramaskular 210 g. Dari hasil perhitunagn yang
dilakukan didapatkan masing-masing dosis peroral 1,995 g,
subkutan 2,1 g, intravena 1,89 g, intraperitoneal 1,995 g dan
intramaskular 2,205 g pada hewan uji percobaan yang telah
dilakukan.

V. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan hewan uji maka dapat disimpulkan
pemberian obat pada hewan uji pada percobaan ini dilakukan
melalui cara peroral, subkutan, intravena, intraperitoneal dan
intramaskular. Dari hasil perhitungan dosis maka dosis
intramaskular 2,205 g lebih besar dan dosis paling kecil pemberian
obat secara intravena 1,89 g.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Tan,H.T.,Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting: khasiat,


Penggunaan dan Efek-Efek samping. Edisi V. Jakarta PT
Alex Media Komputindo Gramedia

Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI.


Jakarta: Kedokteran EGC.

Tanu, Ian. (2007). Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting


Khasiat,Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi
Keenam, Cetakan Pertama.Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Lampiran

1. Peroral

2. Subkutan

3. Intravena

4. Intraperitoneal

5. Intramaskular

Anda mungkin juga menyukai