Anda di halaman 1dari 22

BAB I KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Hakikat belajar , belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu
agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu
melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu. Belajar menurut gagne (1985),
adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar yaitu : (a) proses ,(b)
perubahan perilaku ,dan (c) pengalaman.
Hakikat pembelajaran , pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru
atau pendidik untuk membelanjakan siswa yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah) ,
pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada guru ,karena guru merupakan tenaga
profesional yang dipersiapkan kn untuk itu. Menurut mu Mudhofir (1987:30) pada garis
besarnya ada empat pola pembelajaran.
Menurut Adam & DIckey (dalam Oemar Hamalik ,2005) peran guru sesungguhnya sangat
luas meliputi:
a. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor).
b. Guru sebagai pembimbing (teacher as counselor )
c. Guru sebagai ilmuwan (teacher as scinlentist)
d. Guru sebagai pribadi (teacher as person)
Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang di inginkan di capai ,olehh kegiatan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan antara dalam upaya mencapai
tujuan tujuan yang lain yang lebih tinggi tingkatannya yaitu tujuan pendidikan dan tujuan
pembangunan nasional. Dimulai dari tujuan tujuan pembelajaran (umum dan khusus),tujuan
yang lebih tinggi tingkatannya , yakni membangun manusia (peserta didik ) yang sesuai
dengan yang dicita -citakan.jenis jenis tujuan yaitu, tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional /lembaga ,tujuan kurikuler, tujuan instruksional/ pembelajaran.
Pengertian strategi pembelajaran pada mulanya digunakan dalam dunia kemeliteran .
Strategi berasal dari bahasa Yunani strategi di artikan sebagai ilmu kejenderalan atau ilmu
kepanglimaan . Strategi dalam pengertian kemeliteran ini berarti cara penggunaan seluruh
kekuatan militer untuk mencapai tujuan perang . pengertian strategi terbit kemudian
diterapkan dalam dunia pendidikan,yang dapat di artikan sebagai suatu seni dan ilmu untuk
membawakan pengajaran dikelas sedemikian rupa hingga tujuan yang di tetapkan dapat
dicapai secara efektif dan efesien. Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis
garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut T. Raka Joni strategi sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru siswa dalam
mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan
efesien (Gulo ,2002)
Prinsip prinsip penggunaan strategi pembelajaran yang di maksud adalah hal hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran.prinsip umum penggunaan strategi
pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan pembelajaran dan semua
kondisi pembelajaran.setiap strategi memiliki kekhasan sendiri sendiri .oleh karena itu,guru
perlu memahami prinsip prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran berikut yaitu
berorientasi pada tujuan, individualitas , dan aktivitas.
BAB II KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
Sehubungan dengan sejumlah pertimbangan di atas , Marc 2005 menyatakan bahwa
pembagian siswa dalam kelompok kecil yang umum dilaksanakan adalah berdasarkan .
1 kelompok siswa dengan tingkat kecakapan yang sama setaraf atau mirip.
2. Kelompok dengan tingkat keterampilan yang serta.
3. Kelompok persahabatan, menginginkan bahwa siswa yang akrab untuk kerjasama atau
kerja bersama:
4. Kelompok minat.
dalam kaitannya dengan model pembelajaran yang banyak dikembangkan saat ini, yaitu
cooperative learning Laura Chandler 2009 menyarankan agar setiap kelompok terdiri dari 4
orang kelompok ini terbukti efektif dan luwes karena jika guru menginginkan dapat
mengelompokkan nya lagi menjadi 2 pasangan 2 pasang, tetapi tetap dalam kelompok yang
sama. Tiap tim hanya bersifat heterogen sehingga setiap anak memiliki Ki q&q sempatan
berinteraksi dengan anak yang berbeda titik secara rinci disarankan sebagai berik:
a. setiap tim meliputi 1 anak yang pandai, 2 anak yang rata-rata kepandaiannya dan 1
anak yang lambat bekerja.
b. Diupayakan ada kelompok laki-laki maupun perempuan.
c. Anggota tim menggambarkan perbedaan etnik atau ras atau suku.
d. Tim dibentuk paling lama untuk dalam jangka waktu sekitar 6 minggu, setelah itu
dapat dikelompokkan lagi.
e. Setelah pembentukan tim sebelum penugasan oleh guru beri kesempatan kepada
anggota tim untuk saling mengenal lebih ih dalam satu sama lain, misalnya melalui
kegiatan pemecahan kebekuan.
Pembentukan tim dalam pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan secara cepat dan
mudah misalnya melalui pembuatan kartu indeks. Caranya adalah sebagai berikut.
a. tulislah nama setiap siswa di atas sebuah kartu indeks dapat disebut cukup berukuran
setengah kartu pos
b. kelompokkan kartu kartu indeks itu menjadi 4 tumpukan yang masing-masing
tumpukan mewakili anak yang pandai, rata-rata atas rata-rata bawah dan lambat
belajar.
c. Pilih satu kartu indeks dari setiap tumpukan titik dalam memilih yakini dan cermati
bahwa pilihan anda sudah memperhatikan jenis kelamin ras dan kepribadian siswa,
sehingga setiap kelompok merupakan campuran heterogen
d. Pilihlah sisa anggota kelompok dengan cara yang sama.tempatkan setiap kartu indeks
yang berisi anggota tim dalam suatu tempat penyimpanan, misalnya dalam box kecil
dari plastik atau semacam tempat penyimpanan kartu katalog.
e. dalam kertas terpisah atau buku catatan, catatlah setiap nama tim dan anggotanya
dokumen kan arsipkan dengan baik , ini akan menjadi acuan Anda jika nanti akan
membentuk tim yang baru, tentu anda tidak menginginkan sepanjang tahun setiap
anak berada di kelompok yang sama, mereka akan bosan dan tidak kreatif lagi.
Inti pelaksanaan pembelajaran kolaboratif tentu saja harus terjadi diskusi, kontak
langsung antara orang perorangan dan masing-masing individu diberikan kesempatan
yang sama untuk mengutarakan pendapat dan gagasannya, dan pada akhirnya mereka
diwajibkan untuk mengambil kesimpulan atau memecahkan masalah sesuai dengan tugas
yang diberikan tujuan pembelajaran. melalui diskusi kelompok kecil memungkinkan
peserta tidak memperoleh manfaat melalui:
1. berbagai informasi dan pengalaman dalam pemecahan masalah atau
penambahan wawasan kognitif,
2. Meningkatkan pemahaman terhadap,
3. Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan pembelajaran dan pengambilan
keputusan,
4. Mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi,
5. membina kerjasama yang sehat dan efektif dalam kelompok yang kohesif dan
bertanggung jawab.
Memberikan penguatan guru harus mampu mendorong dan memotivasi siswa untuk
dapat belajar dengan baik. Hal ini misalnya dapat dilakukan guru pada saat awal
pembelajaran terkait dengan apersepsi atau pada saat menjelang akhir pembelajaran terkait
dengan refleksi titik pada persepsi guru menjelaskan berbagai manfaat yang dapat diraih
siswa dari mempelajari pokok tertentu aspek karir pengalaman profesi yang terkait pada saat
refleksi guru melakukan penilaian bersama-sama siswa dapat mempelajari pada hari ini, apa
kekuatan kekuatan siswa dan apa saja kelemahan-kelemahan yang harus dipelajari di rumah.
Menurut Hasibuan dan moedjiono 1990 :58 , tujuan pemberian penguatan antara lain:
1. Meningkatkan perhatian siswa:
2. Melancarkan atau memudahkan proses belajar
3. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi
4. mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu menjadi tingkah laku
belajar yang
5. Mengarahkan kepada cara berpikir yang baik atau divergen dan inisiatif
pribadi.
Beberapa jenis komponen keterampilan memberi penguatan antara lain berupa :
1. Penguatan atau verbal. Berupa kata atau kalimat yang disampaikan guru, contoh:
"baik, bagus, seratus untuk kamu, itu berupa jempol "dan lain sebagainya.
2. Penguatan gestural. Diberikan dalam bentuk mimik, gerakan badan atau anggota yang
dapat memberikan kesan positif terhadap siswa. Contohnya mengacungkan jempol.
Tersenyum. Kerlingan mata tepuk tangan,menggukan dan lain-lainnya.
3. Penguatan dengan cara mendekat kearah siswa, misalnya berdiri atau duduk di
samping siswa yang sedang berdiskusi, sedang praktik keterampilan, dan lain-lainnya.
4. penguatan dengan sentuhan misalnya dengan menepuk-nepuk pundak siswa, menjabat
tangan siswa, pada anak-anak kecil dapat dilakukan dengan mengusap rambut kepada
5. Penguatandengan memberikan kegiatan yang menyenangkan, misalnya siswa yang
berhasil diminta untuk memimpin kegiatan, membentuk rekan lain yang mengalami
kesulitan belajar.
6. Penguatan berupa tanda atau benda misal memberi tanpa bintang memberikan
komentar pujian pada LKS buku PR siswa atau buku raport siswa.

Dalam kaitan ini mulyasa 2005: 78 menyarankan sejumlah hal yang harus diperhatikan
guru dalam memberikan penguatan, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penguatan harus diberikan dengan sungguh-sungguh, penuh ketulusan:
2. pengobatan yang diberikan harus memiliki makna yang sesuai dengan kompetensi
yang diberikan muatan:
3. Hindarkan respon negatif terhadap jawaban peserta didik:
4. Penguatan harus dilakukan segera setelah sesuatu kompetensi di ditampilkan
5. Penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi.

Memberikan variasi adalah tidak nyaman bagi guru tatkala sedang mengajar, siswa
sebagai siswa tidak lagi memberikan perhatian, bahkan ada siswa yang berkali-kali melihat
jam dinding kelas atau jam tangannya yang menggambarkan keinginan siswa untuk segera
mengakhiri pembelajaran. Sebelum waktu berakhir. Ini menggambarkan bahwa siswa sudah
tidak lagi memiliki ketekunan belajar, kesungguhan, tidak antusias dan tidak lagi partisipasi
aktif. Di sini keterampilan guru dalam membuat variasi menjadi penting agar tidak menjadi
kebosanan dan kejenuhan belajar. Menggunakan variasi diartikan sebagai aktivitas guru
dalam konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengenai kebosanan siswa sehingga
dalam pelajaran siswa selalu menunjukkan ketekunan, perhatian,, motivasi yang tinggi dan
kesedihan berperan serta secara aktif.
Keterampilan membuka dan menutup pembelajaran, membuka pelajaran dapat diartikan
sebagai aktivitas guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan atensi siswa
agar terpusat pada ada apa yang akan dipelajari titik menutup pembelajaran adalah aktivitas
guru untuk mengakhiri kegiatan inti pembelajaran. Learning bad teacher sejarah sejarah
belajar sambil mengajar sudah dimulai pada tahun 1795 tatkala Andrew Belle menuliskan
buku tentang saling mengajar yang diamati dan dipraktikkan di madras India selanjutnya
Joseph Chester mengambil alih gagasan ini dan mengimplementasikan di sekolahnya di
London titik akibatnya metode ini dikenal dengan metode bel lanchester. Metode ini
dikemukakan pada tahun 1915 diperkenalkan di Perancis dan mana dan nama mutuals karena
banyaknya siswa yang harus diajar sementara saat ini terjadi kekurangan guru.

BAB III KOMPONEN DALAM PEMBELAJARAN


Pendekatan pembelajaran adalah suatu upaya menghampiri makna pembelajaran
melalui suatu cara pandang dan pandang tertentu atau aplikasi suatu cara pandang dan
pandang tertentu dalam memahami makna pembelajaran titik berbagai pendekatan dalam
rangka memahami makna pembelajaran antara lain: a.pendekatan filsafat, b. Pendekatan
psikologi dan c pendekatan sistem.
Pendekatan terhadap pembelajaran pendekatan filsafat memiliki berbagai aliran, antara
lain: idealisme realisme pragmatisme eksistensialisme dan sebagainya. Sehubungan dengan
ini g. F. Kneller 1971, e. J. Power 1982 callahan dan Clark.mengemukakan adanya berbagai
aliran filsafat pendidikan setiap aliran filsafat memiliki konsepsi yang berbeda-beda
mengenai pendidikan dan pembelajaran konsepsi dan makna pembelajaran berdasarkan
pendekatan beberapa aliran filsafat pendidikan yang berbeda tersebut dipaparkan sebagai
berikut:
1. Idealisme: pembelajaran adalah kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa,
melatih keterampilan berpikir siswa, serta pemberian teladan dalam hal pengetahuan
nilai dan moral dalam keyakinan dan tingkah laku guru agar siswa dapat menemukan
jawaban atas masalah yang dihadapinya. Dalam pembelajaran kok dialisme
hendaknya diaplikasikannya dari penemuanmelalui tanya jawab dan berpikir deduktif.
Jadi guru tidak menyajikan pesan atau materi pembelajaran yang telah selesai diolah
tuntas olehnya sendiri. Sebaiknya sekalipun pembelajaran ini sesungguhnya berpusat
pada guru tetapi dalam mengelola "pesan siswalah yang harus melakukan dan
menemukannya sendiri.
2. Realisme: pembelajaran adalah kegiatan guru menciptakan kondisi lingkungan dan
dengan disiplin tertentu untuk dialami siswa agar siswa mampu menguasai
pengetahuan yang esensial dan terbentuk kebiasaan-kebiasaan, sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, serta mampu
dalam melaksanakan tanggung jawab sosial. Realisme menghendaki pembelajaran
dan pengelolaan kelas yang berpusat pada guru. Siswa diharapkan belajar dari
pengalaman melalui strategi inquiry discovery, dan berpikir induktif. Pembelajaran
seperti ini sebagaimana dilakukan oleh para penganut psikologi behavior
behaviorisme yang terjadi dasar untuk model pembelajaran modifikasi tingkah laku.
3. Pragmatisme. 2 pembelajaran adalah suatu kegiatan guru dalam memfasilitasi dan
membimbing membimbing siswa belajar memecahkan suatu masalah melalui
aktivitas, inkuiri atau discovery sesuai minat bakat dan kebutuhan siswa agar siswa
mampu memecahkan masalah berbagai masalah hidup pribadi dan sosial yang
dihadapinya secara demokrasi.
4. Konstruktivisme : pembelajaran an adalah kegiatan guru memfasilitasi dan
membimbing siswa berpikir agar siswa dapat mengembangkan konsep dan pengertian
tentang sesuatu sebagai hasil konstruksi aktif siswa sendiri melalui pengalaman yang
sesuai dengan situasi dunia nyata siswa sebagai penganut konstruktivisme.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang kemungkinan siswa membangun
pengetahuannya sendiri menjadi pembelajaran bukanlah kegiatan guru mentransfer
pengetahuan kepada siswa sebagaimana pragmatisme konstruktivisme menghendaki
pembelajaran yang berpusat pada siswa, berpusat pada masalah, berpusat pada
aktivitas, bersifat spinner dan kontekstual.
5. Eksistensialisme. 2 pembelajaran kegiatan guru mendampingi siswa atau belajar
berdasarkan minat bakat dan kebutuhan-kebutuhannya untuk sampai pada penyadaran
diri dan mengembangkan komitmen yang berhasil mengenai sesuatu yang penting dan
bermakna bagi ekstensinya atau keberadaannya eksistensialismemenyerahkan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran demikian adalah sebagaimana
di aplikasinya oleh para penganut psikologi humanisme yang menjadi dasar bagi
model pembelajaran personal.
6. Filsafat pendidikan nasional atau Pancasila titik2 pembelajaran adalah interaksi
peserta didik dengan pendidik dengan dan sumber sumber belajar lainnya pada saat
lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan titik peranan guru
dalam pembelajaran tersurat dan tersirat dalam semboyan titik tujuan pembelajaran
meliputi berbagai kompetensi yang dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional dan
diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan nasional dan diarahkan pada
pencapaian tujuan nasional nasional dan diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa berakhlak mulia sehat
berilmu cakap kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi demokratis
serta bertanggung jawab.
Pendekatan psikologi terhadap pembelajaran ada berbagai aliran psikologi yang dapat
digunakan dalam mendekati makna pembelajaran 3 aliran pokok di antaranya adalah BH
teorisme, kognitif, dan humanisme.
BAB IV PROSES BELAJAR DAN MENGAJAR

Pengertian Proses Belajar Mengajar Untuk memperjelas pemahaman terhadap proses


belajar mengajar, kiranya perlu penulis awali dengan menguraikan pengertian belajar secara
umum. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang
relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman atau latihan.11 Yang dimaksud
pengalaman adalah segala kejadian (peristiwa) yang secara sengaja maupun tidak sengaja
dialami oleh setiap orang, sedangkan latihan merupakan kejadian yang dengan sengaja
dilakukan oleh setiap orang secara berulang-ulang. Dalam pengertian lainnya, belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (leaning is defined as the
modification or strengthening of behavior though experiencing), menurut pengertian ini,
belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan
suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Dengan demikian belajar bukan hanya berupa kegiatan mempelajari suatu mata
pelajaran di rumah atau di sekolah secara formal. Disamping itu belajar merupakan
masalahnya setiap orang. Hampir semua kecakapan, ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan,
kegemaran, dan sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar.
Kegiatan yang disebut belajar dapat terjadi dimana-mana, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat maupun di lembaga pendidikan formal. Di lembaga pendidikan formal usaha-
usaha dilakukan untuk menyajikan pengalaman belajar bagi anak didik agar mereka belajar
hal-hal yang relevan baik bagi kebudayaan maupun bagi diri masing-masing.

Berikut ini, ada 10 prinsip dasar dalam mengajar yang perlu teman-teman pendidik ketahui:

1. Menguasai Isi Pembelajaran/ Pengajaran

Berdasarkan hukum yang pertama dalam teori “Tujuh Hukum Mengajar” dari John Milton
Gregory berbunyi: “Guru harus mengetahui apa yang diajarkan.”

Jika teman-teman pendidik mengetahui dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan di
kelas, tentu kita dapat meyakinkan siswa dengan wibawa, sehingga siswa percaya apa yang
dikatakan oleh teman-teman pendidik, bahkan merasa tertarik terhadap pelajaran yang kita
bawakan.

2. Utamakan Susunan yang Sistematis


Pengajaran yang tidak bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semerawut, tidak memberikan
kesan yang jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak sistematis, akan sulit
dipahami dan sulit diingat oleh siswa kita. Oleh sebab itu, inti pengajaran yang akan
disampaikan oleh teman-teman pendidik harus disusun dengan teratur dan sistematis.

3. Banyak Menggunakan Contoh Kehidupan

Pada saat mengajar, teman-teman pendidik sebaiknya menggunakan contoh atau


perumpamaan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah
jembatan antara kebenaran ilmu dan dunia nyata. Selain itu, ajak siswa untuk selalu
memikirkan solusi dari masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

4. Mampu Menggunakan Bentuk Cerita

Bentuk cerita tidak hanya diutarakan dengan kata-kata, namun juga boleh dicoba dengan
menambahkan gerakan-gerakan, yang mampu memperdalam kesan pada siswa kita.

5. Melibatkan Panca Indra Peserta Didik

Penggunaan bahan pengajaran yang berbentuk audio visual berarti menggunakan panca
indera siswa.

Ensiklopedia adalah buku yang sering dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya
terdapat banyak penjelasan yang menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para
ilmuwan pun perlu bantuan gambar untuk mengadakan penelitian.

Pengertian gaya mengajar menurut beberapa ahli diantaranya :Menurut Abu Ahmadi
pengertian gaya mengajar adalah tingkah laku, sikap dan perbuatan guru dalam melaksanakan
proses pengajaran.Kemudian menurut Suparman gaya mengajar merupakan bentuk
penampilan guru saat mengajar yang bersifat kurikulermaupun psikologis.Bersifat
kurikuleryakni gaya mengajar yang disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran
sedangkan bersifat psikologis adalah pemberian hadiah dan teguran serta pemberian
kesempatan siswa dalam bertanya atau berpendapat.Tidak itu saja menurut Syahminan dalam
buku strategi belajar mengajar mengenai gaya mengajar adalah gaya guru sebagai pernyataan
kepribadian dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa.

Gaya mengajar ini ada dan dilakukan ketika menjadi seorang guru, karena setiap gaya
mengajar guru itu dibutuhkan dan sangat penting untuk peserta didik dan gaya membuat para
guru muncul dihadapan peserta didik sebagai manusia yang unik. Gaya memberikan cara
untuk menghubungkan peserta didik walaupun ditemukan mata pelajaran yang
membosankan. Hal ini menjadikan guru itu sangat efektif maksudnya individu unik yang
tidak hanya membawa kepribadian dan gaya kedalam kelas melainkan menciptakan suatu
lingkungan yang dikelola dengan baik dan siswa terlibat dan belajar.Selain itu dapat
dikatakan guru bergaya itu adalah guru yang memiliki tampilan menarik dalam berbagai hal
bergaya. Sedangkan guru yang tidak bergaya adalah guru yang tidak memiliki tampilan
ataukurang terampil, kurang menarik dalam bergaya.

Adapun tujuan macam-macam gaya mengajar yaitu:


a. Dapat meningkatkan dan memelihara perhatian siswa terhadap
kesesuaianproses belajar mengajar
b. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi
c. Dapat membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah
d. Dapat memberikan pilihan dan fasilitas belajar individual
e. Mendorong anak didik untuk belajar Selain itu dapat diketahui dalam kegiatan
mengajar terdapat sejumlah kejadian tertentu diantaranya:
a. Membangkitkan dan memelihara perhatian.
b. Menjelaskan kepada peserta didik hasil apa yang diharapkan setelah
belajar.
c. Dengan merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan agar
memahami pelajaran yangdiberikan
d. Dengan menyajikan stimulus terhadap apa yang akan di
pelajarie.Memberikan bimbingan belajarMemberikan feedback atau
umpan balik .
e. Menilai hasil belajar dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengetahui apakah benar menguasai bahan pelajaran dengan
memberikan beberapa soalh.Mengusahakan memberikan contoh-contoh
tambahani.Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan
pelajaran.5Selain itu terdapat prinsip-prinsip penggunaangaya mengajar
guru diantaranya: a.Dilakukan sesuai dengan tujuanb.Dilakukan secara
lancar dan berkesinambungan tidak merusak perhatian .

Mengajar adalah membimbing siswa, agar mengalami proses belajar. Dalam belajar,siswa
menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,guru harus
membantu dengan cara mengajar yang efektif. Mengajar adalah suatu seni. Guruyang cakap mengajar
dapat merasakan bahwa mengajar di mana saja adalah suatu hal yangmenggembirakan, yang
membuatnya melupakan kelelahan. Selain itu guru juga dapatmempengaruhi muridnya melalui
kepribadiannya. Guru yang ingin murid-muridnya mengalamikemajuan, perlu mengadakan pengamatan
dan penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan
cara mengajar Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral
yangcukup berat, sehingga berhasilnnya pendidikan siswa sangat bergantung pada guru
dalammelaksanakan tugasnya

Menurut Warni Rasyidin mengemukakan bahwa mengajar adalahketerlibatan guru dan siswa
dalam interaksi proses belajar mengajar. Guru sebagai koordinator menyusun,mengorganisasi dan
mengatur situasi belajar.Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan
kualitas pengajaran yang dilaksanakannya, oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan
membuat perencanaan kesempatan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi
siswanya dan memperbaiki kualitas mengajar. Dalam hal ini menuntut perubahan-perubahan
dalam pengorganisasian kelas, karakter, guru, metode, stategi balajar mengajar maupun sikap dalam
mengelola proses balajar mengajar bertindak sebagai fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi
belajar mengajar yang efektif sehingga memungkinkan peningkatan kemampuan siswa dalam
mengembangkan bahan pelajaran dengan baik dan mampu menguasai tujuan yang harus dicapai.
Dalam hal ini guru di tuntut untuk mampu mengelola proses belajar mengajar sehingga dapat
memberikan ransangan kepada siswa.
Syarat-Syarat Mengajar Efektif 
Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif   pula.
Maka, untuk mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut

a. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Didalam belajar, siswa harusmengalami aktivitas
mental, dan juga aktivitas jasmani.
b. Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar. Dengan variasi metode,
mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa,mudah diterima
siswa, dan suasana kelas menjadi hidup.
c. Motivasi. Hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan anak selanjutnyamelalui
Proses Belajar Mengajar. Bila motivasi guru tepat mengenai sasaran akan meningkatkan
kegiatan anak dalam belajar
d. Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah ini juga harus mampu mengembangkan
segala segi kepribadian anak, disamping kebutuhan anak sebagai anggota masyarakat
e. Guru perlu mempertimbangkan pada perbedaan individual. Guru tidak cukup hanya
merencanakan pengajaran klasikal, karena masing-masing anak mempunyai perbedaandalam
beberapa segi, misalnya intellegensi, bakat, tingkah laku, sikap, dll
f. Guru akan mengajar dengan efektif, bila selalu membuat perencanaan dahulu
sebelummengajar. Dengan persiapan mengajar, guru akan merasa mantap dan lebih
percayadiri berdiri didepan kelas untuk melakukan interaksi dengan siswa-siswinya.
g. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada anak. Sugesti yang kuat,akan
merangsang anak untuk lebih giat lagi dalam belajar
h. Seorang guru harus memiliki keberanian menghadapi murid-muridnya, berkenaandengan
permasalahan yang timbul pada saat Proses Belajar Mengajar berlangsung.
i. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis disekolah. Lingkunganyang saling
menghormati, dapat memahami kebutuhan anak, bertenggang-rasa, dll.
j. Pada penyajian bahan pelajaran pada anak, guru perlu memberikan persoalan yangdapat
merangsang anak untuk berpikir dan memunculkan reaksinya.
k. Semua pelajaran yang diberikan anak perlu di integrasikan, sehingga anak memiliki
pengetahuan yang terintegrasi, tidak terpisah-pisah pada sistem pengajaran lama,
yangmemberikan pelajaran terpisah satu sama lainnya.
l. Pelajaran disekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata di masyarakat.
m. Dalam interaksi belajar-mengajar, guru harus banyak memberi kebebasan pada anak untuk
dapat menyelidiki sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan masalah sendiri,
n. Pengajaran remedial, yang diadakan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar,
.
Cara Mengajar Efektif 
Jenis prinsip dasar dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat dipakai sebagai petunjuk
oleh para pengajar guna meningkatkan cara mengajar mereka antaralain:

Menguasai Isi Pengajaran


 Hukum yang pertama dalam teori Tujuh Hukum Mengajar´ dari John MiltonGregory berbunyi:
Guru harus mengetahui apa yang diajarkan.´ Jika guru sendirimengetahui dengan jelas inti pelajaran
yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkanmurid dengan wibawanya, sehingga murid percaya apa
yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik terhadap pelajaran.

Mengetahui dengan Jelas Sasaran Pengajaran


Pengajaran yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari  pokok pelajaran
itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan mengalami kemajuan dalam proses
belajar.Empat macam ciri khas yang harus diperhatikan pada saat memilih dan menuliskan sasaran
pengajaran:

1. Inti dari sasaran harus disebutkan dengan jelas


2. Ungkapan penting dari sasaran harus bertitik tolak dari konsep murid
3. Sasaran harus meliputi hasil belajar.
4. Tanamkan Susunan yang Sistematis

BAB V MENGELOLAH PROSES BELAJAR MENGAJAR


Pengelolaan proses belajar mengajar erat kaitannya dengan manajemen pembelajaran,
sedangkan manajemen pembelajaran diartikan sebagai proses pendayagunaan seluruh
komponen yang saling berinteraksi (sumberdaya pengajaran) untuk mecapai tujuan program
pembelajaran (Syafaruddin dan Irwan Nasution.2005:79).
Sebagai manajer guru berperan penting dalam melakukan pembelajaran, manajer dalam
hal ini dapat diartikan sebagai seorang yang melakukan pengelolaan pembelajaran,  dengan
tujuan mengarahkan perubahan perilaku anak didik baik kognitif, afektif, maupun
psikomotor, ke arah yang lebih baik. Karenanya tujuan pengelolaan proses agar terciptanya
proses belajar yang kondusif sehingga mampu membawa perubahan perilaku peserta didik
menuju ke arah kedewasaan.
Aspek-Aspek yang Diperhatikan dalam Pengelolaan Proses Belajar Mengajar, kondisi
dan situasi belajar mengajar, kondisi sosio-emosional , kondisi organisasional. Faktor-faktor
penentu pengelolaan kelas, faktor guru, faktor peserta didik, faktor keluarga, dan faktor
fasilitas.
kemampuan mengelola prosespembelajaranyangberkualitas yaitu sebagai berikut:
1.Kemampuan dalam mempersiapkan pengajaran.
a) Kemampuan merencanakan proses belajar mengajar meliputi:
1)Kemampuan merumuskan tujuan pengajaran.
2)Kemampuan memilih metode alternatif.
3)Kemampuan memilih metode yang sesuai dengan tujuanpembelajaran.
4)Kemampuan merencanakan langkah-langkah pengajaran.
b) Kemampuan mempersiapkan bahan pelajaran terdiri dari:
1)Kemampuan menyiapkan bahanpengajaran sesuai dengantujuan
2)Kemampuan mempersiapkan pengayaan bahan pengajaran.
3)Kemampuan menyiapkan bahan pengajaran remidial.
c) Kemampuan merencanakan media dan sumber terdiri dari:
1)Kemampuan memilih media pengajaran yang tepat.
2)Kemampuan memilih sumber pengajaran yang tepat.
d) Kemampuan merencanakan penilaian terhadap prestasi siswa
1)Kemampuan menyusun alat penilaian hasil pengajaran.
2)Kemampuan merencanakan penafsiran penggunaan hasilpenilaian pengajaran.
Kemampuan dalam melaksanakan pengajaran terdiri dari:
a.Kemampuan menguasai bahan yang direncanakan dandisesuaikannya, terdiri dari sub-sub
kemampuan :
1)Kemampuan menguasai bahan yang direncanaan.
2)Kemampuan memberikan pengajaran remedial.
b.Kemampuan dalam mengelola kegiatan belajar mengajar terdiridari:
1)Kemampuan mengarahkan pengajaran untuk mencapai tujuanpengajaran.
2)Kemampuan menggunakan metode pengajaran yangdirencanakan.
3)Kemampuan menggunakan metode pengajaran alternatif.
4)Kemampuan menyesuaikan langkah-langkah mengajar denganlangkah-langkah
yang rencanakan.
c.Kemampuan mengelola kelas.
1)Kemampuan menciptakan suasana kelas yang serasi.
2)Kemampuanmemanfaatkan kelas untuk mencapai tujuanpengajaran.
d.Kemampuan menggunakan metode dan sumber.
1)Kemampuan menggunakan media pengajaran yangdirencanakan.
2)Kemampuan menggunakan sumber pengajaran yang telahdirencanakan.

Penilaian adalah hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar, sementara
evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan penentuan pencapaian tujuan suatu
program. Adapun tujuan penilaian meliputi: 1) menilai kemampuan individual melalui tugas
tertentu, 2) menentukan kebutuhan pembelajaran, 3) membantu dan mendorong siswa, 4)
membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik, 5) menentukan strategi
pembelajaran, 6) akuntabilitas lembaga, dan 7) meningkatakan kualitas pendidikan

Depdiknas (2004:23) mengemukakan penilaian adalah suatu proses sistematis yang


mengandung pengumpulan informasi, menganalisis dan menginterpretasi informasi tersebut
untuk membuat keputusan keputusan. Menegaskan pendapat di atas, Hamalik (2003:210)
mengemukakan bahwa penilaian adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan
penafsiran informasi untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam
merancang suatu sistem pengajaran. Sedangkan Arikunto (1997:3) mengemukakan bahwa
penilaian dalam pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan
atau sekolah.

BAB VI MODEL –MODEL MENGAJAR


pelajaran untuk mengajar membaca dapat pula dilakukan dengan pengajaran timbal balik
(reciprocal teaching). Pendekatan pengajaran timbal balik dapat digunakan kepada siswa
yang mempunyai pemahaman rendah dalam membaca, baik pada sekolah dasar maupun pada
sekolah lanjutan. Pada pengajaran timbal balik guru bekerja sama dengan kelompok-
kelompok kecil siswa.

Pada pengajaran ini, guru mula-mula memberikan contoh pertanyaan yang dapat diajukan
oleh siswa ketika mereka membaca, selanjutnya siswa ditunjuk sebagai "guru" untuk
merumuskan pertanyaan satu sama lain. Dalam mengajarkan pengajaran timbal balik, guru
dapat mulai dengan kata-kata misalnya sebagai berikut: "untuk minggu-minggu yang akan
datang, kita akan bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan kalian memahami apa yang
sedang dibaca. Kadang-kadang kita begitu sibuk  memikirkan apa kata tersebut sehingga kita
tidak berhasil memperhatikan apa arti kata dan kalimat yang kita baca tersebut. Kita akan
mempelajari cara agar perhatian kita lebih banyak pada pemahaman. Saya akan mengajarkan
hal-hal berikut saat kalian membaca":

1. memikirkan pertanyaan-pertanyaan penting yang mungkin diajukan tentang apa yang


sedang dibaca dan memastikan bahwa kalian dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut.
2. meringkaskan informasi terpenting yang telah kalian baca.
3. memperkirakan apa yang mungkin dibahas berikutnya dalam bacaan tersebut.
4. menunjukkan kapan sesuatu tidak jelas dalam bacaan, atau apa yang tidak dipahami,
dan kemudian melihat apakah kita dapat memahaminya.

Cara siswa mempelajari ke-4 kegiatan di atas adalah dengan bergiliran peran sebagai guru.
Guru mula-mula mencontohkan cara membaca dengan seksama, dengan memberitahukan
kepada siswa pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskannya sambil membaca, kemudian
meringkaskan informasi terpenting yang telah ia baca, dan selanjutnya memperkirakan apa
yang mungkin akan dibahas pada bacaan selanjutnya. Guru juga harus memberitahukan
apabila ada sesuatu yang membingungkannya saat sedang membaca, dan bagaimana cara
memahaminya.

Model pembelajaran langsung adalah strategi untuk melatih siswa agar dalam belajar bisa
sesuai dengan pengetahuan deklaratif dan prosedural yang sistematis. Serta pembelajaran
bisa dilaksanakan secara perlahan dan berjenjang. Pembelajaran langsung atau direct
instruction juga mengharuskan siswa untuk bisa memahami konsep secara utuh. Sehingga
bisa timbul transformasi sikap dan bisa melakukan penalaran deduktif untuk mengatasi
masalah di kehidupan sehari-hari.

Pengertian dan maksud dari pengetahuan prosedural adalah penguasaan siswa dalam bentuk
teori, konsep, generalisasi, fakta dan prinsip. Sementara pengertian prosedural merupakan
pemahaman siswa dalam praktek atau merealisasikan. Ketika penerapan berlangsung perlu
adanya langkah-langkah atau sintaks pembelajaran langsung atau direct instruction yang
tegas, menurut Slavin (2003) sintaks model pembelajaran langsung terdiri dari:

1. Guru diharuskan menyampaikan fokus dan tujuan pembelajaran kepada siswa. Guru
menyampaikan materi apa saja yang harus dipelajari dan apa saja yang harus siswa
lakukan dan kuasai.
2. Mengulas kembali pemahaman siswa tentang materi yang telah dikuasai sebelumnya.
Pada langkah ini guru memberikan soal agar bisa mengetahui keterampilan dan
pengetahuan siswa yang sudah dikuasai.
3. Memberikan bahan materi ajar. Dalam sesi ini, guru memberikan materi dan
mempresentasikan materi pembelajaran beserta contoh dan konsep peraganya.
4. Melakukan bimbingan. Bimbingan ini dilaksanakan dengan cara memberikan
pertanyaan untuk menguji siswa dalam penguasaan sebuah konsep ilmu pengetahuan.
5. Siswa diberi waktu luang untuk mengasah materi (pengetahuan). Pada sesi ini siswa
diberi waktu luang untuk mengasah materi pengetahuan dan keterampilan secara
individu atau grup.
6. Mengevaluasi kemampuan siswa dan guru memberi feedback. Pada tahap ini guru
melakukan kajian ulang kepada siswa, tentang apa yang telah dipelajari. Siswa
memberi feedback agar bisa menjadi bahan evaluasi di masa yang akan datang.
7. Membuat latihan individu ke siswa. Pada sesi ini guru membuat latihan tugas individu
kepada siswa, latihan tersebut berguna untuk mengembangkan pemahaman siswa
terhadap materi yang sudah dipelajari.
Ciri-Cirinya yaitu :

1. Proses pembelajaran memiliki tujuan yang jelas.


2. Dalam melaksanakan pembelajaran, lingkungan belajar telah tersusun dengan sistematis.
3. Materi yang akan disampaikan telah tersusun secara sistematis (langkah-langkah/sintaks).
4. Adanya perubahan keterampilan dan sikap secara langsung.

Dalam penerapannya, guru dituntut untuk bisa mengutarakan informasi dengan memakai
beragam media pembelajaran yang menarik, contohnya dengan memutarkan musik, film,
multimedia interaktif dan alat peraga. Informasi dari media pembelajaran di koneksikan
dengan materi sesuai dengan pengetahuan deklaratif dan prosedural.

Tujuan dan Pemakaian yaitu :

Kapan waktu yang tepat untuk menerapkan pembelajaran ini? Berikut merupakan beberapa
kondisi yang cocok untuk penerapan pembelajaran langsung:

1. Pembelajaran langsung (direct instruction) sangat cocok ketika guru bertujuan untuk
memberikan penekanan pada sebuah materi yang mendeskripsikan konsep utama dan
mengkoneksikan setiap konsep tersebut dengan konsep lainnya.
2. Saat guru berkeinginan untuk mentransferkan pengetahuan, skill, dan strategi yang
mempunyai sistem yang pasti dan jelas.
3. Dilakukan untuk mengetahui kapasitas siswa dalam memahami skill dasar yang
dibutuhkan dalam aktivitas siswa, seperti penuntasan masalah.
4. Saat guru berkeinginan untuk  menampilkan perilaku dan strategi intelektual dan
ilmiah (contohnya adalah memberitahukan kepada siswa bahwa penjelasan suatu
gagasan tidak harus memiliki jawaban yang masuk akal atau suatu argumen harus
memiliki fakta dan bukti yang kuat).
5. Pembelajaran ini cocok digunakan apabila siswa bisa mengerti dengan alur presentasi,
pemrosesan, pertanyaan dan pelaksanaan (action).
6. Sangat bermanfaat untuk merangsang siswa terhadap suatu materi.
7. Ketika pengajar harus mendemonstrasikan suatu langkah-langkah atau metode,
sebelum siswa melaksanakan aktivitas implementasi.
8. Saat guru berniat untuk menjelaskan garis besar standar yang harus siswa tempuh
dalam melaksanakan aktivitas belajar grup atau individu.
9. Ketika siswa dan siswi menemukan hambatan yang serupa yang bisa diatasi dengan
penjelasan yang jelas dan sistematis.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar


yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Model
pembelajaran kontekstual tidak bersifat ekslusif akan tetapi dapat digabung dengan model-
model pembalajaran yang lain, misalnya: penemuan, keterampilan proses, eksperimen,
demonstrasi, diskusi, dan lain-lain. Pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dengan
baik, dituntut adanya kemampuan guru yang inovatif, kreatif, dinamis, efektif dan efisien
guna menciptakan pembelajaran yang kondusif.  Guru tidak lagi menjadi satu-satunya nara
sumber dalam pembelajaran dan kegiatan telah beralih menjadi siswa sebagai pusat kegiatan
pembelajaran serta peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator, maka semangat siswa
dapat meningkat dengan menggunakan metode, materi, dan media yang bervariasi. Penerapan
kegiatan mengkonstruk atau membangun sendiri pengetahuan pada siswa, membuat siswa
terlatih untuk bernalar dan berpikir secara kritis melalui kegiatan inquiry atau menemukan
sendiri masalah, kebebasan bertanya (questioning), penerapan masyarakat belajar (learning
community) yaitu melatih siswa untuk bekerjasama, sharing idea, saling berbagi pengalaman,
pengetahuan, saling berkomunikasi sehingga terjadi interaksi yang positif antar siswa dan
pada akhirnya siswa terlibat secara aktif belajar bersama-sama.

Model pembelajaran penemuan (discovery learning) diartikan sebagai proses


pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan informasi secara langsung tetapi siswa
dituntut untuk mengorganisasikan pemahaman mengenai informasi tersebut secara mandiri.
Siswa dilatih untuk terbiasa menjadi seorang yang saintis (ilmuan). Mereka tidak hanya
sebagai konsumen, tetapi diharapkan pula bisa berperan aktif, bahkan sebagai pelaku dari
pencipta ilmu pengetahuan.

Berikut ini beberapa pengertian discovery learning dari beberapa sumber buku:

 Menurut Hosnan (2014:282), discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan
cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh
akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. 
 Menurut Kurniasih, dkk (2014:64), Model discovery learning adalah proses pembelajaran
yang terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya,tetapi
diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri. Discovery adalah menemukan konsep melalui
serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. 
 Menurut Sund, discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain
mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Suryasubrata, 2002:193). 
 Menurut Ruseffendi (2006:329), metode Discovery Learning adalah metode mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang
belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan
sendiri. 
 Menurut Asmui (2009:154), metode Discovery Learning adalah suatu metode untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,
maka hasil yng diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah untuk
dilupakan siswa.

Menurut Suprihatiningrum (2014:244), terdapat dua cara dalam pembelajaran penemuan


(Discovery Learning), yaitu:

1. Pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) yakni pembelajaran penemuan


tanpa adanya petunjuk atau arahan. 
2. Pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) yakni pembelajaran yang
membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya. 

Bentuk metode pembelajaran Discovery Learning dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu arah
atau komunikasi dua arah bergantung pada besarnya kelas, yang dijelaskan lebih detail sebagai
berikut (Oemar Hamalik, 2009:187):
1. Sistem satu arah. Pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah yang dilakukan
guru. Struktur penyajiannya dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses
discovery di depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan
masalah tersebut melalui langkah-langkah discovery.
2. Sistem dua arah. Sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaanpertanyaan
guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat
atau benar.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning/PBL) adalah suatu model


pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal
akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Model pembelajaran ini pada dasarnya mengacu
kepada pembelajaran-pembelajaran mutakhir lainnya seperti pembelajaran berdasar proyek
(project based instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience based
instruction), pembelajaran autentik (authentic instruction), dan pembelajaran bermakna.

Berbeda dengan pembelajaran penemuan (inkuiri-diskoveri) yang lebih menekankan pada


masalah akademik. Dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning),
pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses atau upaya untuk mendapatkan suatu
penyelesaian tugas atau situasi yang benar-benar nyata sebagai masalah dengan
menggunakan aturan-aturan yang sudah diketahui. Jadi, Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(Problem Based Learning) lebih memfokuskan pada masalah kehidupan nyata yang
bermakna bagi siswa.

Beberapa alasan mengapa Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)


digunakan dalam proses pembelajaran:

1. Seorang lulusan tidak dapat menaggulangi masalah yang dihadapinya hanya dengan
menggunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu menggunakan dan memadukan
ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipunyai atau mencari ilmu pengetahuan yang
dibutuhkannya dalam rangka menanggulangi masalahnya. Melalui Pembelajaran
Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) yang diawali dengan pemberian
masalah pemicu kepada siswa dapat menerapkan suatu model pembelajaran secara
spiral (spiral learning model) dengan memilih konsep dan prinsip yang terdapat
dalam sejumlah cabang ilmu, sesuai kebutuhan masalah. Dengan diberi sejumlah
masalah pemicu, diharapkan sebagian besar/seluruh materi cabang ilmu dicakup.
2. Integrasi antara berbagai konsep/prinsip/informasi cabang ilmu dapat terjadi
3. Kemampuan siswa untuk secara terus menerus melakukan “up-
dating”/pengembangan pengetahuannya tercapai
4. Perilaku sebagai seorang “ life long learner” dapat tercapai
5. Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat
menghasilkan sejumlah keterampilan diantaranya: (a) keterampilan penelusuran
kepustakaan; (b) keterampilan membaca; (c) keterampilan/kebiasaan membuat
catatan; (d) kemampuan kerjasama dalam kelompok; (e) keterampilan berkomunikasi;
(f) keterbukaan; (g) berpikir analitik; (h) kemandirian dan keaktifan belajar; dan (i)
wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan
6. Dapat mengimbangi kecepatan informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa


karakteristik sebagai berikut:
1. Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran
terisolasi
2. Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama
3. Menciptakan pembelajaran interdisiplin,

4. Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman
praktis .
5. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
6. Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di
sekolah dalam kehidupannya yang panjang
7. Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif).
8. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
9. Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran
10. Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
11. Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.

Landasan Teori adalah Model perolehan konsep (concept attainment) adalah sebuah
pembelajaran untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka
terhadap konsep yang dipelajari dan melatih menguji hipotesis. Sebab itu, Joyce B. menyebut
pembelajaran concept attainment mempertajam dasar keterampilan berpikir.

Model ini berkaitan erat dengan model belajar berpikir secara induktif dimana keduanya
didesain untuk menganalisis konsep, mengembangkan konsep, pengajaran konsep dan untuk
menolong siswa menjadi lebih efektif dalam mempelajari konsep-konsep. Sebab itu, model
perolehan konsep ini sangat efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir
dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium
perkembangan konsep.

Pengembangan model ini berpijak pada teori belajar Jerome Bruner, Jacquline Goodnow, dan
George Austin Bruner. Menurut Bruner J., inti belajar adalah bagaimana siswa memilih,
mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif. Dasar pemikiran teorinya
memandang manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi sehingga belajar
menurutnya merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Karena itu,
menurut Bruner proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi,
dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang
menjadi sumbernya. Sementara menurut Goodnow dan Austin, dasar pemikiran teorinya
memandang lingkungan sekitar manusia beragam, dan sebagai manusia kita harus mampu
membedakan, mengkategorikan, dan menamakan semua itu. Kemampuan manusia dalam
membedakan, mengelompokkan, dan menamakan sesuatu inilah yang menyebabkan
munculnya konsep.

Berdasarkan teori Bruner, Goodnow, dan Austin tentang konsep dan bagaimana manusia
mencapai konsep tersebut maka pada model perolehan konsep ini terutama untuk
menggambarkan aktivitas mengkategorisasi dan memperoleh konsep digunakan istilah
contoh (exemplar) dan sifat (attribute) yang masing-masing istilah tersebut memiliki arti dan
fungsi tertentu.

Perolehan konsep dalam model ini diartikan sebagai proses mencari dan mendaftar sifat-sifat
yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-conntoh yang tidak tepat dari berbagai
kategori. Sementara pembentukan konsep yang merupakan dasar dari model belajar berpikir
secara induktif merupakan proses yang mengharuskan siswa menentukan dasar di mana
mereka akan membangun kategori, dan penemuan konsep mengharuskan siswa
menggambarkan sifat-sifat dari suatu kategori yang sudah terbentuk dalam pikiran orang lain
dengan cara membandingkan contoh-contoh (exemplars) yang berisi karakteristik-
karakteristik/ciri-ciri (attribute) konsep itu dengan contoh-contoh yang tidak berisi
karakteristik-karakteristik, Sebab itu, dalam merancang pembelajaran dalam model ini, sudah
harus ada kategori yang jelas dalam pikiran pembelajar.

Contoh-contoh (exemplar) pada dasarnya merupakan bagian kecil dari koleksi data atau
perangkat data yang memiliki satu atau lebih karakteristik yang saling berlawanan satu sama
lain. Dengan membandingkan contoh-contoh yang positif dan membedakannya dengan
contoh-contoh yang negatif, maka siswa sebenarnya tengah mempelajari tentang konsep atau
kategori itu sendiri. Sementara ciri-ciri, fitur, karakteristik yang dimiliki oleh objek data di
sebut dengan sifat (attribute).

Hubungannya dengan sifat (attribute), suatu kategori seringkali memiliki beberapa sifat yang
mungkin tidak selalu cocok dengan kategori itu sendiri, sehingga yang diperlukan adalah
sifat-sifat esensial (essensial attribute) yakni nilai sifat yang merujuk pada tingkatan-
tingkatan di mana suatu sifat dimiliki secara umum oleh contoh atau kategori. Karena itu
dalam pembelajaran, guru harus mengawalinya dengan contoh-contoh yang nilai sifatnya
tinggi, sehingga tidak ada ambiguitas yang muncul setelah konsep terbangun dengan baik.
Dengan perkataan lain, guru sudah harus memastikan kemunculan sifat tersebut sudah cukup
untuk meletakkan sesuatu dalam kategori tertentu, termasuk apakah ruang lingkup kepadatan
sifat tersebut dapat mengkualifikasi sesuatu yang dimiliki kategori tersebut

Dalam kasus lainnya, sifat-sifat ganda (multiple attributes) juga harus dipertimbangkan.
Artinya, jika pembelajaran dihadapkan pada suatu konsep yang mensyaratkan adanya
kehadiran beberapa sifat secara bersamaan atau ketika guru berurusan dengan banyak konsep
yang didefinisikan oleh kehadiran sifat-sifat ganda. Terhadap hal ini, perlu mendefinisikan
dengan jelas sifat-sifat dan nilai-nilai yang terkandung di dalam contoh (exemplar) yang ada
termasuk menyertakan contoh-contoh negatif untuk memudahkan dalam mengesampingkan
objek-objek lain yang memiliki nilai sifat yang sama dengan contoh itu. Konsep yang
didefinisikan oleh satu atau lebih sifat atau terhadap contoh-contoh yang dihubungkan oleh
satu atau lebih karakteristik/sifat disebut sebagai konsep-konsep konjugtif (conjunctive
concept).

Sintaks adalah Langkah-langkah pembelajaran pada model perolehan konsep yang


merupakan rumpun model pembelajaran pemrosesan informasi terdiri atas 3 (tiga) tahapan,
yaitu: (1) penyajian data dan identifikasi konsep; (2) pengujian pencapaian konsep; dan (3)
analisis strategi-strategi berpikir. Untuk lebih jelasnya, diuraikan secara ringkas berikut ini.

 Penyajian data dan identifikasi konsep


Tahapan pertama ini melibatkan penyajian data pada pembelajar. Setiap unit data merupakan
contoh atau noncontoh konsep yang terpisah. Unit-unit ini disajikan berpasangan. Data
tersebut bisa berupa kejadian, manusia, objek, cerita, gambar, atau unit lain yang dapat
dibedakan satu sama lain. Para pebelajar diberitahu bahwa seluruh contoh positif memiliki
satu gagasan umum dan tugas mereka adalah mengembangkan satu hipotesis tentang sifat
dari konsep tersebut. Contoh-contoh disajikan dalam satu instruksi yang telah diatur
sebelumnya dan dilabeli dengan Ya dan Tidak. Para pebelajar diminta untuk membandingkan
dan memverifikasi sifat-sifat dari contoh-contoh yang berbeda itu. (Dalam hal ini, guru dan
siswa mungkin ingin mempertahankan/menegaskan suatu catatan tentang sifat-sifat tersebut).
Pada akhirnya, pebelajar diminta menamai konsep-konsep mereka dan menyampaikan
aturan-aturan atau definisi-definisi konsep menurut sifat-sifatnya yang paling esensial.
(Hipotesis mereka tidak diverifikasi hingga tahap selanjutnya, siswa mungkin tidak tahu
nama-nama beberapa konsep, tetapi nama-nama itu dapat disajikan ketika konsep-konsep itu
telah diverifikasi). Secara ringkas, tahapan ini dilakukan dengan:

1. Guru menyajikan/mempresentasikan contoh-contoh yang telah dilabeli (sudah diberi


nama/label).
2. Siswa membandingkan sifat-sifat/ciri-ciri dalam contoh-contoh positif daan contoh-
contoh negatif.
3. Siswa menjelaskan sebuah definisi menurut sifat-sifat/ciri-ciri yang paling esensial.

Berdasarkan tahapan di atas, dapat dirumuskan bahwa pada tahapan ini aktivitas guru adalah
menyajikan contoh, kemudian meminta tafsiran siswa, selanjutnya meminta siswa untuk
mendefinisikan. Sedangkan aktivitas siswa adalah membandingkan contoh positif dan
negatif, kemudian mengajukan hasil tafsirannya, selanjutnya membangun hipotesis dan
mengujinya, dan terakhir menyatakan definisi menurut atribut esensinya.

 Pengujian pencapaian konsep

Tahapan kedua ini, siswa menguji penemuan konsep mereka, pertama-tama dengan
mengidentifikasi secara tepat contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dari konsep-konsep
itu kemudian mereka membuat contoh-contoh. Setelah itu, guru (dan siswa) dapat
membenarkan atau tidak membenarkan hipotesis mereka, merevisi pilihan konsep atau sifat-
sifat yang mereka tentukan sebagaimana mestinya. Secara ringkas tahapan ini dilakukan
dengan:

1. Siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dengan tanda Ya


dan Tidak.
2. Guru menguji hipotesis, menamai konsep, dan menyatakan kembali definisi menurut
sifat-sifat/ciri-ciri yang paling esensial.
3. Siwa membuat contoh-contoh.

Berdasarkan tahapan di atas, dapat dirumuskan bahwa pada tahapan ini aktivitas guru adalah
meminta siswa untuk mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak bernama,
kemudian mengkonfirmasikan hipotesis, nama-nama konsep, dan menyatakan kembali
definisi menurut atribut essensinya, selanjutnya meminta contoh-contoh lain. Sedangkan
aktivitas siswa adalah memberi contoh-contoh, kemudian memberi nama konsep, dan terakhir
mencari contoh lainnya.

 Analisis strategi berpikir


Tahapan ketiga ini, siswa mulai menganalisis strategi-strategi dengan segala hal yang mereka
gunakan untuk mencapai konsep. Misalnya pebelajar pada mulanya mencoba konstruk-
konstruk yang luas dan secara bertahap mempersempit konstruk-konstruk itu; ada pula yang
memulai dengan konstruk-konstruk yang lebih berbeda. Pembelajar dapat menggambarkan
pola-pola siswa, apakah siswa fokus pada ciri-ciri atau konsep-konsep, apakah siswa
melakukannya sekaligus dalam satu waktu atau beberapa saja, dan apa yang terjadi ketika
hipotesis mereka tidak dibenarkan. Apakah siswa mengubah strategi. Intinya, secara
bertahap, siswa dapat membandingkan efektivitas setiap strategi yang telah mereka rancang
dan terapkan. Secara ringkas tahapan ini dilakukan dengan:

1. Siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiran


2. Siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan hipotesis-hipotesis
3. Siswa mendiskusikan jenis dan ragam hipotesis

Berdasarkan tahapan di atas, dapat dirumuskan bahwa pada tahapan ini aktivitas guru adalah
bertanya mengapa dan bagaimana, selanjutnya membimbing diskusi. Sedangkan aktivitas
siswa adalah menguraikan pemikirannya, kemudian mendiskusikan hipotesis dan atributnya,
selanjutnya mendiskusikan berbagai pemikirannya.

Sistem Sosial adalah Sebelum guru melakukan menggunakan model pembelajaran perolehan
konsep, terlebih dahulu harus memilih konsep, menyeleksi dan mengorganisir materi ajar ke
dalam contoh positif dan contoh negatif, serta merangkaikan contoh-contoh. Hal ini karena
materi pelajaran, terutama buku-buku teks pada umumnya tidak didesain untuk model
pembelajaran perolehan konsep. Ini dapat dilakukan guru dengan menggali ide-ide dan
bahan-bahan dari buku dan sumber-sumber lain, dan merancangnya sedemikian rupa
sehingga ciri-ciri menjadi jelas dan tentu saja, ada contoh-contoh negatif dan positif yang
dibuat dari konsep tersebut.

Dalam model ini, guru memerankan diri sebagai perekam dan pengawas terhadap hipotesis-
hipotesis (konsep-konsep) dan ciri-ciri yang dibuat siswa. Guru juga menyajikan contoh-
contoh tambahan seperlunya. Karena itu, terdapat tiga tugas penting yang harus diperhatikan
guru selama aktivitas penerapan model ini, yaitu mencatat/merekam, “membisikkan”
(isyarat), dan menyajikan data tambahan.

Dalam tahap awal penemuan konsep, guru setidaknya harus menyajikan contoh-contoh yang
sudah benar-benar terstruktur. Namun demikian guru juga dapat menerapkan prosedur-
prosedur pembelajaran kooperatif dalam model pengajaran ini.

Sistem Reaksi adalah Selama proses pembelajaran berlangsung khusus dalam penerapan
model ini, guru harus bersikap simpatik pada hipotesis yang dibuat oleh siswa dan
menciptakan dialog yang didalamnya siswa dapat menguji hipotesis mereka dengan hipotesis
teman-temannya yang lain. Pada tahap akhir dari model ini, guru harus mengalihkan
perhatian siswa pada analisis terhadap konsep-konsep mereka dan strategi-strategi berpikir
mereka, juga dengan sikap simpatik.

Berdasarkan itu, dapat dikemukakan bahwa yang harus dilakukan guru terhadap respon siswa
dalam model ini adalah: (1) memberikan dukungan terhadap hipotesis yang diajukan siswa
melalui diskusi terlebih dahulu; (2) memberikan bantuan kepada siswa dalam
mempertimbangkan keputusan hipotesisnya atau membantu siswa menyeimbangkan hipotesis
yang satu dengan hipotesis yang lainnya; (3) memusatkan perhatian siswa kepada contoh-
contoh yang khusus atau fokus pada sifat-sifat tertentu dalam contoh-contoh yang ada; dan
(4) memberikan bantuan kepada siswa dalam menilai strategi berpikirnya atau mendampingi
siswa dalam mendiskusikan dan mengevaluasi strategi berpikirnya.

Support Sistem adalah Selama proses pembelajaran berlangsung, model ini mensyaratkan
adanya sajian exsemplar atau contoh-contoh negatif dan contoh-contoh positif pada siswa
sebab itu sangat dibutuhkan penyajian atau presentasi. Dalam pembelajaran model ini harus
ditekankan bahwa tugas siswa dalam penemuan konsep bukan menemukan atau membuat
konsep-konsep baru, tetapi mencapai/mendapatkan atau memperoleh konsep-konsep yang
sebelumnya telah dipilih guru. Oleh karena itu, sumber data perlu diketahui sebelumnya dan
sifat-sifatnya (attribute) juga harus terlihat dengan jelas. Ketika siswa
disajikan/dipresentasikan sebuah contoh, mereka diminta menggambarkan karakteristik (ciri-
ciri) dari contoh terssebut, yang kemudian dapat disimpan dalam memorinya termasuk
direkam oleh guru.

Berdasarkan itu, dapat dikemukakan bahwa support sistem khususnya hardware dalam model
ini diantaranya adalah materi-materi yang telah diseleksi dan dikelola dengan cermat dan
teliti, serta data data-data yang berbeda untuk disajikan sebagai contoh. Sementara
softwarenya adalah kemampuan guru dalam menciptakan suatu lingkungan sedemikian rupa
sehingga siswa merasa bebas untuk berpikir dan menduga tanpa rasa takut dari kritikan atau
ejekan, serta kemampuan menjelaskan dan mengilustrasikan, serta membimbing siswa dalam
proses perolehan konsep, termasuk membantu siswa menyatakan dan menganalisis hipotesis,
dan mengartikulasi pemikiran-pemikirannya.

Tujuan Instruksional dan Dampak Pengiring Model perolehan konsep dapat


menyempurnakan tujuan-tujuan instruksional, bergantung pada tekanan pelajaran tertentu.
Berlangsung. Model ini mengajarkan konsep-konsep yang spesifik dan sifat-sifat dari konsep
itu. Selain itu, menyediakan praktik dalam logika induktif dan kesempatan untuk mengubah
dan mengembangkan strategi membangun konsep yang dimiliki siswa. Pada akhirnya pada
konsep yang abstrak, model ini berusaha mendidik kesadaran pada perspektif alternatif,
kepekaan pada nalar logis dalam komuniaksi, dan toleransi pada ambiguitas.

Secara ringkas tujuan instruksional dari model ini berkaitan dengan kemampuan mengenai
sifat konsep, sistem konseptual dan penerapannya, serta strategi-strategi pembelajaran
konsep. Adapun dampak pengiring dari model ini adalah berkiatan dengan fleksibilitas
konseptual, pemikiran induktif, dan toleran pada ambiguitas

Anda mungkin juga menyukai