Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

“GASTROINTESTINAL BLEEDING”

KELOMPOK 4 :

Junita Saroinsong 17011104052


Silvana Pinontoan 17011104058
Elfrida T. S. Sangkoy 17011104050
Feronika Lumolos 17011104051
Cindy Limpong 17011104072
Wistriya Mokodompit 17011104068
Veren Runtuwene 17011104060

SEMESTER 7 KELAS A2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dengan topik “Asuhan keperawatan
kritis gastrointestinal bleeding” . Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini memberi manfaat serta memberikan informasi
yang berguna bagi kita semua yang membutuhkannya.

Manado, September 2020

Penyusun

Kelompok 4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut sampai
anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient
seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan
samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan  perdarahan dan lokasi
perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi
perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua
golongan. Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis
dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di Skotlandia.
Berdasarkan laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan
saluran pencernaan akut mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi kejadian perdarahan
saluran pencernaan akut di Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan
angka mortalitas 8,2% (SIGN,2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran cerna
bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian
atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai dari mulut hingga ke
2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna proksimal dari ligamentum
Treitz  . Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan masalah kegawatan dengan
angka mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen
penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan tetapi belum mampu menurunkan
angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun yang lalu (  National Institute for Health
and Clinical  Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus di
sebelah distal ligamentum Treitz  . Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah
datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan
akut berhenti dengan sendirinya dan tidak  berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25%
pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah
(Edelman, 2007). Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika
Serikat mencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun
sudah berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus
perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa teridentifikasi
(Edelman, 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna seharusnya
memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta memperhatikan aspek
spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik  dan efektif antara pasien dan
petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu  pelayanan keperawatan yang diberikan
harus mengacu pada aspek  biopsikososiokultural dan spiritual pasien (  National Institute
for Health and  Clinical Execellence, 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari Gastrointestinal Bleeding?
2. Bagaimana Proses asuhan keperawatan dari Gastrointestinal Bleeding?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang konsep teori dari Gastrointestinal bleeding
2. Untuk Mengetahui proses asuhan keperawatan dari gastrointestinal bleeding
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP GASTROINTESTINAL BLEEDING


a) Definisi
Gastrointes Bleeding (GI) atau perdarahan saluran cerna adalah suatu
perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari
mulut sampai anus, bisa berupa di temukannya darah dalam tinja atau muntah darah,
tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan
tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila di sebabkan oleh adanya erosi
arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat di hentikan dengan
penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer, 2000).
1) Perdarahan saluran pencernaan atas
Perdarahan saluran cerna bagian atas didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal.
Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat
penyakit ulkuspeptikum (PUD,  peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh  H.
Pylori, penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), alkohol.
Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab
perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang (Dubey, 2008). Perdarahan
saluran cerna bagian atas merupakan perdarahan yang bersumber dari proksimal
sampai ligamentum Treitz  . Pada kasus, perdarahan biasanya bersumber dari
esophagus, gaster, dan duodenum (SIGN, 2008).
2) perdarahan saluran pencernaan bawah
Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang
berasal dari organ traktus gastrointestinal yang terletak di bagian distal dari
ligamentum Treitz  yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan
anemia simptomatis. Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan
keluarnya darah segar per anal/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti
sendiri (Edelman, 2007).

b) Etiologi
Penyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di Indonesia adalah karena
pecahnya varises esophagus dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran
cerna :
1. perdarahan saluran cerna bagian atas di antaranya :
 kelainan esophagus : varises, esophagitis, keganasan
 kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung & duodenum, keganasan
 penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia
 penyakit sistemik : uremia
 pemakaian obat yang ulserogenik : gol, salisilat, kortokosteroid, alcohol
2. perdarahan saluran cerna bagian bawah
 tumor ganas
 polip : pertumbuhan jinak atau polip di usus besar yang umum dan dapat
menyebabkan kanker
 colitis ulseratif : infeksi, penyakit seperti crohn, kurangnya aliran darah ke
usus besar, dan radiasi dapat menyebabkan klotis-radang usu besar
 penyakit chron
 angiodiplasia : penuaan menyebabkan angiodysplasia-kelainan pada pembuluh
darah usus
 hemorrhoid (wasir) : wasir pembuluh darah membesar di anus atau rectum
yang bisa pecah dan berdarah. Fissures, atau bisul, luka atau air mata di daerah
dubur
 hemoragik massif saluran cerna bagian atas (suparman, 1987)

c) Patofisiologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari perdarahan
gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa sampai
mencapai mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel yang
meradang yang akan menjadi granulasi dan akhirnya jaringan parut. Sekresi asam
yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis penyakit ulkus. Kerusakan
kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus sebagai pelindung juga telah diduga
sebagai penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit
ulkus peptikum yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi
nonsteroid, keduanya dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok kretek juga
berkaitan dengan penyakit ini dan selain itu, sangat merusak penyembuhan luka.
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan ulkus juga diketahui sebagai salah satu
faktor risiko. Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis
dan ditandai dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien yang
mengalami trauma hebat secara terus-menerus, pasien yang mengalami sepsis, luka
bakar yang parah, penyakit pada system saraf pusat dan kranial, dan pasien yang
menggunakan dukungan ventilator untuk jangka lama. Rentang abnormalitas adalah
hemoragi pada permukaan yang kecil sampai ulserasi dalam dengan hemoragi massif.
Hipoperfusi mukosa lambung diduga sebagai mekanisme utama. Penurunan perfusi
diperkirakan memiliki andil dalam merusak sekresi mucus,  penurunan pH mukosa
dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa. Semua faktor ini turut andil dalam
terjadinya ulkus. Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar 
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk  saluran
kolateral dalam submukosa esophagus dan rectum serta pada dinding abdominal
anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splanknik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang oleh
darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat
dipecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif. Hemoragi gastrointestinal
bagian atas mengakibatkan kehilangan volume darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung, dan penurunan curah  jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan,
maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespons terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-tanda dan gejala-gejala
utama yang terlihat pada pasien saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak
digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel akan
berubah menjadi metabolisme anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran
darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen
yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan (Hudak, 2010).
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submucosa esopagus dan rectum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan
perdarahan gastrointestinal massif.

PATHWAY PERDARAHAN SALURAN CERNA

Saluran cerna

Saluran cerna atas dan Saluran cerna bawah

Gagal hepar sirosis kronis

Peningkatan tekanan vena

Varises

Volume cairan ↓ Perdarahan gastroinstestinal Sirkulasi Gastrointestinal ↓

↓ ↓ ↓

Hipovolemia Penurunan Resiko Perfusi

tekanan darah Gastrointestinal tidak efektif

Suplai 02 menurun

Gangguan pertukaran gas


d) Manifestasi Klinis
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami
perdarahan. Secara umum perdarahan saluran cerna diklasifikasikan
sebagai perdarahan akut (dapat berupa hematemesis, melena, atau hematoschizia),
atau kronik dengan manifestasi adanya darah samar di feses atau anemia. Perdarahan
saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan,
misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup.
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti
kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau
proksimal ligamentum Treitz  . Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA),
terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena
(Djojoningrat, 2006).
Upper gastrointestinal tract bleeding  (UGI bleeding  ) atau lebih dikenal
sebagai perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75% hingga
80% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun,
tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna masih berkisar  3% hingga
10%, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir. Dari seluruh kasus
perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esofagus,
gaster, dan duodenum. Gejala klinis pasien dapat berupa :
a. Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.
b. Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti teh atau aspal.
c. Hematoschizia : Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada
pasien dengan perdarahan masive dimana transit time dalam usus yang pendek.

Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas hemodinamik
karena hipovolemik, dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis,
penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.

a. Hematemesis termasuk ‘coffee ground emesis’ 40-50%.


b. Melena 70-80%.
c. Hematoschizia (feses warna merah atau marun) 15-20%.
d. Syncope 14%
e. Presyncope 43%
f. Dispepsia 18%
g. Nyeri epigastr 41%
h. Nyeri abdomen difus 10%
i. Berat badan menurun 12%
j. Ikterus 5%
Secara umum, manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian bawah sama
dengan manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas. Tetapi, ada beberapa
perbedaan, diantaranya hematoschizia (darah segar keluar per anus) biasanya berasal
dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon).  Maroon stools (feses berwarna
merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal  ).

e) Tanda dan gejala


Gejalanya bisa berupa :
1) muntah darah (Hematemesis)
Adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran cerna
bagian atas. (Grace & Borley 2007)
2) mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
Tinja berwarna hitam merupakan akibat dari perdarahan di saluran bagian
atas. Misalnya lambung atau duodenum. Warna hitam terjadi karena darah
tercemar oleh asam lambung dan pencernaan kuman selama beberapa jam
sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang
berwarna kehitaman
f) Pemeriksaan penunjang
a. Sinar x
Serangkaian pemeriksaan abdomen,atau gambaran abdomen terdiri dalam 3
cara yaitu : film abdomen datar, film abdomen atas dan dada bagian atas dengan
pasien beridir tegak,dan film dimana pasien dalam posisi miring pada salah satu
sisi (dekubitus). Radiografi dapat membantu menggambarkan adanya udara bebas
dalam abdomen yang disebabkan oleh masalah-masalah seperti perforasi viskus
atau pencahaya abses. Obstruksi usus, seperti yang ditunjukkan oleh dilatasi loop
usus dengan tingkat cairan udara atau volvulus intestine.posisi dekubitus dapat
membantu adanya asites.
b. Endoskopi Gastron
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan barium
karena prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan langsung
tentang bagian-bagian intestinal. Instrumen yang digunakan adalah endoskopi
serat optik yang lentur. Alat dirancang dengan ujung yang dapat di gerakkan
sehingga operator dapat memanipulasi sepanjang daluran intestinal. Alat itu
mempunyai saluran instrumen yang memungkinkan untuk biopsy lesi,seperti
tumor,ulser atau peradangan.
Cairan dapat diaspirasikan dari lumen saluran intestine dan udara dapat
dihembuskan untuk menggelembungkan saluran intestine sehingga
mempermudah pengamatan.
Terapi speisfik dapat di lakukan melalui endoskopi gastrointestinal bagian
atas,termasuk sklerosis varises esophagus. Pada prosedur ini agen
penksklorosing, seperti natrium, dimasukkan ke vena yang berdalatasi dalam
esofagus dengan harapan akan terjadi jaringan ikat di dalam vena untuk
mencegah perdarahan spontan selanjutnya.
c. Kolonoskopi
Kolonoskopi di gunakan untuk mengevaluasi adanya tumor, Peradangan atau
polip di dalam kolon kolenoskopi juga dapat di gunakan untuk mengevaluasi
kondisi daerah anstomotik dari pembedahan dan mengkaji derajat struktura baik
karena pembedahan atau peradangan.
Kolonoskopi dapat dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang kolon ke
dalam sekum. Dari sini katup ileosekal dapat dikaji begitu juga abnormalitas
lainnya, seperti adanya karsinoma awal atau polip di sebelah kanan kolon.polip
ini dapat dikeluarkan melalui endoskopi, atau dapat di fulgurasi dan dibakar.
Letak perdarahan khusus seperti yang terjadi pada colitis, polip, tumor. Atau
angiodisplasia (pengumpulan pembuluh darah yang abnormal yang dapat
menyebabkan perdarahan terus menerus ) dapat di observasi.
d. Pemeriksaan Bartum kontras
Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan abnormalitas
didalam saluran intestinal. Penyinar sinar X pada gastrointestinal bagian atas atau
telan barium dicampur dengan barium radioopak.
Barium mampu memperlihatkan kelainan struktur seperti tumor atau ulkus
juga dapat menemukan adanya peradangan atau penyempitan.
e. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk mendeteksi
adanya abnormalitas dalam rongga abdomen.dilatasi dari duktus empedu
komunis,distensi kandung empedu karena batu emepedu,dan abnormalitas
pancreas seperti tumor,pseodokis, atau abses dapat ditemukan.
f. Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna dalam menentukan tempat perdarahan yang
biasanya sulit ditentukan. Arteriografi juga sangat membantu dalam menemukan
ancurisme

g) PENATALAKSANAAN PADA PERDARAHAN SALURAN PENCERNAAN


Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut adalah usaha
kolaboratif. Intervensi awal mencakup empat langkah :
a. Kaji keparahan perdarahan.
b. Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk 
mengatasi syok. Pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut membutuhkan
akses intravena segera dengan intra kateter atau kanula berdiameter besar. Untuk 
mencegah perkembangan syok hipovolemik, mulai lakukan penggantian cairan
dengan larutan intravena seperti ringer laktat dan normal saline. Tanda-tanda vital
dikaji secara terus-menerus pada saat cairan diganti. Kehilangan lebih dari 1.500
ml membutuhkan penggantian darah selain cairan. Golongan darah pasien
diperiksa dicocoksilangkan, dan sel darah merah diinfusikan untuk 
membangkitkan kembali kapasitas angkut oksigen darah. Produk darah lainnya
seperti trombosit, faktor-faktor pembekuan dan kalsium mungkin juga
diperintahkan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan kondisi yang
mendasari pasien. Kadang-kadang, obat-obat vasoaktif digunakan sampai tercapai
keseimbangan cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan untuk 
mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada organ-organ tubuh yang vital.
Dopamine, epinefrin, dan norepinefrin adalah obat-obat yang dapat digunakan
untuk menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif.
c. Tegakkan diagnosis penyebab perdarahan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, endoskopi fleksibel adalah pilihan
prosedur untuk menentukan penyebab perdarahan. Dapat dipasang selang nasogastrik
untuk mengkaji tingkat perdarahan, tetapi ini merupakan intervensi yang kontoversial.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan barium, meskipun seringkali tidak menentukan
jika terdapat bekuan dalam lambung, atau jika terdapat perdarahan superfisial.
Angiografi digunakan jika sumber  perdarahan tidak dapat dikaji dengan endoskopi.
d. Rencanakan dan laksanakan perawatan definitif.
 Terapi Endoskopi
Scleroterapy adalah pilihan tindakan jika letak perdarahan dapat ditemukan
dengan menggunakan endoskopi. Letak perdarahan hampir selalu disclerosiskan
menggnukan agen pengsclerosis seperti natrium morhuat atau natrium tetradesil
sulfat. Agen ini melukai endotel menyebakan nekrosis dan akhirnya menyebabkan
sklerosis pada pembuluh yang berdarah. Metode endoskopi tamponade thermal
mencakup probe pemanas foto koagulasi laser dan elektro koagulasi.
 Bilas Lambung
Bilas lambung mungkin diperintahkan selama periode perdarahan akut, tetapi
ini merupakan modalitas pengobatan kontroversial. Beberapa dokter yakin bahwa
tindakan ini dapat mengganggu pembekuan mekanisme pembekuan normal tubuh
diatas tempat perdarahan. Sebagian dokter yang lain meyakini bahwa bilas
lambung dapat membantu membersihkan darah dari dalam lambung, membantu
mendiagnosis penyebab perdarahan selama endoskopi. Jika diinstruksikan bilas
lambung, maka 1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar
dimasukan dalam selang nasogasatrik. Cairan tersebut kemudian dikeluarkan
menggunakan tangan dengan spuit atau dipasang pada suction intermiten sampai
sekresi lambung jernih. Irigasi lambung dengan cairan normal saline agar
menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung, obat dikirim melalui
sistem vena porta ke hepar  dimana metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik
dapat dicegah. Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml
larutan. Pasien beresiko mengalami apsirasi lambung karena pemasangan
nasogastrik dan peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang
digunakan untuk membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan
pasien dengan kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluk isi lambung.
Bila posisi tersebut kontraindikasi, maka diganti posisi dekubitus lateral kanan
memudahkan mengalirnya isi lambung melewati pilorus.
 Pemberian Pitresin
- Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong, maka
diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
- Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan
aliran darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6 unit permenit.
- Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran pusat.
- Hati-hati dalam penggunaan obat ini karena dapat terjadi hipersensitif.
- Obat ini dapat mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.
 Mengurangi Asam Lambung
Karena asam lambung menyebabkan iritasi terhadap tempat perdarahan pada
traktus gastrointestinal bagian atas, adalah penting untuk  menurunkan keasaman
asam lambung. Ini dapat digunakan dengan obat obat antihistamin (H2)-
antagonistik. Contohnya : simetidin (tagamet), ranitidine hipoklorida (zantac), dan
famotidin (pepsid). Obat-obat ini menurunkan pembentukan asam lambung
dengan menghambat antihistamin. Antasid juga biasanya diberikan. Kerja antasid
sebagai buffer alkali langsung diberikan untuk mengontrol pH lambung. Perawat
bertanggung  jawab terhadap ketepatan aspirasi isi lambung untuk pemeriksaan
pH dan pemantauan efek-efek samping dari terapi. Sucralfate, garam alumunium
dasar dari sukrosa oktasulfat, yang beraksi secara lokal sebagai obat  pelindung
mukosa juga dapat diperintahkan untuk profilaksis perdarahan stress.
 Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Adalah bukan hal yang tidak lazim untuk mendapati pasien yang mengalami
perdarahan gastrointestinal berat yang mempunyai status hipokuagulasi karena
defisiensi berbagai faktor pembekuan. Salah satu masalah yang paling penting
dalam kategori ini adalah kegagalan hepar  pada pasien yang tidak mampu untuk
menghasilkan faktor-faktor   pembekuan darah. Situasi klinis umum lainnya
adalah pemberian makanan melalui intravena jangka panjang pada pasien yang
mendapat berbagai antibiotik dan pasien yang mengalami defisiensi vitamin K.
tanpa memperhatikan penyebabnya seseorang harus memperbaiki keadaan ini
untuk mengurangi jumlah perdarahan. Jika diduga adanya faktor defisiensi utama
lain, plasma segar diberikan untuk memperbaiki abnormalitas.
 Balon Tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade antara lain tube Sangstaken Blakemore,
Minnesota, atau  Linton-Nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan
gastrointestinal bagian atas karena varises esofagus.
Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen:
1. Balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 ml udara.
2. Balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg (menggunakan
spigmomanometer).
3. Lumen yang ke-3 untuk mengaspirasi isi lambung.

Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk


menghisap sekresi paring. Sedangkan tube Linton-Nachlas terdiri hanya satu
balon gaster yang dapat diinflasikan dengan 500-600 ml udara. Terdapat beberapa
lubang/bagian yang terbuka baik pada bagian esofagus maupun lambung untuk
mengaspirasi sekresi dan darah. Tube/selang Sangstaken-Blakemore setelah
dipasang di dalam lambung dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml.
Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon lambung pas terkait pada kardia
lambung. Setelah dipastikan letaknya tepat (menggunakan pemeriksaan
radiografi), balon lambung dapat dikembangkan dengan 100-200 ml udara.
Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi. Jika perdarahan berlanjut
balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan 250 40 mmHg
(menggunakan spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika lebih
lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus.

Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi
konstan dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang,
diberi label dengan tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.

 Terapi-terapi Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan massive yang
sangat membahayakan nyawa dan pada pasien yang mengalami perdarahan yang
terus menerus meskipun telah menjalani terapi medis agregasif. Terapi
pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang disebabkan oleh
stress mencakup reseksi lambung (antrektomi), gastrektomi, gastroenterostomi,
atau kombinasi operasi untuk  mengembalikan keutuhan gastrointestinal.
Vagotomi akan mengurangi sekresi asam lambung. Antrektomi mengangkat sel-
sel penghasil asam dalam lambung. Billroth I adalah prosedur yang mencakup
vagotomi dan antrektomi dengan anastomosis lambung pada duodenum. Billroth
II meliputi vagotomi, reseksi antrum, dan anastomosis lambung pada jejunum.
Perforasi lambung dapat diatasi hanya menutup atau menggunakan patch untuk
menutup lubang pada mukosa. Operasi dekompresi hipertensi porta dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami varises esophagus dan varises gaster.
Dalam pembedahan ini, disebut pirai kava porta, dimana dibuat hubungan antara
vena porta dengan vena kava inferior yang mengalihkan aliran darah ke dalam
vena cava untuk  menurunkan tekanan.

h) Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi adalah koma hepatic (suatu sindrom
neuropsikiatrik yang di tandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual,
dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTROINTESTINAL


BLEEDING (PERDARAHAN SALURAN CERNA)

1. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Awal
Pengkajian yang dilakukan meliputi :
- Identitas Pasien
- Diagnosa/penyakit klien
- Alat bantu infasif yang digunakan

B. Pengkajian Dasar
1) Airway
Menggunakan teknik Look, listen and Feel.
- Look : melihat bersihan jalan nafas. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan, khususnya saluran cerna bagian atas biasanya terjadi muntah
darah. Oleh karena itu, perawat harus melakukan pengkajian terhadap risiko
terjadinya aspirasi pada saluran napas.
- Listen : biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat suara
napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran pernapasan
- Feel : merasakan hembusan napas pasien. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan bagian atas, biasanya bisa terjadi sumbatan parsial atau total pada
saluran napas akibat menggumpalnya (clothing) darah.
2) Breathing
Yang perlu dikaji yaitu :
- Perubahan frekuensi napas pasien
- Adanya penggunaan otot-otot pernapasan
Pada kejadian perdarahan saluran pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar
haemoglobin dalam darah, sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu akibat
berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan berdampak pada peningkatan
frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
3) Circulation
Evaluasi keparahan kehilangan darah dan lakukan pengkajian sesering
mungkin untuk mencegah atau memperbaiki syok hipovolemik.
- Pada fase pertama perdarahan, kehilangan darah kurang dari 800 ml, pasien
hanya akan menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas, dan berkeringat.
Dengan perdarahan yang berlebihan suhu tubuh meningkat sampai 38,4oC –
39o C sebagai respon terhadap perdarahan, dan bising usus menjadi hiperaktif
karena sensitivitas usus besar terhadap darah.
- Pada fase kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat (kehilangan
>800 ml), respon system saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin,
epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya menyebabkan
peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular perifer dalam
upaya untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Dengan tingkat
kehilangan darah sedang sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan gejala
syok.
- Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan peningkatan
frekuensi jantung 20 kali per menit baik dalam posisi berdiri maupun duduk,
menandakan kehilangan darah lebih besar dari 1000 ml. respon pasien
terhadap kehilangan darah tergantung dari jumlah dan kecepatan kehilangan
darah, usia, derajat kompensasi, dan kecepatan perawat.
- Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan
gastrointestinal dan hal ini diduga peningkatan asam lambung yang mengenai
ulkus lambung
- Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran besar
diperlukan untuk mengantisipasi penambahan cairan dan tranfusi darah
4) Disability
Yang dikaji dalam disability adalah tingkat kesadaran. Untuk mengkaji tingkat
kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi pupil dan juga
reflek cahaya juga harus diperiksa pada pasien.
5) Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian
pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat
mengkaji adanya penyebab lain yang mungkin mengakibatkan terjadi gangguan
pencernaan.

C. Pengkajian Intens
1) Riwayat Penyakit
Mengkaji tentang penyakit yang pernah diderita pasien, misalnya hepatitis,
penyakit hepar kronis, hemorrhoid, gastritis kronis, dan juga riwayat trauma.
2) Status Nutrisi
Mengkaji tentang status nutrisi dengan menggunakan prinsip A, B, C, D, yaitu :
A : Anthopometri, yang dikaji adalah BB dan TB pasien sebelum sakit.
B : Biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai
laboratorium,yaitu : nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht, dan juga
darah lengkap.
C : Clinical, melihat tanda - tanda klinis pada pasien, misalnya tanda anemis,
lemah, rasa mual dan muntah, turgor, kelembaban mukosa.
D : Diit, perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan
kalori dan juga nutrisi pada pasien.
3) Status Eliminasi
Mengkaji warna feses, konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu juga
dikaji adanya rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus dimonitor terus untuk
menentukan status peristaltik.
4) Pengkajian Sistem tubuh
Mengkaji tentang sistem kardiovaskular, respirasi, neurologi, renal,
gastrointestinal, endokrin, immunologi serta integumen)

D. Pengkajian Khusus
1) Pemeriksaan dianostik
2) Mengkaji kondisi pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Risiko Perfusi Gastrointestinal tidak efektif b.d perdarahan gastrointestinal akut
2) Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
3) Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kapasitas angkut oksigen

3. Intervensi

Diagnosa Tujuan/ kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Risiko Perfusi Tingkat perdarahan Pencegahan Perdarahan
Gastrointestinal tidak menurun - Observasi
efektif b.d perdarahan Kriteria Hasil : 1. Monitor tanda dan
gastrointestinal akut - Membran mukosa gejala perdarahan
lembab kembali 2. Monitor nilai
- Hemoglobin membaik hemoglobin sebelum
- Hematokrit membaik dan setelah
- Tekanan darah kehilangan darah
membaik - Terapeutik
- Frekuensi nadi 1. Pertahankan bed rest
membaik selama perdarahan
- Suhu tubuh membaik - Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
produk darah

Hipovolemia b.d Status Cairan Membaik Manajemen Hipovolemia


kehilangan cairan Kriteria hasil : - Observasi
aktif - Nadi meningkat 1. Periksa tanda dan
- Pengisian vena gejala hipovolemia
meningkat (misalnya frekuensi
- Turgor kulit membaik nadi meningkat, nadi
- Tekanan darah lemah, TD menurun,
membaik/normal turgor kulit menurun,
- Frekuensi Nadi membran mukosa
membaik kering, volume urine
- Hemoglobin Membaik menurun, hematokrit
- Hematokrit membaik meningkat, haus,
- Intake Cairan Membaik lemah)
2. Monitor intake dan
ouput cairan
- Terapeutik
1. Hitung kebutuhan
cairan
2. Berikan asupan
cairan oral (bila
pasien sadar)
- Edukasi
Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
- Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian cairan IV
2. Kolaborasi
pemberian produk
darah
Manajemen Syok
- Observasi
1. Monitor status cairan
2. Monitor status
oksigenasi
3. Monitor tingkat
kesadaran dan respon
pupil
- Terapeutik
1. Pertahankan jalan
napas paten
2. Berikan Oksigen
3. Persiapkan intubasi
4. Pasang jalur IV
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan kristaloid
2. Kolaborasi pemberian
transfusi darah
Gangguan Pertukaran Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Gas Meningkat - Observasi
Kriteria Hasil : 1. Monitor frekuensi,
- Dispneu menurun irama, kedalaman, dan
- Bunyi nafas menurun upaya napas
- Takikardi Menurun 2. Monitor pola napas
- PCO2 membaik/ (takipnea)
normal (35- 45mmHg) 3. Monitor adanya
- pH membaik (7,35- sumbatan jalan napas
7,45) 6. Pola nafas 4. Palpasi kesimetrisan
membaik ekspansi paru
- Warna kulit membaik 5. Auskultasi bunyi
napas
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor nilai AGD
8. Monitor hasil x-ray
toraks
- Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
- Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan kepada
pasien atau keluarga
Terapi Oksigen ( l.01026)
- Observasi
1. Monitor aliran oksigen
secara periodic dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
2. Monitor efektifitas
terapi oksigen (mis.
Oksimetri, analisa gas
darah )
3. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
4. Monitor tingkat
kecemasan akibat
terapi oksigen
5. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
- Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
3. Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransportasi
4. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengat tingkat
mobilisasi pasien
- Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
- Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau
tidur
Manajemen Jalan nafas
- Observasi
1. Monitor pola nafas
dan bunyi nafas
tambahan
- Terapeutik
1. Posisikan semi-fowler
atau fowler
2. Lakukan penghisapan
cairan kurang dari 15
detik
3. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
4. Berikan oksigen

DAFTAR PUSTAKA
Dubey, S. (2008). Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam Teks Atlas Kedokteran
Kedaruratan Greenberg. Vol. 1, pp. 275. Jakarta : Erlangga.
Hudak, C.M. (1996) Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik.. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Macdougall, L, et al. (2010). Aorto-Enteric Fistulas: A Cause of Gastrointestinal Bleeding
not to be Missed, BJMP. Vol. 3, no. 2, pp. 317 (http://www.bjmp.org/content/)
Diakses tanggal 20 September 2020
Muttaqin, A. dan Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, A.W (2006). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Edisi 4, Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai