Gi 1
Gi 1
“GASTROINTESTINAL BLEEDING”
KELOMPOK 4 :
SEMESTER 7 KELAS A2
MANADO
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dengan topik “Asuhan keperawatan
kritis gastrointestinal bleeding” . Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini memberi manfaat serta memberikan informasi
yang berguna bagi kita semua yang membutuhkannya.
Penyusun
Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut sampai
anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient
seperti air dan elektrolit dari makanan yang dimakan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan
samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi
perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi
perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua
golongan. Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis
dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di Skotlandia.
Berdasarkan laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan
saluran pencernaan akut mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi kejadian perdarahan
saluran pencernaan akut di Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan
angka mortalitas 8,2% (SIGN,2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran cerna
bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian
atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai dari mulut hingga ke
2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna proksimal dari ligamentum
Treitz . Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan masalah kegawatan dengan
angka mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan manajemen
penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan tetapi belum mampu menurunkan
angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun yang lalu ( National Institute for Health
and Clinical Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dari usus di
sebelah distal ligamentum Treitz . Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah
datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan
akut berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25%
pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah
(Edelman, 2007). Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika
Serikat mencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun
sudah berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus
perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa teridentifikasi
(Edelman, 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna seharusnya
memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta memperhatikan aspek
spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik dan efektif antara pasien dan
petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan keperawatan yang diberikan
harus mengacu pada aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien ( National Institute
for Health and Clinical Execellence, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari Gastrointestinal Bleeding?
2. Bagaimana Proses asuhan keperawatan dari Gastrointestinal Bleeding?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang konsep teori dari Gastrointestinal bleeding
2. Untuk Mengetahui proses asuhan keperawatan dari gastrointestinal bleeding
BAB II
PEMBAHASAN
b) Etiologi
Penyebab perdarahan saluran bagian atas terbanyak di Indonesia adalah karena
pecahnya varises esophagus dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran
cerna :
1. perdarahan saluran cerna bagian atas di antaranya :
kelainan esophagus : varises, esophagitis, keganasan
kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung & duodenum, keganasan
penyakit darah : leukemia, purpura trombositopenia
penyakit sistemik : uremia
pemakaian obat yang ulserogenik : gol, salisilat, kortokosteroid, alcohol
2. perdarahan saluran cerna bagian bawah
tumor ganas
polip : pertumbuhan jinak atau polip di usus besar yang umum dan dapat
menyebabkan kanker
colitis ulseratif : infeksi, penyakit seperti crohn, kurangnya aliran darah ke
usus besar, dan radiasi dapat menyebabkan klotis-radang usu besar
penyakit chron
angiodiplasia : penuaan menyebabkan angiodysplasia-kelainan pada pembuluh
darah usus
hemorrhoid (wasir) : wasir pembuluh darah membesar di anus atau rectum
yang bisa pecah dan berdarah. Fissures, atau bisul, luka atau air mata di daerah
dubur
hemoragik massif saluran cerna bagian atas (suparman, 1987)
c) Patofisiologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari perdarahan
gastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa sampai
mencapai mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel yang
meradang yang akan menjadi granulasi dan akhirnya jaringan parut. Sekresi asam
yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis penyakit ulkus. Kerusakan
kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus sebagai pelindung juga telah diduga
sebagai penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit
ulkus peptikum yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi
nonsteroid, keduanya dapat mengakibatkan kerusakan mukosa. Merokok kretek juga
berkaitan dengan penyakit ini dan selain itu, sangat merusak penyembuhan luka.
Riwayat keluarga yang berhubungan dengan ulkus juga diketahui sebagai salah satu
faktor risiko. Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis
dan ditandai dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien yang
mengalami trauma hebat secara terus-menerus, pasien yang mengalami sepsis, luka
bakar yang parah, penyakit pada system saraf pusat dan kranial, dan pasien yang
menggunakan dukungan ventilator untuk jangka lama. Rentang abnormalitas adalah
hemoragi pada permukaan yang kecil sampai ulserasi dalam dengan hemoragi massif.
Hipoperfusi mukosa lambung diduga sebagai mekanisme utama. Penurunan perfusi
diperkirakan memiliki andil dalam merusak sekresi mucus, penurunan pH mukosa
dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa. Semua faktor ini turut andil dalam
terjadinya ulkus. Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran
kolateral dalam submukosa esophagus dan rectum serta pada dinding abdominal
anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splanknik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang oleh
darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat
dipecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif. Hemoragi gastrointestinal
bagian atas mengakibatkan kehilangan volume darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan,
maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespons terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-tanda dan gejala-gejala
utama yang terlihat pada pasien saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak
digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel akan
berubah menjadi metabolisme anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran
darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai oksigen
yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan (Hudak, 2010).
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submucosa esopagus dan rectum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan
perdarahan gastrointestinal massif.
Saluran cerna
Varises
↓ ↓ ↓
Suplai 02 menurun
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas hemodinamik
karena hipovolemik, dan gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis,
penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.
Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah observasi
konstan dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi ketiga ostium selang,
diberi label dengan tepat dan diperiksa kepatenannya sebelum dipasang.
Terapi-terapi Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan massive yang
sangat membahayakan nyawa dan pada pasien yang mengalami perdarahan yang
terus menerus meskipun telah menjalani terapi medis agregasif. Terapi
pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang disebabkan oleh
stress mencakup reseksi lambung (antrektomi), gastrektomi, gastroenterostomi,
atau kombinasi operasi untuk mengembalikan keutuhan gastrointestinal.
Vagotomi akan mengurangi sekresi asam lambung. Antrektomi mengangkat sel-
sel penghasil asam dalam lambung. Billroth I adalah prosedur yang mencakup
vagotomi dan antrektomi dengan anastomosis lambung pada duodenum. Billroth
II meliputi vagotomi, reseksi antrum, dan anastomosis lambung pada jejunum.
Perforasi lambung dapat diatasi hanya menutup atau menggunakan patch untuk
menutup lubang pada mukosa. Operasi dekompresi hipertensi porta dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami varises esophagus dan varises gaster.
Dalam pembedahan ini, disebut pirai kava porta, dimana dibuat hubungan antara
vena porta dengan vena kava inferior yang mengalihkan aliran darah ke dalam
vena cava untuk menurunkan tekanan.
h) Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi adalah koma hepatic (suatu sindrom
neuropsikiatrik yang di tandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual,
dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati)
1. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Awal
Pengkajian yang dilakukan meliputi :
- Identitas Pasien
- Diagnosa/penyakit klien
- Alat bantu infasif yang digunakan
B. Pengkajian Dasar
1) Airway
Menggunakan teknik Look, listen and Feel.
- Look : melihat bersihan jalan nafas. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan, khususnya saluran cerna bagian atas biasanya terjadi muntah
darah. Oleh karena itu, perawat harus melakukan pengkajian terhadap risiko
terjadinya aspirasi pada saluran napas.
- Listen : biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat suara
napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran pernapasan
- Feel : merasakan hembusan napas pasien. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan bagian atas, biasanya bisa terjadi sumbatan parsial atau total pada
saluran napas akibat menggumpalnya (clothing) darah.
2) Breathing
Yang perlu dikaji yaitu :
- Perubahan frekuensi napas pasien
- Adanya penggunaan otot-otot pernapasan
Pada kejadian perdarahan saluran pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar
haemoglobin dalam darah, sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu akibat
berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan berdampak pada peningkatan
frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
3) Circulation
Evaluasi keparahan kehilangan darah dan lakukan pengkajian sesering
mungkin untuk mencegah atau memperbaiki syok hipovolemik.
- Pada fase pertama perdarahan, kehilangan darah kurang dari 800 ml, pasien
hanya akan menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas, dan berkeringat.
Dengan perdarahan yang berlebihan suhu tubuh meningkat sampai 38,4oC –
39o C sebagai respon terhadap perdarahan, dan bising usus menjadi hiperaktif
karena sensitivitas usus besar terhadap darah.
- Pada fase kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat (kehilangan
>800 ml), respon system saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin,
epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya menyebabkan
peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular perifer dalam
upaya untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Dengan tingkat
kehilangan darah sedang sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan gejala
syok.
- Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan peningkatan
frekuensi jantung 20 kali per menit baik dalam posisi berdiri maupun duduk,
menandakan kehilangan darah lebih besar dari 1000 ml. respon pasien
terhadap kehilangan darah tergantung dari jumlah dan kecepatan kehilangan
darah, usia, derajat kompensasi, dan kecepatan perawat.
- Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan
gastrointestinal dan hal ini diduga peningkatan asam lambung yang mengenai
ulkus lambung
- Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV cath ukuran besar
diperlukan untuk mengantisipasi penambahan cairan dan tranfusi darah
4) Disability
Yang dikaji dalam disability adalah tingkat kesadaran. Untuk mengkaji tingkat
kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi pupil dan juga
reflek cahaya juga harus diperiksa pada pasien.
5) Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian
pasien dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat
mengkaji adanya penyebab lain yang mungkin mengakibatkan terjadi gangguan
pencernaan.
C. Pengkajian Intens
1) Riwayat Penyakit
Mengkaji tentang penyakit yang pernah diderita pasien, misalnya hepatitis,
penyakit hepar kronis, hemorrhoid, gastritis kronis, dan juga riwayat trauma.
2) Status Nutrisi
Mengkaji tentang status nutrisi dengan menggunakan prinsip A, B, C, D, yaitu :
A : Anthopometri, yang dikaji adalah BB dan TB pasien sebelum sakit.
B : Biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai
laboratorium,yaitu : nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht, dan juga
darah lengkap.
C : Clinical, melihat tanda - tanda klinis pada pasien, misalnya tanda anemis,
lemah, rasa mual dan muntah, turgor, kelembaban mukosa.
D : Diit, perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan
kalori dan juga nutrisi pada pasien.
3) Status Eliminasi
Mengkaji warna feses, konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu juga
dikaji adanya rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus dimonitor terus untuk
menentukan status peristaltik.
4) Pengkajian Sistem tubuh
Mengkaji tentang sistem kardiovaskular, respirasi, neurologi, renal,
gastrointestinal, endokrin, immunologi serta integumen)
D. Pengkajian Khusus
1) Pemeriksaan dianostik
2) Mengkaji kondisi pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Risiko Perfusi Gastrointestinal tidak efektif b.d perdarahan gastrointestinal akut
2) Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
3) Gangguan pertukaran gas b.d penurunan kapasitas angkut oksigen
3. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Dubey, S. (2008). Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam Teks Atlas Kedokteran
Kedaruratan Greenberg. Vol. 1, pp. 275. Jakarta : Erlangga.
Hudak, C.M. (1996) Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik.. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Macdougall, L, et al. (2010). Aorto-Enteric Fistulas: A Cause of Gastrointestinal Bleeding
not to be Missed, BJMP. Vol. 3, no. 2, pp. 317 (http://www.bjmp.org/content/)
Diakses tanggal 20 September 2020
Muttaqin, A. dan Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, A.W (2006). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Edisi 4, Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia