Anda di halaman 1dari 1

“Waktunya Pulang”.

Ucap Rini, seorang perempuan berumur 22 tahun itu, rasa


senangnya sudah memuncak ketika dirinya memasuki sebuah kapal yang akan membawanya
pulang ke kampung halaman. Selama di kapal , Rini selalu membayangkan wajah ayah dan
bunda nya yang sudah tiga tahun tidak bertemu, karena dirinya yang harus menamatkan program
sarjana nya di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Namun, senyum Rini yang sedari tadi
sumringah berubah menjadi sebuah ekspresi yang menunjukkan kekhawatiran, Karena kapal
yang ia tumpangi menabrak sebuah karang besar, membuat bagian depan kapal hancur dan
kehilangan keseimbangan. Tubuh kapal yang gagah serta besar itu perlahan lemah dan pasrah
akan tubuhnya yang semakin di makan oleh laut lepas, teriakan demi teriakan bersautan, kondisi
kapal yang hangat menjadi semraut. Teriakan memanggil nama tuhan semakin banyak, mereka
semua berebut untuk memegang apa saja yang akan menahan tubuh mereka untuk ikut di telan
laut lepas. Rini memejamkan matanya sambil terus menangis sembari menyebut nama tuhan,
teriakan demi teriakan memenuhi isi kapal, seluruh barang-barang yang berada di dalam kapal
satu persatu mulai jatuh dan ditelan air laut.

Wanita tua itu resmi menjadi sebatang kara, setelah menyaksikan kepergian
suami dan anak sebatang wayangnya satu persatu meninggal karena sakit. Sementara dirinya
masih harus berjuang untuk kelanjutan hidupnya. Kini ia hanya tinggal di sebuah gubuk tua
dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, Makanan yang ia dapat pun adalah hasil pemberian
dari para tetangga yang turut prihatin akan keadaan nya. Ada banyak panti yang ingin
menampung sang wanita tua itu, tapi berulang kali ia mengatakan tidak ingin. Ketika ia ditanya
apa hal yang ia inginkan , ia selalu mengucapkan kalimat “Aku hanya ingin meninggalkan dunia
ini, dan ikut menyusul anak dan suamiku”. Bahkan ia telah menyediakan batu nisannya.

Anda mungkin juga menyukai