Anda di halaman 1dari 7

Analisis Cerpen "Aki" Karya Idrus

Menentang Takdir
Oleh: Hartana Adhi Permana

Pengarang dalam cerpen ini mengangkat sebuah cerita tentang seorang lelaki bernama Aki yang berumur 29 tahun yang kelihatan sudah berumur 42 tahun karena mengidap penyakit yang cukup parah yang mengakibatkan Aki meramalkan bahwa dia akan meninggal tanggal 16 Agustus tahun depan. Tidak ada orang yang tahu, apakah Aki pernah ingat kepada Tuhan. Sembahyang ia tidak pernah, puasa pun tidak. Tapi ia dari dulu baik hati kepada siapa pun dan banyak orang sangsi, mana yang lebih disukai Tuhan: sembahyang tunggang-balik lima kali sehari dan puasa setiap bulan Ramadhan, tapi berbuat banyak kejahatan atau tidak sembahyang dan puasa, tapi berhati baik yang tiada tandingan seperti Aki itu. Bahasa yang digunakan pengarang dalam cerpen ini biasa saja(menggunakan bahasa sehari-hari). Dan saya berasumsi bahwa cerita ini sangat tidak baik karena tokoh Aki dalam cerita ini meramalkan kematiannya akan segera datang pada tanggal 16 Agustus. Tokoh Aki ini menentang takdir Tuhan yang sudah digariskan kepada setiap individu-individu makhluk ciptaannya. Aki meramalkan atas dasar sakitnya yang tidak kunjung sembuh, dan akhirnya Aki menggembar-gemborkan kepada istrinya, teman-teman sekantornya, dan tetangganya. Yang disayangkan sang istripun Sulasmi mempercayai bahwa suami tercintanya akan meninggal satu tahun lagi. Dalam cerita ini diceritakan bahwa tokoh Aki dengan tenang menghadapi kematiaannya karena sudah yakin akan masuk surga. Alasan cerita ini tidak baik juga merujuk kepada teman-teman sekantor Aki membuat lagu lelucon kepada Aki yang menghina dan murtad terhadap Tuhan. Sebagaimana tertulis dalam cerita ini bagian empat berikut kutipannya: Tuhan sudah mati Sekarang Aki jadi Tuhan Tapi Aki juga akan mati Jadi semua tidak kekal Tuhan tidak, Aki tidak, Aku tidak!

Sajak ini dibuat untuk lelucon kepada Aki yang sangat melenceng dari kaidah agama. Maksud dari kutipan sajak ini adalah bahwa tokoh Aki bisa meramalkan kematiannya, secara otomatis dalam sajak itu mencantumkan bahwa Tuhan diidentikkan sudah mati dan Aki sekarang jadi Tuhan. Dan yang paling aneh semua pegawai kantor malah mengikuti untuk membaca sajak itu secara keras dan terdengar sampai di seluruh ruangan kantor. Tetapi Aki malah tersenyum dan tidak menghiraukan ujaran dari teman sekantornya itu. Dalam cerita ini juga diceritakan dengan tidak masuk akalnya bahwa tokoh Aki dan sang istri Sulasmi membeli kain kafan untuk pembungkus mayat Aki setelah mati. Dalam cerita ini terjadi transaksi yang sangat lucu, karena istri Aki malah membeli kain pike yang mahal untuk digunakan bahan housecoat, jaket, baju Orang Eropa dan bebe. Sebagaimana tertera dalam cuplikan cerita sebagai berikut: Di sebuah toko Bombay Sulasmi menanyakan kain pike itu. Oh, ada Nyonya, kata Bombay itu, lalu berlari ke sebuah lemari dan diambilnya seblok kain pike putih. Dengan kain itu di tangannya ia kembali mendapatkan Sulasmi dan Aki. Sebelum Sulasmi berkesempatan menanyakan harga kain itu, Bombay itu sudah asyik memuji-muji dagangannya: Kain itu bagus, Nyonya. Orang Eropa banyak pake. Buat kemeja ya boleh, buat bebe ya indah, buat housecoat ya bagus, buat jaket ya boleh ... Buat kain kafan? tanya Sulasmi tiba-tiba. Bombay yang suka ngobrol itu terhenti, mulutnya ternganga. Sudah itu tanyanya seperti orang kesakitan: Kain kafan, Nyonya? Buat bungkus orang mati, Nyonya? Ini, Nyonya? Ah, jangan suka canda, Nyonya. Tidak, betul, kata Sulasmi sungguh-sungguh dan sambil menunjuk kepada Aki: Tuan sedikit hari lagi akan mati. Berapa cukup? Sepuluh meter, jawab Bombay itu per- lahan-lahan, sambil mengamat-amati Aki yang begitu montok badannya itu. Dari geraknya tampak tidakpercayanya, ragu- ragunya dan herannya, semua campur-aduk, tapi di atas segalanya itu berkuasa rasa-takutnya, apalagi karena kelihatan, bahwa Aki dan Sulasmi tenang saja. Tuan mau mati, Nyonya, katanya perlahan-lahan juga, lalu dipotongnya kain pike itu sepuluh meter, sungguhpun tentang harga belum lagi tawar-menawar.

Berapa? tanya Sulasmi. "Apa, Nyonya?" tanya Bombay itu. Harganya, kata Sulasmi. Baru diketahui Bombay itu kesalahannya dan ia tertawa mesem kemalu-maluan, lalu katanya: Karena sudah kepotong, Nyonya, Nyonya bayar saja harga pokoknya. Delapan puluh rupiah, Nyonya. Karena percaya kepada omongan Bombay itu, Sulasmi tidak menawar lagi, tapi langsung membayar delapan puluh rupiah. Dan Bombay itu, sungguhpun ia mati ketakutan, masih dapat juga menarik untung yang lumayan dari orang yang akan mati itu. Sambil tertawa masam ia berkata kepada temannya: Itu tuan mau mati Beli kafan kain piki Ai naiki harga jadijadi Sekarang Ai mati geli. Walaupun terjadi beberapa alur cerita yang tidak masuk akal saat Aki menggembargemborkan bahwa dia akan mati satu tahun lagi, sampai tiba saatnya tanggal 16 Agustus dia meramalkan akan meninggal dengan tiduran di kasurnya dengan menggunakan baju yang paling bagus sambil menunggu malaikatulmaut menjemputnya. Ada sesuatu yang tidak saya duga sebelumnya, ini menurut saya jadi kelebihan cerita ini. Diakhir cerita tokoh Aki akhirnya mau bekerja, sedangkan pada awalnya ia sangat kurang bersemangat dan malahan akan berhenti bekerja karena dia akan meninggal tanggal 16 Agustus. Kemudian Aki pun menuntut ilmu kembali di sekolah tinggi yang mengambil fakultas hukum, dan ingin sekali mendapatkan titel meester in de rechten. Amanat yang terkandung dalam cerpen ini diantaranya adalah umurjanganlah dijadikan patokan untuk kita bekerja, maksudnya walau kita masi muda, tetaplah berusaha dengan keras untuk mnjalani hidup ini dan walaupun kita sudah tua, tetap semangat dalam bekerja. Sayangilah seseorang tanpa pandang bulu. Bagi orang tua harus bisa mengajar anak dengan baik dan bagi anak janganlah melawan kepada orang tua. Dan yang paling ingat jangan mendahului takdir Tuhan tentang nasib, umur, jodoh dan kekayaan kita karena semuanya sudah diatur oleh Tuhan. Seperti dalam cerita ini, bahwa ramalan Aki tentang kematiannya yang akan jatuh pada tanggal 16 Agustus tidak terjadi. Aki yang ditemani di dalam kamar oleh istrinya ternyata tidak meninggal, malah ia tertidur. Dan terbangunkan oleh para teman kantornya yang melihat Aki sedang duduk di atas kasur yang sedang merokok. Diposkan oleh Saya Cinta Sastra Indonesia di 11.01

Esai sastra Idrus (oleh : Laela Nur Tantri)


Posted on December 1, 2012 by elatantriekasetiya

Kisah Sebuah Celana Pendek Pengarang: Idrus Abdullah Idrus nama panjang dari Idrus, lahir di Padang, Sumatera Barat, 21 September 1921 dan meninggal di Padang, SumateraBarat, 18 Mei 1979 pada umur 57 tahun adalah seorang sastrawan Indonesia. Ia menikah dengan RatnaSuri pada tahun 1946. Mereka dikaruniai enam orang anak, empat putra dan dua putri, yaitu Prof. Dr. Ir.Nirwan Idrus, Slamet Riyadi Idrus, Rizal Idrus, Damayanti Idrus, Lanita Idrus, dan Taufik Idrus. Pendidikan dari seorang Idrus adalah SMT. Perkenalan Idrus dengan dunia sastra sudah dimulainya sejak duduk di bangku sekolah, terutama ketika di bangku sekolah menengah. Ia sangat rajin membaca karya-karya roman dan novel Eropa yangdijumpainya di perpustakaan sekolah. Ia pun sudah menghasilkan cerpen pada masa itu.Minatnya pada dunia sastra mendorongnya untuk memilih Balai Pustaka sebagai tempatnya bekerja. Ia berharap dapat menyalurkan minat sastranya di tempat tersebut, membaca dan mendalami karya-karya sastra yang tersedia di sana dan berkenalan dengan para sastrawan terkenal. Keinginannya itu pun terwujud, ia berkenalan dengan H.B. Jassin, Sutan Takdir Alisyahbana, Noer Sutan Iskandar, AnasMakruf, dan lain-lain.Meskipun menolak digolongkan sebagai sastrawan Angkatan 45, ia tidak dapat memungkiri bahwa sebagian besar karyanya memang membicarakan persoalan-persoalan pada masa itu. Kekhasan gayanya dalam menulis pada masa itu membuatnya memperoleh tempat terhormat dalam dunia sastra, sebagai Pelopor Angkatan 45 di bidang prosa, yang dikukuhkan H.B. Jassin dalam bukunya. Hasratnya yang besar terhadap sastra membuatnya tidak hanya menulis karya sastra, tetapi juga menulis karya-karya ilmiah yang berkenaan dengan sastra, seperti Teknik Mengarang Cerpen danInternational Understanding Through the Study of Foreign Literature. Kemampuannya menggunakan tiga bahasa asing (Belanda, Inggris, dan Jerman) membuatnya berpeluang untuk menerjemahkan buku-buku asing. Hasilnya antara lain adalah Perkenalan dengan Anton Chekov, Perkenalan dengan JaroslovHask, Perkenalan dengan Luigi Pirandello, dan Perkenalan dengan Guy de Maupassant. Karena tekanan politik dan sikap permusuhan yang dilancarkan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat terhadap penulis-penulis yang tidak sepaham dengan mereka, Idrus terpaksa meninggalkan tanah air dan pindah ke Malaysia. Di Malaysia, lepas dari tekanan Lekra, ia terus berkarya. Karyanya saat itu antara lain, Dengan Mata Terbuka (1961) dan Hati Nurani Manusia (1963). Di dalam dunia sastra, kehebatan Idrus diakui khalayak sastra, terutama setelah karyanya Surabaya,Corat-Coret di Bawah Tanah, dan Aki diterbitkan. Ketiga karyanya itu menjadi karya monumental.Setelah ketiga karya itu, memang, pamor Idrus mulai menurun. Namun tidak berarti ia lantas tidak disebut lagi, ia masih tetap eksis dengan menulis kritik, esai, dan hal-hal yang berkenaan dengan sastra di surat kabar, majalah, dan RRI

(untuk dibacakan). Cerita pendek Idrus mendasarkan pada konsep mengandung makna. Pemborosan kata-kata tidak perlu dibuang jauh-jauh. Persoalan yang digarapnya bersifat pengamatan sosial. Keadaan yang buruk dan kacau di sekitar revolusi diejek sampai ke inti manusianya. Sikapnya sinis terhadap lingkungannya. Kelemahan-kelemahan manusia ditonjolkan. Idrus sudah menulis cerita-cerita pendeknya sejak jaman Jepang, seperti halnya Chairil Anwar. Karya-karya berupa cerpen dapat dibukukan tahun 1948 (Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma). Kemudian menyusul karya-karya lainnya: Keluarga Surono (drama, 1948), Dokter Bisma (drama, 1945), Jibaku Aceh (drama, 1945), Aki (novel, 1950), Perempuan dan Kebangsaan (novel, 1950). Meskipun karya-karya Idrus cukup banyak, berupa cerpen, drama dan novel, namun sedikit sekali yang mencapai nilai sastra abadi. Beberapa karya Idrus yang dapat dikatakan abadi adalah cerpennya (Kisah Sebuah Celana Pendek, Kota Harmoni, Sanyo, Surabaya) dan novelnya Aki. Dalam cerpen Kisah Sebuah Celana Pendek karya Idrus ini terdapat kondisi sosial yang mempengaruhi penciptaan cerpen tersebut yaitu tentang bagaimana orang kecil hidup pada waktu itu. Pada cerpen ini rakyat kecil hidup hanya dengan berbagai keterbatasan dan kesengsaraan. Kesengsaraan yang disebabkan akibat dari penyerangan Jepang saat itu. Rakyat kecil ini tidak mengerti hal Politik yang sedang berkecamuk di negara mereka, mereka hanya memikirkan bagaiman mereka bisa makan. Pendidikan mereka hanya sampai lulus sekolah rakyat. Mereka tidak bisa memperoleh pendidikan yang lebih tinggi lagi sehingga membuat mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan yang bagus. Sehingga mempengaruhi kehidupan ekonomi mereka yang hanya bisa menjadi seorang opas dengan gaji yang minim atau kecil. Untuk makan saja kurang apalagi untuk membeli celana. Hak orang kecil untuk hidup lebih baik terabaikan. Dan masyarakat dalam cerpen ini digambarkan mereka hanya bisa menerima semua itu dengan pasrah. Mereka tidak punya sifat untuk melawan, tetapi mereka hanya pasrah menjalani dan menerima semuanya. Padahal mereka hidup di tanah airnya, tetapi kalah dengan penguasa yaitu penjajah. Karena pada waktu itu pertahanan dan keamanan di Indonesia sangat lemah sehingga rakyat tunduk dengan penjajah. Jepang yang disambut dan begitu diharapkan untuk membawa ke hal yang lebih baik tetapi justru membawa masyarakat ini (Kusno) ke hal yang lebih buruk lagi. Sebelum Jepang datang, walau susah payah mereka (ayah Kusno) masih bisa membelikan celana, tetapi setelah Jepang datang jangankan untuk membeli celana makan pun mereka tidak bisa. Masyarakat hidup lebih menderita lagi. Situasi ini merupakan gambaran dari keadaan masyarakat pada waktu itu atau ketika karya sastra ini diciptakan yaitu tahun 40-an. Di mana waktu itu pemerintah Belanda membatasi pendidikan untuk orang pribumi. Mereka hanya boleh bersekolah sampai lulus sekolah rakyat saja. Imbasnya masyarakat yang hidup pada waktu itu tidak pintar. Mereka hanya bisa baca tulis itu sudah cukup. Hanya kaum bangsawan saja yang bisa bersekolah lebih tinggi. Dengan tingkat pendidikan seperti itu, maka secara otomatis mereka tidak bisa memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Setelah Jepang masuk tahun 1942 mereka berharap kehidupan akan lebih baik. Tetapi ternyata kehidupan menjadi lebih buruk. Jepang lebih kejam dari Belanda. Masyarakat kecil hidup lebih menderita lagi. Banyak orang kelaparan, tidak punya pakaian, penyakit di mana-mana. Dan orang-orang kecil ini tidak punya keberanian untuk melawan. Mereka hanya bisa pasrah pada nasib mereka. Mereka hanya mencoba bertahan. Situasi lingkungan sosial orang kecil inilah yang coba

diangkat oleh Idrus dalam karyanya. Budaya pasrah dan nrimo yang kental diangkat dalam karya ini memiliki karakter yang sama dengan sikap masyarakat kecil pada waktu itu. Masyarakat yang pasrah dan nrimo dengan apa yang ada. Masyarakat yang tidak bisa melawan penjajah, mereka hanya berusaha bertahan. Latar belakang penciptaan cerita ini untuk menyerukan betapa susahnya kehidupan pada jaman penjajahan dengan pendidikan rendah sehingga mendapat pekerjaan yang tidak menjamin kelangsungan hidup, sebagai contohnya dalam cerpen ini di gambarkan oleh tokoh kusno dan ayahnya yang hanya bekerja sebagai opas dengan pendapatan sangat sedikit. Keadaan ini dikarenakan pendidikan Kusno yang hanya tamat sekolah rakyat. Pendapatan dari seorang opas yang untuk makan saja kurang, apalagi untuk membeli sebuah celana, itu hal yang sangat susah bagi mereka. Beberapa unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen ini adalah tema, latar, alur, tokoh dan perwatakan, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa. Tema cerpen ini adalah tentang kehidupan rakyat miskin pada jaman penjajahan, yang di ceritakan melalui keluarga Kusno yang berkehidupan serba minim pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kusno tidak mengert arti demokrasi dan perkataan kemakmuran sangat menarik hatinya. Kemakmuran berarti baginya celana. Dan sebab itu disambutnya tentara Jepang dengan peluk cium dan salaman tangan. Dan seperti kebanyakan bangsa Indonesia hidup dengan pengharapan akan kemerdekaan, Kusno hidup dengan pengharapan akan celana baru, terus-menerus berharap selama tiga setengah tahun. Latar meliputi latar tempat,waktu dan suasana. Dalam cerpen ini latar tempatnya berada dirumah,kantor tempat kusno melamar pekerjaan, dan ditempat kerja kusno sebagai opas. Latar yang sering digunakan oleh penulis adalah di tempat kerja Kusno sebagai opas. Latar waktu nya banyak terjadi pada siang hari, sedangkan latar suasana nya adalah suasana peperangan dengan Jepang pada mas itu. Jalan cerita atau biasa disebt alur yang digunakn pada cerita ini adalh alur maju, yaitu jalan cerita yang berjalan ke depan bukan berjalan ke belakang atau kembali ke masa lampau. Cerpen kisah sebuah celana pendek mempunyai beberapa tokoh-tokoh dalam ceritanya, masing-masing tokoh pun mempunyai watak yang berbeda-beda. Tokoh utamanya yaitu Kusno, anak yang baik, pantang menyerah walaupun pada akhirnya ia hanya menjadi seorang opas. Ia juga anak yang mempunyai pendirian teguh, dalam hal ini bisa dilihat dari penggalan kalimat berikut Sekali pula ada niatnya untuk mencuri barang orang lain, tapi Tuhan berkata, jahui dirimu dari curi mencuri. Tokoh lain sekaligus tokoh terakhir dalam cerpen ini adalah Pak Kusno adalah ayah dari Kusno. Pak Kusno ini merupakan orang yang sangat penyayang, terbukti saat Pak Kusno berusaha keras untuk mem belikan Kusno sebuah celana jeans kepar 1001 walaupun uang gaji nya dari seorang opas tidak banyak. Amanat dari cerita ini adalah tentang bagaimana menghargai Tuhan dan mensyukuri apa yang telah menjadi kehendak Tuhan, seperti Kusno contoh nya ia tidak pernah mencoba untuk mencuri walaupun dia tidak punya uang. Hal itu dilakukan Kusno karena Kusno takut pada Tuhan dan tidak mau melakukan hal yang dilarang oleh Tuhan. Amanat yang lainnya adalah berani mencoba, tidak pesimis dengan kemampuan yang kita miliki, menerima dengan lapang dada dengan apa yang kita peroleh meskipun tidak sesuai dengan keinginan kita. Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga Kusno terpaksa menurunkan harga dagangannya, dari juru tulis menjadi portir dan dari portir menjadi opas. tokoh dalam cerpen

menggunakan kata ganti nama atau orang ketiga maka disebut sebagai sudut pandang orang ketiga. Jika dalam cerpen ini menggunakan aku sebagai panggilan tokoh utama, maka yang terjadi adalah sudut pandang orang pertama. Karena cerpen ini adalah cerpen pada masa tahun 45, maka yang digunakan pun bahasanya adalah bahasa pada jaman 45 an yang terkenal sulit untuk dipahami. Dalam cerpen ini sendiri bahasa yang digunakan cenderung berbelit, dan bahasa nya juga susah untuk dimengerti karena ketidakefektifan kata yang dipakai, sehingga berkesan berlebihan dan tidak nyaman dibaca. Kalimat ini contoh dari kata-kata yang sulit dipahami dalam cerpen kisah sebuah celana pendek Dan meskipun celana 1001-nya lenyap menjadi topo, Kusno akan bersuang terus melawan kesengsaraan, biarpun hanya guna mendapatkan sebuah celana kepar 1001 yang lain. Dalam kalimat tersebut terdapat kata topo yang tidak semua orang mengerti artinya. Contoh lainnya adalah kalimat Hanya yang belum juga dapat dipahamkan Kusno ialah, mengapa selalu saja masih ada peperangan. Kusno merasa seorang yang dikorbankan pada kalimat ini terdapat kata-kata yang kurang efektif yaitu Hanya yang belum juga dapat dipahamkan Kusno ialah. Kalimat tersebut dapat di efektifkan menjadi yang belum dapat dipahami Kusno ialah. Ringkasan cerita atau sinopsis dari cerpen yang berjudulkisah sebuah celana pendek ini adalah suatu cerpen yang berkisah tentang Kusno dengan celana pendek pemberian dari ayahnya. Celana itu adalah satu-satunya yang dia miliki. Kusno adalah seorang pemuda usia 14 tahun yang baru saja lulus sekolah rakyat dan hendak mencari kerja. Namun berkali-kali dia melamar selalu ditolak. Dan akhirnya dia berhasil menjadi opas, sama seperti pekerjaan ayah nya. Tapi dengan gaji seorang opas, Kusno tidak mampu lagi membeli celana. Uang yang ada untuk makan saja tidak mencukupi. Makin lama celana itu makin lusuh, warnanya makin pudar, dan benangnya mulai lepas. Ketika akan meminta celana kepada sepnya dia malah dibentak. Kusno akhirnya memilih keluar dari pekerjaannya. Dia kemudian sakit karena kelaparan. Ingin rasanya dia menjual celananya untuk makan, tetapi niatnya itu diurungkannya karena jika dia menjual celana nya, ia tidak mempunyai celana lagi untuk dipakainya. Ia akhirnya memilih hidup dengan memakan daun-daun kayu daripada harus menjual celana pemberian ayahnya satu-satunya. Walaupun Kusno hidup serba kekurangan ia tak pernah mencoba untuk melakukan hal buruk seperti mencuri, karena ia oleh keluarganya secara turun temurun takut kepada Tuhan, meskipun mereka belum pernah melihatNya.

Anda mungkin juga menyukai