Kelompok 1B
FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
Open Pneumotoraks
A. Definisi
Menurut Willimas (2013) pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya
udara di rongga pleura akibat robeknya pleura visceral dan hal ini dapat terjadi
spontan ataupun karena adanya trauma yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses
pengembangan paru.
Open pneumotoraks merupakan adanya luka terbuka yang cukup besar di
toraks sehingga memungkinkan udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks
dengan mudah (American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005).
Menurut Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol. 1 edisis 8, open
pneumotoraks adalah terdapat lubang yang cukup besar di dinding dada sehingga
menyebabkan udara dapat mengalir dengan bebas dan masuk keluar rongga toraks
bersamaan dengan saat upaya pernapasan.
B. Etiologi
Open pneumotoraks disebabkan oleh trauma tembus dada. Trauma tembus
dada berdasarkan kecepatannya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Luka tusuk, umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda yang
menusuk atau yang mengenai dada). Luka tusuk kebanyakan disebabkan oleh
tusukan pisau dank arena patahan iga yang mengarah kedalam sehingga
merobek pleura parientalis dan viseralis.
2. Luka tembak pada dada dikelompokkan menjadi kecepatan rendah, sedang dan
tinggi. Faktor yang menentukan kecepatan dan keluasan kerusakan, yaitu jarak
darimana senjata ditembakkan, kaliber senjata, konstruksi dan ukuran peluru.
Peluru yang menembus dada dapat mengakibatkan udara mengalir bebas keluar
masuk rongga toraks.
C. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ada sangat bervariasi, tergantung jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps.
Gejala berupa :
Nyeri dada yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita
menarik napas atau batuk
Sesak napas
Dada terasa sempit
Denyut jantung yang cepat
Sianosis akibat kurangnya oksigen
Takanan dara rendah
D. Anatomi dan Fisiologi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada
bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih
panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan
mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua
paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu;
sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada
yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe (Ombregt,
2013).
Tulang - tulang yang elastis dan otot - otot pernapasan menyokong dan
mengelilingi rongga toraks. Tiga dari bagian ruangan kompartemen ditempati oleh
dua buah paru - paru dengan lima segmennya yang terhubung oleh struktur
vaskuler kearah pusat kompartemen kardiovaskuler. Sebagai tambahan, trakea dan
bronkus menghubungkan paru - paru dan pharynk, dan beberapa saraf di dalam
rongga toraks. ( Ombregt, 2013 ).
Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian posterior
disusun oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral dibentuk oleh tulang
costa ( masing – masing 12 pada setiap sisi ) dan 3 lapisan dari otot – otot datar
yang membentang pada ruang intercosta antara tulang osta yang berdeekatan,
menggerakkan kosta dan memberikan kekuatan pada ruang interkosta.Bagian
depan dibatasi oleh sternum yang terdiri dari manubrium sternum, body sternum
dan processus xiphoideus. (Drake, et al., 2010; Assi & Nazal, 2012; Hansen,
2014).
E. Patofisiologi
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Hal ini
disebabkan karena kecenderungan paru untul kolaps (elastic recoil) dan dada yang
cenderung mengembang. Bila terjadi hubungan natar alveol atau ruang udara
intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun,
maka udara akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi
keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan hal ini,
maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding
dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang
atau hubungan menutup. Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya
diakibatkan oleh, kegagalan ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat
alveolar dan kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik serta ketiga hal
ini dapat menyebabkan hipoksia.
F. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care of
cervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disability
assessment, dan E: Exposure without causing hypothermia (Saaiq, et al., 2010;
Lugo, et al., 2015; Unsworth, et al., 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka, hemotoraks masif, tamponade perikardial,
dan flail chest yang besar. Begitu kondisi - kondisi yang mengancam nyawa sudah
ditangani, maka pemeriksaan sekunder dari kepala hingga kaki yang lebih
mendetail disertai secondary chest survey harus dilakukan. Pemeriksaan ini akan
fokus untuk medeteksi kondisi - kondisi berikut: kontusio pulmonum, kontusi
miokardial, disrupsi aortal, ruptur diafragma traumatik, disrupsi trakeobronkial,
dan disrupsi esofageal (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015).
Penatalaksanaan medik pada open pneumotoraks, yaitu :
Pemasangan kassa oklusif 3 sisi
Torakostomi dan WSD (Water Seal Drainase)
G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan yang dibutuhkan adalah :
1. Rontgen Toraks, menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
2. Gas Darah Arteri (GAD), variabel tergantung dari derajat fungsi paru oleh
gangguan makanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi PaCO2
kadang meningkat, normal bahkan menurun dan sarurasi O2 bisa menurun
3. Torasentesis, menyatakan darah atau cairan serosanginosa
4. Hb, menunjukan kehilangan darah
H. Asuhan Keperawatan
ASESMEN TRIASE
Petugas Triase
Militia C. Sondakh
ASESMEN AWAL PASIEN RAWAT DARURAT
DIISI OLEH PERAWAT
Pasien datang diantar oleh : Teman
Rujukan dari : bukan korban rujukan
Dikirim oleh polisi :-
Macam Kasus : KLL
Cara bayar : BPJS
DIISI OLEH DOKTER
Keluhan utama :Penurunan Kesadaran
Subjektif : GCS 3, terdapat snoring, pasien tidak sadarkan diri,
terdapat raccoon eyes dan beatle sign, adanya tanda-
tanda syok (akral dingin dan nadi dalam lemah, sianosis)
hematom perineum, adanya open pneumotoraks
DIISI OLEH PERAWAT
OBJEKTIF
BB : 50 TB : 150
TTV : TD 110/80 mmHg N : 90x/m RR :29x/m SB :
36,5
CRT : > 2 detik
Alergi : Tidak ada
Pengkajian Nyeri :Pasien tidak sadarkan diri
Tekanan Intrakranial :-
Pupil : Normal
Neurosensorik Muskuloskeletal : kerusakan jaringan / luka, penurunan tingkat
kesadaran
Integumen : lecet, luka terbuka di dinding dada
Turgor Kulit : menurun
Edema :-
Pendarahan : jumlah = 650 ml
Intoksinasi :-
Eliminasi : BAB 1 x24 jam Konsistensi = padat Warna=coklat
BAK 5 x24jm warna = kuning lain-
lain=
Airway :
13.02 Subjektif :
Bunyi snoring (+) (Steisy)
Pasang Neck collar
OPA terpasang
Oksigen terpasang NRM 12 liter
Breathing
13.02 Subjektif : (Virjin)
Open pneumothoraks pada thoraks sinistra
Kasa oklusif 3 sisi terpasang
Circulatioan
10.02 Subjektif : (Joneas)
Akral teraba dingin , nadi cepat lemah dan sianosis
Objektif :
CRT > 2 dtk
Terpasang infus 2 line, cairang RL, sudah dihangatkan,
diguyur, iv cath 16, sudah diambil darah untuk
pemeriksaan HB serial
Disability
10.03 Penilaian GCS (Steisy)
E:3
V:3
M:5
Total = 11
Reflek Pupil : Normal (Isokor Kiri/Kanan)
I. Definisi
Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada
pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab
trauma tajam.
Flail Chest adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur
iga multipel berturutan (3 iga), dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented) pada tiap
iganya.Akibatnya adalah terbentuknya area "flail" yang akan bergerak paradoksal
(kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak
masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. Angka kejadian
dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab yang paling
sering. Diagnosis flail chest didapatkan berdasarkan 27 pemeriksaan fisik, foto Toraks,
dan CT scan Toraks (Wanek & Mayberry, 2004; Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al.,
2015).
Flail chest adalah keadaan dimana beberapa atau hampir semua kostae patah,
biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkan pelepasan bagian depan dada
sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan negative waktu inspirasi dan malahan bergerak
kedalam waktu inspirasi. (Northrup,Robert S.1989)
Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebuh mengalami
fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi maka stabilitas
dinding dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada satu
sisi.(Baswick,John A.1988).
J. Etiologi
Flail chest merupakan salah satu dari bentuk trauma toraks. Penyebab dari trauma
thoraks adalah kecelakan tabrakan mobil atau terjatuh dari sepeda motor. Pasien mungkin
tidak segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat mempersulit masalah
(Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma
tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada
lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan
terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang
lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks
oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu
berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain
11 adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru - paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Saaiq, et al., 2010). Trauma toraks dapat
mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura saluran nafas
intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi
tergantung dari mekanisme cedera (Gallagher, 2014).
Flail Chest berkaitan dengan trauma thorak, yang dapat disebabkan oleh:
1. Trauma Tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain:
Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh
pada
lantai yang keras atau akibat perkelahian.
2. Truma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa: Luka tusuk dan luka
tembak
3. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa adalah terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan
yang
berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga: Lempar martil, soft ball,
tennis,
golf.
K. Anatomi Fisiologi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam
rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe (Ombregt, 2013).
Tulang - tulang yang elastis dan otot - otot pernapasan menyokong dan mengelilingi
rongga toraks. Tiga dari bagian ruangan kompartemen ditempati oleh dua buah paru -
paru dengan lima segmennya yang terhubung oleh struktur vaskuler kearah pusat
kompartemen kardiovaskuler. Sebagai tambahan, trakea dan bronkus menghubungkan
paru - paru dan pharynk, dan beberapa saraf di dalam rongga toraks. ( Ombregt, 2013 ).
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum,
dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di 12 anterior dalam segmen
tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi
organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien seperti gambar 2.1 dan
gambar 2.2. ( Drake, et al., 2010; Hansen, 2014)
Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian posterior disusun
oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral dibentuk oleh tulang costa ( masing
– masing 12 pada setiap sisi ) dan 3 lapisan dari otot – otot datar yang membentang pada
ruang intercosta antara tulang osta yang berdeekatan, menggerakkan kosta dan
memberikan kekuatan pada ruang interkosta.Bagian depan dibatasi oleh sternum yang
terdiri dari manubrium sternum, body sternum dan processus xiphoideus. (Drake, et al.,
2010; Assi & Nazal, 2012; Hansen, 2014).
L. Patofisiologi
Flail chest, adanya pertahanan pada dua segmen koste atau lebih akan mengganggu
keseimbangan dalam pernafasan. Bila segmen thorak mengembang bebas, maka akan
terdorong bebas ke dalam oleh tekanan atmosfer biasa yang mengurangi kemampuan paru
untuk berekspansi pada saat inspirasi. Akibatnya oksigen yang masuk dalam paru akan
mengalami penurunan, jika hal ini terjadi, selanjutnya peredaran oksigen dalam darah
akan menurun, pada saat ekspirasi, tekanan paru yang meningkat akan mendorong udara
keluar paru, tapi segmen hasil yang telah kehilangan integrasinya akan menonjol keluar
sehingga kesanggupan sangkar toraks mendorong udara keluar dari paru akan berkurang.
Hal ini juga disebabkan karena sebagian karbondioksida pada paru yang tidak mengalami
trauma, masuk kedalam paru yang menonjol pada daerah flail chest.Karbondioksidapun
terakumulasi pada bagian yang fraktur dan volume udara ekspirasi
berkurang.Terakumulasinya karbondioksida pada paru mengakibatkan suatu keadaan
asidosis respiratori. Pada pasien flail chest,pada saat inspirasi, paru-paru akan
menggencet jantung, membatasi pompa hjantung sehingga CO menurun dan aliran darah
ke seluruh tubuh menjad berkurang.
M. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya tampak untuk menegakkan diagnosa flail Chest
adalah:
1. Tampak adanya gerakan paradoksal segmen yang mengambang, yaitu pada saat
inspirasi ke dalam, sedangkan pada saat ekspirasi keluar. Keadaan ini tidak akan tampak
pada klien
yang menggunakan ventilator.
2. Sesak nafas
3. Takikardi
4. Sianosis
5. Akral dingin
6. Wajah pucat
7. Nyeri hebat dibagian dada karena terputusnya integritas jaringan parenkim paru.
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak
pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang ada
akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi terhadap
pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi dan penurunan daya
pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan didapat akral
dingin positif dan wajah yag pucat karena oksigen aliran darah ke daerah perifer
berkurang akibat penurunan ekspansi paru..Pda pasien flail chest akan didpat nyeri yang
hebat karen terputusnya inegritas jaringan
5. Pemeriksaanbpenunjang
1. Radiologi=Xfotothoraks
2. BloodGaAnalys(BGA)
• PaCoO2=menurun
• Pa O2 = normal/menurun
N. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma
lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care of cervical spine, B:
Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disability assessment, dan E: Exposure
without causing hypothermia (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015; Unsworth, et al.,
2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks ,
pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail
chest yang besar. Begitu kondisi - kondisi yang mengancam nyawa sudah ditangani,
maka pemeriksaan sekunder dari kepala hingga kaki yang lebih mendetail disertai
secondary chest survey harus dilakukan. Pemeriksaan ini akan fokus untuk medeteksi
kondisi - kondisi berikut: kontusio pulmonum, kontusi miokardial, disrupsi aortal, ruptur
diafragma traumatik, disrupsi trakeobronkial, dan disrupsi esofageal (Saaiq, et al., 2010;
Lugo, et al., 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk
intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan terapi utama dalam
menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif 31 merupakan salah satu hal
yang sangat penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas. Ventilator
juga diindikasikan pada pasien dengan kontusio paru berat, hemotoraks atau
penumotoraks, dan flail chest yang disertai dengan gangguan hemodinamik (Saaiq, et al.,
2010; Lugo, et al., 2015).
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat
menolong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan
menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia,
dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dgn tekanan
positif.
Stabilisasi eksternal dapat dilakukan dengan merekatkan bantalan, gulungan pakaian atau
kantong IV diatas segmen yang longgar sehingga ia dipertahankan di dalam. Maka
gerakan keluar menjadi tidak mungkin.Sedangkan stabilitas internal dengan memasang
pipa endotrakea yang memberi fentilasi tekanan positif.
O. Komplikasi
Gagal nafas yang disebabkan oleh adanya ineffective air movement (Tidak efektifnya
pertukaran gas), yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri.
P. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan yang dibutuhkan adalah
1. Rontgen Standar
- Rontgen thorak anteroposterior dan lateral dapat menunjukkan jumlah dan tipe costae
yang mengalami fraktur
- Pada pemeriksaan foto thorak pada pasien dewasa dengan trauma tumpul thoraks,
adanya gambaran hematothoraks, pneumotoraks, dan kontusio pulmo menunjukkan
hubungan yang kuat dengan gambaran fraktur kosta.
2. EKG
3. Monitor laju nafas, Analisis Gas Darah (AGD)
4. Pulse Oksimetr
Asuhan Keperawatan
1. Asesment Triase
Tuan S, usia 45 tahun datang pada 12 agustus 2020 (10.20 WITA), datang dengan
keluhan kecelakaan kerja. Rekan kerja yang membawanya ke rumah sakit megatakan
dada korban terhantam besi. Dari pemeriksaan. Pengkajian jalan nafas didapati jalan
nafas paten, pernapasan dengan distress napas sedang dengan bunyi snooring, pada
bentuk dada tampak tidak simetris, teraba adanya kerepitasi, dan fraktur iga. sirkulasi
terdapat gangguan hemodinamik ringan dengan akral teraba dingin, crt >2 dtk, keringat
dingin, gelisah, dengan kesadaran GCS = 12, nyeri berat dengan sjkala nyeri 9, kondisi
korban kooperatif, tidak terdapat resiko batuk 2 minggu dengan demam dan sesak, tidak
terdapat resiko infeksi penularan airbone disease, non- infeksius. Label triase KUNING.
2. Asesment Awal Pasien Rawat Gawat
Korban datang diantar oleh Rekan kerja ke rumah sakit dengan megatakan keluahan
dada korban terhantam besi. Dengan kasus Kecelakaan kerja. Cara bayar yang digunakan
menggunakan BPJS.
Keluhan Utama : Nyeri Dada hebat akibat terhantam besi saat bekerja. Dicurigai Flail
Chest.
Pemeriksaaan objektif :
TTV : didapat nadi 120 kali/menit, tekanan darah 150/110mmHg, RR: 26 kali/menit
dan Suhu 36oC. Tidak terdapat Alergi, korban tampak pucat, dan pada bagian dada
sebelah kanan tampak seperti cambukan. korban mengatakan nyeri hebat pada bagian
yang sakit, nyeri bertambah saat korban dipindah posisikan, berbicara dan brnafas. Nyeri
berkurang saat korban menahan nafas. Skala nyeri 9. Wajah korban terlihat menyeringai
menahan sakit. Pupil Normal. Turgor kulit menurun. Tampak odem dan memar pada
daerah yang sakit. Terdapat retraksi intercoste saat bernafas, adanya nyeri sentuh dan
akral dingin +. korban mengatakan mengalami kesulitan bernafas dan gelisah dengan
keadaannya. Perdarahan (-), Intoksikasi (-), Eliminasi BAB : (-) BAK : (-).
10.22
Breathing
- Terdapat jejas, pengembangan dada tidak simetris, (angelin)
terdapat bunyi unvesikuler, dan hipersonor,
terdapat krepitasi dan teraba fraktur iga dicurigai
flail chest. : dipasangkan O2 8lt/ menit dan
pasangkan towel crip traction
Circulatioan
10.22 - Korban tampak gelisah, CRT > 2 detik, keringat
dingin, akral teraba dingin dan terdapat gangguan (militia)
hemodinamik ringan : terpasang infus 2 line , IV
cath 16, cairan RL yang telah di hangatkan, di
guyur, dan telah diambil darah untuk pemeriksaan
HB Serial.
Disability (angelin)
10.22 Penilaian GCS
E:4
V:4
M:4
Total = 12
Reflex cahaya isokor (staysi, militia,
10.23 joneas)
Exposure
Logroll
Tidak ada pendarahan dan jejas (virjin)
10.24
Folley Kateter
Kateter urin terpasang (tidak ada kontraindikasi)
Gatricup
Ogt terpasang (militia)
10.24
Heart Monitor
Heart Monitor Terpasang
(Sinus rythem)
(militia, virjin
10.24 Secondary Survey dilakukan setelah pasien stabil joneas)
K : Nyeri Pada thoraks dextra
O: -
10.25 M : ayam lalapan
P: - (angelin)
A: tidak ada
K: korban sedang bekerja dan terpeleset jatuh sehingga
10-26 mengenai besi debawahnya (militia)
P : - monitor TTV
- Monitor tanda-tanda syok
- Kolaborasikan dengan dokter jaga untuk
pemeriksaan foto rongent pada thoraks, dan
pemberian analgesic.
- Pindahkan korban pada ruangan perawatan
- Evaluasi kembali tanda-tanda syok.
LAPORAN PENDAHULUAN
TENSION PNEUMOTHORAKS
1. PENGERTIAN
4. PATOFISIOLOGI
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terJadi karena
mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga
pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.
Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan
melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium
kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah
kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.
keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus
segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul pada tension pneumothoraks
penting sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui kondisi pasien. manifestasi
awal: nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada
dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit. manifestasi lanjut : tingkat
kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi,
pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat
hipotensi) dan sianosis.). Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma
toraks yang berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana
dengan segera : dispnea, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks,
mediastinal shift.
6. PENATALAKSANAAN
Tindakan penyelamatan hidup yang cepat, lakukan disinfeksi kulit disela iga ke-2
dari garis midklavikuler yang terkena tusuk benda tajam. lalu dengan jarum suntik
steril dilakukan pungsi dan dibiarkan terbuka. Secepat mungkin lakukan tube
torakostomi karena sangat mungkinakan terjadi tension pneumothotarks lagi
sesudah paru mengembang. namun pada prinsipnya, dapat dilakukan tindakan
sebagai berikut :
a) Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey : secondary survey).
b) Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara
konsekutif (berturutan).
c) Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien
stabil), adalah : portable X-ray, portable blood eXamination, portable
bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan
memindahkan pasien dari ruang emergency.
d) Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
e) Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
f) Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
g) Oleh karena langkah-langkah aWal dalam primary survey (airway,
breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik ilmu bedah
Toraks kardiovaskular, sebaiknya setiap yang memiliki trauma unit/center
memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
h) Bullow drainage / WSD
Pada trauma toraks dan tension pneumothoraks, WSD dapat berarti
Diagnostik :
menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga
dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita
jatuh dalam shock.
Terapi :
mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing”
dapat kembali seperti yang seharusnya.
Preventive:
mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
Emechanis of breathing tetap baik.
Perawatan WSD dan pedoman latihanya:
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
b. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
c. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
Dalam peraWatan yang harus diperhatikan :
a. Penetapan slang.
Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yan dimasukkan
tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di
bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b. Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di baWah lengan atas yang cedera.
c. Mendorong berkembangnya paru-paru
i) Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500-800 cc. jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.
jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
ASESMEN TRIASE
Petugas Triase
STEYSI M. KASEGER
ASESMEN AWAL PASIEN RAWAT DARURAT
DIISI OLEH PERAWAT
Pasien datang diantar oleh : Teman
Rujukan dari : bukan korban rujukan
Dikirim oleh polisi :-
Macam Kasus : KLL
Cara bayar : BPJS
DIISI OLEH DOKTER
Keluhan utama :Penurunan Kesadaran
Subjektif : GCS 5, terdapat snoring, pasien sesak napas, terdapat
raccoon eyes dan beatle sign.
DIISI OLEH PERAWAT
OBJEKTIF
BB : 49 TB : 149
TTV : TD 80/80 mmHg N : 100x/m RR :29x/m SB :
36,5
Alergi : Tidak ada
Circulatioan
10.23 Terpasang infus 2 line, cairang RL, sudah dihangatkan, (Theresia)
diguyur, iv cath 16, sudah diambil darah untuk
pemeriksaan HB serial
Akral teraba dingin
10.24 Nadi cepat dan dangkal
CRT > 2 dtk (virjin)
Disability
Penilaian GCS
10.24 E:3
V:2 (militia)
M:4
Total = 9
Reflex cahaya isokor
1. Tekanan darah
Biasanya > 220/140 mmHg
2. Temuan funduscopy
Pendarahan, exudates, papiledema
3. Status neurologi
Sakit kepala, bingung, mengantuk, pingsan,
penglihatan kabur, kejang, gangguan neurologi
fokal, koma
4. Temuan Jantung
Pulsasi apex kordis prominent, kardiomegali, gagal
jantung kongestif
5. Gejala ginjal
Azotemia, proteinuria, oliguria
6. Gejala saluran cerna
Mual, muntah
2) Temuan funduscopy
Pada hipertensi emergensi dapat ditemukan pendarahan, eksudat dan edema
papil (Alwi et al., 2016).
3) Status neurologi
Status neurologis pada hipertensi emergensi adalah rasa sakit di kepala,
terjadi kebingungan, mengantuk, pingsan, gangguan pada penglihatan, kejang,
gangguan neurologi fokal, koma (Vidt, 2004; Alwi et al., 2016)
4) Gejala ginjal
Terdapat gejala gangguan ginjal pada hipertensi emergensi seperti azotemia,
proteinuria, oliguria, AKI (Alwi et al., 2016).
Dari klasifikasi di atas, jelas terlihat bahwa tidak ada batasan yang tajam
antara hipertensi gawat dan mendesak, selain tergantung penilaian klinis.
Hipertensi gawat (hypertensive emergency) selalu berkaitan dengan kerusakan
organ, tidak dengan level spesifik tekanan darah. Manifestasi klinisnya berupa
peningkatan tekanan darah mendadak sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 120
mmHg dengan adanya atau berlangsungnya kerusakan target organ yang bersifat
progresif seperti perubahan status neurologis, hipertensif ensefalopati, infark
serebri, pendarahan intrakranial, iskemi miokard atau infark, disfungsi ventrikel
kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta, insufisiensi renal, atau eklampsia. Istilah
hipertensi akselerasi dan hipertensi maligna sering dipakai pada hipertensi
mendesak (Alwi et al., 2016).
Beratnya hipertensi emergensi bukan hanya tergantung tingginya tekanan
darah tetapi juga kecepatan peningkatan tekanan darah karena sistem
autoregulasinya tidak berjalan. Seperti pada peningkatan tekanan darah yang
berkaitan dengan glomerulonefritis pada anak atau pre-eklamsia/eklamsia wanita
muda sudah terjadi gangguan mental walaupun tekanan diastoliknya baru 110
mmHg (Sowers, 2001).
C. Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh,
2011; Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya
adalah hipertensi yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011).
Dua mekanisme yang berbeda namun saling terkait mungkin memainkan
peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme pertama adalah
gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed (Varounis et al., 2017).
Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan
krisis hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak,
jantung, dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari
perubahan tekanan perfusi (Taylor, 2015).
Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai akan menurun
sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit berikutnya.
Gambar 2 menggambarkan bahwa jika terjadi kerusakan fungsi autoregulasi, jika
tekanan perfusi turun, hal ini menyebabkan penurunan aliran darah dan
peningkatan resistensi vaskular. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan
autoregulasi di vascular bed dan aliran darah sehingga tekanan darah meningkat
secara mendadak dan resistensi vaskular sistemik dapat terjadi, yang sering
menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial (Taylor, 2015; Varounis et al.,
2017).
Mekanisme kedua adalah aktivasi sistem renin-angiotensin, yang
menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut dan dengan demikian menghasilkan
lingkaran setan dari cedera terus-menerus dan kemudian iskemia (Varounis et al.,
2017). Gambar 3 menggambarkan bahwa dalam keadaan normal, sistem renin-
angiotensin aldosteron berperan sentral dalam regulasi homeostasis tekanan darah.
Overproduksi renin oleh ginjal merangsang pembentukan angiotensin II,
vasokonstriktor yang kuat. Akibatnya, terjadi peningkatan resistansi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah. Krisis hipertensi diprakarsai oleh peningkatan
resistensi vaskular sistemik yang tiba-tiba yang mungkin terkait dengan
vasokonstriktor humoral. Dalam keadaan krisis hipertensi, penguatan aktivitas
sistem renin terjadi, menyebabkan cedera vaskular, iskemia jaringan, dan
overproduksi reninangiotensin lebih lanjut. Siklus berulang ini berkontribusi pada
patogenesis krisis hipertensi (Singh, 2011).
PENGKAJIAN
Jalan nafas : terdapat bbstruksi jalan nafas (snoring +)
Pernafasan : cepat
Kesadaran :6
Nyeri :-
Kondisi mental : Koperatif
Resiko Penularan infeksi : tidak beresiko penularan infeksi
Distruksi label : merah
Petugas Triase
Angelin V. F. Lamogia
ASESMEN AWAL PASIEN RAWAT DARURAT
DIISI OLEH PERAWAT
Pasien datang diantar oleh : Keluarga
Rujukan dari : bukan korban rujukan
Dikirim oleh polisi :-
Macam Kasus : Hipertensi Emergency
Cara bayar : BPJS
DIISI OLEH DOKTER
Keluhan utama :Penurunan Kesadaran
Subjektif : GCS 6, terdapat snoring, pasien dalam keadaan sadarkan
diri, terdapat raccoon eyes dan beatle sign, adanya
tanda-tanda syok (akral dingin dan nadi dalam lemah,
gelisah), terdapat scrotum hematom, tekanan darah 180/170
DIISI OLEH PERAWAT
OBJEKTIF
BB : 70 TB : 176
TTV : TD 180/170 mmHg N : 110x/m RR :31x/m SB :
36,5
CRT : > 2 detik
Alergi : Tidak ada
Pengkajian Nyeri :Pasien dalam keadaan sadarkan diri
Tekanan Intrakranial :-
Pupil : Normal
Neurosensorik Muskuloskeletal : -
Integumen :-
Turgor Kulit : menurun
Edema :-
Pendarahan : jumlah = 700 ml
Intoksinasi :-
Eliminasi : BAB 1 x24 jam Konsistensi = padat Warna=coklat
BAK 5 x24jm warna = kuning lain-
lain=
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi Gawat Darurat
Tgl / Metode Pemecahan Masalah Tanda tangan
jam SOAP (Subjek, Objek, Assesment, Planning)
Subjektif :
14.00 Keadaan umum compos mentis, terdapat suara snoring, (Virgin)
terdapat raccoon eyes, beatle sign, dan terdapat
Objektif :
14.00 GCS 6, N : 110x/m RR :31x/m SB : 36,5 Nadi : (Theresia &
90x/m, RR: 29x/m, TD : 180/170mmHg. Steisy)
Airway :
Subjektif :
14.02 Bunyi snoring (+)
Pasang Neck collar
OPA terpasang (Joneas)
Oksigen terpasang NRM 12 liter
Breathing
Subjektif :
14.02 -
(Virjin)
Circulatioan
Subjektif :
Akral teraba dingin , nadi cepat lemah dan sianosis
14.02 Objektif :
CRT > 2 dtk (Milly)
Terpasang infus 2 line, cairang RL, sudah dihangatkan,
diguyur, iv cath 16, sudah diambil darah untuk
pemeriksaan HB serial
Disability
Penilaian GCS
E:4
14.03 V:5
M:5 (Steisy)
Total = 11
Reflek Pupil : Normal (Isokor Kiri/Kanan)
Exposure
Logroll
Tidak ada pendarahan dan jejas
14.04 (Theresia, virjin,
Folley Kateter Joneas & Milly)
Subjektif :
Ada kontraindikasi (Hematom perineum)
14.04 Gatricup
Subjektif : (Steisy)
Ada kontraindikasi NGT (raccoon eyes dan beatle sign)
14.04 Ogt terpasang
(Joneas)
Heart Monitor
Heart Monitor Terpasang
(Sinus rythem)
14.04 (Steysi)
Secondary Survey dilakukan setelah pasien stabil
Penilaian GCS
E:4
V:4
14.05 M:5
Total = 13
K:-
O : Mengkonsumsi obat amlodipine 5ml (Theresia)
M : Rendang
P :-
A : tidak ada alergi obat
K : korban sedang beraktifitas di pagi hari dan sedang (Steysi)
-melakukan pekerjaan dan tiba-tiba merasa pusing
P : - monitor TTV
- Monitor tanda-tanda syok
- Kolaborasikan dengan dokter jaga untuk
pemeriksaan foto rongent pada thoraks, dan
pemberian analgesic.
- Pindahkan korban pada ruangan perawatan
Evaluasi kembali tanda-tanda syok.
Daftar Pustaka
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., 2016. Krisis Hipertensi,
dalam Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan praktis
klinis cetakan ketiga. InternaPublishing. Jakarta. Hal 426-432.
Aronow, W.S., 2017. Treatment of hypertensive emergencies. Annals of
Translational Medicine. Vol 5.
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., et al., 2003. The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. Vol 289 (19):
2560-72.
Cuspidi, C. and Pessina, A.C., 2014. Hypertensive Emergencies and Urgencies. In:
Mancia, G., Grassi, G., and Redon, J., Manual of Hypertension of the
N.M., Victor, R.G., Flynn, J.T., 2015. Kaplan's clinical hypertension 11th
Edition. Wolters Kluwer. Philadelphia.
Karthikeyan, V.J., 2015. Malignant hypertension. In: Nadar, S. and Lip, G.,