Disusun oleh:
Alvin Armadianata 16/400119/TK/45133
Zaki Rahadi Prasetyo 17/410349/TK/45706
Ahmad Zakaria Asep Hidayat 17/413706/TK/46146
Alghifari Rizqi 17/413708/TK/46148
Daffa Dewa Saputra 18/425139/TK/46834
Monica Inggrini 18/425156/TK/46851
David Yudha Prasetya 18/431237/TK/47830
1
pemerintah asing harus memenuhi peraturan yang
berlaku di Amerika Serikat dan negara yang
bersangkutan.
Starbucks memberikan pelayanan kesehatan
kepada pekerja paruh waktu mereka dan
Tahap 3: Ethical Responsibility
membantu petani kopi dengan membeli kopi
mereka pada harga yang wajar.
Starbucks mendirikan Starbucks Foundation dan
Tahap 4: Discretionary
memberikan bantuan kepada organisasi nonprofit
Philanthropic Responsibility
serta membantu komunitas.
2
(working group) yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab
sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility.
Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggung jawab sosial terletak pada
pemahaman umum bahwa SR adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi. ISO
26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung jawab sosial
suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di negara
berkembang maupun negara maju. Dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai
terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara: 1)
mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya; 2)
menyediakan pedoman tentang penerjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang
efektif; dan 3) memilah praktik-praktik terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan
untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.
Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang
menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social responsibility yang secara konsisten
mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah SR akan mencakup 7 isu pokok yaitu:
1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
3. Praktik Kegiatan Institusi yang Sehat
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
6. Hak asasi manusia
7. Organizational Governance (pengelolaan organisasi)
ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu
organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan,
melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:
Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder;
Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional;
Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik
kegiatan, produk maupun jasa.
Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan tanggung
jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi:
3
Kepatuhan kepada hukum
Menghormati instrumen/badan-badan internasional
Menghormati stakeholders dan kepentingannya
Akuntabilitas
Transparansi
Perilaku yang beretika
Melakukan tindakan pencegahan
Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia
ISO 26000 ini hanya memuat panduan (guidelines) saja dan bukan pemenuhan
terhadap persyaratan karena ISO 26000 ini memang tidak dirancang sebagai standar sistem
manajemen dan tidak digunakan sebagai standar sertifikasi sebagaimana ISO-ISO lainnya.
Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR di berbagai negara menimbulkan adanya
kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh
karena itu diperlukan suatu pedoman umum dalam penerapan CSR di mancanegara. Dengan
disusunnya ISO 26000 sebagai panduan atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan
pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat
global termasuk Indonesia.
4
dengan istilah yang lebih luas, yaitu corporate sustainability. Berbeda dengan frase lain yang
berfokus pada “tambahan” kebijakan, corporate sustainability menggambarkan praktik bisnis
yang dibangun di sekitar pertimbangan sosial dan lingkungan.
The triple bottom line (disingkat sebagai "TBL" atau "3BL", dan juga dikenal sebagai
"tiga pilar") menangkap spektrum yang diperluas nilai dan kriteria untuk mengukur
organisasi sukses, yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Dengan ratifikasi Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan ICLEI TBL standar akuntansi perkotaan dan masyarakat pada awal tahun 2007,
ini menjadi pendekatan yang dominan untuk akuntansi sektor biaya publik penuh. Standar
PBB serupa berlaku untuk modal alam dan pengukuran modal manusia untuk membantu
dalam pengukuran yang diperlukan oleh TBL, misalnya standar ecoBudget untuk melaporkan
jejak ekologi.
5
Etika secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani: “Ethos” yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika berkaitan erat dengan perkataan moral yang
merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang
berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup
(sila) yang lebih baik (su).
Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang
pembahasan etika, sebagai berikut:
Terminius Techicus: pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk
ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
Manner dan Custom: membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan
(adat) yang melekat dalam kodrat manusia (Inherent in human nature) yang terikat
dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
6
Beberapa istilah kunci dari bahasa etika adalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
Nilai adalah keinginan yang relatif permanen, yang tampaknya memang baik,
seperti damai atau kehendak baik. Nilai merupakan jawaban atas pertanyaan
“mengapa”. Misalnya mengapa Anda belajar manajemen? Anda mungkin
menjawab bahwa manajemen adalah hal yang penting. Pertanyaan selanjutnya
adalah mengapa manajemen penting bagi Anda? Anda mungkin menjawab bahwa
Anda ingin menjadi seorang manajer di masa depan. Pertanyaan selanjutnya adalah
mengapa Anda ingin menjadi seorang manajer? Pertanyaan mengapa dapat
dilanjutkan terus sampai Anda tidak menginginkan sesuatu untuk sesuatu yang lain.
Pada saat itu, Anda telah sampai pada nilai-nilai. Perusahaan juga mempunyai nilai-
nilai seperti kemampuan menghasilkan laba, mengembangkan karyawan, dan lain-
lain.
2. Hak dan kewajiban
Hak dapat juga diartikan sebagai pernyataan yang membenarkan seseorang
untuk mengambil tindakan tertentu. Hak tidak bersifat absolut karena dibatasi oleh
hak orang lain. Sementara itu kewajiban adalah keharusan untuk mengambil
langkah-langkah tertentu, seperti membayar pajak dan mematuhi undang-undang.
3. Peraturan moral
Peraturan moral adalah peraturan menyangkut tingkah laku yang sering kali
menjadi kebiasaan sebagai nilai moral. Peraturan moral berfungsi sebagai pedoman
yang dapat menyelesaikan perselisihan atau tie-breaker. Dengan kata lain, peraturan
moral dapat membimbing untuk melewati benturan kepentingan yang bertentangan.
Peraturan moral sering diserap menjadi nilai-nilai. Peraturan moral dibagi menjadi
dua, yaitu moralitas umum dan moralitas kepedulian.
a. Moralitas Umum
Moralitas umum adalah peraturan moral utama yang mengatur masalah etika
sehari-hari. Prinsip-prinsip dasar moralitas umum adalah sebagai berikut:
Menghargai orang
Moralitas umum mengajarkan untuk saling menghargai cita-cita setiap
individu. Orang lain, sebagai pribadi harus diperlakukan dengan hormat,
dihargai, diterima pendapat dan kepentingannya.
Menepati Janji
7
Menepati janji merupakan bentuk pelaksanaan dari apa yang telah
dikatakan. Dengan janji, orang ingin mempunyai kepastian bahwa orang lain
akan melakukan yang telah dijanjikan. Interaksi sosial akan berhenti jika tidak
ada perjanjian sederhana. Sehingga dalam teori moral menyebutkan, manusia
harus menepati sebagian besar janji mereka.
Menghargai milik
Milik mulanya ada karena kebanyakan orang harus mendapat
persetujuan orang lain sebelum menggunakan milik mereka. Menghargai
milik merupakan konsekuensi dari menghargai individu, yaitu menghargai
orang lain dan kepemilikannya. Menghargai milik terlihat pada menghargai
pemegang hak cipta dan hak cipta yang dimilikinya.
Saling membantu
Manusia dalam bertahan hidup perlu saling tergantung dan saling
membantu. Menurut prinsip saling membantu, individu harus saling
membantu jika melakukan hal itu tidak memerlukan biaya besar.
Tidak suka dengki
Dengan adanya hak dan kewajiban konflik yang keras dapat dicegah
dan dihindari. Dalam perjanjian yang kompleks ada kemungkinan timbulnya
perselisihan, sehingga dalam teori moral disebutkan bahwa manusia harus
mampu menahan diri dari membenci dan menyakiti orang lain. Moralitas
mengajarkan untuk menghindari kekerasan dalam menyelesaikan
perselisihan.
b. Moralitas Kepedulian
Carol Gilligan dan Nell Noddings menyebutkan moralitas umum (moralitas
peraturan dan keadilan) hanya ada satu perspektif untuk penalaran moralitas.
Mereka mengusulkan etika kepedulian. Gilligan mengusulkan dua teori yaitu
perspektif keadilan dan kepedulian. Perbedaan perspektif keadilan dan perspektif
kepedulian adalah sebagai berikut.
Perspektif Keadilan Perspektif Kepedulian
Lebih umum dijumpai pada pria Lebih umum dijumpai pada wanita
Adanya rasa yang berkaitan dengan orang
Memisahkan kehidupan orang lain dan
lain, kehidupan yang saling menyayangi
kehidupan sendiri.
dan peduli.
Takut terlibat hubungan dengan orang lain. Takut akan sifat acuh tak acuh dan
8
Ingin melindungi hak dan mempertahankan
ketidakpedulian
pemisahan.
Masalah moral muncul dari tanggung
Penyelesaian masalah moral diselesaikan
jawab yang saling bertentangan, yang
dengan menyeimbangkan hak yang saling
memerlukan interpretasi halus tentang
bertentangan dengan cara moral dan abstrak.
hubungan.
Menurut perspektif keadilan, perspektif Menurut perspektif kepedulian, perspektif
kepedulian tidak meyakinkan, ragu-ragu, dan keadilan tidak berperasaan, tidak
tidak konsisten karena penekanan pada mempunyai emosi, dan takut pada
situasi. komitmen.
4. Hubungan Manusia
Hubungan antar manusia ada karena kita saling membutuhkan untuk saling
mendukung dan mencapai tujuan bersama. Setiap orang pasti berusaha untuk
mempertahankan dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Hal ini
mencerminkan kepedulian terhadap etika, sehingga apabila manajemen berkaitan
erat dengan hubungan antar manusia maka ada komponen etika yang besar di
dalamnya.
9
Perlu digaris bawahi bahwa etika bisnis dilaksanakan bukan hanya untuk menghindari
konflik pengadilan. Akan tetapi, etika bisnis dicanangkan untuk membangun kepercayaan
dan hubungan baik antara pelaku bisnis. Sebagai contoh, apabila seorang manajer menipu
tentang keuntungan masuk atau bekerja di suatu perusahaan, maka kepercayaan kita terhadap
perusahaan tersebut dapat hilang.
Permasalahan etika (ethical issues) tidak hanya terjadi pada perusahaan for-profit.
Permasalahan etika dapat terjadi di seluruh bidang dan aktivitas keorganisasian. Pada dunia
pemerintahan, politisi dan pejabat tinggi sering disorot karena melanggar etika. Segala
tindakan dapat dilabeli dengan ‘benar’ atau ‘salah’, tidak peduli aktivitas tersebut ada di
dunia bisnis, politik, olahraga, maupun ilmu pengetahuan.
Manajer dalam sebuah organisasi kadang kala menetapkan peraturan yang mungkin
bertentangan dengan peraturan moralitas umum. Kita harus mengetahui bagaimana
menerapkan prinsip moralitas umum dan Bahasa etika untuk situasi bisnis. Contohnya adalah
bila dalam perusahaan diberlakukan prinsip tujuan bersama untuk membantu seseorang yang
memerlukan. Hal ini dapat mengundang kritik apabila orang yang dibantu adalah pesaing.
Untuk memeriksa sebuah etika, ada 12 buah parameter yang harus diperhatikan:
1. Apakah Anda telah menentukan masalah dengan akurat?
2. Bagaimana Anda akan menentukan masalah bila Anda “berdiri di luar pagar”?
3. Bagaimana situasi ini terjadi pertama kali?
4. Kepada siapa dan kepada apa Anda memberikan loyalitas sebagai individu dan sebagai
seorang anggota dari perusahaan?
5. Apa tujuan Anda dalam membuat keputusan?
6. Bagaimana tujuan ini jika dibandingkan dengan kemungkinan hasilnya?
7. Siapa yang mungkin dirugikan dari keputusan Anda?
8. Apakah Anda dapat mendiskusikan masalah tadi dengan pihak yang terpengaruh
sebelum Anda mengambil keputusan?
9. Apakah Anda yakin keputusan Anda akan sah untuk jangka waktu yang panjang seperti
yang tampak sekarang?
10. Apakah Anda dapat mengungkapkan tanpa rasa kesal keputusan Anda terhadap atasan
Anda maupun masyarakat umum?
11. Simbol potensial dari tindakan Anda bila dipahami? Bila disalahpahami?
12. Di bawah kondisi apa Anda akan menerima perkecualian dari pendirian Anda?
J. PERMASALAHAN ETIKA DI DUNIA BISNIS
10
Permasalahan etika (ethical issue) adalah sebuah permasalahan yang ditimbulkan oleh
seseorang yang melakukan perbuatan yang dianggap salah atau tidak etis. Permasalahan etika
di dunia bisnis dapat dikategorikan ke dalam sikap intimidatif dan kekerasan, konflik
kepentingan, permasalahan kejujuran dan keadilan, komunikasi, dan penyalahgunaan sumber
daya. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa ethical issue yang dapat terjadi di dunia
bisnis (Ferrel, Hirt, dan Ferrel, 2020).
a. Penyogokan (bribery)
Penerimaan atau pemberian sogokan, seperti bayaran, hadiah, atau perlakuan
istimewa, yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan merupakan tindakan yang
melanggar etika. Kelegalan dan keetisan penyogokan tergantung dari budaya tiap
negara. Sebagai contoh, di Amerika Serikat pemberian hadiah untuk klien baru
merupakan tindakan yang dianggap sebagai penyogokan dan merupakan tindakan
yang dianggap tidak etis. Sebaliknya di Jepang, tidak memberikan hadiah untuk
klien baru dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan.
b. Penyalahgunaan waktu perusahaan
Maksud dari penyalahgunaan waktu perusahaan adalah menggunakan waktu
saat bekerja untuk melakukan hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
Contoh kecilnya adalah bertengger di media sosial. Selain itu, tindakan seperti
terlambat, pulang lebih dulu, mengobrol terlalu banyak, atau bahkan belanja online
juga dapat dikategorikan sebagai tidak etis jika dilakukan pada jam kerja.
c. Tindakan kekerasan dan intimidatif
Tindakan seperti ini dapat berupa ancaman fisik, fitnah, penggunaan kata
kasar, hinaan, membentak, pelecehan seksual, dan sebagainya. Beberapa hal yang
disebutkan dapat bersifat subjektif, misalnya ‘membentak’ mungkin dianggap kasar
oleh beberapa orang. Akan tetapi, orang lain dapat menganggapnya hal yang biasa
saja.
Selain itu, bullying juga masuk dalam kategori tindakan intimidatif dan dapat
berdampak pada ritme kerja perusahaan dan menciptakan lingkungan kerja yang
hostile. Tindakan-tindakan yang termasuk ke dalam bullying di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Menyebar fitnah
2. Mengucilkan
3. Menggunakan status atau jabatan untuk memanfaatkan orang lain
4. Mendiskreditkan ide atau opini orang lain
11
5. Menghina, membentak, atau berteriak
6. Diskriminasi terhadap jenis kelamin, ras, atau usia
7. Mencuri ide orang lain
d. Penyalahgunaan sumber daya perusahaan
Mencuri dan menggunakan fasilitas perusahaan secara tidak semestinya
merupakan contoh dari permasalahan etika jenis ini. Sebagai contoh, menggunakan
komputer dan jaringan internet perusahaan untuk kepentingan hiburan seperti
mengunduh lagu atau menonton YouTube. Tentu saja, banyak perusahaan yang
memperbolehkan karyawannya untuk menggunakan fasilitas perusahaan selama
dalam batas wajar.
e. Konflik kepentingan
Konflik kepentingan terjadi ketika seseorang harus memilih untuk
mementingkan dirinya sendiri atau kepentingan perusahaan. Untuk menghindari
konflik kepentingan, setiap pekerja harus mampu memisahkan antara kepentingan
finansial pribadi dengan bisnis perusahaan. Contoh dari konflik kepentingan adalah
penyogokan dan insider trading. Insider trading adalah tindakan pembelian atau
penjualan saham yang belum dipublikasikan ke masyarakat oleh orang dalam.
f. Komunikasi
Komunikasi dapat menjadi suatu permasalahan etika, misalnya false
advertising atau pengiklanan palsu. Hal ini terjadi jika suatu perusahaan
mengiklankan produk atau jasanya dengan data-data atau pernyataan yang palsu atau
ambigu. Selain itu, masalah pelabelan juga dapat dikategorikan dalam permasalahan
ini. Contohnya adalah pelabelan rokok dengan kata ‘natural’ dan ‘tanpa zat aditif’
dapat menimbulkan kesan ambigu.
g. Hubungan bisnis
Sikap dari pelaku bisnis terhadap pelanggan, supplier, dan lainnya di
lingkungan kerja dapat menimbulkan permasalahan etika. Merupakan tanggung jawab
manajer untuk membuat lingkungan kerja yang mampu membantu perusahaan
mencapai tujuannya. Akan tetapi, cara manajer membangun lingkungan ini tidak
boleh menyalahi hak dari para pekerja itu sendiri.
h. Plagiarisme
Menggunakan hasil kerja orang lain tanpa memberi kredit juga merupakan
tindakan yang melanggar etika. Sebagai mahasiswa, plagiarisme sering ditemui pada
penugasan dengan menyontek pekerjaan orang lain atau mengutip suatu sumber tanpa
12
memberi sitasi. Pada dunia bisnis, hal ini dapat terjadi pada pekerja yang menyalin ide
atau laporan pekerja lain.
13
Utilitarianisme memberi tahu kita bahwa kita dapat menentukan signifikansi
etis dari tindakan apa pun dengan melihat konsekuensi dari tindakan itu.
Utilitarianisme biasanya diidentifikasikan dengan kebijakan "memaksimalkan
kebaikan secara keseluruhan" atau, dalam versi yang sedikit berbeda, menghasilkan
"kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar". Tindakan yang mencapai tujuan ini adalah
baik; mereka yang tidak adalah buruk.
Ini menekankan pada kebaikan keseluruhan, dan untuk menghasilkan
kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar, bertentangan langsung dengan kebijakan
otoriter yang bertujuan menguntungkan elite politik. Dengan demikian, utilitarianisme
memberikan dukungan kuat bagi lembaga dan kebijakan demokrasi. Pemerintah dan
semua institusi sosial kesejahteraan semua ada, bukan untuk memajukan kepentingan
raja, bangsawan, atau minoritas kecil. Demikian juga, ekonomi ada untuk memberikan
yang tertinggi ini standar hidup untuk sebagian besar orang, bukan untuk menciptakan
kekayaan bagi sedikit yang memiliki hak istimewa. Jadi, utilitarianisme adalah etika
konsekuensialis. Perbuatan baik dan buruk ditentukan oleh konsekuensinya. Dengan
cara ini, kaum utilitarian cenderung menjadi pemikir pragmatis. Tidak ada tindakan
benar atau salah dalam semua kasus dalam setiap situasi. Itu semua akan tergantung
pada konsekuensinya. Misalnya, berbohong itu sendiri bukanlah benar atau salah.
Mungkin ada situasi di mana berbohong akan menghasilkan kebaikan secara
keseluruhan yang lebih besar daripada menceritakan kebenaran. Dalam situasi seperti
itu, berbohong secara etis adalah tindakan yang benar.
b. Pendekatan Etika Deontologis
Deontologi dan etika deontologis mengacu pada konsep yang cukup familiar
kebanyakan dari kita. Pendekatan etika ini, baik dalam hal moralitas individu maupun
kebijakan publik, menekankan fakta bahwa terkadang jalan yang benar ditentukan
bukan oleh konsekuensinya tetapi oleh tugas-tugas tertentu. Sinonim yang lebih
familiar untuk tugas meliputi kewajiban, komitmen, dan tanggung jawab. Pendekatan
deontologis menyalahkan utilitarianisme karena berpikir bahwa tindakan kita harus
selalu dinilai dari konsekuensinya terhadap kebaikan secara keseluruhan. Deontologi
menyangkal kepercayaan utilitarian bahwa tujuan membenarkan cara. Dalam
pendekatan ini diyakini bahwa ada beberapa hal-hal yang harus, atau tidak, kita
lakukan terlepas dari konsekuensinya.
Untuk memahami mengapa tujuan tidak membenarkan cara yang perlu kita
tekankan bahwa tujuan utilitarian difokuskan pada kebaikan kolektif atau agregat.
14
Utilitarianisme berkaitan dengan kesejahteraan keseluruhan. Namun banyak dari kita
memiliki komitmen yang dalam terhadap martabat individu. Kita percaya bahwa
individu tidak boleh digunakan hanya sebagai sarana untuk kebaikan keseluruhan
yang lebih besar. Cara yang menonjol untuk menjelaskan hal ini adalah dengan
mengatakan bahwa individu memiliki hak yang seharusnya tidak dimiliki dikorbankan
hanya untuk menghasilkan peningkatan bersih dalam kebaikan kolektif.
c. Pendekatan Etika Kebajikan
Sebagian besar, fokus pada pendekatan utilitarian dan deontologis terhadap
etika aturan dan asas yang mungkin kita ikuti dalam memutuskan apa yang harus kita,
baik sebagai individu maupun sebagai warga negara, lakukan. Etika juga,
bagaimanapun, melibatkan tipe pertanyaan tentang “seharusnya suatu orang menjadi
apa?”. Etika kebajikan adalah sebuah tradisi dalam etika filosofis yang mencari
penjelasan yang lengkap dan rinci dari ciri-ciri karakter tersebut, atau kebajikan, yang
akan membentuk manusia dengan kehidupan yang baik dan utuh. Ada baiknya untuk
mempertimbangkan beberapa kebajikan, dan kejahatan yang terkait, yang mungkin
relevan dengan etika bisnis.
Etika kebajikan menggeser fokus dari pertanyaan tentang apa yang seseorang
harus dilakukan, untuk fokus pada seperti apa tipe dari seseorang itu. Pergeseran ini
tidak hanya membutuhkan pandangan yang berbeda tentang etika tetapi, setidaknya
sama pentingnya, pandangan yang berbeda tentang diri kita sendiri. Yang tersirat
dalam pembedaan ini adalah pengakuan identitas kita sebagai pribadi sebagian
dibentuk oleh keinginan, keyakinan, motivasi, nilai, dan sikap kita. Karakter
seseorang — disposisi, hubungan, sikap, nilai, dan keyakinan yang secara populer
mungkin disebut "kepribadian" —beberapa itu bukanlah fitur yang tetap independen
dari identitas orang itu. Karakter tidak seperti setelan pakaian yang Anda masuki dan
keluar sesuka hati. Sebaliknya, diri identik dengan sikap seseorang yang paling
mendasar dan teguh seperti disposisi, sikap, nilai, dan keyakinan.
15
REFERENSI
Daniri, A. (2016). Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Indonesia: Kadin
Indonesia, 1–36.
DesJardins, Joseph R., 2011, Introduction to Business Ethics, 4th ed., McGraw-Hill
Companies, Inc., New York.
Ferrell, O. C., Hirt, G., & Ferrell, L. (2016). Business: A Changing World (10th ed.). New
York: McGraw-Hill Education.
Ferrell, O., Hirt, G., & Ferrell, L. (2020). Business Foundations: A Changing World (12th
ed., pp. 36-63). New York: McGraw-Hill Education.
Stoner, J.A.F., 1995, Management, 6th ed., Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
16