Anda di halaman 1dari 100

BAB 1

Pendahuluan

Perawatan di bidang konservasi gigi, mencakup


perawatan pada jaringan keras gigi, pulpa dan periapeks.
Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang kedokteran
gigi terjadi perubahan paradigma tujuan perawatan, yang
awalnya hanya menggantikan jaringan rusak menjadi ke arah
regenerasi jaringan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
perubahan konsep dalam perawatan konservasi gigi.
Konsep perawatan kelainan jaringan keras gigi/ karies
awalnya menganut konsep GV Black (1893) yaitu “extension
for prevention”. Konsep ini meliputi tindakan pembuangan
jaringan karies dan jaringan sehat gigi untuk keperluan retensi
restorasi dan pencegahan terjadinya karies sekunder. Konsep di
atas disebut juga sebagai “complete caries removal” yang dapat
membahayakan jaringan pulpa.1,2
Sejak 15 tahun yang lalu, terjadi perubahan konsep
perawatan karies, yaitu pembuangan jaringan karies hanya
dilakukan terbatas pada infected dentin, sedangkan affected
dentin tetap dipertahankan karena masih dapat mengalami
remineralisasi.3 Namun, prosedur ini dinilai terlalu invasif
sehingga tidak dianjurkan lagi terutama pada lesi karies yang
dalam.4 Menurut Shovelton & Crone (1968), walaupun telah
dilakukan ekskavasi secara menyeluruh pada lesi karies dalam,
40% dari bakterinya masih menetap pada beberapa tubuli
dentin yang terinfeksi.5,6,7 Di sisi lain, terdapat pemahaman baru
yang menyatakan bahwa karies adalah bukan penyakit infeksi
sehingga tidak membutuhkan pembuangan seluruh jaringan

1 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


infeksi, melainkan cukup mengubah keseimbangan ekologi dan
metabolik biofilmnya. Selain itu, proses remineralisasi masih
mungkin terjadi sehingga lesi karies dapat terhenti.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pembuangan jaringan
karies dianjurkan mengikuti prinsip “selective caries removal
to soft dentin”. Menurut International and American
Associations for Dental Research (IADR) dalam International
Caries Consensus Collaboration (ICCC) pada tahun 2016,
prinsip tersebut disebut sebagai teknik pembuangan jaringan
karies dengan meninggalkan dentin lunak, yaitu sebagian
infected dentin dan seluruh affected dentin. Hal ini dilakukan
agar vitalitas pulpa dapat dipertahankan.8 Opal et.al (2014)
menyatakan bahwa untuk menjaga vitalitas pulpa dengan baik,
ketebalan minimal dentin yang harus ditinggalkan antara 0,25-
0,5 mm dari pulpa. Dengan ketebalan minimal dentin tersebut
diharapkan terjadi penyembuhan kembali pulpa dan odontoblas
masih tetap dapat dipertahankan.9
Remineralisasi pada dentin dapat terjadi secara klasik
dan non-klasik. Remineralisasi klasik terjadi apabila dentin ada
pada lingkungan yang banyak mengandung ion kalsium dan
fosfat. Remineralisasi klasik hanya berupa pengendapan kristal
pada dentin yang ada dan hanya menghasilkan remineralisasi
ekstra fibril. Di sisi lain, untuk terjadinya remineralisasi non-
klasik diperlukan material yang bersifat bioaktif. Material
bioaktif akan memicu proses remineralisasi secara biomimetik
dengan proses remineralisasi intrafibril.10
Perkembangan teknologi dalam ilmu biomedik
menyebabkan perubahan konsep perawatan endodontik ke arah
regenerasi endodontik. Perubahan konsep ini menganut prinsip
dasar biologi dengan membangun kembali kompleks pulpa-
dentin yang mengalami kerusakan. Menurut American

2 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Association of Endodontists (AAE), regenerasi endodontik
adalah prosedur perawatan dengan prinsip dasar biologi untuk
mengganti struktur gigi yang rusak secara fisiologis dengan
membangun kembali kompleks dentin-pulpa.11 Melalui
regenerasi endodontik diharapkan terjadi penyembuhan
jaringan pulpa kembali dalam kondisi vital sehingga sistem
kompleks pulpa-dentin dapat berfungsi kembali.12 Regenerasi
endodontik sudah dilakukan sejak tahun 1961 oleh Nygaard-
Ostby dengan memanfaatkan bekuan darah sebagai media. Hal
tersebut karena bekuan darah banyak mengandung platelet dan
fibrin yang kaya akan growth factor sehingga dapat meginisiasi
terjadinya proliferasi dan diferensiasi dalam meregenerasi
jaringan.13 Dengan diperkenalkannya konsep rekayasa jaringan
oleh Langer & Vacant (1990), maka perawatan regenerasi
endodontik mulai dikembangkan lagi.14,15
Pulpa merupakan jaringan dengan vaskularisasi yang
bersifat low compliance dan tidak memiliki pembuluh darah
kolateral sehingga menyebabkan pulpa tidak dapat melakukan
self repair pada kondisi inflamasi yang berat. Keterbatasan ini
menyebabkan diperlukan sumber lain untuk merangsang
terjadinya penyembuhan. Scaffold dapat dimanfaatkan sebagai
media matriks ekstraseluler yang berfungsi sebagai media
pertumbuhuan dan diferensiasi sel pada proses regenerasi
jaringan.16,17 Penyembuhan jaringan pulpa hanya bersifat
sekunder sehingga diperlukan suatu matriks ekstraseluler untuk
merangsang terjadinya pembentukan jaringan ikat normal.
Matriks ekstraseluler mempunyai peran dalam proses
regenerasi jaringan pulpa yang salah satunya didapat dari bahan
sintetik dan alami yang bersifat bioaktif.18
Perubahan konsep perawatan konservasi gigi
berdampak pada pemanfaatan material bioaktif. Material

3 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


bioaktif adalah material yang dapat memicu terjadinya respon
biologis regenerasi jaringan lunak dan jaringan keras tubuh
yang melibatkan sinyal molekuler, cell-instructive dan growth
factor yang akan meregulasi terjadinya proliferasi, migrasi,
diferensiasi, protein expression dan proses mineralisasi.
Material bioaktif umumnya berbasis kalsium silikat dan
memiliki kandungan partikel hidrofilik yang bersifat bioaktif
serta mampu menghasilkan hidroksiapatit (HA). Material yang
digunakan pada bidang konservasi gigi harus mempunyai
karakteristik mudah dimanipulasi, secara radiografik terlihat
berbeda, stabil, tahan pada suasana lembab, dapat berikatan
dengan jaringan gigi, mempunyai efek anti bakteri,
biokompatibel dan bioaktif.19 Material bioaktif juga harus
bersifat biokompatibel dan dapat memicu biomineralisasi
jaringan dengan menginduksi deposisi jaringan keras dan
membentuk integrasi yang baik antara material dengan jaringan
disekitarnya.
Tujuan perawatan pada bedah endodontik yaitu
membuang jaringan terinfeksi di jaringan periapeks serta
menginduksi terjadinya regenerasi jaringan periapikal. Material
pengisi ujung akar yang digunakan selain dapat menutup ujung
akar secara tiga dimensi, juga harus memicu terjadinya
regenerasi jaringan periodonsium. Menurut Torabinejad-
Parirokh (2010), material penutup apikal harus mampu
menginduksi terbentuknya kalsium fosfat dan kalsium silikat
yang mempunyai peran penting terhadap terjadinya regenerasi
tulang.20 Adanya pH yang tinggi, yaitu antara 10.2 – 12.5 dan
adanya penglepasan substansi pada material penutup apikal
dapat mengaktifkan sementoblas dapat memicu terbentuknya
matriks pembentuk sementum.21

4 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Seiring dengan perkembangan teknologi tersebut maka
saat ini dikembangkan material bioaktif yang berbahan dasar
kalsium silikat. Penglepasan ion kalsium dan peningkatan pH
berkaitan dengan proses terjadinya hidrasi pada material.
Material bioaktif akan mengalami hidrasi dengan melepaskan
beberapa ion yang dikandungnya, diantaranya adalah ion
kalsium. Reaksi pada permukaan material ini melepaskan dan
mengubah konsentrasi ion-ion terlarut yang akan memicu
terjadinya respons intraseluler dan ekstraseluler dan akan
mengkonduksi terjadinya pembentukan jaringan keras. Ion
kalsium merupakan ion yang dominan saat terjadinya reaksi
pada permukaan. Ion kalsium yang dilepas material bioaktif
berperan sebagai peningkat pH, bakterisid, menekan aktivitas
osteoklas, serta merangsang pembentukan fibroblas. Ion
kalsium juga dilaporkan dapat mengaktifkan Ca-dependent
Adenosine Triphosphatase (Ca-dependent ATPase) dan akan
bereaksi dengan karbon di jaringan kemudian membentuk
kalsium karbonat yang mengawali terjadinya remineralisasi.
Ion kalsium juga dibutuhkan untuk migrasi sel dan proses
diferensiasi.22
Sifat yang dimiliki oleh material bioaktif dalam bidang
konservasi gigi sering dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
antara lain sebagai agen kaping pulpa, siler saluran akar, atau
bahan untuk menutup perforasi. Beberapa bahan bioaktif yang
sering digunakan dalam bidang endodontik antara lain kalsium
hidroksida, semen ionomer kaca, mineral trioxide aggregate,
biodentin dan bioceramic.

5 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


BAB 2
Material Bioaktif

Biomaterial adalah material yang bersifat


biokompatibel, yaitu material yang mampu bertahan dalam
tubuh tanpa memberikan efek kerusakan jaringan dan
mempunyai kemampuan berinteraksi dengan sistem biologis.
Biomaterial diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu: bioinert,
biodegradable dan bioaktif.
Bioinert merupakan material yang apabila ditempatkan
di tubuh manusia akan memiliki interaksi minimal dengan
jaringan sekitarnya, mempunyai lapisan oksida pada
permukaannya dan tidak berikatan secara kimia maupun
biologis sehingga sistem pelekatan hanya secara mekanis,
contohnya yaitu stainless stell, titanium, alumina dan zirconia.
Biodegradable merupakan material yang dapat terserap dan
dirancang untuk dapat diresorbsi secara perlahan dalam jangka
waktu tertentu dan menggantikan jaringan alamiah baru,
contohnya yaitu trikalsium fosfat [Ca3(PO4)2] dan kopolimer
asam poliollikolat. Bioaktif merupakan material yang dapat
berinteraksi dengan jaringan sekitarnya baik jaringan keras
maupun jaringan lunak dan didefinisikan sebagai suatu material
yang mengeluarkan respon biologis spesifik pada pertemuan
permukaan material dengan jaringan, dengan hasil berupa
pembentukan ikatan.23-25. Tingkat bioaktivitas suatu material
ditentukan dengan indeks bioaktivitas sebagai parameter.23,27
Bioaktivitas menyebabkan terjadi modifikasi kinetik
pada permukaan material dan dapat berikatan secara biokimia
dan biologi, memiliki respon biologis khas pada permukaannya

6 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


sehingga terbentuk ikatan antar jaringan dan material. Reaksi
yang terjadi adalah pertukaran ion antara material dengan
cairan tubuh disekitarnya yang akan menghasilkan lapisan
apatit (CHAp) secara biologis yang kemudian akan terjadi
kristalisasi, contohnya: hidroksi apatit sintesis
[Ca10(PO4)6(OH)2], keramik kaca dan bioglass.28,29
Material bioaktif dalam bidang konservasi gigi yang
pertama kali ditemukan adalah jenis semen silikat. Sejak
ditemukannya semen silikat yang bersifat bioaktif, maka pada
tahun 1998 US Food and Drugs Administration mengeluarkan
ijin penggunaan jenis semen tersebut dalam bidang kedokteran
gigi. Saat ini penggunaan semen silikat bioaktif mulai
dikembangkan secara luas sehingga dapat digunakan sebagai
kaping direk, pulpotomi, apeksogenesis, penutupan perforasi
kamar pulpa maupun saluran akar, penutupan apeks, serta
perbaikan resorbsi akar eksterna.
Saat reaksi pengerasan, material bioaktif akan melepas
ion-ion, dan yang paling dominan adalah ion kalsium dan
fosfat. Proses penglepasan ion kalsium dari material bioaktif
menyebabkan terjadinya deposit kristalin pada permukaan
material tersebut yang akan menginisiasi terjadinya prepitasi
hidroksiapatit (HA). Hidroksiapatit bersifat biokompatibel dan
bioaktif sehingga dapat menginduksi osteogenesis.
Kemampuan material bioaktif dalam melepaskan ion kalsium
dan fosfat merupakan faktor utama terjadinya metabolisme
tulang dan penyembuhan jaringan keras. Proses pengerasan
material bioaktif dikenal dengan proses hidrasi dan merupakan
proses kritis, yang segera terjadi setelah bubuk berkontak
dengan air dan terjadi perlahan seiring dengan waktu. Saat
bubuk material bioaktif bercampur dengan air, akan terbentuk
pori-pori yang menyebabkan adanya jalur bagi air untuk

7 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


berdifusi ke dalam material dan memperlambat proses hidrasi
bahan.30 Menurut Hench (2006), terdapat 11 tahap dalam
proses penyatuan ikatan antara material bioaktif dan tulang.
Tahap pertama hingga kelima merupakan reaksi kimia
material, sedangkan tahap keenam hingga kesebelas
merupakan respon biologis.23

Gambar.1 Tahapan reaksi material bioaktif dengan jaringan


sekitarnya.23

Pada tahap pertama terjadi proses hidrolisis dan


pertukaran ion, terjadi hidrasi partikel kalsium silikat dengan
pertukaran yang cepat dari ion Ca2+ dan H+ atau H3O+ dari

8 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


larutan campuran cair menjadi solid–liquid interface. Ion
kalsium yang bertemu dengan ion hidroksil akan
membentuk kalsium hidroksida, pH dari larutan akan
meningkat sebagai akibat dari ion H+ yang digantikan oleh
kation.

Gambar.2 Tahap-1 Hidrolisis permukaan material dan


pertukaran ion.

Pada tahap kedua, pertukaran kation meningkatkan


konsentrasi hidroksil dari larutan, yang menyebabkan
gangguan pada ikatan kaca silika. Silika yang terlarut dalam
bentuk Si(OH)4 ke dalam larutan menyebabkan pecahnya
ikatan Si-O-Si dan membentuk silanol (Si-OH).

Si-O-Si + H2O  Si-OH + OH-Si

Gambar.3 Tahap 2 Pembentukan kalsium silikat hidrat


di permukaan material

9 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Pada tahap ketiga terjadi kondensasi dan repolimerisasi
dari lapisan yang kaya akan SiO2 dipermukaan material,
sehingga pada lapisan ini terjadi penurunan sifat basa.

Gambar.4 Tahap 3 Terbentuknya ikatan kalsium


silikat dengan ion kalsium

Pada tahap ke empat, terjadi migrasi dari ion kalsium


dan PO43- ke permukaan melewati lapisan SiO2, membentuk
lapisan CaO-P2O5. Lapisan tersebut menjadi lapisan yang
amorf akibat adanya kalsium dan fosfat yang terlarut dalam
cairan.

Gambar.5 Tahap 4-Terjadinya presipitasi kalsium fosfat


amorf.

10 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Pada tahap ke lima, terjadi kristalisasi dari lapisan
amorf CaO-P2O5 oleh karena adanya OH- dan CO32- dari larutan
dan membentuk lapisan campuran HCA. Hal ini terjadi pada 1
jam pertama dari awal proses pembentukan ikatan material
bioaktif dan tulang. Tahap selanjutnya merupakan tahapan yang
melibatkan respon biologis dari jaringan.

Gambar.6 Tahap 5-Perubahan kalsium fosfat amorf menjadi


HCA

Gambar.7 Lima tahap reaksi kimia material kalsium silikat


setelah direndam simulasi cairan tubuh.31

11 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa selama proses
pengerasan, terjadi penurunan kuantitas dari SiO2, dan
peningkatan Ca(OH)2. Terjadinya peningkatan Ca(OH)2
dimulai pada hari ke-3 sampai dengan hari ke-21. Menurut
Camillieri (2007), proses hidrasi memiliki 4 tahapan, yaitu
tahap pertama berupa masa induksi awal (preinduction period),
tahap induksi (induction/ dormant phase), akselerasi, dan tahap
akhir akselerasi. Masa induksi awal (beberapa menit pertama)
terjadi kelarutan cepat dari bentuk ion material.32 Hasil dari
hidrolisis trikalsium silikat merupakan tahap kalsium silikat
hidrat yang terpresipitasi pada permukaan semen. Sedikit sekali
dikalsium silikat yang bereaksi pada awal reaksi. Trikalsium
alumina larut dan bereaksi dengan dikalsium dan ion sulfat
yang terdapat dalam fase likuid yang membentuk ettringite
yang juga mengalami presipitasi pada permukaan partikel
semen. Masa induksi awal ini diikuti dengan masa induksi
(dormant) yaitu beberapa jam pertama. Hidrasi dari produk
molekul material kasar akan berlangsung sangat lambat.
Pelapisan silikat hidrat pada bubuk semen yang tidak terhidrasi
terhenti untuk mengalami hidrasi dan memimpin masa induksi
yaitu pada 1-2 jam pertama pada saat bentuk semen plastis dan
bertekstur seperti pasir basah. Pada saat ini terbentuk pemisah
diantara semen yang tidak terhidrasi (anhidrasi) dan bentuk
larutan yang mempunyai konsentrasi ion tinggi akibat terlarut
pada fase likuid. Inisial set terjadi ketika lapisan kalsium silikat
hidrat terbentuk yang merupakan kelanjutan dari proses hidrasi.
Volume produk hidrasi dua kali lebih banyak dari semen yang
tidak terhidrasi. Ketika hidrasi berlangsung, produk hidrasi
mengisi ruangan diantara butiran semen. Selama proses induksi
(tahap dormant), butiran semen terpisah dan produk hidrasi
utama adalah Ca(OH)2 dan ettringite. Setelah 1 jam kemudian

12 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


baru gel kalsium silikat hidrat baru mulai terbentuk.
Pembentukan serabut kalsium silikat hidrat yang meningkat
menyebabkan campuran semen mmengeras dengan penurunan
jumlah pori-pori pasta. Ettringite terdeposit di atas permukaan
trikalsium alumina kemudian menurunkan reaksinya. Pada saat
ion sulfat habis, lapisan ettringite hancur dan berubah menjadi
monosulfat. Setelah itu, akan berlangsung tahap akhir
akselerasi, 3-12 jam setelah pengadukan semen.30

Komponen Aktif.
Peningkatan kandungan silikat dari material kaca akan
menurunkan laju pelarutan dan mengurangi jumlah ion Ca2+
dan HPO4- yang akibatnya pembentukan lapisan gel silikat
pada permukaan dihambat. Hal tersebut menyebabkan
menurunnya sifat bioaktifitas material, terutama pada material
kaca yang kandungan silikatnya melebihi 60%. Lapisan gel
silikat memiliki peranan dalam nukleasi dan kristalisasi HCA
dengan tiga komponennya yaitu: CaO-P2O5-SiO2, makin luas
permukaan lapisan maka akan meningkat sifat bioaktivitasnya.
Greenspan et.al pada penelitiannya secara in vitro menemukan
adanya hubungan antara laju pelarutan dengan pembentukan
HCA, makin cepat proses pelarutan maka makin cepat
terbentuk lapisan HCA.33
Selain komposisi, tekstur dalam skala nanometer
merupakan variabel yang penting berperan dalam bioaktifitas.
Struktur mesoporus yang saling terhubung satu sama lain
dengan diameter porusitas 2 dan 50 µm dari material kaca telah
terbukti merupakan faktor penting dalam meningkatkan laju
kelarutan dan tingkat pembentukan HCA. Penelitian in vitro
menunjukkan bahwa laju kelarutan meningkat seiring dengan

13 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


peningkatan porositas dan volume pori. Ukuran pori yang lebih
besar dari 2 µm akan diperlukan untuk mendapatkan kinetika
yang cepat. Peningkatan luas permukaan yang terpapar
terhadap larutan akan meningkatkan pertukaran ion pada tahap
1, sehingga pelepasan silikat yang mudah larut lebih banyak
pada tahap 2 yang diperlukan untuk membentuk lapisan porus
yang kaya silikat. Pori-pori yang memiliki ukuran dalam satuan
nanometer dari material kaca akan bertindak dalam inisiasi
daerah untuk nukleasi kristal HCA. Superposisi muatan
permukaan di dalam pori akan meningkatkan konsentrasi ionik
dan derajat supersaturasi ion Ca dan P. Sehingga presipitasi
HCA pertama kali cenderung terjadi di dalam pori. Laju
nukleasi selanjutnya dikendalikan oleh difusi ion ke dalam pori-
pori. Konsentrasi ion Ca2+ danHPO4- yang tinggi dilepaskan ke
dalam larutan seiring dengan meningkatnya volume pori,
sehingga lapisan gel silikat dapat terbentuk dengan sangat cepat
pada permukaan kaca.23,24 Material kaca juga dapat
memperlihatkan adanya bioresorbability yang signifikan ketika
pori-porinya mencapai ukuran tertentu. Bioresorbability
didefinisikan sebagai resorbsi material secara in vivo, karena
adanya aksi dari osteoklas yang disebabkan karena adanya pori
yang saling terhubung satu sama lain, sehingga luas permukaan
meningkat dan densitas partikel menjadi rendah. Meskipun
masih sangat sulit untuk mengendalikan resorbability melalui
pengubahan komposisi, pengendalian tekstur pori secara
signifikan akan mempengaruhi degradability. Biodegradasi
terutama diatur oleh struktur kristal, ukuran butir,
mikroporositas, geometri, dan kristalinitas dari material.
Pada awalnya, diperkirakan bahwa pelarutan ion Ca2+
dan pembentukan silanol permukaan memiliki arti penting
untuk membentuk lapisan HCA. Namun Pereira dan Hench

14 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


menyimpulkan bahwa karena penutupan hidroksil sangat
bergantung pada karakteristik tekstur, maka konsentrasi dari
gugus silanol pada permukaan silikat tidak mengendalikan laju
pembentukan HCA. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
silanol merupakan persyaratan bagi terbentuknya HCA, tetapi
keterlibatannya tidak bisa diabaikan.23,24,34 Muatan negatif pada
permukaan dan substrat yang porus dibutuhkan untuk
pembentukan HCA. Silikat memiliki muatan permukaan
negatif pada pH fisiologis, yang nantinya akan mengarah pada
pembentukan lapisan elektrik ganda dengan peningkatan
jumlah kation pada pertemuan antara kedua permukannya. Hal
ini memberikan bukti bahwa lapisan silikat yang porus
dibutuhkan untuk terbentuknya lapisan HCA. Jadi, lapisan
HCA dapat terbentuk pada gel silikat murni yang porus dalam
larutan yang mengandung ion-ion Ca2+ dan HPO4-. Fitur
penting dari partikel material bioaktif kelas A adalah bahwa
material tersebut bersifat osteoproduktif serta osteokonduktif.
Bertentangan dengan hal tersebut, material bioaktif kelas B
hanya memperlihatkan sifat osteokonduktif saja, yang
didefinisikan sebagai karakteristik dari pertumbuhan tulang dan
pembentukan ikatan di sepanjang permukannya. Material
keramik sintetik yang padat memperlihatkan sifat bioaktifitas
kelas B. Osteoproduksi terjadi ketika tulang berproliferasi pada
permukaan partikel suatu massa karena peningkatan aktivitas
osteoblas. Peningkatan proliferasi dan diferensiasi dari sel-sel
progenitor yang distimulasi oleh resorpsi yang lamban dari
partikel bioaktif kelasA, bertanggung jawab terhadap
osteoproduksi.23,24
Respon biologis terhadap material bioaktif yang terbuat
dari CaO-P2O5-SiO2 memberikan bukti bahwa regenerasi
tulang mungkin terjadi. Molekul biologis bisa mengadakan

15 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


pertukaran dengan lapisan hidrat yang terdapat di dalam pori-
pori gel silikat dan mempertahankan bentuk serta aktivitas
biologisnya. Banyak enzim yang masih tetap aktif dalam
matriks gel terhidrasi, dan pada beberapa kasus
memperlihatkan peningkatan aktifitas.23
Gen yang terlibat dalam ekspresi fenotip serta
morfogenesis jaringan saat ini banyak dipelajari untuk melihat
gradien konsentrasi kimiawi ekstraseluler dan intraseluler,
kompleks perlekatan seluler dan stimulus lain yang dibutuhkan
untuk mengaktifkan regenerasi jaringan secara in situ dan
konstruksi rekayasa jaringan. Menurut Polak J et.al keenam
famili gen yang ada dalam tubuh manusia mengalami up-
regulation dan down-regulation oleh ekstrak kaca bioaktif
selama proliferasi dan diferensiasi dari selosteoblast secara in
vitro. Hasil temuan ini memungkinkan dirancangnya material
bioaktif untuk regenerasi dan rekayasa jaringan tulang. Hasil
temuan baru yang signifikan adalah bahwa tingkat kelarutan
yang rendah dari partikel kaca bioaktif dalam lingkungan
fisiologis, dapat mengendalikan genetik siklus sel osteoblast
dan ekspresi yang cepat dari gen yang meregulasi osteogensis
dan produksi faktor pertumbuhan. Xynos et.al ( Hench et.al)
telah menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 48 jam,
sekelompok gen teraktivasi termasuk gen faktor pertumbuhan
yang potensial, dan didapat pada penggunaan kultur osteoblas
manusia.23 Aktivasi berbagai gen yang memiliki kemampuan
merespon tahap awal dan sintesis faktor-faktor pertumbuhan
terbukti mampu memodulasi respon siklus sel osteoblas
terhadap kaca bioaktif dan produk pelarutan ioniknya. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa kaca bioaktif mempertinggi
osteogenesis melalui pengendalian secara langsung terhadap
gen yang mengatur induksi dan progresi siklus sel. Namun hasil

16 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


biologi molekuler juga memastikan bahwa sel-sel
osteoprogenitor harus berada dalam lingkungan kimiawi yang
sesuai untuk melewati titik batas dalam siklus sel menuju fase
sintesis dan mitosis. Hanya beberapa sel terpilih dari sebuah
populasi yang mampu membelah dan menjadi sel osteoblas
dewasa (matang). Sel lainnya mengalami apoptosis. Jumlah sel-
sel progenitor yang mampu distimulasi oleh medium bioaktif
akan menurun seiring dengan bertambahnya usia.23

Ion Kalsium
Kalsium merupakan faktor penting untuk
metabolisme sel, jaringan dan organ, serta membentuk
jaringan lunak maupun jaringan keras. Tubuh memiliki 99%
kalsium yang terdapat dalam tulang dan gigi dalam bentuk
terikat, yaitu kalsium fosfat. Di dalam tubuh kalsium terdapat
dalam tiga bentuk, yaitu ion kalsium, kalsium yang berikatan
dengan protein, dan kompleks ion. Ion kalsium berfungsi untuk
memberikan sinyal ekstra dan intraseluler, transmisi impuls
saraf, dan kontraksi otot. Konsentrasi kalsium secara fisiologis
dipertahankan kurang lebih 4,4-5,4 mg/dl.
Homeostasis ion kalsium (ion Ca2+) dipengaruhi oleh
jumlah total ion Ca2+ dalam tubuh dan distribusi pada tulang
dan cairan ekstraseluler. Jumlah total ion Ca2+ yang diabsorpsi
pada orang dewasa rata-rata sebesar 200 mg/hari. Distribusi ion
Ca2+ diregulasi oleh beberapa hormon, yaitu hormon paratiroid
(PTH), kalsitrol, dan kalsitonin. PTH dapat meningkatkan
kadar kalsium dalam plasma dan menstimulasi produksi
kalsitrol sehingga absorpsi ion Ca2+ meningkat. Kalsitonin
adalah hormon yang disekresi oleh sel C parafolikular dan
distimulasi oleh kondisi hiperkalsemia. Kalsitonin juga

17 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


berfungsi menurunkan kadar ion Ca2+ dengan menstimulasi
pembentukan tulang.
Ion kalsium dari material bioaktif yang terpapar
karbon dioksida (CO2) atau ion karbonat (CO 3-) pada
jaringan akan membentuk kalsium karbonat (CaCO3).
Kalsium karbonat merupakan komponen yang sangat
penting dalam aktivasi mineralisasi sel. Kalsium karbonat
alami dari osteoblas dan sintesis dari material bioaktif dapat
digunakan untuk regenerasi jaringan. 35 Pembentukan lapisan
HCA merupakan hasil adanya penglepasan ion terlarut dari
material bioaktif yaitu ion kalsium yang berperan penting
dalam regenerasi tulang. Mekanisme utama untuk
meningkatkan pertumbuhan tulang baru terletak pada
kontrol penglepasan produk ion terlarut dari material
bioaktif, terutama konsentrasi kritis dari ion kalsium. 36
Material bioaktif dapat memicu terjadinya proliferasi
fibroblas dengan cara mempercepat siklus pertumbuhan sel.
Siklus sel tidak melalui fase G1 dan S, melainkan langsung
masuk ke fase G2. Dengan adanya konsentrasi kritis dari ion
Ca, dalam waktu 49 jam osteoblas mampu berdiferensiasi
menjadi fenotip osteoblas matang dan mulai berproliferasi
dan meregenerasi tulang baru. Osteoblas yang tidak
memasuki siklus sel dan tidak berdiferensiasi akan
mengalami apoptosis yang disebabkan oleh produk ion
terlarut.36

18 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Perubahan pH
Ion hidrogen berperan dalam menentukan pH larutan.
Cairan yang memiliki pH lebih rendah dari 7.0 bersifat asam
dan yang lebih besar dari 7.0 bersifat basa atau alkali. Material
bioaktif yang berbasis kalsium silikat pada akhirnya akan
menghasilkan senyawa kalsium hidroksida. Gugus hidroksil
dari komponen penyusun kalsium hidroksida memegang
peranan penting dalam menyediakan lingkungan yang basa, dan
mendukung penyembuhan dan kalsifikasi aktif. pH yang basa
tidak hanya menetralisir asam laktat dari osteoklas, namun juga
mencegah terlarutnya mineral dari dentin. Selain itu, pH basa
juga mengaktivasi alkalin fosfatase yang berperan penting
dalam pembentukan jaringan keras.
Alkalin fosfatase merupakan enzim hidrolitik yang
bekerja dengan membebaskan fosfatase anorganik dari ester
fosfat. Hal ini dapat menguraikan ester fosfatase, ion fosfat
bebas yang kemudian akan bereaksi dengan kalsium dalam
aliran darah membentuk matriks organik kalsium fosfat.
Matriks ini merupakan unit molekuler dari hidroksiapatit yang
sangat erat kaitannya dengan proses mineralisasi. Pembentukan
jaringan termineralisasi setelah berkontaknya kalsium
hidroksida dan jaringan ikat dapat dilihat pada hari ke 7 sampai
ke 10 setelah aplikasi.37

19 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


BAB 3
EFEK TERHADAP JARINGAN BIOLOGI

Dentin
Berdasarkan proses pembentukannya, dentin dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: dentin primer, dentin
sekunder dan dentin tersier. Dentin primer dan dentin sekunder
merupakan dentin fisiologis. Dentin primer dibentuk selama
proses pembentukan gigi, sedangkan dentin sekunder dibentuk
perlahan sepanjang hidup selama pulpa masih vital sehingga
akan mengurangi ukuran kamar pulpa seiring dengan
bertambahnya usia. Dentin tersier dibentuk karena adanya
reaksi pertahanan terhadap stimuli noksius seperti invasi
bakteri dan produk-produknya. Dentin tersier terletak diantara
dentin sekunder dan pulpa. Dentin tersier ini dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: dentin reaksioner dan
dentin reparatif. Dentin reaksioner didefinisikan sebagai dentin
tersier yang dihasilkan oleh sel odontoblas yang bertahan
sebagai respon terhadap stimulus yang ringan. Dentin reparatif
merupakan dentin tertier yang dihasilkan oleh odontoblast like
cells sebagai respon terhadap stimuli yang kuat.
Dentin merupakan jaringan ikat termineralisasi dengan
komposisi 70% mineral apatit, 20% matriks organik dan 10%
air. Kandungan protein pada matriks organik didominasi oleh
serat kolagen tipe 1 (90%), dan sisanya proteoglikan yang
disebut sebagai protein non-kolagen, yaitu dentin
phosphoprotein (DPP), dentin matrix protein 1 (DMP 1), dan
dentin sialoprotein (DSP). Struktur dentin terdiri atas tubuli
dentin yang dikelilingi jaringan hipermineralisasi yang disebut

20 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


peritubular dentin. Diantara peritubular dentin terdapat
intertubular dentin dengan kandungan mineral 40% lebih
sedikit dari peritubular dentin.38,39

Gambar.8 Skematik dari peritubuler dan intertubuler dentin.38

Matriks pada intertubular dentin tersusun secara tiga


dimensi oleh kolagen fibril tipe 1 dan protein non-kolagen yang
diperkuat oleh minera kristal hidroksiapatit. Susunan fibril
secara tiga dimensi dibedakan menjadi ekstra fibril dan
intrafibril. Ekstrafibrillar rongga yang memisahkan fibril
kolagen, dan intrafibrilar terdapat pada zona gap yang
memanjang diantara molekul tropokolagen.40,41
Kolagen dibentuk oleh tiga gugus asam amino yang
membentuk tropokolagen dengan ukuran panjang 300 nm dan
diameter 1.23 nm. Tropokolagen ini kemudian tersusun secara
sejajar dengan jarak 40 nm dan bersusun seperti tangga.
Susunan tropokolagen ini akan menghasilkan zona gap
sepanjang 40 nm diikuti dengan zona overlap sepanjang 27 nm.

21 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Rangkaian tropokolagen ini kemudian disebut dengan fibril.
Protein non-kolagen ditemukan pada permukaan fibril kolagen
dan mengikat satu fibril dengan fibril lain.40

Gambar.9 Mineral pada dentin berdasarkan lokasi terhadap


fibril kolagen.41

Mineral ekstra fibril pada dentin normal terdiri dari


struktur granular yang kelembabannya tinggi dan melekatkan
protein, sedangkan mineral intrafibril lebih resisten terhadap
demineralisasi dan mendominasi sifat elastis dari fibril kolagen
selama menerima beban. Dengan demikian, kekakuan fibril
kolagen sangat tergantung pada ada tidaknya mineral intrafibril.
Dari beberapa literatur, diketahui bahwa mineralisasi
intrafibrilar mempengaruhi secara signifikan sifat mekanis
dentin.4 Karies pada dentin mempunyai dua lapisan yang
berbeda yaitu: lapisan luar disebut infected dentin dan lapisan

22 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


dalam disebut affected dentin.42,43 Menurut Arnold et.al (2007)
karies dentin dibagi menjadi 6 zona, yaitu: dentin lunak, dentin
demineralisasi, invasi bakteri ke dalam tubuli dentin, zona
translusensi (dead tracts), zona translusensi hipermineralisasi,
dan dentin sekunder.44
Infected dentin adalah lapisan terluar karies, terdapat
destruksi matriks mineral dan kristal. Lapisan ini mengandung
bakteri dan produk-produknya. Pada lapisan ini sudah terjadi
degradasi fibril kolagen dan putusnya ikatan silang yang
mengindikasikan denaturasi dan kerusakan irreversibel
kolagen. Affected dentin lapisan dalam dari proses
demineralisasi yang masih bersifat reversible karena masih
terdapat cross-linked collagen. Pada lapisan ini sudah terjadi
demineralisasi sebagian, masih terdapat fibril kolagen sehat
yang dikelilingi oleh kristal hidroksiapatit dan bebas bakteri.
Karakteristik khas dari affected dentin adalah terdapatnya
mineral plug pada tubuli dentinnya.43,45 Fusayama (1993)
membagi affected dentin menjadi tiga zona, yaitu: turbid,
transparan, dan subtransparan. Zona turbid merupakan zona
terluar dari affected dentin, tidak terdapat peritubular dentin
akibat demineralisasi, namun masih terdapat intertubular dentin
yang terdemineralisasi, tidak terdapat bakteri dan masih
terdapat sel odontoblas yang dapat berperan dalam proses
remineralisasi dengan menyuplai ion-ion kalsium dan fosfat
dari pulpa.46

23 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Gambar.10 Zona Turbid yang dilihat dengan
perbesaran 12.000x. 43

Zona transparan terdapat peritubular dan intertubular


dentin serta terdapat mineral di dalam tubuli dentin. Pada zona
ini dapat terjadi hipomineralisasi ataupun hipermineralisasi
(sklerotik), tidak terdapat bakteri, terdapat prosesus odontoblas
yang masih hidup. Karakteristik khas zona ini adalah kristal
yang berbentuk rhomboid yang dikenal dengan whitlockite
yaitu ß-trikalsium fosfat. Kristal whitlockite ini terbentuk akibat
proses karies dan kemudian rekristalisasi dari kristal
hidroksiapatit. Ketika mulai terjadi proses karies, kristal
berbentuk seperti piring mulai didepositkan di dinding
peritubular dentin dekat lesi karies (zona subtransparan).
Kristal berbentuk seperti rhomboid mulai terbentuk perlahan-
lahan pada zona transparan dan terlihat semakin irregular

24 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


menuju bagian luar karies. Ketika sudah mencapai lapisan luar
turbid dan menuju infected dentin maka kristal tersebut
menghilang. Di dalam zona transparan, ukuran kristal
whitlockite semakin besar menuju pusat tubuli dentin. Proses
remineralisasi pada zona transparan dapat terjadi karena masih
terdapat kolagen sehat dan prosesus odontoblas vital.43

Gambar 11. Kristal whitlockite (panah kuning) pada zona


transparan dengan perbesaran 50.000x.43

Tubuli dentin tertutup oleh deposit mineral sehingga


mengurangi permeabilitas dentin. Walaupun zona transparan
resisten terhadap asam dengan deposit mineral, kekerasan
kristal whitlockite yang rendah dan kandungan kalisum yang
rendah pada zona ini menyebabkan lapisan ini lebih lunak
dibandingkan dengan dentin normal.
Bagian terdalam dari affected dentin adalah zona
subtransparan. Pada zona ini, tubuli dentin tidak sepenuhnya

25 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


tertutup oleh mineral. Kristal mineral di dalam tubuli dentin
berbentuk seperti piring atau granular yang berikatan dengan
fibril kolagen. Selain itu pada zona ini juga terdapat prosesus
odontoblas yang berbentuk seperti pit dan kolagen sehat
sehingga dapat terjadi remineralisasi.
Perbedaan struktur kolagen pada infected dan affected
dentin yaitu terdapat crossbanded collagen yang hanya terdapat
pada lapisan dalam dari affected dentin yang penting dalam
remineralisasi karena kristal apatit dapat berikatan dengan
crossbanded collagen. Selain itu, keberadaan prosesus
odontoblas vital juga membantu remineralisasi dengan
mensuplai ion kalsium dan fosfat dari pulpa.43,45
Remineralisasi pada dentin dapat terjadi secara
konvensional dan guided tissue remineralisation (GTR). Pada
remineralisasi konvensional proses remineralisasi bergantung
pada pertumbuhan epitaksial di atas kristal apatit yang tersisa.
Jika tidak ada atau sedikit kristal yang tersisa, maka proses
remineralisasi tidak akan terjadi.47-49 Remineralisasi
konvensional sering mengikutsertakan penggunaan cairan yang
mengandung ion kalsium dan fosfat serta fluoride dalam
berbagai konsentrasi.50
Remineralisasi konvensional tidak dapat terjadi secara
spontan pada matriks organik, tetapi terjadi pada sisa kristal
apatit dari dentin yang terdemineralisasi. Remineralisasi terjadi
secara epitaksial, yaitu deposisi mineral di atas lapisan mineral
yang telah ada. Remineralisasi dapat terjadi sepanjang
permukaan pada lesi karies dengan kandungan mineral yang
masih banyak, sedangkan pada lesi karies dengan kandungan
mineral sedikit maka hanya akan terjadi remineralisasi pada
bagian terdalam yang masih memiliki kandungan mineral yang
tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses ini

26 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


sangat bergantung pada keberadaan kristal apatit atau mineral
pada lesi yang akan dilakukan remineralisasi.47 Menurut
Conrado (2004) secara mikroradiografi terjadi remineralisasi
pada dentin dengan menggunakan kalsium hidroksida. Hal ini
ditandai dengan adanya peningkatan kandungan mineral pada
sampel penelitian, namun remineralisasi hanya terjadi secara
ekstrafibrillar.51
Kunci utama untuk terjadinya GTR adalah keberadaan
kolagen yang fungsinya sebagai scaffold tempat terdeposisinya
kristal apatit. Di sisi lain, keberadaan protein non-kolagen
seperti dentin matrix protein 1 (DMP 1) diperlukan untuk dapat
berikatan dengan kolagen dan menstabilkan amorphous
calcium phosphate (ACP) sehingga tidak terjadi agregasi.
Ikatan ini akan berpenetrasi ke gap zones di antara kolagen dan
membentuk kristal hidroksiapatit sehingga remineralisasi
intrafibrillar terjadi.41 Peran material bioaktif dalam
remineralisasi intrafibrillar adalah merangsang terbentuknya
kristal hidroksiapatit.
Remineralisasi ektrafibrillar dan intrafibrillar hanya
dapat dicapai dengan GTR. Guided tissue remineralisation
(GTR) dengan teknologi nano dan prinsip biomimetik
digunakan untuk mendapatkan biomineralisasi kolagen
ektrafibrillar dan intrafibrillar dari matriks kolagen pada
kondisi tidak adanya kristal apatit yang tersisa. Pada GTR
terjadi ikatan antara material bioaktif dengan nanoprekursor
amorphous calcium phosphate (ACP) yang terjadi pada
kolagen dentin. Remineralisasi biomimetik ini menggunakan
pendekatan bottom-up, yaitu melalui pembentukan kristal nano
yang dapat masuk ke dalam zona gap dan membangun struktur
mineral apatit yang lebih besar pada kolagen.50

27 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Biomineralisasi Dentin
Material bioaktif dapat berperan penting dalam proses
remineralisasi baik intrafibrillar maupun ekstrafibrillar.
Material bioaktif kaya gugus karbosil dan fosfat sehingga
mampu berikatan dengan kalsium dan berperan sebagai
surfaktan untuk mencegah partikel nano amorphous calcium
phosphate beragregasi menjadi partikel yang lebih besar. Selain
itu juga mencegah transformasi partikel nano amorphous
calcium phosphate menjadi kristal apatit yang lebih besar.
Amorphous calcium phosphate diharapkan tetap dalam ukuran
nano sehingga dapat masuk ke kompartemen intrafibrilar untuk
remineralisasi intrafibrillar.49
Dai et.al (2011) mengemukakan mengenai peran
material bioaktif dalam proses biomineralisasi dentin. Material
berbasis asam polikarboksilat yang bersifat biomimetik
berperan sebagai agen isolasi untuk stabilitas amorphous
calcium phosphate yang akan bereaksi dengan cairan tubuh
dalam bentuk nano-partikel yang dapat menginfiltrasi air pada
fibril kolagen. Material dari matriks fosfoprotein berbahan
dasar fosfat juga menempel pada kolagen melalui ikatan
elektrostatik atau mekanisme fosforilasi kimia untuk menarik
nano-prekursor mengarah ke gap zones diantara molekul
kolagen. Penyusunan nano-prekursor ACP dan transformasi
menjadi nano-kristal apatit menghasilkan mineralisasi
intrafibrilar.47

28 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Gambar 12. Nanoprekursor ACP.50

Prenucleation Prenucleation Nano Kristal


cluster cluster kompleks Hidroksiapati
beragregasi t

Gambar 13. Proses Remineralisasi Biomimetik

29 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Gambar.14 Proses remineralisasi biomimetik.51
A. fibril kolagen yang mengalami demineralisasi. B-C2
prenucleation cluster, aggregasi prenucleation cluster,
terbentuknya nanokomplek CMC-ACP mengisi gap zones.
D1-E. Terbentuknya kristal apatit.

Material bioaktif kaya akan gugus fosfat dan karboksil


sehingga mampu berikatan dengan kalsium. Material bioaktif
berikatan dengan ACP membentuk prenucleation cluster dan
berikatan dengan kolagen melalui ikatan elektrostatik.52
Nanokompleks berikatan dengan kolagen yang mengalami
demineralisasi dan terbentuk kristal nano yang stabil.
Selanjutnya, terjadi rekruitmen prenucleation cluster lainnya
dan berikatan pada seluruh permukaan kolagen intrafibrillar

30 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


dan ekstrafibrillar, mengalami aggregasi dan membentuk
nanokomples dan terbentuk kristal nano. Kristal nano tersusun
pada kolagen ektrafibrillar dan intrafibrillar sehingga terjadi
remineralisasi ekstrafibrillar dan intrafibrillar. Kristal-kristal
nano tersebut membentuk kristal apatit yang lebih besar.53

Osteogenesis
Penglepasan ion kalsium dan peningkatan pH berkaitan
dengan proses hidrasi material bioaktif. Material bioaktif akan
mengalami mekanisme hidrasi dengan melepaskan beberapa
ion yang dikandungnya, diantaranya adalah ion kalsium. Reaksi
pada permukaan material ini dapat melepaskan dan merubah
konsentrasi dari ion-ion terlarut yang akan memicu terjadinya
respons intraseluler dan ekstraseluler dan akan mengkonduksi
terjadinya pembentukan jaringan keras. Ion kalsium merupakan
ion yang dominan saat terjadinya reaksi pada permukaan. Ion
kalsium yang dilepas material bioaktif berperan dalam
fungsinya sebagai peningkat pH, bakterisid, menekan aktivitas
osteoklas, serta merangsang pembentukan fibroblas. Ion
kalsium juga dilaporkan dapat mengaktifkan Ca-dependent
Adenosine Triphosphatase (Ca-dependent ATPase) dan akan
bereaksi dengan karbon di jaringan dan akan membentuk
kalsium karbonat yang akan mengawali terjadinya
remineralisasi. Ion kalsium juga dibutuhkan untuk migrasi sel
dan proses diferensiasi.
Menurut Boccaccini et.al (2005) pada hari ke 6
setelah terpapar material bioaktif, osteoblast sudah terbentuk
dan mulai tersusun menjadi struktur tiga dimensi yang terdiri
dari sel-sel dan matriks ekstral sel termineralisasi, yang
disebut bone nodule. Bone nodule memiliki susunan yang

31 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


sama dengan pertumbuhan tulang alami secara in vivo.54
Secara simultan, proliferasi endosteal menjadi
kuagulasi terjadi dari permukaan dalam tulang. Koagulasi di
dalam kripta tulang secara cepat diubah menjadi massa jaringan
granulasi, beberapa jenis sel bermigrasi diantaranya adalah sel-
sel osteoprogenitor, preosteoblast, dan osteoblast. Sel-sel ini
mulai pembentukan woven bone (anyaman tulang) di dalam
massa jaringan granulasi. Pembentukan tulang jelas terlihat
setelah 6 hari.55
Pada jaringan keras pembentukan tulang sudah mulai
terjadi, pembentukan tulang dapat dikategorikan menjadi dua
tipe, dimana setiap tipe memiliki beberapa fase. Fase ini
berbeda, tergantung tipe pembentukan tulang yang terjadi.
Kedua tipe pembentukan tulang tersebut adalah Matrix vesicle-
based process dan Osteoid secretion. Pada kedua tipe tersebut,
ada keterlibatan osteoblas yang membentuk matriks tulang.
Osteoblas mengsekresikan substansi dasar yang kaya kolagen.
Osteoblas juga menyebabkan presipitasi kalsium dan fosfat dari
darah.55
Anyaman tulang dibentuk oleh matrix vesicle-based
process, osteoblas menghasilkan vesikel matriks melalui
eksositosis dari membran plasmanya. Ketika kristal hidroksi
apatit bertambah di dalam vesikel maka akan membesar dan
pada akhirnya akan mengalami ruptur. Proses ini dimulai
dengan deposisi dan perkembangan kristal hidroksi apatit pada
daerah berpori. Kristal kemudain mengeras untuk membentuk
struktur yang dikenal sebagai spherulites. Terjadi
penggabungan spherulites yang menghasilkan mineralisasi.55
Pembentukan tulang lamellar lebih dipengaruhi oleh
proses sekresi matriks organik dari osteoblas. Matriks organik
tersusun dari fibril matriks kolagen (terutama kolagen tipe I)

32 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


secara longitudinal. Terjadi peningkatan pH oleh enzym alkalin
fosfatase yang disekresi osteoblas dan sel-sel lain yang
berperan penting untuk proses mineralisasi. Interaksi alkalin
fosfatase dan fosfoprotein di dalam tulang sangat penting di
dalam proses mineralisasi.55
Material bioaktif dapat menginduksi pembentukan
jaringan keras di apikal secara signifikan. Pada penelitian
dari tiga material, oleh Shabahang & Torabinejad
menyimpulkan bahwa semen silikat dapat menginduksi
pembentukan jaringan keras apikal secara signifikan,
dibandingkan dengan osteogenic protein-1 dan kalsium
hidroksida.56
Terjadinya penyembuhan jaringan yang cepat
dengan ditandai oleh pembentukan jaringan keras yang
teraktivasi secara progresif dari perifer sepanjang interface
semen-jaringan lunak. Bortoluzzi et.al menyebutkan bahwa
material bioaktif dapat menyebabkan pembentukan calcite
granule dan jembatan dibawahnya pada jaringan yang
termineralisasi karena penglepasan ion kalsium yang
bereaksi dengan karbonat dari jaringan. 57
Nakayama et.al (2007) menemukan ekspresi alkalin
fosfatase dan osteopontin pada sel sumsum tulang femur
yang terpapar dengan semen silikat, juga mendeteksi
ekspresi sialoprotein tulang dan osteocalcin dari tikus
MC3T3-E1 preosteoblas yang dipaparkan dengan semen
silikat. Semen silikat terbukti dapat menginduksi ekspresi
bone morphogenetic protein 2 (BMP-2) dan kalsifikasi pada
sel-sel ligamen periodontal manusia dan menstimulasi
fibroblas gingiva manusia untuk menghasilkan BMP-2,
selain itu juga mampu mendukung pembentukan jaringan
termineralisasi pada soket alveolar tikus yang ditandai

33 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


adanya respon peradangan untuk penyembuhan tulang
secara menyeluruh. Permukaan semen silikat juga
mendukung perlekatan sel osteoblas, dan sintesis matriks
yang penting untuk osteogenesis. Sebagai tambahan untuk
menstimulasi adesi dan proliferasi sel, ekspresi alkalin
fosfatase oleh fibroblas, osteocalcin dan interleukin lain oleh
osteoblas. Semen silikat juga mampu menginduksi ekspresi
reseptor BMPR-1B yang lebih besar, yang penting dalam
proses osteogenesis, secara langsung terkait dengan proses
kondensasi tulang.58 Do Nascimento et.al(2008) melaporkan
bahwa efek osteoinduktif, stimulasi proliferasi dan adesi sel,
stimulasi ekspresi alkaline fosfatase oleh fibroblas dan
osteocalcin dan interleukin lain oleh osteoblas.59

Siklus Sel & Jaringan Lunak


Setiap sel mengalami siklus sel. Peristiwa yang
paling mencolok dalam siklus sel adalah ketika nucleus sel
membelah diri. Proses ini disebut juga dengan mitosis.
Setelah itu sel akan membelah menjadi dua, disebut juga
dengan sitokinesis. Istilah siklus sel mengacu pada suatu
waktu diantara dua mitosis. Pada sel eukariotik, siklus sel
terbagi menjadi 4 fase, yaitu G1 (gap-1), S (sintesis), G2
(gap-2), dan M (mitosis). Pembelahan sel terjadi pada fase
M. fase ini merupakan fase terpendek, yakni kurang dari 1
jam. Anak belahan sel kemudian dapat masuk dalam fase Go
(dorman) atau kembali memasuki siklus sel ketika
diperlukan untuk proses pertumbuhan atau perbaikan. Pada
populasi sel normal, sebagian besar sel terdapat pada fase
G0. Interfase adalah periode antara akhir dari fase M dan

34 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


permulaan mitosis berikutnya. Pada fase G1, terjadi
peningkatan kandungan dari protein dan RNA. Pada fase S,
CDNA disintesis, namun hanya sekali. DNA menjadi ganda,
dan nucleus menjadi tetraploid (4n).seluruh genom diploid
bereplikasi menjadi genom tetraploid. Pada fase G2, terjadi
pembesaran sitoplasma. Perbaikan DNA dan produksi
protein sel terjadi pada fase G2. Pada mamalia suatu siklus
sel terjadi dalam waktu beberapa jam.60

Gambar.15 Tahapan proliferasi sel melalui siklus sel.61

Peristiwa yang paling mencolok dalam siklus sel


adalah ketika nucleus sel membelah diri. Proses ini disebut
juga dengan mitosis. Setelah itu sel akan membelah menjadi
dua, disebut juga dengan sitokinesis. Istilah siklus sel
mengacu pada waktu diantara dua mitosis. Pada sel
eukariotik, siklus sel terbagi menjadi 4 fase, yaitu G1 (gap-
1), S (sintesis), G2 (gap-2) dan M (mitosis). Pembelahan sel

35 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


terjadi pada fase M yang merupakan fase terpendek, yakni
kurang dari 1 jam. Hasil belahan sel akan masuk dalam fase
G0 (dorman) atau kembali memasuki siklus sel ketika
diperlukan untuk proses pertumbuhan atau perbaikan. Pada
populasi sel normal, sebagian besar sel terdapat pada fase
G0. Interfase adalah periode antara akhir dari fase M dan
permulaan mitosis berikutnya. Pada fase G1, terjadi
peningkatan kandungan dari protein dan RNA. Pada fase S,
CDNA hanya disintesis, satu kali. DNA menjadi ganda,dan
nucleus menjadi tetraploid (4n) dan seluruh genom diploid
bereplikasi menjadi genom tetraploid. Pada fase G2, terjadi
pembesaran sitoplasma, perbaikan DNA dan produksi
protein sel terjadi pada fase G2. Pada mamalia suatu siklus
sel terjadi dalam waktu beberapa jam.62
Selain membentuk lapisan HCA, ion kalsium akan
terus dilepaskan dari material dan secara perlahan akan
meningkatkan osteogenesis dengan meregulasi proliferasi
dan diferensiasi osteoblas, serta ekspresi gen. Pada proses
regenerasi tulang, sel osteoprogenitor menerima rangsang
dari lingkungan sekitarnya untuk mitosis dan masuk
kedalam siklus sel. Material bioaktif memicu terjadinya
proliferasi fibroblas dengan cara mempercepat siklus
pertumbuhan sel. Siklus sel yang terjadi tidak melalui fase
G1 dan S, melainkan langsung masuk ke fase G2. Dengan
adanya konsentrasi kritis ion Ca, dalam waktu 48 jam maka
osteoblas akan mampu berdiferensiasi menjadi fenotip
osteoblas matang dan mulai berproliferasi dan meregenerasi
tulang baru. Osteoblas yang tidak memasuki siklus sel dan
tidak berdiferensiasi akan mengalami apoptosis yang
disebabkan oleh produk ion terlarut. 36

36 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Gambar.16 Skema siklus proliferasi dan diferensiasi
osteoblas ketika terekspos produk larutan ion bioaktif yang
dilepaskan oleh Bioceramic.23

Secara normal maturasi luka dimulai pada hari ke 7


pasca trauma. Pada jaringan lunak, proses transisi ke fase ini
ditandai adanya penurunan fibroblas, terbentuknya vascular
channels dan cairan ekstraseluller. Pada tahap awal fase ini
tersusun fibronektin dan asam hyaluronat, yang di imbangi
dengan peningkatan tensile strength daerah luka. Terjadi
upregulasi fibrogenesis kolagen yang selanjutnya akan
merangsang remodeling kolagen melalui pembentukan kolagen
yang lebih besar, kemudian di ikuti perubahan jaringan
granulasi menjadi jaringan ikat fibrous, penyusunan ulang
kolagen secara bertahap secara degradasi dan reagregasi
kolagen.55

37 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Ketika ion kalsium terpapar karbon dioksida (CO 2)
atau ion karbonat (CO3-) pada jaringan akan membentuk
kalsium karbonat (CaCO 3) dan ion kalsium akan bereaksi
dengan lingkungan sekitarnya. Kalsium karbonat
merupakan biomineral yang sangat penting dalam aktifasi
mineralisasi sel. Baik kalsium karbonat alami (yang
didepositkan oleh osteoblas selama proses remineralisasi)
maupun yang sintesis sudah sering digunakan untuk
regenerasi jaringan.63

38 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


BAB 4
Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup
Konservasi Gigi

Glass Ionomer Cement (GIC)


Glass Ionomer Cement (GIC) pertamakali
dikembangkan di Inggris oleh Wilson & Kent pada tahun 1972,
sebagai material restorasi preventif dan minimal invasif.
Komposisi GIC terdiri dari bubuk fluoroaluminosilikat glass
dan cairan asam polialkenoat. Bubuk dari GIC mengandung
partkel kalsium/ strontium dan fluoroaluminosilikat glass
dengan komposisisnya terdiri dari : SiO2 (Quartz) 29.00 %,
Al2O3 (alumina) 16.60 %, CaF2 (flourite) 34.20 %, Na2AlF6
(cryolite) 5.00 %, AlF2 5,30 %, AlPO4 9.90 %. Diklasifikasikan
menjadi 5 tipe, dengan susunan kimia yang sama tetapi berbeda
ukuran partikel kaca dan rasio bubuk-likuid. Reaksi pengerasan
merupakan reaksi asam basa yang dimulai saat aplikasi asam
polialkenoat ke permukaan kaca. Cairan GIC mengandung
asam polialkenoat/ poliakrilat (40-55%), asam tartar (5-15%)
dan sisanya air. GIC merupakan water based cement, yang
dapat berikatan secara kimia dengan struktur gigi lewat
pertukaran ion. 64-67
Reaksi pengerasan GIC melalui 3 fase. Fase 1: atau
disebut fase dissolution yaitu terdekomposisinya 20-30%
partikel glass akibat berkontak dari rantai polyacid sehingga
ion-ion Ca, Sn, Al, & F terlepas dari partikel yang kemudian
membetuk cement sol. Fase 2: atau fase gelation/ hardening/
presipitasi garam; Ion-ion Ca, Sn, Al, & F akan terikat pada
polianion grup polikarboksilat (COO-) yang bermuatan negatif.

39 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Akibatnya terjadi ikatan silang rantai poliasam membentuk
suatu masa yaitu sekitar 4-10 menit setelah pencampuran tetapi
kondisinya masih rapuh dan sensitif terhadap air (water loss &
water in). Bila terjadi kontaminasi air maka kation pembentuk
matriks akan terlarut, sehingga semen menjadi lemah & mudah
larut. Fase 3: hidrasi garam, yang awalnya air terikat longgar
secara perlahan akan menghidrasi ikatan silang dan membentuk
ikatan yang lebih kuat. Setelah setting, struktur GIC terdiri dari
partikel kaca yang dikelilingi gel silica yang melekatkan
partikel kaca dengan matriks.66
Adesi ke permukaan gigi dimulai dengan terlarutnya
partikel glass oleh asam polialkenoat, sehingga ion Ca dan Al
terlepas dari semen. Karena GIC bersifat asam maka ion-ion
Ca & PO4 terlepas dari permukaan email-dentin. Terjadi
buffering polyacid akibatnya suasana yang tadinya asam akan
mengalami kenaikan pH dan terjadi presipitasi mineral
interface antara gigi dengan semen. Terjadi Ikatan kimia
melalui struktur kristalin pada interface email/ dentin dengan
semen.
GIC bersifat biokompatibel dan bioaktif karena dapat
melepas ion F, Ca, PO4 ke lingkungan sekitarnya sehingga
dapat memberi manfaat biologis. Sifat water based-material
yang memungkinkan terjadinya pertukaran ion yang berpotensi
sebagai reservoir untuk remineralisasi. Karena adanya
pertukaran ion maka gigi lebih resisten terhadap serangan
karies..
Glass ionomer cements (GIC) diketahui dapat memicu
terjadinya remineralisasi. GIC bersifat bikompatibel, dapat
berikatan dengan struktur gigi, serta mempunyai koefisien
ekspansi termal yang sama dengan dentin serta dapat

40 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


mengeluarkan fluoride yang dapat memicu remineralisasi.
Material ini diketahui dapat mengeluarkan fluoride terus
menerus dan menyimpannya untuk dikeluarkan saat keadaan
kariogenik. Diantara material-material ini, resin-modified
ionomer cements (RM-GIC) paling baik, karena memberikan
resistensi mekanis yang baik.
Terhadap jaringan pulpa GIC, pada freshly mixed
material bersifat asam (pH 0.9-1.6) kemudian di ikuti
terjadinya pertukaran ion. Kandungan ion PO4 dari jaringan gigi
akan memberikan efek buffer sehingga pH jaringan akan
meningkat, sehingga terhadap jaringan pulpa menyebabkan
peradangan ringan yang bersifat sementara.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji
biokompatibilitas GIC, pada tahun 1983 diteliti efek terhadap
jaringan pulpa gigi anjing dan dinyatakan aman, juga efek
terhadap pulpa gigi manusia.68,69
Uji sitotoksisitas GIC dan RM GIC pada tahun 2003,
menyatakan bahwa RM GIC toksik terhadap sel pulpa, begitu
juga dengan GIC.70 Biokompatibilitas GIC dianggap cukup
baik karena asam poliakrilik bersifat lemah dan tidak mampu
berdifusi kedalam dentin karena berat molekulnya besar. Pada
pemeriksaan secara histologi efek GIC terhadap pulpa,
memberikan gambaran reaksi yang ringan dengan infiltrasi
inflamatori minimal yang menghilang setelah satu bulan.71

41 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida [Ca(OH)2] material yang diperoleh
dari reaksi kalsium karbonat [CO3Ca = CaO + CO2CaO + H2O
= Ca(OH)2] dengan pH sekitar 12,4. Digunakan untuk material
kaping pulpa secara direk maupun indirek.72,73
Formulasi linier kalsium hidroksida menunjukkan sifat
fisik yang buruk serta tidak mampu menstimulasi
dentinogenesis dan membentuk dentin reparatif dengan baik.
Kalsium hidroksida tidak dapat melekat dengan baik pada
dentin vital dan mudah larut. Apabila kalsium hidroksida
diletakkan di atas pulpa terbuka maka akan menyebabkan
lapisan nekrotik (zona mumifikasi). Sehingga terjadi celah
antara jembatan dentin dengan jaringan pulpa vital dan celah ini
memudahkan pengumpulan bakteri. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa pemakaian kalsium hidroksida sebagai
material kaping direk dapat menyebabkan partikel-partikelnya
masuk ke dalam pulpa yang menyebabkan defek tunnel pada
jembatan dentin sehingga jembatan dentin porus.74,75,76,77 Atau
sebaliknya, terjadi pembentukan dentin berlebihan hingga
menyumbat kamar pulpa. Kalsium hidroksida mudah
terdegradasi oleh etsa asam sehingga tidak dapat digunakan
pada restorasi resin komposit.73 Kekurangan sifat fisik yang
dimiliki kalsium hidroksida menyebabkan penggunaan kalsium
hidroksida menjadi sangat terbatas dan hanya digunakan di area
yang diduga adanya perforasi pulpa.76
Peran kalsium hidroksida dalam pembentukan dentin
reparatif tidak memberikan stimulasi tetapi hanya menciptakan
situasi yang ideal bagi regenerasi jaringan pulpa. Melalui aksi
antibakterinya, kalsium hidroksida dapat menurunkan atau
mengeliminasi efek inflamasi bakteri dan produk-produknya

42 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


terhadap pulpa. Selanjutnya yang berperan terhadap
penyembuhan adalah faktor intrinsik pulpa itu sendiri.76 Namun
Bogen et.al (2008) berpendapat bahwa kalsium hidroksida
bersifat bioaktif.74
Mekanisme kerja kalsium hidroksida di karenakan sifat
alkalinya yang dapat menyebabkan jaringan pulpa mengalami
kerusakan. Lapisan paling superfisial mengalami zona
obliterasi78, kalsifikasi distrofik79, atau nekrosis likuidasi.75
Pada lapisan berikutnya, jaringan pulpa terkena efek alkali yang
lebih lemah sehingga membentuk zona nekrosis
koagulasi.79,80,81 Lapisan kedua ini berfungsi sebagai scaffold,
yang memungkinkan sel-sel pulpa bermigrasi dan melekat
kemudian berdiferensiasi menjadi odontoblast-like cell.79,80
Secara biomolekuler. kalsium hidroksida mempunyai
efek melarutkan matriks dentin sehingga terjadi penglepasan
growth factor, yaitu TGF-β1. Penglepasan TGF-β1
berkontribusi terhadap inisiasi pembentukan jembatan dentin.
Penjelasan biologis ini lebih rasional dibandingkan dengan aksi
kalsium hidroksida, mengiritasi sel-sel pulpa dan menstimulasi
diferensiasi sel dan membentuk jembatan dentin.78
Kalsium hidroksida akan terurai menjadi ion kalsium dan
ion hidroksil. Ion hidroksil menyebabkan pH menjadi alkali.
Derajat keasaman yang tinggi dapat mendorong aktivitas enzim
jaringan yang berhubungan dengan proses mineralisasi. Ion
hidroksil juga mempengaruhi efek antibakteri yaitu terjadinya
hidrolisis lipid lipopolisakarida dari bakteri, meningkatkan
permeabilitas membran sel, denaturasi protein, kerusakan DNA
sehingga terjadi kematian bakteri. Ion kalsium yang dilepaskan
oleh kalsium hidroksida akan terikat dengan ion fosfat yang
dilepaskan oleh protein organik untuk membentuk apatit.82 Ion

43 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


kalsium yang dilepaskan oleh kalsium hidroksida berfungsi
menstimulasi ekspresi gen fibronektin pada sel-sel pulpa gigi.83
Fibronektin adalah suatu glikoprotein matriks
ekstraseluler yang terdistribusi dalam jaringan dan darah.
Molekul ini berperan dalam perlekatan, migrasi dan diferensiasi
sel odontoblas tahap akhir. Fibronektin diduga memediasi
elongasi dan polarisasi odontoblas melalui interaksi
transmembran-sitoskeleton.84

44 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
Mineral trioxide aggregate (MTA) pertama kali
dikembangkan pada tahun 1990 di Universitas Loma Linda
sebagai penutup perforasi akar. Pada tahun 1998 oleh US Food
and Drugs Administration resmi dikeluarkan ijin untuk
penggunaan di bidang kedokteran gigi. Pada perkembangannya
selain sebagai penutup perforasi akar MTA juga digunakan
untuk kaping direk, pulpotomi, apeksifikasi, penutupan apeks
pada bedah endodontik, serta perbaikan resorpsi akar eksterna.
Mineral trioxide aggregate (MTA) pertama kali diproduksi oleh
Dentsply, Tulsa, AS dan dipatenkan sebagai material berbahan
dasar semen Portland tipe I menurut standar ASTM (American
Standards for Testing Materials).
Kandungan MTA 70-95% terdiri dari kalsium oksida
(CaO) dan silikon dioksida (SiO2) dan campuran ini
menghasilkan trikalsium silikat (Ca3S), dikalsium silikat
(Ca2S), trikalsium alumina, tetrakalsium aluminoferit,
alumunium oksida (Al2O3), kalsium sulfat dihidrat, magnesium
oksida (MgO), kalium sulfat, (K2SO4), dan natrium sulfat
(Na2SO4). Penambahan bismuth oksida (Bi2O3) sebagai
pemberi efek radiopak.85
Mineral trioxide aggregate (MTA) digunakan sebagai
pengganti kalsium hidroksida. MTA memiliki kemampuan
dalam menstimulasi pembentukan jembatan dentin, sehingga
memicu penyembuhan pulpa. MTA mempunyai sifat pH alkali
yang tinggi, antibakteri, biokompatibilitas, radiopasitas, dan
kemampuan penutupan yang baik.86,87. Namun MTA memiliki
kekurangan, diantaranya waktu pengerasan lama dan dapat
terjadi diskolorasi.87 Biokompatibilitas MTA telah dibuktikan
oleh DeDeus et.al (2005) dan Min et.al (2007) yang pada

45 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


penelitiannya memaparkan MTA pada sel manusia dan hasilnya
menunjukan tidak toksik. Selain itu pada observasi selama 12
minggu terhadap jaringan hewan secara in vitro dan in vivo
menunjukkan pertumbuhan sel yang normal serta tidak
terdapat infeksi.88,89 Mineral trioxide aggregate (MTA) bersifat
hidrofilik sehingga sangat menguntungkan karena kontrol
kelembaban di dalam rongga mulut sulit dicapai.32 Sifat basa
MTA pada awal pengadukan dengan air 10,2 kemudian
meningkat sampai 12,5 setelah 3 hari, dan tetap stabil dalam
waktu yang lama. Setelah mengeras MTA menghasilkan
struktur yang sangat keras dan setelah 21 hari dapat mencapai
kekuatan kompresi 45 MPa. Karena sifat kelarutannya rendah
maka MTA tidak dapat diabsorpsi.
Pada saat proses pengerasan terjadi penglepasan ion
kalsium yang menyebabkan terjadinya deposit kristalin pada
permukaan MTA. Hal tersebut menginisiasi terjadinya
presipitasi hidroksiapatit (HA) yang bersifat biokompatibel dan
dapat menginduksi osteoid untuk menghasilkan efek
osteogenisitas. Kemampuan MTA untuk melepaskan ion
kalsium dan fosfat merupakan faktor penting bagi metabolisme
tulang dan penyembuhan jaringan keras.
Proses pengerasan MTA merupakan proses hidrasi yang
proses kritisnya sangat singkat, setelah bubuk berkontak
dengan air dan prosesnya akan menjadi perlahan seiring dengan
waktu. Mekanisme pengerasan MTA mempunyai 3 tahapan.
Pertama ketika bubuk MTA bercampur dengan air, akan
terbentuk pori-pori dan saluran-saluran mikro yang
menyebabkan terjadinya difusi air ke dalam material yang akan
memperlambat proses hidrasi.32 Pada 24 jam pertama
trikalsium alumina akan mengalami hidrasi untuk membentuk
gel hidrat koloidal dari trikalsium alumina. Pada tahap kedua

46 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


terjadi antara hari 1 sampai dengan hari ke-7. Trikalsium silikat
dan trikalsium alumina bereaksi dengan air akan membentuk
Ca(OH)2, aluminium hidroksida, dan bentuk amorphous
kalsium silikat (ettringite).

3CaO. SiO2 + H2O  Ca(OH)2 + 2 CaO. SiO2


3 CaO. Al2O3 + 6H2O  3Ca (OH)2+ 2Al (OH)3

Tahap ketiga terjadi diantara hari ke-7 sampai ke-28,


merupakan proses pengerasan yang lambat, kalsium silikat
secara progresif akan terhidrasi untuk membentuk gel hidrat
silikat dan Ca(OH)2, yang akan menambah kekuatan semen
yang sudah keras:

2CaO. SiO2 + xH2O  2CaO .SiO2 . xH2O (Amorphous)

Selama proses pengerasan terjadi penurunan kuantitas SiO2 dan


peningkatan Ca(OH)2. Peningkatan Ca(OH)2 dimulai sejak
pada hari ke-3 sampai dengan hari ke-21.
Menurut Camillieri (2007), proses hidrasi MTA
memiliki 4 tahap. Tahap pertama terjadinya masa induksi awal
(preinduction period), induksi (induction/dormant phase),
akselerasi, dan tahap akhir akselerasi. Masa induksi awal
(beberapa menit pertama) terjadi kelarutan yang cepat dan
membentuk ion. Hidrolisis trikalsium silikat adalah tahap
kalsium silikat hidrat yang terpresipitasi pada permukaan
semen. Pada awal reaksi dikalsium silikat sedikit mengalami
reaksi. Trikalsium alumina terlarut dan bereaksi dengan
dikalsium, ion sulfat pada fase liquid akan membentuk

47 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


ettringite yang akan mengalami presipitasi pada permukaan
partikel. Masa induksi awal ini diikuti dengan masa induksi
(dormant) yaitu pada beberapa jam pertama. Pelapisan silikat
hidrat pada bubuk semen yang tidak terhidrasi akan terhenti dan
masa induksi pada 1-2 jam pertama pada saat bentuk semen
bertekstur seperti pasir basah.32
Pada saat ini akan terpisah antara semen yang tidak
terhidrasi (anhidrasi) sehingga menyebabkan peningkatan
konsentrasi ion yang larut pada fase likuid. Inisial set terjadi
ketika lapisan kalsium silikat hidrat terbentuk dan
menyebabkan terjadinya proses hidrasi. Volume produk hidrasi
2 kali lebih banyak dibandingkan dengan tidak terhidrasi.
Ketika hidrasi berlangsung, produk hidrasi akan mengisi
ruangan diantara butiran semen. Selama proses induksi (tahap
dormant), butiran semen terpisah dan produk hidrasi utama
adalah Ca(OH)2 dan ettringite. Setelah 1 jam kemudian baru gel
kalsium silikat hidrat mulai terbentuk. Pembentukan serabut
kalsium silikat hidrat meningkat menyebabkan semen
mengeras dengan penurunan jumlah pori-pori. Ettringite yang
terdeposit di atas permukaan trikalsium alumina akan
menurunkan reaksi dari trikalsium alumina. Pada saat ion sulfat
habis, lapisan ettringite hancur dan berubah menjadi
monosulfat, akan berlangsung tahap akhir akselerasi, yaitu 3-
12 jam setelah pencampuran.32
Menurut Sarkar et.al (2005) ion kalsium yang
dominan dilepaskan MTA, akan bereaksi dengan fosfat
cairan jaringan dan membentuk hidroksi apatit. 91 Rodrigues
et.al (2013) membandingkan pelepasan ion dari MTA,
kalsium hidroksida, dan Biodentine TM. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pada pH 5,5 MTA melepaskan ion
kalsium lebih banyak dibandingkan dengan Dycal ® dan

48 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


BiodentineTM. Namun pada pH 7,0 Biodentine TM
melepaskan kalsium lebih banyak.92 Menurut Natale et.al
(2015), Dycal® melepaskan ion lebih sedikit dibandingkan
dengan MTA dan BiodentineTM. Pelepasan ion kalsium
relatif konstan pada pH netral (7), namun pada pH 5,5
pelepasan kalsium menurun hingga 24% setelah hari ke 21.
Pada pH 5,5, MTA melepaskan lebih banyak ion kalsium
dibandingkan dengan Dycal ®. BiodentineTM juga
melepaskan ion jauh lebih banyak dibandingkan dengan
Dycal®pada pH 7,0.93

ProRoot MTA®
ProRoot MTA® (Tulsa Densply) ditemukan oleh
Torabinejad M pada tahun1993 di Loma Linda University.
Komposisi ProRoot MTA® terdiri dari 70% semen Portland,
20% bismut oksida, 5% gipsum. Sediaan ProRoot MTA® ada
dua jenis yaitu jenis abu-abu dan putih. Initial setting ProRoot
MTA® sekitar 4 jam dan final setting nya 72 jam.

Gambar.17 Pro Root MTA

49 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


MTA Modifikasi
Modifikasi MTA dipasarkan dengan nama MTA
Flow™ (Ultradent), terdiri dari bubuk dan gel. Material ini
termasuk dalam golongan semen kalsium dengan kandungan
utamanya adalah dikalsium silikat dan trikalsium silikat.
Reaksinya sama seperti MTA yakni melepaskan kalsium
hidroksida saat mengeras dan kemudian bereaksi dengan cairan
jaringan membentuk lapisan hidroksiapatit.94

Gambar.18 Paket MTA Flow™ 93

Perbedaan dengan MTA sebelumnya yakni pada ukuran partikel


dan bahan campurannya yang berupa gel. MTA modifikasi
memiliki ukuran partikel lebih kecil dibanding MTA
sebelumnya yaitu < 10µm.94
Menurut Komabayasi et.al (2008) ukuran partikel ProRoot®
MTA dan MTA Angelus® ada padsa rentang 1,5-160µm, dengan
persentase ukuran partikel 6-10µm 73% pada ProRoot® MTA
dan 53% pada MTA Angelus®.95 Komabayashi & Spångberg,

50 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


(2008), Reyes-Carmona (2010) menyatakan bahwa perbedaan
ukuran partikel material merupakan hal yang penting dalam
menentukan karakteristik mekanik ikatan semen. Material yang
memiliki ukuran partikel sama/homogen menghasilkan
kekuatan ikatan mekanik yang lebih tinggi. Ukuran partikel
yang lebih kecil dan lebih homogen ini menghasilkan campuran
dengan konsistensi yang tidak seperti pasir sehingga
memudahkan aplikasi.95,96
Waktu setting yang panjang pada MTA konvensional dapat
diatasi oleh MTA modifikasi yang memiliki waktu setting 15
menit, bahkan setelah 5 menit lapisan semen dapat dibilas dan
dikeringkan tanpa melarutkan MTA modifikasi. Memperkecil
ukuran partikel berarti memperluas permukaan sehingga reaksi
berlangsung lebih cepat dan waktu setting berkurang.97 Saghiri
et.al (2012) menyatakan bahwa memperkecil ukuran partikel
akan menurunkan waktu setting dengan perbedaan yang
signifikan. Penelitian ini juga memperlihatkan peningkatan
kekerasan mikro pada MTA dengan ukuran partikel yang lebih
kecil karena berkaitan dengan menurunnya tingkat porositas.98
Gel sebagai campuran bubuk membuat MTA modifikasi ini
lebih tidak mudah larut dibandingkan MTA yang dicampur
dengan air. Rasio campuran antara bubuk dan gel dapat diatur
untuk mencapai 3 konsistensi berbeda, yakni kental (thick), cair
(thin), dan putty sesuai indikasinya.93
Torabinejad et.al (1995) telah mengevaluasi nilai pH MTA,
berkisar 10.2 setelah pencampuran dan naik sampai dengan
12.5 dan tetap konstan setelah 3 jam. Ding et.al (2008)
menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara
MTA putih yang dicampur dengan air destilasi dan MTA putih
yang dicampur dengan Na2HPO4 15% larutan buffer. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Massi et.al (2011) dengan

51 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


menggunakan MTA Angelus, Eksperimental MTA, semen
portland putih, dan sealer epoxy AH Plus yang diletakkan di
dalam tube 1.5 mm dan direndam di dalam tabung 10 ml untuk
berbagai periode waktu sampai dengan 28 hari, diikuti dengan
penghitungan pH larutan. Terlihat kenaikan pH dari ketiga
material berbasis kalsium silikat, tetapi sealer AH plus
menurun. MTA melepaskan ion kalsium selama reaksi setting
dan yang penting adalah memberikan pH alkali. pH alkali
sebesar 12.5 yang berkepanjangan memberikan sifat potensi
antibakteri dan antifungal. Juga terbukti bahwa MTA
melepaskan ion kalsium selama beberapa hari setelah hidrasi
awal dan selama setting.32,99-101.

52 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Biodentine™
BiodentineTM merupakan biomaterial dengan basis
semen silika murni, tersusun dari sebagian besar trikalsium
silikat (3CaO.SiO2). Kandungan bubuk BiodentineTM adalah
trikalsium silikat dengan tambahan kalsium karbonat (CaCO3)
dan zirconium dioksida (ZrO2). Kalsium karbonat berfungsi
sebagai filler dan ZrO2 untuk radiopasitas bahan.102
Cairan BiodentineTM mengandung kalsium klorida (CaCl2)
dengan tambahan agen pereduksi air yang berfungsi sebagai
akselerator untuk mempersingkat waktu pengerasan dan
polimer larut air. Dengan kandungan cairan tersebut,
BiodentineTM memiliki waktu pengerasan yang sangat singkat
bila dibandingkan dengan semen bioaktif lainnya yaitu sekitar
12 menit.103
Biodentine™ diproduksi menggunakan Active
Biosilicate Technology™, agar kemurnian material dapat
terkontrol. Teknologi ini memproduksi trikalsium silikat
sintetik murni, sehingga konten mineral dan struktur kimianya
tidak mengalami perubahan. Teknologi tersebut menjamin
tidak akan adanya kandungan logam berat seperti aluminate
dan calcium sulfat. Penggunaan trikalsium silikat sintetik murni
ini dapat meningkatkan karakteristik dari material.104

53 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Tabel.1 Komposisi dari bubuk dan likuid Biodentine™
Bubuk
Trikalsium Silikat (komposisi utama)
Di-kalsium silicate ( komposisi kedua)
Kalsium Carbonat ( filler)
Zirkonium dioksida (radiopacifier)
Iron Oxide ( shade)
Likuid
Kalsium klorida ( akselerator)
Hydrosoluble polymer (water reducing agent)

Camilleri (2014) membandingkan ukuran partikel


Biodentine™ dengan MTA dan hasilnya ukuran partikel
Biodentine™ lebih kecil dari MTA. Hal tersebut dapat dilihat
dari luas permukaan yang terbentuk pada Biodentine™ 2.811
m2/g sedangkan pada MTA 1.035 m2/g.31
BiodentineTM memiliki kekuatan kompresi yang terus
meningkat sampai pada akhirnya akan menyerupai kekuatan
kompresi dari dentin. Terdapat penelitian yang menyatakan
bahwa sifat tersebut terjadi akibat perbandingan air dan semen
yang rendah. BiodentineTM digunakan antara lain untuk
penggantian dentin di bawah restorasi permanen sehingga harus
memiliki kekuatan ikat yang baik. Penelitian menyatakan
bahwa ikatan dengan resin komposit dapat efisien dan
ditoleransi sebagai pengganti dentin, terutama bila ditunda
selama dua minggu untuk proses maturasi dari BiodentineTM.63
Kandungan kalsium karbonat dapat berperan sebagai pemicu
kekerasan bahan dan gel kalsium silika berperan untuk
mengurangi terjadinya porositas dari Biodentine™.105,106

54 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


A B C
Gambar.19 Perbandingan kurun waktu 24 jam: Compressive
srength (A), Vickers micro hardness (B) dan Flexural
modulus(C)

BiodentineTM merupakan semen berbasis kalsium


silika sehingga juga dapat memicu proses remineralisasi
non klasik. Ikatan Biodentine™ dengan struktur dentin
membentuk interface layer yang kaya akan mineral
dengan terbentuknya micromechanical tag sehingga
ikatan dengan struktur gigi meningkat.105,107
Pada penelitian yang membandingkan bentuk
interface layer antara dentin dengan MTA dan
Biodentine™ Hasilnya pada Biodentine™, gap yang
terbentuk lebih besar, dan ketebalan interface layer yang
terbentuk lebih rendah dibandingkan MTA, sedangkan
pelepasan Ca/P pada keduanya sama. Perbedaan hasil
penelitian tersebut dikaitkan dengan setting time yang
singkat sehingga kontak antara kalsium dari Biodentine™
dan fosfat dari cairan tubuh berkurang.

55 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Kemampuan pelepasan kalsium BiodentineTM
lebih tinggi dari ProRoot MTA dan dapat menghasilkan
pH yang lebih tinggi untuk lingkungan remineralisasi
yang efektif. BiodentineTM sebagai biomaterial memiliki
sifat untuk meningkatkan sekresi TGF-β1 dari sel pulpa.
Sekresi tersebut sangat penting untuk memicu proses
angiogenesis pada pulpa, diferensiasi sel, dan terjadinya
mineralisasi.108 BiodentineTM juga diketahui
meningkatkan proliferasi, migrasi, dan perlekatan sel
punca apabila terjadi kontak langsung.107,109 Indikasi
BiodentineTM sama seperti MTA. Hal ini karena kedua
bahan memiliki bahan dasar yang sama yaitu trikalsium
silikat. Bahan ini dapat digunakan antara lain untuk kasus
apeksifikasi karena bahan ini mempunyai kemampuan
penutupan yang baik sehingga dapat berfungsi sebagai
apical plug. Pada kasus perforasi juga dapat digunakan
karena bahan ini memiliki ikatan yang baik dengan dentin.
Pada kasus resorpsi akar, bahan ini juga mampu menutup
kerusakan yang terjadi pada akar dan menghentikan
proses kerusakan lebih lanjut. Selain itu, dapat juga
digunakan untuk pengisian ujung akar pada perawatan
apeks reseksi karena bahan ini menginduksi proses
penyembuhan jaringan periodontal serta untuk kasus
kaping pulpa karena bahan ini mampu memberikan seal
yang baik pada pulpa yang terbuka.105

56 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Gambar.20 Indikasi penggunaan biodentine™

Reaksi Pengerasan
Pada reaksi pengerasan, bahan ini mangalami perubahan
bentuk menjadi struktur gel dan terjadi perubahan ion.
Trikalsium silikat yang dihidrasi membentuk gel kalsium silika
terhidrasi (C-S-H gel) dan kalsium hidroksida. Tricalcium
silika yang belum bereaksi akan dilapisi oleh lapisan calcium
silicate hydrate gel yang bersifat relatif impermeable sehingga
akan melindungi dan memperlambat reaksi-reaksi selanjutnya.
Gel kalsium silika berguna untuk hidrasi permanen dari
trikalsium silikat dengan mengisi ruang diantara butiran
trikalsium
Biodentine™ memiliki kemampuan untuk melepaskan
ion hidroksil dan kalsium, karena terdapat komponen calcium
silicate, calcium chloride dan calcium carbonate. Reaksi
hidrasi yang cepat berkorelasi dengan tingginya pelepasan
kalsium lebih yang awal. Gel kalsium silika berperan dalam
hidrasi semen dari trikalsium silikat dengan mengisi ruang

57 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


diantara butiran trikalsium silikat.105,110
Biodentine™ dilaporkan lebih resisten terhadap
suasana asam dan dapat melepaskan ion Ca(OH)2 selama fase
setting, sehingga memiliki sifat antibakteri dengan
terbentuknya pH yang mencapai angka 12.
Ikatan BiodentineTM dengan struktur dentin lebih baik,
hal ini karena terbentuk struktur yang menyerupai
hidroksiapatit yang akan beradhesi dengan dentin serta kalsium
karbonat yang terbentuk setelah proses pengerasan membentuk
penjangkaran yang masuk ke dalam tubuli dentin sehingga
terbentuk micromechanical tag yang membantu meningkatkan
ikatan bahan ini ke struktur gigi.

Gambar.21 Proses hidrasi trikalsium silikat menjadi gel


kalsium silka dan kalsium hidroksida

Gambar.22 Pelepasan ion-ion setelah terbentuk gel kalsium


silika dan kalsium hidroksida

58 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


A B C
Gambar.23 Biodentine sebelum terhidrasi (A), Deposisi
kalsium sillika gel (B), Biodentine setelah setting (C)

Cara Aplikasi
Kemasan Biodentine™ terdiri dari bubuk didalam
kapsul dan cairan yang terpisah. Sebelum di aduk kapsul bubuk
dibuka lebih dahulu cairan dimasukkan kedalam kapsul
sebanyak 5 tetes kemudian kapsul ditutup kembali. Kapsul
dikocok pada alat pengocok selama 30 detik dengan kecepatan
4000 – 4200 rpm.111 Campuran biodentin berbentuk gel
dikeluarkan dari kapsul dan siap untuk diaplikasikan. Aplikasi
dapat menggunakan instrumen plasti, amalgam carrier atau
carrier lainnya yang biasanya digunakan untuk pengisian root
end filling seperti MTA gun atau messing gun. Working time
dari Biodentine™ berkisar 6 menit dan akan mengeras setelah
10-12 menit membentuk material yang solid.112

59 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


A B C
Gambar.23 Biodentin dalam kapsul dan liquid (A), Mesin
pengaduk biodentine (B), konsistensi biodentine setelah
diaduk (C)

Penggunaan Biodentine™ ada dua pilihan, one stage


atau two stage. Pada two stage Biodentine™ digunakan sebagai
material semi permanen selama 1 minggu sampai dengan 6
bulan kemudian diberikan restorasi permanen. Pada one stage,
Biodentine™ dapat langsung diberikan material permanen
diatasnya setelah 12 menit atau setelah fase setting.112
Ikatan antara Biodentine™ dengan resin komposit
sama baiknya seperti layaknya ikatan SIK dengan resin
komposit, namun lebih baik dilakukan penumpatan minimal
dua minggu pasca aplikasi biodentin. Penumpatan resin
komposit pada hari yang akan mengganggu proses setting
biodentin, terutama pada saat penggunaan etsa dan bonding
karena dapat terjadi pelarutan dari biodentin.112

60 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Biokeramik
Biokeramik adalah biomaterial berbahan dasar kalsium
silikat yang memiliki struktur nano, tidak mudah larut, radiopak
dan bebas alumunium. Biokeramik bersifat biokompatibel dan
hidrofilik serta merupakan material bioaktif non metal dengan
karakteristik menyerupai jaringan keras yang akan diganti atau
diperbaiki. Pertamakali diperkenalkan oleh Hench pada tahun
1969, merupakan material gabungan kaca dan keramik yang
disebut Bioglass dan digunakan untuk material implantasi pada
tulang.23 Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang
material maka dikembangkan material biokeramik yang
bersifat biokompatibel dan osteokonduktif. Biokeramik
didesain secara spesifik untuk keperluan dental dan medis yang
dapat bereaksi dengan cara membentuk hidroksiapatit diantara
material dan jaringan keras atau biologi.110,111 Terdapat 3
kategori biokeramik, yaitu bioinert, bioaktif dan biodegradable.
Bioinert adalah tidak bereaksi dengan sistem biologis,
sedangkan bioaktif yaitu tahan lama dalam jaringan yang dapat
mengalami interaksi interfasial dengan jaringan di sekitarnya.
Biodegradable, soluble atau resorbable adalah bahan tersebut
dapat mengganti atau bersatu ke dalam jaringan.112. Penggunaan
keramik dalam penelitian bidang biomedik diawali pada tahun
1970 dan selama lebih dari 40 tahun semakin meluas.
Kemudian mulai diperkenalkan penggunaan sebagai siler dan
root repaired calcium silicate, calcium phosphate
Endosequence Bioceramic dalam bidang endodontik. Material
ini sekarang menjadi pilihan untuk perawatan kaping pulpa,
pulpotomi, perbaikan perforasi, pengisian ujung akar, dan
obturasi pada gigi dengan apeks terbuka, serta dapat pula
sebagai siler pada gigi dewasa dengan apeks tertutup.

61 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Keunggulan biokeramik sebagai siler saluran akar yaitu
menghasilkan kalsium hidroksida pada saat proses reaksi
pengerasan sehingga bersifat bakterisid karena pH yang tinggi
yaitu 12.8. Hal tersebut telah dibuktikan pada penelitian yang
menyatakan bahwa siler biokeramik dapat bersifat bakterisid
terhadap bakteri E. faecalis setelah berkontak selama 2 menit.
Aksi anti bakteri tersebut disebabkan adanya efek kombinasi
antara pH tinggi, kondisi hidrofilik dan difusi aktif dari kalsium
hidroksida.113. Kandungan biokeramik yaitu bioactive glass,
glass ceramics, alumina, zirconia, coating, komposit,
hidroksiapatit, radiotherapy glasses dan kalsium fosfat yang
dapat teresorbsi.23,106.107 Zirconium merupakan jenis keramik
yang bersifat bioinert dan digunakan untuk keperluan prostetik
serta tidak mengakibatkan respon jaringan disekitar dan tidak
menimbulkan efek biologis. Material bioaktif pada biokeramik
adalah glass (silica) dan kalsium fosfat yang akan berinteraksi
dengan jaringan disekitarnya dan mendukung pertumbuhan
jaringan lebih baik.114-116 Biokeramik dapat menggantikan
jaringan atau menyerap serta mendorong terjadinya regenerasi
jaringan normal. Biokeramik memiliki kemampuan untuk
membentuk endapan serupa hidroksiapatit, bersifat antibakteri
karena memiliki pH yang tinggi (12,8) selama proses
pengerasan, dan kemampuan penutupan yang sangat baik.
Ukuran partikelnya 1,5-4,0 μm dan tidak mengalami shrinkage
pada saat proses pengerasan dan mempunyai compressive
strength 50 – 70 Mpa.109 Setting time dari biokeramik sekitar 4
jam pada suhu kamar dan akan memanjang pada kondisi
kering.111,113,114

62 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Siler Biokeramik
Penggunaan material biokeramik di bidang kedokteran
gigi sudah cukup luas, antara lain sebagai prostetik serta
dibidang endodontik sebagai siler saluran akar yang berbahan
dasar biokeramik.114,115,117. Sitotoksisitas biokeramik telah
diteliti secara in vitro pada tikus, sel osteoblast serta sel
ligament periodontal manusia. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa biokeramik mempunyai potensi untuk memicu
regenerasi tulang apabila terektrusi ke apikal. Saat mengeras,
siler biokeramik membutuhkan kondisi tubuli dentin yang
lembab dan apabila kondisi saluran akar kering maka waktu
pengerasan akan lebih lama.110,112 Sifat flow biokeramik akan
menyebabkan siler dapat mengisi area yang sulit dijangkau
yaitu dentin yang ireguler, isthmus, kanal aksesori dan celah
diantara kon utama dan aksesori. Berdasarkan ISO 6786/2001
siler saluran akar harus mempunyai flow rate tidak kurang dari
20 mm. Flow rate dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel,
temperatur, dan waktu pengadukan. Flow rate dari siler
Endosequence BC dan IRoot® SP yaitu sekitar 23.2 mm –
26.96 mm.112.
Siler biokeramik dapat membentuk nano-commposite
network of gel-like calcium silicate hydrate yang bercampur
dengan hidroksiapatit sehingga akan menghasilkan seal yang
hermetis. Presipitasi kalsium fosfat pada saat proses hidrasi
kekuatannya sama dengan tulang manusia. Siler biokeramik
bersifat non-mutagenic, tidak menyebabkan alergi dan toleransi
baik terhadap jaringan subkutan. Sifat basa yang tinggi dengan
pH 12.8 dapat meningkatkan proses mineralisasi dan aksi
bakterisid. Siler ini juga bersifat hidrofilik, hidrasi saluran akar
membantu formasi kalsium fosfat, serta mampu mengisi

63 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


seluruh dinding saluran akar termasuk ke kanal lateral. Siler
biokeramik dapat berikatan dengan dinding dentin sehingga
tidak terapat celah antara dinding dentin dengan siler.
Mekanisme ikatan antara siler biokeramik dengan dinding
dentin terdapat beberapa mekanisme diantaranya yaitu: (a)
terjadinya proses difusi dari partikel siler ke dalam tubuli dentin
yang menghasilkan mechanical interlocking bonds, (b)
terjadinya infiltrasi mineral siler ke dalam tubuli dentin yang
menghasilkan zona infiltrasi mineral setelah terjadinya
denaturasi serat kolagen oleh strong alkaline sealers, (c) terjadi
reaksi parsial dari fosfat dengan hydrogel kalsium silikat dan
kalsium hidroksida yang diproduksi melalui reaksi kalsium
silikat pada kondisi dentin yang lembab menghasilkan formasi
hidroksiapatit disepanjang zona infiltrasi mineral.117. Selain itu,
siler ini memiliki sifat radiopasitas yang baik dan osseo-
conductive, tidak menyusut saat mengeras bahkan sedikit
memuai untuk melengkapi proses pengerasannya. Biokeramik
tidak menghasilkan respon inflamasi apabila terjadi ekstrusi
pengisian melebihi foramen apikal.110

Reaksi pengerasan
Reaksi pengerasan biokeramik diawali dengan reaksi
hidrasi dengan memanfaatkan kandungan air yang ada pada
dentin. Pada tahap awal akan terbentuk hidrogel kalsium silikat
dan kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida yang terbentuk
akan bereaksi dengan kalsium fosfat, menghasilkan endapan
serupa hidroksiapatit. Air akan terus bereaksi dengan kalsium
silikat, menghasilkan tambahan gel seperti kalsium silikat
hidrat. Air pada proses ini merupakan faktor penting dalam
mengontrol tingkat hidrasi dan waktu pengerasan. Reaksi

64 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


hidrasi material biokeramik ketika berkontak dengan air
(A&B):

2[3CaO.SiO2] + 6H2 2.3H2O + 3Ca(OH)2 (A)


2[2CaO.SiO2] + 4H2 2.3H2O + Ca(OH)2 (B)

Sebelum mengeras, biokeramik memiliki sifat antibakterial


sedangkan saat keras sempurna, material ini sangat
bikompatibel dan bioaktif. Ketika material bioceramic
berkontak dengan cairan jaringan, material ini melepaskan
kalsium hidroksida yang berinteraksi dengan fosfat membentuk
hidroksiapatit.yang kemudian terjadi reaksi presipitasi:

7Ca(OH)2 + 3Ca(H2PO4)2 10(PO4)6(OH)2 + 12H2O (C)

Dentin mengandung sekitar 20% air dan pada saat reaksi


pengerasan siler biokeramik memanfaatkan air pada tubuli
dentin sehingga dapat mengawali reaksi hidrasi dari material
serta dapat mereduksi setting time. Siler biokeramik dapat
mengeras apabila kondisi tubuli dentin dalam keadaan lembab,
karena pada saat hidrasi gel kalsium silikat dan kalsium
hidroksida akan diproduksi oleh kalsium silikat yang terdapat
dalam bubuk. Kalsium hidroksida akan bereaksi dengan ion
fosfat dan akan memproduksi presipitasi hidroksiapatit dan air.
Hidroksiapatit yang dihasilkan dapat digunakan untuk
rekonstruksi material. Selanjutnya, interaksi dari kalsium silikat
dan air mengawali produksi dari kalsium silikat hidrat. Faktor
kritis yang mengkontrol laju hidrasi dan reaksi pengerasan

65 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


adalah air yang digunakan dalam reaksi pengerasan. Reaksi
pengerasannya sama seperti reaksi pengerasan pada kalsium
hidroksida. Reaksi pengerasan ini juga akan menghasilkan ion
hidroksil yang berpengaruh terhadap pH.111,114 .

Efek Anti Bakteri Siler biokeramik


Sifat antibakteri yang dimiliki oleh siler dapat
mendukung kesuksesan perawatan endodontik dengan cara
mengeliminasi sisa-sisa infeksi intraradikuler yang terdapat di
dalam saluran akar. Sifat antibakteri siler saluran akar terdapat
pada sifat basa dan ion kalsium yang akan menstimulasi proses
penyembuhan. Saat fase awal dan selama fase pengerasan
aktivitas anti bakteri dari siler sangat kuat. Siler biokeramik
dapat melepas ion kalsium yang tinggi.115-119
Reaksi kimia pada saat pengerasan siler biokeramik,
kalsium hidroksida adalah produk akhir dari reaksi ini serta
menghasilkan pH yang sangat tinggi (12.8) maka dalam waktu
singkat bakteri Enterococcus faecalis akan tereliminasi. Zhang
et.al (2009) menyatakan bahwa pada kondisi pH siler pada
freshly mixed 3 menit dan 60 menit pertama adalah 10.9 dan
11.5, dan kondisi pH akan stabil sampai dengan 7 hari yaitu
pada nilai 11.8.119 Efek anti bakteri siler Bioceramic terdapat
pada ion hiroksil yang dihasilkan yang merupakan radikal
bebas kuat. Ion hidroksil ini akan mendestruksi fosfolipid yang
yang terdapat pada struktur membrane bakteri. Yang kemudian
mendenaturasi protein dan mengganggu aktivitas enzim
sehingga metabolisme bakteri terhambat. Ion hidroksil juga
dapat menghambat replikasi DNA bakteri dan mengacaukan
aktivitas seluler. Kalsium hidroksida mengganggu aktivitas
imunostimulasi pada LTA Enterococcus faecalis dan dapat

66 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


menyebabkan tidak aktifnya lipopolisakarida (LPS) pada
bakteri gram negatif yang dianggap sebagai duplikat LTA
karena memiliki kesamaan struktur dan fungsi. Dengan adanya
kalsium hidroksida, LPS akan mengalami kegagalan dalam
menginduksi produksi TNF-a dari monosit dan stimulasi
pembentukan osteoklas. Seiring dengan mekanisme non-
aktivasi LTA, kalsium hidroksida juga menyebabkan
detoksifikasi LPS melalui hidrolisis asam lemak.119

iRoot® BP Plus
Pada tahun 2007, Innovative Bioceramix Inc,
Vancouver, Canada, mengembangkan material berbahan dasar
kalsium silikat yang siap pakai dengan nama dagang iRoot®
BP Plus. Mirip seperti EndoSequence root repair material
(ERRM) (Brasseler USA, Savannah, USA). Komposisi
utamanya adalah kalsium silikat, zirkonium oksida, tantalum
oksida dan kalsium fosfat monobasic. kalsium silikat bebas
alumina, kalsium fosfat, kalsium hidroksida, tantalum oksida,
niobium oksida, zirkonium oksida.
Material ini digunakan untuk perbaikan perforasi pada akar
dan terdapat dalam 2 bentuk sediaan yaitu premixed syringe
(iRoot® BP) dan premixed putty (iRoot® BP Plus). Sebagai
material root-end filling, material ini mudah digunakan dan
sudah tersedia dalam bentuk campuran.

67 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Zhang et.al (2015), melakukan penelitian dengan
menggunakan iRoot BP Plus pada pulpa tikus yang hasilnya
secara signifikan dapat menginduksi penyembuhan jaringan,
namun efek material ini terhadap penyembuhan jaringan
periapikal belum diteliti. Oleh karena itu, penelitian Zhang et.al
menganjurkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
menggunakan iRoot® BP Plus sebagai material root-end
filling.119

IRoot® SP
Komposisi siler Bioceramic (IRoot® SP) terdiri dari
tricalsium silicate, dicalsium silicate, calcium phosphates,
colloidal silica, calcium hydroxide, dan zirconium oxide. Siler
IRoot® SP memiliki pH 11.5-12.8 dan bertahan setelah setting
dan dua mekanisme yang terkait dengan efek anti bakteri dari
siler IRoot® SP yaitu sifat hidrofilik dan difusi aktif dari
kalsium hidroksida. Sifat hidrofilik dapat memfasilitasi
penetrasi siler ke area yang sangat halus.116

68 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Daftar Pustaka

1. Black GV. Treatment of Dental Caries. In: Black AD,


ed. A Work on Operative Dentistry Vol. 1: The
Pathology of The Hard Tissues of The Teeth. Vol 5th
ed. Chicago: Medico-Dental Publishing Company;
1922:188-202.
2. Mount GJ. A new paradigm for operative dentistry.
Aust Dent J. 2007;52(4):264-270.
3. Schwendicke F, Stangvaltaite L, Holmgren C, et. al.
Dentists’ attitudes and behaviour regarding deep
carious lesion management: a multi-national survey.
Clin Oral Investig. 2016:1-8..
4. Burrow M, Ricketts D, Kidd E, Innes NPT, Clarkson
JE. Complete or ultra conservative removal of decayed
tissue in unfilled teeth. Aust Dent J. 2009;54(3):274-
276.
5. Schwendicke F, Dörfer CE, Paris S. Incomplete caries
removal: a systematic review and meta-analysis. J
Esthet Restor Dent. 2015;27(6):392–5.
6. Corrêa FNP, Rodrigues FLE, Rodrigues CRMD.
Evaluation of residual dentin after conventional and
chemomechanical caries removal using SEM. J Clin
Pediatr Dent.2008;32(2):115–20.
7. Banerjee A, Watson TF, Kidd EA. Dentine caries
excavation: a review of current clinical techniques. Br
Dent J. 2000;188(9):476–82.
8. Schwendicke F, Frencken JE, Bjorndal L, Maltz M,
Manton DJ, Ricketts D. Managing carious lesions:
consensus recommendations on carious tissue removal.
Adv Dent Res. 2016;28(2):58–67.

69 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


9. Opal S, Garg S, Dhindsa A, Taluja T. Minimally
invasive clinical approach in indirect pulp therapy and
healing of deep carious lesions. J Clin Pediatr Dent.
2014;38(3):185-192.
10. Wu X-T, Mei M, Li Q-L, Cao C, Chen J-L, Xia R. A
direct electric field-aided biomimetic mineralization
system for inducing the remineralization of dentin
collagen matrix. Materials (Basel). 2015;8(12):7889–
99.
11. Murray PE. Regenerative endodontics : A Review of
current status and a call for action. 2007;33(4):377-
390.
12. Hargreaves KM, Law AS. Regeneration Endodontics.
Chapter 16. Pathway of The Pulp 10 ed. Eds
Hargreaves KM, Cohen S. Mosby Elsevier, St.Louis,
MO, 2011:602-19
13. Egusa, H., Sonoyama, W., Nishimura, M., Atsuta, I. &
Akiyama, K. Stem cells in dentistry - Part II: Clinical
applications. Journal of Prosthodontic Research.
2012.56:229–248.
14. Hargreaves KM, Diogenes A, Teixeira FB. Treatment
options: biological basis of regenerative endodontic
procedures. Pediatric Dentistry 2013;35(2):129-40.
15. Siqueira J, Rocas I. Microbiology and treatment of
endodontic infections. In: Hargreaves K, Cohen S,
editors. Cohen's: Pathways of The Pulp. St. Louis:
Mosby Elsevier; 2011:559-68.
16. Pashley DH, Walton RE, Slavkin HC. Histology and
physiology of the dental pulp. In: Ingle JI, Bakland LK,
eds. Endodontics. 5th ed. Hamilton: BC Decker Inc;
2002:25-55.

70 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


17. Kim S, Heyeraas KJ, Haug SR. Structure and function
of the dentin-pulp complex. In: Ingle JI, Baukland LK,
Baumgartner JC, eds. Endodontics. 6th ed. Hamilton:
BC Decker Inc; 2008:118-143.
18. Bansal, R. & Bansal, R. Regenerative endodontics: a
state of the art. Indian J. Dent. Res. 2011.22:122–131.
19. Traversa B SG. The role of growth factors , cytokines
and proteases in wound management. Prim Intent.
2001;9(4):161-167.
20. Parirokh M , Torabinejad M. Mineral trioxide
aggregate : A comprehensive literature. Journal of
Endodontics, 2016. 36(1), 16–27.
21. Ibrahim S, Khan R, Lecturer S, Ramachandran A.
Evaluation of pH and calcium ion release of mineral
trioxide agregate and a new root-end filling material. e-
Journal Dent. 2012;2:166-170.
22. Mohammadi Z, Dummer PMH. Properties and
applications of calcium hydroxide in endodontics and
dental traumatology. Int Endod J. 2011;44(8):697-730.
23. Hench LL. The Story of Bioglass. J Mater Sci Mater
Med. 2006;17:967-978.
24. Cerruti MG. Characterization of bioactive glasses.
Effect of the immersion in solutions that simulated
body fluids. PhD thesis in Chemical Science 2001-
2004. University of Turin. Italy,
25. Jones JR, Gentleman E, Polak J. Bioactive glass
scaffolds for bone regeneration. Meneralogical Society
of America. Dec 2007; vol 3,6:393-399.
26. Karlina E, Herda E. Tinjauan umum bioglass sebagai
bahan yang bersifat bioaktif. Dentika Dental Jour.
Medan Juli 2003.Vol 8,1:40-46.

71 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


27. Nicolodi L, Sjölander E, Olsson K. Biocompatible
ceramics. An overview of applications and novel
material. KTH. Nov I, 2004:4-12.
28. Kokubo T, Kim HM, Kawashita M. Novel bioactive
materials with different mechanical properties.
Biomaterials. Jun 2003.Vol 24, issue13.:2161- 75.
29. Lobo SE, Arinzeh TL. Biphasic calcium phosphate
ceramics for bone regeneration and tissue
engineering application. Materials. 2010,3(2):815-
26).
30. Neo M, Nakamura T, Ohtsuki C, Kokubo,
Yamamuro T. Apatite formation on three kinds of
bioactive material at an early stage in vivo: A
Comparative study by transmission electron
microscopy. Journal of biomedical material
research. Agust 1993,Vol 27, issue 8:999-1006.
31. Camilleri J. Mineral trioxide aggregate in dentistry:
from preparation to application. Composisition and
setting reaction. Springer. 2014:19-36.
32. Camilleri J. Hydration mechanisms of mineral
trioxide aggregate. International Endodontic
Journal. Jun 2007,Vol 40, issue 6:462-70
33. Greenspan DC. Development in biocompatible
glass compositions.an MD&DI March 1999
Column, Spec Section.
www.devicelink.cm/mddi/archive/99/03/011.html.
34. Jhamak N, Sadrnezhaad SK, Ghader AB. Bone Like
Apatite Layer Formation on the New Resin
Modified Glass Ionomer Cement. J Mater
Sci:MaterMed. 2008.19:3507-3514.
35. Gandolfi M, Siboni F, Polimeni A, et al. In vitro

72 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


screening of the apatite-forming ability,
biointeractivity and physical properties of a
tricalcium silicate material for endodontics and
restorative dentistry. Dent J. 2013;1(4):41-60.
36. Gerhardt L-C, Boccaccini AR. Bioactive Glass and
glass-ceramic scaffolds for bone tissue engineering.
Materials (Basel). 2010;3(7):3867-3910.
37. Mohammadi Z, Dummer PMH. Properties and
applications of calcium hydroxide in endodontics and
dental traumatology. Int Endod J. 2011;44(8):697-730.
38. Cohen Stephen HK. In: Cohen’s Pathway of the Pulp.
; 2011:458-460.
39. Tjäderhane L, Carrilho MR, Breschi L, Tay FR,
Pashley DH. Dentin basic structure and composition-
an overview. Endod Top. 2009;20(1):3-29.
40. Bertassoni LE, Dental R, Francisco S. Nanotechnology
in dental sciences: Moving towards a finer way of
doing dentistry. NIH Public Access. 2016;3(3):1674-
1691.
41. Bertassoni LE, Habelitz S, Kinney JH, Marshall SJ,
Marshall. Jr. GW. Biomechanical perspective on the
remineralization of dentin. Caries Res. 2009;43(1):70-
77.
42. Zavgorodniy A. Ultrastructure of dentine carious
lesions by Alexander Zavgorodniy The thesis
submitted in fulfillment of the requirements for the
degree of Doctor of Philosophy Declaration
Candidate’s Certificate. 2008;(November).
43. Vaseenon S. Relationship between caries-affected
dentin mineral density and microtensile bond strength.
2011.

73 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


44. Arnold WH, Haase A, Hacklaende J, Gintner Z,
Bánóczy J and Gaengler P. Effect of pH of amine
fluoride containing tooth pastes on enamel
remineralization in vitro. BMC Oral Health. 2007. 7-
14.
45. Fusayama T. Clinical guide for removing caries using
a caries-detecting solution. Quintessence Int.
1988;19(6):397-401.
46. Dai L, Liu Y, Salameh Z, et.al. Can caries-affected
dentin be completely remineralized by guided tissue
remineralization? Dent Hypotheses. 2011;2(2):74-
82.
47. Cao CY, Mei ML, Li QL, Lo ECM, Chu CH.
Methods for biomimetic remineralization of human
dentine: A systematic review. Int J Mol Sci.
2015;16(3):4615-4627..
48. Chen Z, Cao S, Wang H, et al. Biomimetic
remineralization of demineralized dentine using
scaffold of CMC/ACP nanocomplexes in an in vitro
tooth model of deep caries. PLoS One.
2015;10(1):1-19.
49. Garchitorena Ferreira MI. Bioactive materials in
dentin remineralization. Odontoestomatologia.
2016;18(28):11-18.
50. Conrado. C. Remineralization of carious dentin : II. In
vivo microradiographic and chemical studies in human
permanent teeth capped with calcium hydroxide. Braz
Dent J.2004.; 15(3). 2004;15:186-189.
51. Kishen A, Applications C. Nanotechnology in
Endodontics.; 2015. doi:10.1007/978-3-319-13575-
5.

74 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


52. Cao Y, Liu W, Ning T, et al. A novel oligopeptide
simulating dentine matrix protein 1 for biomimetic
mineralization of dentine. Clin Oral Investig.
2014;18(3):873-881.
53. Mourya VK, Inamdar NN, Tiwari A. Carboxymethyl
chitosan and its applications. Adv Mater Lett.
2010;1(1):11-33.
54. Boccaccini AR, Blaker JJ. Bioactive materials for
tissue engineering scaffolds. Expert Rev Med Devices.
2005;2(3):303-317.
55. Hargreaves KM, Law AS. Regeneration Endodontics.
Chapter 16. Pathway of The Pulp 10 ed. Eds
Hargreaves KM, Cohen S. Mosby Elsevier, St.Louis,
MO, 2011:602-19.
56. Shabahang S, Torabinejad M. Treatment of teeth
with open apicesusing mineral trioxide aggregate.
Practical Periodondics & Aesthetic.2003.12(3),315-
20.
57. Bortoluzzi EA, Broon NJ, Bramante CM, et al. Mineral
trioxide aggregate with or without calcium chloride in
pulpotomy. J Endod. 2008;34(2):172-175.
58. Nakayama A, Ogiso B, Tanabe N, Takeichi O,
Matsuzaka K, Inoue T. Behaviour of bone marrow
osteoblast-like cells on mineral trioxide aggregate:
morphology and expression of type I collagen and
bone-related protein mRNAs. Int Endod J. 2005
Apr;38(4):203-10.
59. do Nascimento C, Issa JPM, Iyomasa MM, et al. Bone
repair using mineral trioxide aggregate combined to a
material carrier, associated or not with calcium
hydroxide in bone defects. Micron. 2008;39(7):868-

75 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


874.
60. Kim. J. Y, Xin. X, Moioli. E.K, Chung. J. Regeneration
of dental-pulp-like tissue by chemotaxis-induced cell
homing. Tissue Eng Part A 16:3032-31.
61. Schulze-Osthoff K. How cells die: Apoptosis and other
cell death pathways. Apoptosis, Cytotoxicity and Cell
Proliferation, 4th ed. 2008:25:345-63.
62. Alberts et al. Molecular Biology of The Cell, Cell
Cycle; 5th Ed, Garland Science. 2008;17:25-6.
63. Schulze-Osthoff K. How Cells Die: Apoptosis and
other Cell Death Pathways. Apoptosis, Cytotoxicity and
Cell Proliferation, 4th ed. 2008:25:345-63.
64. Gandolfi M, Siboni F, Polimeni A, et.al. In vitro
screening of the apatite-forming ability,
biointeractivity and physical properties of a tricalcium
silicate material for endodontics and restorative
dentistry. Dent J. 2013;1(4):41-60.
65. Nagaraja UP, Kishore G. Glass ionomer cement: The
different generations. trends biomater. Artif Organs.
Vol 18(2), Jan 2005:158-165.
66. Tyas MJ, Burrow MF. Adhesive restorative materials:
Review. Australian Dent Journ. 2004;49: (3): 112-121.

67. Bayne SC, Arbor A. 2006-2007.


http://www.personal.ulmich.edu/~sbyne/dental-
material/glassionomer-Ho.pdf.
68. Yan Z, Sidhu SK, Carrick TE, McCabe JF.
Response to thermal stimuli of glass ionomer
cements.Dental Material. 2007; 23:597-600.
69. Mausavinasab M, Namazikhah S,Sarabi N, Jajarm HH,
bidar M,Ghavamnasiri M. Histopatholoy study on

76 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


pulpa response to glass ionomer in human teeth. CDA
Journal. January 2008; vol 36 no 1:51-55.
70. Coleman N.J. and Nicholson J.W. Inorganic glasses
and ceramics for bone tissue engineering. Education in
Chemistry. 2006,43:156-160.
71. Hatton PV, Hurrel-Gillingham K, Brook IM.
Biocompatibility of glass inomer bone cements. J Dent
. 2006,34:598-601
72. Kawahara H, Imanishi Y, Oshima H. Biological
evaluation on glass ionomer cement. J Dent Res. March
1979.vol 58 No 3:1080-6.
73. Cui C, Zhou X, Chen X, Fan M, Bian Z, Chen Z. The
adverse effect of self-etching adhesive systems on
dental pulp after direct pulp caping. Quintessence
International. 2009;6:26-34.
74. Parolia A, Kundabala M, rao NN, Acharya SR,
Agrawal P, Mohan M, Thomas M. A comparative
histological analysis of human pulp following direct
pulp capping with propolis, mineral trioxide aggregate,
and dycal. Australian Dental Journal. 2010;55:59-64.
75. Bogen G, Kim JS, Bakland LK. Direct pulp capping
with mineral trioxide aggregate. An observational
study. Journal of American Dental Association. 2008;
139:305-315.
76. Prijambodo, Sri Kunarti. Stimulasi aktivitas fibroblas
pulpa dengan pemberian tgf-β1 sebagai bahan
perawatan direct pulp capping: penelitian
eksperimental. Folia Medica Indonesiana. 2008.
77. Aeinehchi M, Eslami B, Ghanbariha M, Saffar AS.
Mineral trioxide aggregate (MTA) and calcium
hydroxide as pulp-capping agents in human teeth: a

77 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


preliminary report. International Endodontic Journal,
2002. 36:225-231.
78. Camilleri J. A review of the methods used to study
biocompatibility of Portland cement-derived materials
used in dentistry. Malta Medical Journal. 2006:9-14.
79. Smith AJ. Vitality of the dentin-pulp complex in health
and disease: growth factors as key mediators. Journal
of Dental Education. 2003;67:678-87
80. Okiji T, Yoshiba K. Reparative dentinogenesis induced
by mineral trioxide aggregate: a review from the
biological and physicochemical points of view.
International Journal of Dentistry. 2009.
81. Ghavamnasiri M, Mousavinasab M, Mohtasham N. A
histolpathologic study on pulp response to glass-
ionomer cement in human teeth. Journal of Dentistry.
2005:135-141.
82. Ulker HE, Sengun A. Cytotoxicity evaluation of self
adhesive composite resin cements by dentin barrier test
on 3d pulp cells. European Journal of Dentistry.
2009;3:120-5.
83. Estrela C. Calcium hydroxide: study based on scientific
evidences. Journal of Applied Oral Science.
2003;11:269-82.
84. Mauth C, Huwig A, Graf-Hausner U, Roulet JF.
Restorative application for dental pulp therapy. Topics
in Tissue Engineering. 2007;3:1-25.
85. Yoshiba K, Yoshiba N, Nakamura H, Iwaku M, Ozawa
H. Immunolocalization of fibronectin during reparative
dentinogenesis in human teeth after pulp capping with
calcium hydroxide. Journal of Dental Restoration.
1996;75:1590-6.

78 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


86. Parirokh M, Torabinejad M. Calcium silicate-based
cements. In: Torabinejad M, ed. Mineral trioxide
aggregate: properties and clinical applications. 1st ed.
Iowa, USA: John Wiley & Sons, Inc; 2014:298-299.
87. Akhlaghi N, Khademi A. Outcomes of vital pulp
therapy in permanent teeth with different medicaments
based on review of the literature. Dent Res J (Isfahan).
2015;12:406-417.
88. Dedeus G, Ximenes R, Gurgu-Filho ED, Plotkowski
MC, Countinho-Filho T. Cytotxicity og MTA and
Portland cement on human ECV 304 endothelial cells.
Inter Endod Jour. 2005,vol 38, issue 9:604-609.
89. Min KS, Kim HI, Park HJ, Pi SH, Hong Cu, Kim EC.
Human pilp cells response to Portland ceent . In vitro.
Jour of Endod. Feb 2007, Vo; 33, issue 2:163-166.
90. Kim J, Song Y, Min K. Evaluation of reparative dentin
formation of proroot MTA, biodentine and
bioaggregate using Micro-CT and
immunohistochemistry restorative denistry and
endodontics. Restor Denistry Endod. 2015:1-7.
91. Sarkar NK, Caicedo R, Ritwik P, Moiseyeva R,
Kawashima I. Physicochemical basis of the biologic
properties of mineral trioxide aggregate. J Endod.
2005;31(2):97-100.
92. Rodrigues MC, Natale LC, Souza DN, Simoes A,
Braga RR. Ion release and titration curve af MTA,
calcium hydroxide and a dentin replecment material.
Dental material Journal jan 2018, issue 1 vol 34
93. Natale LC, Rodrigues MC, Xavier TA, Simes A, de
Souza DN, Braga RR. Ion release and mechanical
properties of calcium silicate and calcium hydroxide

79 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


materials used for pulp capping. Int Endod J.
2015;48(1):89-94.
94. Ultradent Product Inc. New product release
international MTA flow repair cement. MTA Flow
Manual Kit. 2016
95. Komabayashi T, Spångberg LSW. Comparative
Analysis of the Particle Size and Shape of
Commercially Available Mineral Trioxide Aggregates
and Portland Cement: A Study with a Flow Particle
Image Analyzer. J Endod. 2008;34(1):94-98.
96. Reyes-Carmona JF, Felippe MS, Felippe WT. The
biomineralization ability of mineral trioxide aggregate
and Portland cement on dentin enhances the push-out
strength. J Endod. 2010 Feb;36(2):286-91
97. Saghiri MA, Asatourian A, Orangi J, et al. Effect of
particle size on calcium release and elevation of pH of
endodontic cements. Dent Traumatol. 2015;31(3):196-
201. doi:10.1111/edt.12160.
98. Saghiri MA, Asgar K, Lotfi M, Garcia-Godoy
F.Nanomodification of mineral trioxide aggregate for
enhanced physiochemical properties. Int Endod J. 2012
Nov;45(11):979-88.
99. Patil A, Aggarwal S, Kumar T, Bhargava K, Vinay
R. The evaluation of interfaces between MTA and
two types of GIC (conventional and resin modified)
under an SEM: An in vitro study. J Conserv Dent.
2016 May-Jun; 19(3): 254–258.
100. Massi S, Tanomaru-Filho M, Silva GF, Duarte MA,
Grizzo LT, Buzalaf MA, Guerreiro-Tanomaru JM..
pH, calcium ion release, and setting time of an

80 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


experimental mineral trioxide aggregate-based root
canal sealer. J Endod. 2011 Jun;37(6):844-6.
101. Macwan C, Deshpande A. Mineral trioxide
aggregate (MTA) in dentistry: A review of
literature. Review Article. 2014. Vol 6, Issue:
2:71-74.
102. Priyalakshmi S, Ranjan M. Review on Biodentine – A
Bioactive Dentine Substitute. Journal of Dental and
Medical Science. 2014:13-17.
103. Malkondu Ö, Kazandaǧ MK, Kazazoǧlu E. A review
on biodentine, a contemporary dentine replacement
and repair material. Biomed Res Int. 2014;2014.
doi:10.1155/2014/160951.
104. Tanomaru M, Viapina R., Guerreiro J. From MTA to
new biomaterials based on calcium silicate. J. Dent
Sc.2016;18-1:18-22.
105. Department S-R and D. Biodentine. In Vitro,
Septodont Scientific Files. Biodentine Active
Biosilicate Technology. 2016.
106. Plasse NP, Tran XV, Colon P. Physico-Chemical
Properties, Septodont Publication and
Communnication, 2010:16-31.
107. Jong Ryul Kim, Ali Nosrat, Ashraf F. Interfacial
characteristic of biodentine and MTA with dentine in
simulated body fluid. Journal of Dentistry. 2015;241-
247
108. Laurent P, Camps J, About I. BiodentineTM induces
TGF-1 release from human pulp cells and early dental
pulp mineralization. Int Endod J. 2012;45(5):439-448.
109. Luo Z, Dongmei L, Kohli M, Yu Q, Kim S, He W.
Effect of Biodentine on the proliferation, migration

81 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


and adhesion of human dental pulp stem cells. J Dent.
2014;42:490-497.
110. Singh H, Kaur M, Markan S. Biodentine : A promising
dentin substitute. J Interdiscipl Med Dent Sci.
2014,2:5.
111. http:www.septodontusa.com/product/biodentine.
Diunduh pada tanggal 2 Oktober 2016
112. Tyagi S, Mishra P, Tyagi P. Evolution of root canal
sealers : An insight story. European Journal of
General Dentistry. 2013; 2(3): 199-218.
113. Malhotra S, Hedge M N, Shetty C. Bioceramic
technology in endodontics. British Journal of
Medicine & Meical Research. 2014; 4(12): 2446-
2454.
114. Jain P, Ranjan M. The Rise of Bioceramics in
Endodontics: A review. Int J Pharma Bio Sci.
2015;6(1):416-422
115. Nasseh A. The rise of Bioceramics. 2009: 21-26
116. Koch K, Brave D, Nasseh AA. A review of bioceramic
technology in endodontics. CE Artic Technol. 2013:6-
13.
117. Wang Z. Bioceramic materials in endodontics.
Endodontics Topics. 2015; 32:3-10.
118. Al-Hadad A, Aziz Z A. Bioceramic-based root canal
sealers : A Review. International Journal of
Biomaterials. 2016
119. Zhang H, Haapasalo M. Antibacterial activity sealers
by modified direct contact test against Enterococcus
faecalis. JOE. 2009:35(7):1051-1055.

82 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Index

active biosilicate technology 76


Adenosine 7, 45
alkali 28, 62, 63, 66, 75
alkaline fosfatase 48-50
alumina 9, 17, 18, 57, 65, 67-70, 88, 96
amorf 15, 16
amorphous 68
amorphous calcium phosphate 39-41
amorphous kalsium silikat 68
apatit 10, 29, 37-41, 43, 44, 47, 64, 70

bakteri 6, 29, 33-35, 61-63, 88, 94, 95, 97


bioaktif 3, 5-12, 15, 22-29, 39, 40, 44-46, 48, 51, 54, 55, 59,
62, 76, 86-88, 92
biodegradable 9, 87
biodentine 8, 70, 71, 76-82, 84-86
bioglass 10, 86
bioinert 9, 87, 88
biokeramik 8, 55, 86-94, 97
biomimetik 3, 39, 40, 42, 43
biomineralisasi 6, 39, 40

demineralisasi 32-34, 43, 44

83 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


denaturasi 33, 63, 91
dentin 1-3, 28-40, 59-63, 66, 78-80, 82, 83, 89-91, 93
affected dentin 1, 2, 33, 34, 36, 37
dentin phosphoprotein 30
dentin matrix protein 30
dentin reaksioner 29
dentin reparatif 29, 61, 62
infected dentin 1, 2, 33, 35
diploid 52, 53
Dycal 70, 71

ekstra fibril 3, 31, 32


ekstrafibrillar 31, 38-40, 44
ekstraseluler 5, 7, 23, 26, 45, 55, 64
epitaksial 37, 38
ettringite 17, 18, 68-70

fibril 3, 31-33, 37, 41, 43, 47


fibroblas 7, 27, 45, 49, 50, 54, 55
fibronektin 55, 64
fluoride 38, 59
fosfoprotein 41, 48

gap 31, 39-41, 43, 79


genom 51-53
GIC 57-60
granular 32, 37

84 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


H

hidrofilik 5, 66, 86, 88, 90, 97


hidroksiapatit 5, 11, 28, 31, 33, 35, 39, 67, 72, 83, 87, 88, 90-
93
hidroksil 13, 21, 28, 63, 82, 93-95
hipermineralisasi 30, 33, 35
hipomineralisasi 35

intertubular 30, 31, 34, 35


intertubuler 30
intrafibril 3, 31, 32
intrafibrilar 31, 33, 39-41, 44

kalsium 3, 5-8, 11-18, 25-28, 34, 37, 38, 40, 44, 45, 47, 48, 53,
56, 57, 61-72, 75-80, 82-84, 86-88, 90-97
kalsium hidroksida 8, 13, 28, 38, 48, 61-64, 66, 70, 72, 82,
83, 87, 88, 91-97
kalsium karbonat 7, 26, 45, 56, 61, 76-78, 83
kalsium klorida 77
kalsium silikat 5-7, 12, 14, 16-18, 28, 68-70, 75, 77-79, 82-
84, 86, 91-93, 95, 96
kaping 8, 10, 61, 65, 81, 87
kolagen 30-33, 35, 37, 39-41, 43, 44, 47, 56, 91
non-kolagen 30, 31, 39
kristal 3, 20, 21, 31, 33, 35-40, 42-44, 47

85 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


L

lipopolisakarida 63, 95

micromechanical 79, 83
mikroporositas 21
mineral 8, 28-30, 32-38, 40, 59, 65, 66, 76, 79, 91
mineral trioxide aggregate 8, 65, 66
mineralisasi 5, 26, 28, 33, 41, 47, 48, 56, 63, 80, 90

nano 39, 40, 44, 86


nano-kristal 41
nano-partikel 41
nano-prekursor 41
nukleasi 19, 20

odontoblas 3, 29, 34, 35, 37, 64


odontoblast 29
osteogenesis 11, 24, 45, 49, 54
osteoklas 7, 21, 28, 45, 95
osteoprogenitor 24, 46, 54

perforasi 8, 11, 62, 65, 80, 87, 96


permeabilitas 36, 63

86 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


phosphatase 47
polarisasi 64
polikarboksilat 40, 58
portland 65, 71, 75
presipitasi 15, 17, 20, 47, 58, 59, 67, 69, 90, 92, 93
proliferasi 4, 5, 23, 27, 46, 49, 52, 54, 55, 80
pulpa 1-5, 8, 11, 29, 34, 37, 60-64, 66, 80, 81, 87, 96

Quartz 57

reagregasi 56
remineralisasi 1-3, 7, 34, 35, 37-40, 42-45, 56, 59, 79, 80
resin komposit 78, 85, 86

scaffold 5, 39, 63
sementoblas 6
sementum 6
sialoprotein 30, 49
silikat 5-7, 10, 12, 14, 16-23, 28, 48, 49, 65, 68-70, 72, 75-77,
80-83, 86, 91-93, 95, 96
sitotoksisitas 60, 89
spherulites 47
subtransparan 34-36

TGF 63, 80

87 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


tricalsium 97
trikalsium 9, 17, 18, 65, 67-70, 72, 76, 77, 80-83
trikalsium alumina 17, 18, 65, 67-70
trikalsium fosfat 9
trikalsium silikat 17, 65, 68, 69, 72, 76, 77, 80-83
tropokolagen 31

whitlockite 35, 36

Z
zirconia 9, 88
zirkonium dioksida 76, 77
zirkonium oksida 96, 97

88 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Riwayat penulis

Prof. Dr. drg. Endang Suprastiwi. Sp KG(K),


FICD lahir di Cirebon 25 Mei 1952 merupakan
Guru Besar bidang konservasi gigi di FKG-UI
sejak 2014. Dengan moto hidup “Shoot to the
moon, if you miss you will still be among the
stars” Menyelesaikan pendidikan dokter gigi
pada tahun 1977 dan spesialis konservasi gigi
tahun 1987.Sejak tahun 2006 dikukuhkan
sebagai konsultan dan lulus program Doktor pada tahun 2011.
Menjadi staf pengajar di departemen konservasi gigi FKGUI sejak
tahun 1978 dan pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi
Konservasi pada tahun 2011-2012. Saat ini sedang menjabat
sebagai Ketua Departemen Konservasi Gigi FKGUI. Aktif
sebagai anggota organisasi baik nasional maupun internasional.
Ruang lingkup pengajaran yang di ampu adalah fragmentasi
teknologi restorasi gigi. Selain mengajar juga membimbing
kegiatan klinik dan penelitian dari S1 Spesialis dan program S3.
Mempunyai karya ilmiah yang telah di publikasi secara nasional
dan internasional sejak 1977 dan sudah menghasilkan 60
publikasi.

89 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi


Komentar

Buku yang sangat baik dan sangat dibutuhkan


oleh dosen, peserta didik, baik pendidikan S1
terutama untuk peserta didik spesialis
konservasi gigi. Dengan adanya buku ini dapat
diketahui perkembangan ilmu konservasi gigi
saat ini.
Penghargaan yang sebesar-besarnya untuk Prof. Dr. Endang
Suprastiwi, drg., SpKG(K) yang telah menyusun buku ini yang
didasarkan juga dari hasil-hasil penelitian dibidang konservasi
gigi.
Selamat untuk penulis, semoga dapat menghasilkan karya-
karya lain untuk perkembangan Ilmu Konservasi Gigi
Indonesia.

Medan, 24 April 2018


Prof. Dr. Trimurni Abidin, drg. M.Kes., SpKG(K)
Staf Pengajar FKG Universitas Sumatera Utara

90 Material Bioaktif Dalam Ruang Lingkup Perawatan Konservasi Gigi

Anda mungkin juga menyukai