Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners di Ruang 27 RSSA Malang
Oleh :
DEWI FARIDA VIVTYASARI
115070207111005
Kelompok 14 PSIK A 2011
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
A. DEFINISI
Akut Decompensated Heart Failure didefinisikan sebagai serangan yang cepat
(rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal..
Istilah ini sama dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi Cordis”. Decompensasi cordis
secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa cukup darah untuk
mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh (Fathoni, 2007). Dekompensasi kordis
merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas
yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung. Dari definisi di atas, diketahui
bahwa kondisi cardiac output (CO) yang tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau
beberapa proses yang terkait dengan kembalinya darah ke jantung. (Tabrani, 1998; Price ,
1995). Suatu kondisi bila cadangan jantung normal (peningkatan frekuensi jantung,
dilatasi, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup) untuk berespon terhadap stress tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya gagal jantung (Mann, 2008).
Banyak definisi yang telah digunakan selama lebih 50 tahun untuk mendefinisikan
gagal jantung. Gejala – gejala yang menjadi sorotan antara lain kompleks gejala seperti
haemodynamik, konsumsi oksigen atau kapasitas melakukan kegiatan fisik. Gagal
jantung merupakan gejala – gejala dimana pasien memenuhi ciri berikut: gejala – gejala
gagal jantung, nafas pendek yang khas selama istirahat atau saat melakukan aktifitas, dan
atau kelelahan; tanda – tanda retensi cairan seperti kongestif pulmonal atau
pembengkakan tungkai.1
Selain itu gagal jantung dapat didefinisikan sebagai suatu sindroma klinis dimana
pasien memiliki beberapa gambaran antara lain gejala khas gagal jantung (sesak napas
saat aktifitas fisik atau saat istirahat, kelelahan, keletihan, pembengkakan pada tungkai)
dan tanda khas gagal jantung (takikardia, takipnea, pulmonary rales, efusi pleura,
peningkatan jugular venous pressure, edema perifer, hepatomegali) dan temuan objektif
pada abnormalitas struktur dan fungsi jantung saat istirahat (kardiomegali, bunyi jantung
ketiga, cardiac murmur, abnormalitas pada elektrokardiogram, penigkatan konsentrasi
natriuretic peptide).3
B. ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling
umum adalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot
jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi, atau
berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang
merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari
pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10%.3
Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara
struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal [dengan ketiadaan penyakit jantung
koroner, hipertensi, penyakit katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya] yang
berperan terjadinya abormalitas miokard.3
Tabel 1. Penyebab umum gagal jantung oleh karena penyakit otot jantung (penyakit
miokardial)3
Penyakit jantung
Banyak manifestasi
coroner
Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kanan dan fraks injeksi
Kardiomiopati Faktor genetic dan non – genetic (termasuk yang didapat seperti myocarditis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM), restrictive (RCM), arrhythmogenic right
ventricular (ARVC), yang tidak terklasifikasikan
Obat – obatan β - Blocker, calcium antagonists, antiarrhythmics, cytotoxic agent
Toksin Alkohol, cocaine, trace elements (mercury, cobalt, arsenik)
Endokrin Diabetes mellitus, hypo/hyperthyroidism, Cushing syndrome, adrenal
insufficiency, excessive growth hormone, phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium, carnitine. Obesitas, kaheksia
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit jaringan ikat
Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV, peripartum cardiomyopathy, gagal ginjal tahap
akhir
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak
spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh
kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan
pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia,
penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara
klinis dengan gagal jantung.2
Tabel 2. Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung3
Gambaran Klinis
Gejala Tanda
yang Dominan
Edema perifer/ Sesak napas,Edema Perifer, peningkatan vena jugularis, edema
kongesti kelelahan, Anoreksia pulmonal, hepatomegaly, asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yangCrackles atau rales pada paru-paru bagian atas, efusi,
berat saat istirahat Takikardia, takipnea
Syok kardiogenik Konfusi, kelemahan,Perfusi perifer yang buruk, Systolic Blood Pressure
(low output dingin pada perifer (SBP) < 90mmHg, anuria atau oliguria
syndrome)
Tekanan darah tinggi Sesak napas Biasanya terjadi peningkatan tekanan darah, hipertrofi
(gagal jantung ventrikel kiri
hipertensif)
Gagal jantung kanan Sesak napas,Bukti disfungsi ventrikel kanan, peningkatan JVP,
kelelahan edema perifer, hepatomegaly, kongesti usus.
D. PATOFISIOLOGI
Ketidakmampuan dan kegagalan jantung memompa darah secara langsung
menciptakan suatu keadaan hipovolemik relatif yang lebih dikenal dengan arterial
underfilling. Selain itu respon terhadap faktor – faktor neurohormonal (seperti sistem
saraf simpatis, renin – angiotensin – aldosterone system, arginine vasopressin dan
endotelin – 1) menjadi teraktivasi untuk mempertahankan euvolemia yang menyebabkan
retensi cairan, vasokonstriksi, atau keduanya. Pada pasien tanpa gagal jantung, respon ini
untuk mengakhiri volume cairan yang telah dipertahakan.4
Aktivasi neurohormonal juga menstimulasi aktivasi sitokin proinflamasi dan
mediator – mediator apoptosis miosit. Elevasi neurohormonal dan imunomodulator yang
diamati pada pasien dengan ADHF yang dikaitkan dengan perburukan gejala gagal
jantung dan perburukan prognosis pasien (Gambar 1).4
Gambar 1. Dampak dari mediator secara patofisiologi pada hemodinamik pada pasien dengan
gagal jantung. PCWP = pulmonary capillary wedge pressure; SNS = sympathetic nervous
system; SVR = systemic vascular resistance.4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien dengan gagal jantung umumnya datang di instalasi gawat darurat dengan
manifestasi klinis volume overload atau hipoperfusi atau keduanya (tabel 4). Pasien yang
datang dengan keluhan volume overload relatif mudah untuk didiadnosis. Mereka umunya
memiliki tanda dan gejala kongesti paru ( dispneu saat melakukan kegiatan, Orthopnea,
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan Ronchi). Sedangkan manifestasi cepat kenyang,
mual dan muntah merupakan akibat dari edema traktus gastrointestinal (GI). Kongesti pada
hepar dan spleen atau keduanya menyebabkan Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau
splenomegaly. Pasien juga menunjukan adanya peningkatan tekanan vena jugular dengan
atau tanpa peningkatan reflex hepatojugular. Asites dan edema perifer juga muncul akibat
akumulasi cairan pada kavitas peritoneum dan perifer.1.5
Gagal jantung dengan hipoperfusi sulit untuk didiagonosis karena kebanyakan gejala dan
tanda tidak spesifik (tabel 4). Hipotensi dan perburukan fungsi ginjal merupakan tolok ukur
objektif terhadap hipoperfusi.1
Kesulitan mendiagnosis gagal jantung berdasarkan gejala dan tanda memicu
berkembangnya usaha untuk mengidentifikasikan biomarker terhadap penyakit ini.
Pemeriksaan dengan katerisasi jantung kanan dengan menggunakan Swan Ganz Catheter
yang merupakan gold standart untuk pengukuran tekanan intrakardiak dan cardiac output,
sayangnya katerisasi jantung merupkan prosedur invasif yang mungkin menimbulkan
komlokasi nantinya. Namun pemeriksaan biomarker terhadap gagal jantung seperti B – Type
Natriuretic Peptide (BNP), yaitu suatu neurohormonal yang dilepaskan dari ventrikel
jantung (miokardium) sebagai respon terhadap overload cairan dan peningkatan ketegangan
dinding (misalnya perenggangan), merupakan penunjang dignostik untuk ADHF dan
merupakan prediksi terhadap keparahan dan mortalitas yang dikaitkan dengan gagal jantung.
Jantung selain berfungsi sebagai pompa juga berfungsi sebagai organ endokrin yang berfunsi
bersama dengan sistem fisiologi lainnya untuk mengatur volume cairan. Miokardium dalam
hal ini menghasilkan natriuretic peptide, salah satunya B – Type Natriuretic Peptide , suatu
hormone diuretik, natriuretic dan bekerja menrelaksasi otot polos vascular.1.2.5.6
Pengukuran level B – Type Natriuretic Peptide (BNP) memiliki kaitan terhadap kondisi
klinis tertentu antara lain yaitu :
Tabel 4. Kegunaan klinis terhadap level BNP serum6
Serum BNP < 100
Normal atau gagal jantung terkompensasi baik
Serum BNP 100 – 200
Gagal jantung terkompensasi baik
Normal (Usia lanjut, Wanita, Pengunaan Beta Blocker)
Cor pulmonal (gagal jantung kanan)
Hipertensi, disfungsi diastolic
Penyakit jantung iskemik
Serum BNP 200 – 400
Gagal jantung dekompensasi ringan sedang
Gagal jantung kronik terkompensasi
Serum BNP > 400
Gagal jantung kongetif yang berat (hipervolemia)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan guna
mengkaji kompensasi seperti hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium fibrilasi,
gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH,
LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada
penyakit jantung kotoner
4. Foto X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung
5. Esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.untuk
menyajikan data tentang fungsi jantung
6. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular
7. Kateterisasi jantung >> Tekanan Abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
8. Foto polos dada >> Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung
hilang, cefalisasi arteria pulmonal. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda
pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel (Jota, 2009).
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak berubah secara signifikan
selama 30 tahun. Algoritma terhadap acute decompensated heart failure yang digunakan
untuk mengevaluasi diagnostik dan prognostik pasien dengan ADHF antara lain yaitu :
1. Tirah Baring >> Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung
kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik >> Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi
natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia
merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium
3. Pemberian morphin >> Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer,
menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena
dispnea berat
4. Reduksi volume darah sirkulasi >> Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur
yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini
dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran
balik vena dan tekanan pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik
segera.
5. Terapi vasodilator >> Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada
penatalaksanaan gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri
dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
6. Terapi digitalis >> Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan
kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta
peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti :
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan
peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.
7. Inotropik positif
o Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-
adrenergik beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya
katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung
dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis
maximal 10-20 mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan
beban kerja jantung.
o Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan
tachicardi.
8. Dukungan diet (pembatasan natrium) >> Pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensiatau gagal
jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya
perlu diukur dalam milligram (Nugroho, 2009)
.
Gambar 2. Algoritma untuk stabilisasi awal pada acute decompensated heart failure di
instalasi gawatdarurat.7
Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan pada Acute decompensated heart failure. ADHF,
acute decompensated heart failure; AJR, abdominal jugular reflex; BiPAP, bi-level
positive airway pressure; BNP, B-type natriuretic peptide; CI, cardiac index; CPAP,
continuous positive airway pressure; DOE, dyspnea on exertion; HJR, hepatojugular
reflex; JVD, jugular venous distention; PCWP, pulmonary capillary wedge pressure;
PND, paroxysmal nocturnal dyspnea; SBP, systolic blood pressure; SCr, serum
creatinine; SOB, shortness of breath; SVR, systemic vascular resistance.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Data biografi yang perlu dipertimbangkan adalah usia, jenis kelamin, suku/bangsa.
Penyakit cardiovaskuler lebih sering pada usia 40-60 tahun, laki-laki lebih sering dari pada
wanita, bising jantung lebih sering pada kulit putih, sedangkan hipertensi lebih sering pada
kulit hitam.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Dispneu, edema periper, kelelahan dan kelemahan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan
menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaimana keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah pasien menderita :
Hipertensi
Hiperliproproteinemia
Diabetes melitus
Rematik fever dan penggunaan obat-obatan tertentu.
4. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat penyakit cardiovaskuler, DM, Penykit renal dan
predisposisi genetik.
5. Pemeriksaan fisik/Focus pengkajian
Menurut Doenges (2000) pengkajian fokusnya adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung ,
bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.
b. Tanda :
TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
Irama Jantung ; Disritmia.
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak,
diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit
pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum : Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental : Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit : Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat
saluran kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan (Doengus,
2000)
PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
a. Kepala dan wajah: Inspeksi: kepala normochepali,
bentuk kepala simetris, distribusi rambut merata, tidak terdapat lesi pada kepala dan
wajah, tidak terdapat benjolan pada kepala, wajah simetris (tidak ada paralisis pada
wajah), tidak ada ptosis pada kelopak mata, konjungtiva tidak pucat, pupil klien pada
kedua mata terletak ditengah, pupil pada kedua mata tampak berbentuk bulat, pupil
kanan dan kiri isokhor, ukuran pupil 3mm, tidak ada ikterus pada mata kanan maupun
mata kiri. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala dan wajah, tidak ada massa pada
kepala dan wajah, tidak ada pembengkakan pada kepala dan wajah
b. Leher: Inspeksi : tidak ada lesi pada leher klien,
tidak ada pembesaran pada kelenjar thyroid klien, tampak adanya distensi pada vena
jugularis, tampak adanya penggunaan otot bantu pernapasan yaitu terdapat tarikan otot
sternokleidomastoideus. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c. Dada: Inspeksi : dada klien simetris, tidak ada lesi
pada dada klien, tidak ada pembengkakan pada dada, tampak adanya retraksi diding
dada, tampak adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan, pergerakan dada saat
bernafas lambat dan tidak seimbang. Palpasi : taktil premitus lambat, ictus cordis
melebar. Perkusi : suara pekak pada perkusi paru, perkusi menunjukkan adanya
kardiomegali (pelebaran batas-batas jantung). Auskultasi : terdengar suara krekels
pada paru, terdengar bunyi jantung tambahan (gallop S3).
d. Abdomen dan Pinggang : Inspeksi : terdapat asites
pada perut klien, perut klien simetris, tidak ada lesi pada abdomen, tidak ada retraksi
pada abdomen. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen, terdapat distensi pada
abdomen, teraba adanya pembesaran hepar (hepatomegali). Perkusi : shifting dulness
pada perkusi abdomen Auskultasi : Gerakan peristaltic/bising usus klien 6 kali/menit.
e. Pelvis dan Perineum : Inspeksi : klien terpasang
kateter. Palpasi : tidak ada distensi kandung kemih.
f. Ekstremitas : Inspeksi : tampak adanya sianosis
pada ujung-ujung jari tangan kanan dan kiri serta pada jari kaki kanan dan kiri klien,
tidak terdapat lesi pada kedua ekstremitas. Palpasi : akral dingin, tampak adanya
edema kedua ekstremitas bawah.
Diagnosa keperawatan
1. Pola Nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi Penurunan energi/kelelahan
2. Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama jantung, stroke volume,
pre load dan afterload, kontraktilitas jantung.
4. Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif berhubungan dengan gangguan transport
O2, gangguan aliran arteri dan vena
5. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan transport O2, gangguan aliran
arteri dan vena
6. Kelebihan Volume Cairan Berhubungan dengan Mekanisme pengaturan melemah
7. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
8. Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
9. Manejemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan Konflik dalam
memutuskan terapi (terkait sistem budaya), konflik keluarga, keterbatasan
pengetahuan.
10. Kurang pengetahuan Berhubungan dengan keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
11. Hambatan regiolitas berhubungan dengan ansietas, kelemahan fisik, dan koping
inefektif, krisis stadium akhir kehidupan.
12. Koping inefektif berhubungan dengan krisis situasi
13. Ketidakefektifan performa peran berhubungan dengan kelemahan fisik (Judith dan
Wilkinson, 2011)
Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan : Respiratory status : Posisikan pasien untuk
- Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan
- Penurunan Respiratory status : Airway ventilasi
energi/kelelahan patency Pasang mayo bila perlu
Vital sign Status Lakukan fisioterapi
DS: dada jika perlu
- Dyspnea Setelah dilakukan tindakan Keluarkan sekret
- Nafas pendek keperawatan selama dengan batuk atau
DO: ………..pasien menunjukkan suction
- Penurunan tekanan keefektifan pola nafas, Auskultasi suara nafas,
inspirasi/ekspirasi dibuktikan dengan kriteria catat adanya suara
- Penurunan pertukaran hasil: tambahan
udara per menit Mendemonstrasikan batuk
- Menggunakan otot efektif dan suara nafas yang Berikan bronkodilator :
pernafasan tambahan bersih, tidak ada sianosis …….
- Orthopnea dan dyspneu (mampu Berikan pelembab udara
- Pernafasan pursed-lip mengeluarkan sputum, Kassa basah NaCl
- Tahap ekspirasi mampu bernafas dg mudah, Lembab
berlangsung sangat tidakada pursed lips) Atur intake untuk cairan
lama Menunjukkan jalan nafas mengoptimalkan
- Penurunan kapasitas yang paten (klien tidak keseimbangan.
vital merasa tercekik, irama Monitor respirasi dan
- Respirasi: < 11 – 24 nafas, frekuensi pernafasan status O2
x /mnt dalam rentang normal, tidak Bersihkan mulut,
ada suara nafas abnormal) hidung dan secret trakea
Tanda Tanda vital dalam Pertahankan jalan nafas
rentang normal (tekanan yang paten
darah, nadi, pernafasan) Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola
nafas.
Ajarkan bagaimana
batuk efektif
Monitor pola nafas
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
Carleton, P .F dan M.M.O’Donnell. “ Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan
Sirkulasi” dalam Price and Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, alih bahasa : Peter Anugerah. edisi 4. Jakarta : EGC
Hanon O et al. 2009. Consensus of the French Society of Gerontology and Geriatrics and
the French Society of Cardiology for the management of coronary artery disease
in older adults. Archives of Cardiovascular Disease
Harbanu HM, Santoso A. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan
September 2007.
Jota, Santa. 2009. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Nanda, NIC, NOC. Jakarta: EGC
Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. 2009. ABC of heart failure: aetiology.BMJ.
Mann DL. 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E,Kasper
DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc
graw hill.
Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Surakarta : Slide
Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.
Purwaningtyas, Niniek. 2007. Gagal Jantung (Decompensatio Cordis). Dalam :
Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05 FKUNS.
Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam :
Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Shah RV. Fifer MA. 2007. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiologyof Heart
DiseaseA Collaborative Project of Medical Students andFaculty. 4th
ed.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.