Anda di halaman 1dari 10

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

EKSTRAKSI AGAR

Nama: Marcella Valentina


NIM: 18.I1.0015
Kelompok: D3
I. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan ekstraksi agar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Ekstraksi Agar

Kelompok Berat basah (gram) Berat kering (gram) % Rendemen

D1 40 2,45 6,13
D2 40 4,42 11,05

D3 40 3,65 9,13

D4 40 1,83 4,58

D5 40 2,57 6,43

Dari tabel hasil pengamatan di atas dapat dilihat bahwa berat awal rumput laut (Gracilaria
verrucosa) yang digunakan oleh setiap kelompok adalah sama, yaitu sebanyak 40 gram,
sedangkan berat kering yang diperoleh oleh setiap kelompok menunjukkan hasil yang berbeda-
beda. Begitu pula dengan % rendemen yang didapatkan berbeda-beda antara satu kelompok
dengan yang lain. Dari tabel hasil pengamatan, kelompok D2 memiliki agar dengan berat kering
yang paling banyak, yaitu sebesar 4,4 gram, sedangkan kelompok D4 memiliki berat kering agar
yang paling sedikit, yaitu sebesar 1,83. Dan dapat terlihat bahwa berat kering yang paling banyak
pada kelompok D2 menghasilkan % rendemen yang paling banyak pula, yaitu sebesar 11,05%.
Sedangkan untuk kelompok D4 yang memiliki berat kering agar paling sedikit menghasilkan %
rendemen yang paling sedikit pula, yaitu sebesar 4,58%.

II. PEMBAHASAN
Agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktran yang bersifat tidak larut
dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel (Distantina et al., 2008).
Menurut Santika et al., 2014), agar merupakan senyawa hidrokoloid polisakarida dengan unit 3-

1
linked-β-D-galactopyranosyl (G) dan 4-linked-3,6-anhydro-α-L-galactopyranosyl. Rumput laut
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumput laut penghasil agar (agarophyte), penghasil
karagenan (carragenophyte), dan penghasil alginat. Rumput laut penghasil agar (agarophyte)
terdiri dari Gracilaria, Gelidium, Gelidiosis, dan Hypnea. Namun, pada umumnya agar-agar
diekstraksi dari rumput laut yang berasal dari kelas Rhodophycae (alga merah), seperti
Gracilaria sp. dan Gellidium sp. Beberapa rumput laut jenis Gracilaria yang memiliki nilai
ekonomi tinggi antara lain Gracilaria gigas, Gracilaria verrucosa, dan Gracilaria lichenoides.
Salah satu jenis alga merah yang banyak digunakan sebagai penghasil agar adalah Gracilaria
verrucosa (Alamsjah et al., 2010). Agar-agar mempunyai dua komponen polisakarida, yaitu
agarosa dan agaropektin. Fraksi dari agar-agar tersebut dapat diekstrak menggunakan berbagai
metode ekstraksi (Hardoko et al., 2015). Agarosa merupakan komponen yang netral atau tidak
bermuatan, sedangkan agaropektin adalah komponen yang bermuatan. Keberadaan kedua
komponen tersebut di dalam agar tergantung pada jenis rumput laut penghasil agar yang
digunakan. Pada umumnya, kandungan agarosa dalam agar sekitar 55%-56% (Yuliani et al.,
2012).

Agar yang berasal dari esktraksi rumput laut jenis Gracilaria memiliki peranan penting dalam
berbagai macam perindustrian, misalnya industri pangan, farmasi, kosmetik, kulit, fotografi,
maupun industri non-pangan. Hal ini dikarenakan agar memiliki kemampuan dalam membentuk
lapisan gel atau film. Dalam bidang pangan, agar dapat berperan sebagai pengemulsi
(emulsifier), penstabil (stabilizer), pembentuk gel, pensuspensi, pelapis, dan inhibitor (Distantina
et al., 2008). Dalam industri kosmetik, agar digunakan untuk bahan salep, krim, sabun, dan
pembersih muka atau lotion (Itung & Marthen, 2003).

Produksi agar dilakukan melalui beberapa proses, yaitu proses pencucian rumput laut,
pemucatan, ekstraksi, penyaringan, penjendalan, dan pengeringan (Villanueva et al., 2010). Pada
praktikum ini, dilakukan ekstraksi agar. Metode ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan
dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhriani, 2014). Terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil ekstraksi, antara lain ukuran bahan, waktu
ekstraksi, suhu ekstraksi, dan pelarut. (Yolanda & Agustono, 2018). Rumput laut yang
digunakan dalam praktikum ini adalah Gracilaria verrucosa. Gracilaria verrucosa merupakan

2
jenis rumput laut yang dibudidayakan di air payau dengan salinitas air yang berkisar antara 15-25
ppm dan pH yang berkisar antara 7,0-8,7. Pada umumnya, rumput laut Gracilaria mengandung
agar atau disebut juga agarofit sebagai hasil metabolisme primernya. Jenis Gracilaria merupakan
jenis rumput laut yang paling banyak digunakan karena harga yang murah dan mudah diperoleh,
juga mampu menghasilkan agar-agar tiga kali lipat dari jenis lainnya (Poncomulyo et al., 2008).

Dalam ekstraksi agar, ada dua cara yang dapat dilakukan, antara lain dengan praperlakuan basa
dan praperlakuan asam. Praperlakuan basa bertujuan untuk mengkatalisis gugus-6-sulfat dari unit
galaktopiranosa yang berikatan (1-4) membentuk residu 3,6-anhydrogalaktosa, sehingga
didapatkan gel yang kuat. Sedangkan praperlakuan asam bertujuan untuk meningkatkan
rendemen agar-agar yang dihasilkan dan mempersingkat waktu ekstraksi (Distantina et al.,
2008). Selain dua cara tersebut, ekstraksi agar juga dapat dilakukan dengan cara perebusan. Dan
pada praktikum ini, cara yang digunakan untuk ekstraksi agar adalah cara perebusan.

Sifat fisik yang akan diamati pada penelitian ekstraksi agar ini ialah rendemen dan sifat gel yang
berkaitan dengan kekuatan gel (gel strength). Rendemen agar merupakan rasio berat agar kering
yang dihasilkan dengan berat rumput laut basah yang dinyatakan dalam persen (%) (Distantina et
al., 2012). Rendemen menggunakan satuan persen (%) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
nilai rendemen yang dihasilkan maka jumlah ekstrak yang dihasilkan semakin banyak (Armando,
2009). Rendemen dipengaruhi oleh suhu dan waktu ekstraksi, dimana semakin meningkatnya
suhu dan waktu ekstraksi maka rendemen agar akan semakin meningkat pula (Uju et al., 2018).

Praktikum ini diawali dengan dilakukannya penghancuran rumput laut Gracilaria verrucosa
dengan menggunakan blender. Setelah diblender, rumput laut yang telah hancur diayak dan
ditimbang sebanyak 45 gram. Selanjutnya rumput laut diekstrak dengan cara direbus dengan
menggunakan aquadest sebanyak 450 mL selama 1 jam 30 menit di dalam beaker glass. Pada
saat perebusan, volume perlarut perlu diperhatikan agar tetap konstan dengan menambah air
panas setiap saat. Selama perebusan, digunakan pengaduk sebagai alat bantu untuk membuat
perebusan rumput laut agar tetap homogen (Haryoto, 1998). Pengaduk yang digunakan berbahan
dasar kayu karena pengaduk kayu memiliki permukaan yang kokoh dan tidak tajam sehingga
tidak akan merusak panci atau wajan. Selain itu, pengaduk kayu bersifat tidak menyerap panas

3
sehingga aman untuk digunakan saat suhu tinggi dan tidak sensitif terhadap perubahan suhu
(Haryoto, 1998). Pengadukan dilakukan secara kontinyu atau terus menerus dengan tujuan untuk
meratakan konsentrasi agar dan menghindari kegosongan. Insan & Dwi (2012) menambahkan
bahwa pengadukan bertujuan untuk memperbanyak kontak antara bahan dengan pelarut dan
mendapatkan derajat homogenitas yang tinggi. Semakin cepat putaran pengaduk maka semakin
besar pula perpindahan panas yang terjadi pada waktu tertentu dan kontak bahan dengan pelarut
sehingga hasil yang didapatkan semakin banyak. Pemanasan dalam proses ekstraksi merupakan
salah satu tahap yang perlu diperhatikan. Suhu pada proses ekstraksi agar yang digunakan cukup
tinggi berkisar 80℃−100 ℃ dengan waktu 2-3 jam (Kusuma et al., 2013). Tujuan penggunaan
suhu tinggi selain untuk meningkatkan kekuatan gel agar, Yarnpakdee et al. (2015)
menambahkan bahwa proses ekstraksi agar dilakukan pada suhu tinggi karena dalam proses
ekstraksi dibutuhkan energi tinggi untuk menganggu ikatan yang kuat pada struktur ekstraselular
rumput laut. Fathmawati et al. (2014) pun melaporkan bahwa semakin tinggi suhu suatu reaksi,
partikel-partikel yang bereaksi akan bergerak semakin cepat serta frekuensi benturan akan
semakin besar antara pelarut dengan bahan, sehingga akan semakin banyak agar yang larut
dalam air. Hal tersebut didukung oleh penelitian Higuera et al. (2008) yang menunjukkan bahwa
rendemen agar dengan suhu ekstraksi 80℃ mengalami peningkatan seiring meningkatnya waktu
ekstraksi. Secara umum, pemanasan dan perebusan dalam proses ekstraksi bertujuan untuk
mempercepat proses ekstraksi (Maleta et al., 2018).

Larutan agar yang masih dalam kondisi panas disaring dengan kain saring kemudian didiamkan
pada suhu ruang sampai tersolidifikasi. Penyaringan atau filtrasi dilakukan untuk memisahkan
ekstrak yang terlarut dalam air dari ampasnya (Yolanda & Agustono, 2018). Penyaringan
sebaiknya dilakukan dalam keadaan panas untuk mempermudah penyaringan (Erjanan et al.,
2017). Setelah agar sudah berbentuk solid, agar dipotong menjadi lembaran-lembaran dengan
ketebalan 2-3 cm lalu dibekukan pada suhu −30 ℃ selama 24 jam. Agar yang telah dibekukan,
dithawing dengan air mengalir untuk proses rehidrasi membentuk hydrogel dan dikeringkan
dengan menggunakan cabiner dryer pada suhu 50℃ selama 8 jam. Proses thawing dilakukan
untuk memurnikan agar yang diperoleh (Uju et al., 2018). Agar kering dibuat menjadi bubuk
dengan menggunakan blender dan % rendemen pada ekstraksi agar dapat dihitung.

4
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, nilai rendemen yang dihasilkan oleh setiap
kelompok berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa kelompok D2 memiliki agar dengan berat kering
yang paling banyak, yaitu sebesar 4,4 gram, sedangkan kelompok D4 memiliki berat kering agar
yang paling sedikit, yaitu sebesar 1,83. Kelompok D2 dengan berat kering agar paling banyak
menghasilkan % rendemen paling banyak pula, dan begitu juga pada kelompok D4. Oleh karena
kelompok D4 memiliki berat kering agar paling sedikit maka % rendemen yang dihasilkan pun
sedikit. Menurut Nurjanah (2008), hasil ekstraksi dipengaruhi oleh kecepatan dan lama
pengadukan serta pemanasan. Peningkatan kecepatan pengadukan yang disertai dengan
pemanasan pada proses ekstraksi menyebabkan waktu kontak antara bahan dan pelarut menjadi
terlalu singkat sehingga dapat mengurangi hasil ekstraksi. Teori tersebut didukung oleh Dewi et
al. (2018) yang juga menyatakan bahwa semakin cepat putaran pengadukan, maka hasil ekstraksi
yang diperoleh akan semakin berkurang. Oleh karena itu, perbedaan berat kering yang
didapatkan oleh setiap kelompok dapat dikarenakan kecepatan pengadukan yang berbeda-beda.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok D4 melakukan pengadukan dengan kecepatan lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya dan menghasilkan berat kering lebih kecil
dibandingkan dengan yang lainnya pula. Lama pengadukan berbanding terbalik dengan
kecepatan pengadukan, dimana semakin lama pengadukan pada ekstraksi, hasil yang diperoleh
akan semakin meningkat. Hal tersebut dapat terjadi karena lama waktu pengadukan
mengakibatkan kontak antara bahan dengan pelarut berlangsung lebih lama dan kelarutan akan
meningkat sehingga ekstrak yang didapatkan akan meningkat pula (Dewi et al., 2018).

Berdasarkan teori Distantina et al. (2012), rendemen hasil ekstraksi dihitung berdasarkan
perbandingan berat akhir (berat kering rumput laut) dengan berat awal rumput laut dikalikan
100%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berat kering berbanding lurus dengan rendemen
ekstrak. Dari hasil pengamatan, nilai rendemen yang dihasilkan oleh seluruh kelompok
menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori Disantina et al. (2012), dimana semakin banyak
berat kering yang dihasilkan maka nilai rendemen pun akan semakin banyak, dan begitu pun
sebaliknya. Selain dipengaruhi oleh berat kering, menurut Irawan (2010), rendemen dipengaruhi
juga oleh lama ekstraksi. Irawan (2010) menjelaskan bahwa semakin lama ekstraksi dengan
waktu yang optimal, maka akan semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Hal ini diperjelas
oleh Kristian et al. (2016) yang menyatakan bahwa waktu ekstraksi yang singkat akan

5
menghasilkan rendemen yang rendah karena tidak semua komponen yang terkandung terekstrak
dengan sempurna. Sedangkan jika waktu ekstraksi yang digunakan lebih lama, maka efek
pemanasan terhadap rumput laut yang terjadi pun akan lebih lama sehingga kesempatan pelarut
dan bahan untuk bersentuhan semakin besar dan hasilnya akan bertambah hingga mencapai titik
jenuhnya (Diantika et al., 2014). Hal ini dapat terjadi karena dengan meningkatkan efek
pemanasan akan memperbesar pori-pori bahan, sehingga pelarut dapat masuk melalui pori-pori
tersebut dan melarutkan komponen yang terperangkap kemudian zat terlarut berdifusi keluar
permukaan dinding sel (Distantina et al., 2012). Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
jumlah rendemen agar adalah jenis rumput laut, umur panen, lokasi budidaya, iklim, metode
ekstraksi, serta metode tanam dan kualitas bobot bibit (Utomo & Satriyana, 2006; Santika et al.,
2014).

Kekuatan gel dipengaruhi oleh jumlah rendemen yang dihasilkan oleh agar. Jika rendemen yang
dihasilkan sedikit, maka dapat dikatakan bahwa kadar air yang terkandung dalam agar tersebut
tinggi (Anggadireja et al., 2002). Kadar air agar yang tinggi dapat dikarenakan volume pelarut
yang ditambahkan pada saat proses perebusan tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Insan &
Dwi (2012) pun sependapat bahwa tingginya volume pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi akan mengakibatkan meningkatnya kandungan kadar air pada produk yang dihasilkan
dan akan menyebabkan konsentrasi dalam bahan tersebut menurun yang kemudian akan
berpengaruh pada kekuatan gel (gel strength).

III. KESIMPULAN
 Agar merupakan senyawa hidrokoloid polisakarida dengan unit 3-linked- β -D-
galactopyranosyl (G) dan 4-linked-3,6-anhydro-α-L-galactopyranosyl.
 Agar-agar mempunyai dua komponen polisakarida, yaitu agarosa dan agaropektin.
 Agarosa merupakan komponen yang netral atau tidak bermuatan, sedangkan agaropektin
adalah komponen yang bermuatan.
 Rumput laut penghasil agar (agarophyte) terdiri dari Gracilaria, Gelidium, Gelidiosis,
dan Hypnea.
 Pada umumnya agar-agar diekstraksi dari rumput laut yang berasal dari kelas
Rhodophycae (alga merah), seperti Gracilaria sp. dan Gellidium sp.

6
 Agar yang berasal dari esktraksi rumput laut jenis Gracilaria memiliki peranan penting
dalam industri pangan, yaitu berperan sebagai pengemulsi (emulsifier), penstabil
(stabilizer), pembentuk gel, pensuspensi, pelapis, dan inhibitor.
 Hasil ekstraksi dipengaruhi oleh kecepatan dan lama pengadukan serta pemanasan.
 Semakin lama pengadukan pada ekstraksi, hasil yang diperoleh akan semakin meningkat.
 Pemanasan agar dengan suhu tinggi bertujuan untuk meningkatkan kekuatan gel agar.
 Ekstraksi agar memerlukan pemanasan bersuhu tinggi karena dalam proses ekstraksi
dibutuhkan energi tinggi untuk menganggu ikatan yang kuat pada struktur ekstraselular
rumput laut.
 Semakin tinggi suhu suatu reaksi, partikel-partikel yang bereaksi akan bergerak semakin
cepat serta frekuensi benturan akan semakin besar antara pelarut dengan bahan, sehingga
akan semakin banyak agar yang larut dalam air.
 Proses thawing pada agar beku dilakukan untuk memurnikan agar yang diperoleh.
 Semakin banyak berat kering yang dihasilkan maka nilai rendemen pun akan semakin
banyak, dan begitu pun sebaliknya.
 Semakin lama ekstraksi dengan waktu yang optimal, maka akan semakin tinggi rendemen
yang dihasilkan.
 Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah rendemen agar adalah jenis rumput
laut, umur panen, lokasi budidaya, iklim, metode ekstraksi, serta metode tanam dan
kualitas bobot bibit.
 Tingginya volume pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi akan mengakibatkan
meningkatnya kandungan kadar air pada produk yang dihasilkan dan akan menyebabkan
konsentrasi dalam bahan tersebut menurun yang kemudian akan berpengaruh pada
kekuatan gel (gel strength).

IV. DAFTAR PUSTAKA

Alamsjah, M.A., Nurines O.A., dan Sri S. (2010). Pengaruh Lama Penyinaran Terhadap
Pertumbuhan Dan Klorofil A Gracilaria verrucosa Pada Sistem Budidaya Indoor, Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2(1) : 21-29.
Anggadiredja, J.T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S. (2002). Rumput Laut. Jakarta :
Penebar Swadaya.

7
Armando, R. (2009). Memproduksi 15 Minyak Atsiri Berkualitas. Jakarta: Penerbit Penyebar
Swadaya.
Dewi, K.H., Devi S., Laili S., Masturah M., dan Hajiral M. (2018). Ekstraksi Teripang Pasir
(Holothuria scabra) Sebagai Sumber Testosteron Pada Berbagai Kecepatan dan Lama
Pengadukan, Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia, 1-6.
Diantika, F., Sutan S.M., dan Yulianingsih R. (2014). Pengaruh Lama Ekstraksi Dan Konsentrasi
Pelarut Etanol Terhadap Ekstraksi Antioksidan Biji Kakao (Theobroma cacao L.), Jurnal
Teknologi Pertanian, 15(3): 159-164.
Distantina, S., D.R. Anggraeni, dan L.E. Fitri. (2008). Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Larutan
Perendaman terhadap Kecepatan Ekstraksi dan Sifat Gel Agar-agar dari Rumput Laut
Gracilaria verrucosa, Jurnal Rekayasa Proses, 2 (1).
Distantina, S., Rochmadi, Wiratni, dan M. Fahrurrozi. (2012). Mekanisme Proses Tahap
Ekstraksi Karagenan Dari Eucheuma cottonii Menggunakan Pelarut Alkali, Agritech, 32(4)
: 397-402.
Erjanan, S., Verly D., dan Roike M. (2017). Mutu Karaginan Dan Kekuataan Gel Dari Rumput
Laut Merah Kappaphycus Alvarezii, Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan, 5(2) : 130-
133.
Fathmawati, D., Abidin M.R.P, dan Roesyadi A. (2014). Studi Kinetika Pembentukan Karaginan
Dari Rumput Laut, Jurnal Teknik Pomits, 3(1):27-32.
Hardoko, Agnes F., dan Titri S. (2015). Aktivitas Antidiabet Secara Invitro Agar-Agar, Agarosa,
Dan Agaropektin Dari Rumput Laut Gracilaria gigas, JPHPI, 18(2) : 128-139.
Haryoto. (1998). Teknologi Tepat Guna Sirup Jahe. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Higuera, D.L.A., Montesinos Y.E.R., Alvarez J.I.M., Ochoa M.M., dan Carmona G.H. (2008).
Effect Of Alkali Treatment Time And Extraction Time On Agar From Gracilaria
fermiculophylla, Journal Of Applied Phycology, 20: 515-519.
Insan, I. dan Dwi S. (2012). Peningkatan Kualitas Produk “Agar” Rumput Laut Gracilaria gigas
dengan Penambahan Iota Karagenan Melalui Pemanasan Model “Smog Steam”, Jurnal
Litbang Provinsi Jawa Tengah, 10(2).
Irawan, B. (2010). Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan Destilasi pada
Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas Diponegoro
Itung, M. dan Marthen D.P. (2003). Pengolahan Pasca Panen Rumput Laut Jenis Eucheuma Dan
Gracilaria Untuk Tujuan Eksport, Journal Marina Chimica Acta, 4(1):21-28.

8
Kristian, J., Sudaryanto Z., Sarifah N., Asri W., dan Selly H.P. (2016). Pengaruh Lama Ekstraksi
Terhadap Rendemen Dan Mutu Minyak Bunga Melati Putih Menggunakan Metode
Ekstraksi Pelarut Menguap (Solvent Extraction), Jurnal Teknotan, 10(2) : 34-43.
Kusuma, W.I., Santoso G.W., Pramesti R. (2013). Pengaruh Konsentrasi Naoh Yang Berbeda
Terhadap Mutu Agar Rumput Laut Gracilaria verrucosa, Journal Of Marine Research,
2(2): 120-129.
Maleta, H.S., Renny I., Leenawaty L., dan Tatas H.P.B. (2018). Ragam Metode Ekstraksi
Karotenoid dari Sumber Tumbuhan dalam Dekade Terakhir (Telaah Literatur), Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan, 13(1): 40-50.
Mukhriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, Dan Identifikasi Senyawa Aktif, Jurnal
Kesehatan, 7(2) : 361-367.
Nurjanah, S. (2008). Identifikasi testosteron Teripang Pasir (Holothuroidea scabra) dan
Pemamfaatannya Sebagai Sumber Testosteron Alami (Disertasi). Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Poncomulyo, T., Herti M., dan Lusi Kristiani. (2008). Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut.
Yogyakarta: Penerbit Agromedia Pustaka.
Santika, L.G., Ma’ruf W.F., dan Romadhon. (2014). Karakteristik Agar Rumput Laut Gracilaria
verrucosa Budidaya Tambak Dengan Perlakuan Konsentrasi Alkali Pada Umur Panen
Yang Berbeda, Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4): 98-105.
Uju, Joko S., Wahyu R., dan M. Fakhri A. (2018). Ekstraksi Native Agar Dari Rumput Laut
Gracilaria sp. Dengan Akselerasi Ultrasonikasi Pada Suhu Rendah, JPHPI, 21(3): 414-
422.
Utomo, B.S.B. dan N. Satriyana. (2006). Sifat Fisiko-Kimia Agar-Agar Dari Rumput Laut
Gracilaria Chilensis Yang Diekstrak Dengan Jumlah Air Berbeda, Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia, 13(1): 45-50.
Villanueva, R.D., Sousa A.M.M, Goncalves M.P, Nilson M., dan Hilliou L. (2010). Production
And Properties Of Agar From The Invasive Marine Alga, Gracilaria Vermiculophylla
(Gracilariales, Rhodophyta), Journal Of Applied Phycology. (22): 211-220.
Yarnpakdee, S., Benjakul S., dan Kingwascharapong P. (2015). Physico-Chemical And Gel
Properties Of Agar From Gracilaria Tenuistipitata From The Lake Of Shongkla, Thailand,
Food Hydrocolloids. 51 : 217-226.
Yolanda, N.T. dan Agustono. (2018). Proses Ekstraksi dan Karakterisasi Fisiska Kimia Bubuk
Agar Gracilaria sp. Skala Laboratorium di PT. Java Biocolloid Surabaya, Journal of
Marine and Coastal Science, 7(3): 127-138.

9
Yuliani, N., Noviana M., dan R.T.M. Sutamihardja. (2012). Analisis Proksimat Dan Kekuatan
Gel Agar – Agar Dari Rumput Laut Kering Pada Beberapa Pasar Tradisional, Jurnal Sains
Natural Universitas Nusa Bangsa, 2(2): 101-115.

10

Anda mungkin juga menyukai