Anda di halaman 1dari 5

Nama : Jihan Fahira Randan

Nim : 4518012189
Kelas : Manajemen 5.E
Tugas : Resume Perekonomian Indonesia

TANTANGAN POLITIK DIMANA AGENDA REFORMASI SEBUAH TINJAUAN


EKONOMI POLITIK

Setelah Gus Dur lengser, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk


menggantikannya. Salah satu kebijakan ekonomi Megawati yang dinilai berani adalah
mengakhiri program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003 yang lalu
dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan divestasi bank guna menutup defisit
anggaran negara. "Semua opsi yang ditawarkan IMF sifatnya 'mencekik leher' bagi Indonesia.
Sifatnya menggantung Indonesia supaya terus bergantung pada IMF," ujar Menteri Negara
Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas saat itu, Kwik Kian Gie. Setelah
mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun
2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Sesudah Berakhirnya Program IMF untuk menjaga
stabilitas ekonomi makro. Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor
fiskal misalnya, ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi belanja negara dan
privatisasi BUMN. Di sektor keuangan, dilakukan perancangan Jaring Pengaman Sektor
Keuangan, divestasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan
restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun. Lalu di sektor investasi,
dilakukan peninjauan Daftar Negatif Investasi, menyederhanakan perizinan, restrukturisasi
sektor telekomunikasi dan energi serta pemberantasan korupsi.
Dampaknya dinilai cukup baik. Kurs Rupiah yang semula Rp. 9.800 (2001) menjadi
Rp. 9.100 (2004), tingkat inflasi menurun dari 13,1% menjadi 6,5% sedangkan pertumbuhan
ekonomi naik 2%, begitu pun poin IHSG dari 459 (2001) menajdi 852 (2004). Cakupan
White Paper cukup beragam, dan bahkan menurut beberapa pengamat lebih luas dan
ambisius dibandingkan program bantuan IMF. Akan tetapi, paket kebijakan ini dihasilkan
oleh pemerintah Indonesia dengan masukan dari sektor swasta, setelah juga berkonsultasi
dengan sejumlah ekonom independen. Program pemerintah ini menimbulkan rasa
kepemilikan yang lebih tinggi (karena bukan didikte oleh IMF atau asing), yang sangat
bermanfaat dalam meningkatkan komitmen pemerintah untuk mengimplementasikannya,
serta untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia. Box 1. Paket Kebijakan Ekonomi Indonesia Pra- dan Pasca-IMF Pada tanggal 15
September 2003, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No 5/2003 tentang Paket
Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama dengan IMF.
Sejumlah elemen utama dalam paket kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: Menjaga
stabilitas makroekonomi Fokus dari usaha ini adalah untuk mencapai kondisi fiskal yang
sehat, serta mengurangi laju inflasi, dan menjaga persediaan cadangan devisa untuk
kebutuhan jangka menengah. Kebijakan fiskal untuk mencapai target tersebut mencakup: (a)
mengurangi defisit anggaran secara bertahap untuk mencapai posisi yang seimbang
(balanced) pada 2005-6; (b) mengurangi rasio utang pemerintah terhadap PDB ke posisi yang
aman; (c) mereformasi dan melakukan modernisasi pada sistem perpajakan nasional untuk
mengembangkan sumber pemasukan negara yang dapat diandalkan; (d) meningkatkan
efisiensi belanja pemerintah, dan (e) mengembangkan sistem pengelolaan utang yang efektif.
Restrukturisasi dan reformasi pada sektor keuangan Mengingat pentingnya peran sektor
keuangan dalam stabilisasi ekonomi serta mendukung pemulihan krisis, kebijakan dalam
aspek ini difokuskan pada: (a) mendirikan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (financial
safety net) melalui pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pendirian fasilitas
pinjaman opsi terakhir (lender of last resort) di Bank Indonesia, serta penguatan sistem
keuangan dengan pendirian Otoritas Jasa Keuangan; (b) melanjutkan program restrukturisasi
dan perbaikan kesehatan sektor perbankan, terutama bank milik negara, yang dilakukan di
bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan beberapa institusi lain; (c)
memperketat pengawasan aktivitas pencucian uang; (d) memperbaiki kinerja pasar modal
serta pengawasannya; (e) melakukan konsolidasi industri asuransi dan dana pensiun; (f)
meningkatkan kinerja dan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan (g)
mendukung pengembangan sistem akuntansi publik. Meningkatkan investasi, ekspor, dan
penyerapan tenaga kerja Pemerintah menyadari peran penting sektor swasta pada aspek ini
dan bahwa tugas utama pemerintah dalam hal ini adalah untuk menciptakan iklim yang
kondusif bagi aktivitas sektor swasta melalui kebijakan yang baik serta lembaga pemerintah
yang berfungsi efektif. Sejumlah inisiatif kebijakan kunci mencakup: (a) memperbaiki
kebijakan investasi dan perdagangan melalui layanan satu atap, serta Tim Nasional
Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (Timnas PEPI) untuk menangani persoalan
inter-sektoral; (b) meningkatkan kepastian hukum dengan merevisi UU Kepailitan, serta
mengharmonisasikan regulasi di tingkat regional dengan regulasi di tingkat yang lebih tinggi
untuk kepentingan publik; (c) membangun dan memperbaiki infrastruktur di bidang listrik,
transportasi, telekomunikasi, dan sumber daya air; (d) meningkatkan transparansi pelayanan
publik; dan (e) meningkatkan pemerataan melalui program pengentasan kemiskinan dan
penciptaan lapangan pekerjaan. Pemerintahan Megawati cukup berhasil dalam membangun
stabilitas makroekonomi, antara lain karena pengembangan kelembagaan , independensi
Bank Indonesia dalam mengambil 5 kebijakan moneter, serta penataan ulang Kementerian
Keuangan (di bawah UU No 17 tentang Keuangan Negara) untuk menerapkan disiplin fiskal.
Akan tetapi, pemerintahan Megawati kurang berhasil dalam menyelenggarakan reformasi
‘mikro’ yang dijabarkan White Paper, terutama dalam hal memperbaiki iklim investasi,
ditandai dengan Investasi Asing Langsung yang tercatat negatif selama semester pertama
2004. Dua kebijakan yang memperburuk iklim investasi pada periode ini adalah: Pertama,
lambatnya usaha privatisasi oleh karena sikap pemerintah yang ambivalen terhadap konsep
privatisasi (Athukorala, 2002). Kedua, dibatalkannya UU Kelistrikan oleh Mahkamah
Konstitusi pada 2003 karena dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Padahal,
UU tersebut dirancang untuk meningkatkan partisipasi swasta melalui unbundling di sektor
kelistrikan, yang jika terjadi akan menurunkan biaya listrik bagi konsumen dan sangat
mendukung dunia usaha. Dengan berakhirnya program bantuan IMF, Indonesia menyetujui
pemantauan pascaprogram (Post Program Dialogue) dengan IMF, di mana tim IMF akan
datang dua kali setahun untuk memantau perkembangan reformasi ekonomi yang
dicanangkan dalam White Paper tahun 2004. Tidak hanya IMF, usaha pemantauan reformasi
ekonomi juga pernah dilakukan oleh Kadin Indonesia, yang membentuk tim pemantauan
independen, yang bekerja sama dengan beberapa kamar dagang asing di Indonesia dan
ekonom independen. Tim Pemantauan Independen tersebut menemukan beberapa isu
kebijakan utama yang menjadi perhatian dunia usaha, yaitu perbaikan iklim investasi dan
usaha (terutama reformasi hukum/legal), reformasi administrasi perpajakan, reformasi Bea
Cukai, penyusunan peraturan pelaksana UU Ketenagakerjaan yang baru, serta sejumlah
langkah untuk memperbaiki kondisi infrastruktur (energi, listrik, telekomunikasi, dan
transportasi). Cukup sulit bagi publik untuk menilai apakah penerbitan sejumlah regulasi dan
kebijakan reformasi benar-benar diaplikasikan secara konkrit di lapangan. Secara umum,
dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Megawati berhasil mempertahankan stabilitas
makroekonomi. Kinerja perbaikan sektor finansial dapat dikatakan beragam (mixed).
Pertumbuhan kredit masih tetap lambat, namun demikian hal ini sebagian diakibatkan
kesulitan di sektor riil serta kurang berhasilnya pemerintah untuk memperbaiki iklim
investasi. Sejak awal 2004, perhatian publik sudah mulai beralih ke pemilihan Presiden, di
mana Susilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi presiden berikutnya.
Pada  masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap
terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen
dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya. Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi
4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03
persen.Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4 persen pada 2001, 18,2 persen pada
2002, 17,4 persen pada 2003, dan 16,7 persen pada 2004. "Saat itu mulai ada tanda perbaikan
yang lebih konsisten. Kita tak bisa lepaskan bahwa proses itu juga dipengaruhi politik.
Reformasi politik juga mereformasi ekonomi kita," kata Lana. Perbaikan yang dilakukan
pemerintah saat itu yakni menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat
utang atau obligasi secara langsung. Saat itu, kata Lana, perekonomian Indonesia mulai
terarah kembali. Meski tak ada lagi repelita seperti di era Soeharto, namun ekonomi
Indonesia bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya pelaku-pelaku ekonomi. elalui kabinet
gotong royong , presiden Megawati  soekarnoputri telah telah menunjukkan maneuver politik
yang pawai dan berhasil memberikan impresi yang positif pada berbagai lapisan masyarakat.
Saat itu tumbuh dan berkembang pendapat paa berbagai masyarakat termasuk pelaku
ekonomi, kalangan birokrasi, pengamat politik dan masyarakat kampus bahwa kabinet gotong
royong yang dilantik pada hari jum'at 10 Agustus adalh cabinet yang cukup tangguh.
Pandangan tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa 26 dari 32 jabatan menteri dan
setingkat menterri dijabat oleh para professional yang mengusai bidang tugas masing –
masing.  Akan tetapi seiring dengan berjalannya cabinet gotong royong dalam menjalankan
pemerintahan, masyarakat sangat dikecewakan. Pasalnya, kinerja dari kabinet gotong royong
tersebut dinilai lamban dalam mengatasi masalah yang terjadi dinegara kita saat itu. Wacana
publik tentang efektifitas tim ekonomi kabinet gotong royong ( KGR) dalam menghantarkan
Indonesia untuk secepatnya keluar dari krisisyang telah menggerogoti ekonomi dan
kehidupan sosial politik selama lima tahun terakhir ini didominasi oleh pandangan bahwa
anggota kabinet gotong royong bertindak sangat lamban dan tanpa koordinasi yang penuh.
Persepsi ini secara sadar banyak digaungkan oleh kalangan akademisi dan politisi baik secara
kolektif maupun secara perorangan yang pada gilirinnya diterima sebagai suatu realitas oleh
masyarakat. Ekonomi dibawah pemerintahan Megawati tidak mengalami perbaikan yang
nyata dibandingkan sebelumnya, meskipun kurs rupiah relatif berhasil dikendalikan oleh
Bank Indonesia menjadi relatif lebih stabil. Kondisi ekonomi pada umumnya dalam keadaan
tidak baik, terutama pertumbuhan ekonomi, perkembangan investasi, kondisi fiscal serta
keadaan keuangan dan perbankkan. Dengan demikian, prestasi ekonomi pada tahun kedua
pemerintahan sekarang ini tidak menghasilkan perbaikan ekonomi yang cukup memadai
untuk sedikit saja memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan mempertahankan kesempatan
kerja. Analisis yang cukup kerap dari banyak kalangan membuktikan bahwa selama ini tim
ekonomi tidak mampu, menyelesaikan proses pemulihan ekonomi dan memperbaiki
perekonomian secara lebih luas. Kondisi perekonomian masih terus dalam ketidak pastian,
terutama karena terkait masalah keamanan, seperti dalam kejadian pemboman tahun2002.
Masalah pertumbuhan ekonomi, investasi dan pengangguran adalah gambaran yang paling
suram dibawah kabinet gotong royong ini.
1. Reformasi Bidang Ekonomi
·         Untuk mengatasi utang luar negeri sebesar 150,80 milyar US$ yang merupakan
warisan Orde baru, dikeluarkan kebijakan yang berupa penundaan pembayaran utang sebesar
US$ 5,8 milyar, sehingga hutang luar negeri dapat berkurang US$ 34,66 milyar.
·         Untuk mengatasi krisis moneter, Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita
sebesar US$ 930. Kurs mata uang rupiah dapat diturunkan menjadi Rp 8.500,00.
·         Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan nilai inflasi, dikeluarkan
kebijakan yang berupa privatisasi terhadap BUMN dengan melakukan penjualan saham
Indosat sehingga hutang luar negeri dapat berkurang.
·         Memperbaiki kinerja ekspor, sehingga ekspor di Indonesia dapat ditingkatkan.
·         Untuk mengatasi korupsi, dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
·         Memutuskan hubungan kerja dengan IMF
·         Melakukan restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan dengan melakukan
pembaruan ketentuan perundang – undangan.
·         Meningkatkan pendapatan melalui pajak, cukai, dan kepabeanan.
·         Menciptakan situasi kondusif bagi investor,
·         Meningkatkan kegiatan ekspor.
·         Mendorong kemajuan usaha kecil dan menengah.
·         Kerjasama ekonomi dan politik juga dilakukan diluar blok AS dan sekutunya, seperti
kerjasama pembelian pesawat Sukhoi dengan Rusia dan kerjasama perdagangan dengan
China.

2.    Reformasi Bidang Politik
•      Mengadakan pemilu yang bersifat demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan melalui
dua periode yaitu :
a)     Periode pertama untuk memilih anggota legislatif secara langsung.
b)     Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilu
tahun 2004 merupakan pemilu pertama
•      Memelihara dan memantapkan stabilitas Nasional.
•      Menjaga keutuhan NKRI.
•      Mendukung dana, tenaga, dan sumber daya lain untuk suksesnya penerapan UU tersebut.
Segi yang lain, PNS dan TNI diharuskan netral dari politik.
•      Melanjutkan amandemen UUD 1945
•      Meluruskan otonomi daerah.

Anda mungkin juga menyukai